Aorikei Geimu Haishinsha (Hatachi) [LN] — Jilid 1 Bab 6 — Lintas Ninja Translation

Bab 6
Kehidupan SMA Sehari-Hari

*Ding Dong*

Suara bel sekolah yang familiar menggema.

Setelah menyelesaikan jam pelajaran Sabtu pagi, Yuno mendekati seorang cewek di dekatnya.

"Suzuha-chan, bagaimana hasil ujian tadi?" (Yuno)

"Aku dapat 96 poin..." (Suzuha)

"Wah! Jadi, Suzuha-chan yang punya nilai tertinggi di kelas. Kayak yang diharapkan darimu!" (Yuno)

Yuno, yang telah berteman dengan Mochizuki Suzuha sejak SD, mengobrol dengannya sambil bersiap meninggalkan sekolah.

"Bagaimana denganmu, Yuno-chan?" (Suzuha)

"Aku berhasil dapat 90 poin, entah bagaimana." (Yuno)

"Wah... ...Dapat 90 poin di mata pelajaran yang tidak kamu kuasai itu mengesankan sekali, bukan?" (Suzuha)

"Terima kasih! Paling tidak sekarang Abangku yang Bodoh tidak perlu terlalu khawatir." (Yuno)

"Hehe, baguslah." (Suzuha)

Suzuha, dengan rambut peraknya yang sebahu yang bergoyang, menyipitkan mata biru beningnya dan tersenyum lembut. Yuno membalas senyuman itu.

AGH1-6-1

"Ah... Apa Abang Haruto baik-baik saja?" (Suzuha)

"Abang baik-baik saja. Tempo hari, Abang pulang tanpa memberi tahu siapa pun, dan Abang menghabiskan lebih dari satu jam berbicara omong kosong." (Yuno)

"Apa Yuno-chan menghukum Abang Haruto?" (Suzuha)

"Aku memberi Abang pukulan bagus di bokong. Semoga Abang akan mengingatnya lain kali." (Yuno)

Suzuha, yang telah berteman dengan Yuno sejak SD, sangat akrab dengan situasi keluarga Yuno. Bahkan, Suzuha itu satu-satunya orang yang tahu detailnya.

Di tengah obrolan ringan mereka soal masalah keluarga...

"!?""!!""!?"

Sekelompok tiga orang siswa cowok yang berdiri di dekat mereka tidak sengaja mendengar obrolan itu, dan begitu mendengarnya, mereka menoleh dan melirik kedua orang cewek itu.

Saat bertemu tatapan cowok-cowok, Yuno segera mengubah ekspresinya jadi tatapan tajam.

"Ada apa? Kalian cowok-cowok di sana. Kayaknya kalian punya sesuatu buat dikatakan." (Suzuha)

"Ti-Tidak, kok, tidak ada sama sekali!" (Trio)

Cowok-cowok itu dengan cepat menyangkal dengan ekspresi gugup.

Meskipun penyangkalan dan upaya mereka buat membentuk lingkaran lagi sangat serempak, jelas kalau cowok-cowok itu tidak sengaja mendengar obrolan tersebut.

"Hei, apa kalian dengar itu!? Yuno-chan rela memukul bokong abangnya cuma karena membuat sedikit masalah!" (Siswa 1)

"Aku iri sekali pada Abang-nya..." (Siswa 2)

"Bukannya Abangnya beruntung..." (Siswa 3)

Yuno dan Suzuha tetap tidak menyadari. Mereka tidak tahu kalau mereka saat ini berada di peringkat dua teratas dalam "Peringkat Cewek SMA Cantik, Menurut Cowok-Cowok Kelas Sebelas".

Justru karena popularitas mereka, obrolan semacam itu terjadi.

"Wah..." (Yuno)

"Hei, ini cuma bercanda! Jangan jijik begitu, Yunocchi! Ini cuma bercanda, bukan!?" (Siswa 1)

"Menurutku ada bercanda yang bagus dan ada bercanda yang jelek." (Yuno)

Saat Yuno menanggapi cowok pertama yang mencoba menjelaskan dirinya, cowok lain menyaut.

"Jangan bilang hal-hal seburuk itu!" (Siswa 2)

"Aku cuma menyatakan hal yang jelas." (Yuno)

Dengan alis mata berkedut, saat Yuno jadi jijik, cowok terakhir memberikan saran yang lain.

"Ayolah, jangan bilang begitu! Ah, bagaimana kalau kita semua pergi main boling bersama hari ini? Bagaimana menurut kalian?" (Siswa 3)

"I-Itu, aku tidak ikut..." (Suzuha)

"Aku juga tidak ikut. Dan bukannya ada kegiatan buat Ekskul Bisbol hari ini? Berhentilah bilang hal-hal aneh dan pergilah sana." (Yuno)

Kata-kata ini jadi pukulan terakhir buat cowok-cowok.

"Apa perlu kamu bilang begitu..." (Siswa 1)

"Itu jahat sekali..." (Siswa 2)

"Aku mau kabur dari kenyataan sedikit lebih lama..." (Siswa 3)

"Iya, iya. Semoga sukses buat kalian bertiga." (Yuno)

"Wuhu..." (Trio)

Setelah mengabaikan cowok-cowok itu dengan santai dan melambaikan tangan mereka, obrolan mereka berdua berlanjut.

"Hah... ...Mengapa mereka itu kekanak-kanakan sekali sih? Mereka kan mestinya sudah siswa Kelas XI SMA." (Yuno)

"Mungkin mereka cuma mau perhatianmu, Yuno-chan... ...Kamu itu populer, sih." (Suzuha)

"Menurutku, mereka cuma menggodaku." (Yuno)

"Tetapi bukannya kamu ditembak kemarin? Saat istirahat makan siang?" (Suzuha)

"Hah... ...Tung-Tunggu, apa kamu menyaksikan!?" (Yuno)

"Tidak, aku cuma berasumsi begitu karena kamu dipanggil. Cowok yang memanggilmu tampak sangat gugup. Kamu menolaknya, bukan?" (Suzuha)

"Ia bukan orang jahat, tetapi dibandingkan dengan Abang bodohku, ia cuma tampak terlalu kekanak-kanakan." (Yuno)

"Aku rasa itu agak tidak adil membandingkan cowok itu dengan Abang Haruto..." (Suzuha)

"Hmm." (Yuno)

Melihat Suzuha dengan ragu mengungkapkan pendapatnya sambil menutupi mulut dengan tangan, Yuno menatap Suzuha selama beberapa detik, lalu mengangkat sudut bibirnya dan bilang sambil menyeringai.

"Kayak yang diharapkan dari seseorang yang mengincar abangku." (Yuno)

"Bu-Bukan begitu..." (Suzuha)

"Aku tahu kalau kamu mampir ke kafe tempat Abang bekerja cuma buat mengobrol dengan Abang." (Yuno)

"Euh..." (Suzuha)

"Ngomong-ngomong, aku berencana makan malam di luar dengan Abangku yang bodoh." (Yuno)

"Euh..." (Suzuha)

Suzuha mengernyitkan alis matanya, ekspresinya jelas meski pendiam. Yuno, yang sangat menyadari sisi Suzuha ini, menggoda Suzuha lebih jauh.

"Tuh kan, kamu memasang wajah iri." (Yuno)

"As-Astaga!" (Suzuha)

"Ngomong-ngomong, Suzuha-chan, kamu selalu boleh bergabung dengan kami. Abangku yang bodoh akan ada di rumah pada hari Minggu, jadi silakan datang juga hari itu." (Yuno)

"Iya... ...Oke, dimengerti." (Suzuha)

Setelah melebarkan mata birunya, Suzuha tersenyum tipis. Itulah campuran antara keterkejutan dan kegembiraan.

"Iya, kalau begitu, aku mesti segera berangkat kerja, tapi apa kamu berencana menetap di sekolah agak lebih lama, Suzuha-chan? Kalau kamu mau pulang—" (Yuno)

"Iya, aku ada urusan hari ini, jadi mari kita pulang bersama?" (Suzuha)

"Oke!" (Yuno)

Suzuha biasanya menetap di sekolah buat belajar mandiri sementara Yuno mesti segera pulang buat mengurus pekerjaan rumah tangga, memasak, dan pekerjaan paruh waktunya.

Karena jadwal mereka yang bentrok, mereka jarang pulang bersama.

Setelah menyelesaikan persiapan, mereka melewati lorong dari kelas ke pintu masuk, dan mereka berdua mengalami kejadian tidak terduga.

Saat Yuno meraih loker sepatunya kayak biasanya, sesuatu yang tidak terduga terjadi.

"Wah!" (Yuno)

Dua surat melayang keluar dari loker sepatu, mendarat di kepala mereka.

"Fiuh, tadi itu mengejutkan... ...Aku kira itu serangga." (Yuno)

"Ah, ini lagi..." (Suzuha)

Itulah surat-surat dengan tulisan 'Buat Yuno-san'. Semua orang jelas dari sekilas.

Mengikuti, Suzuha membuka suratnya dan…

"Ah..." (Suzuha)

Dua surat, masing-masing ditujukan 'Buat Suzuha-san', terjatuh.

"..." (Yuno)

"..." (Suzuha)

Mereka berdua bertukar pandang dalam diam lalu membungkuk untuk mengambil surat-surat yang terjatuh dengan hati-hati.

Siswa-siswi yang lewat dan mengamati seluruh adegan mau tidak mau berpikir:

—(Seseorang menyatakan cinta pada mereka lagi…)

—(Apa akan ada lebih banyak korban…)

—(Mereka bahkan tidak punya kesempatan…)

Kecuali kedua orang cewek yang terlibat, tidak ada orang lain yang terkejut dengan kejadian itu. Itulah pemandangan umum di sekolah ini, dan sudah ada rumor yang tersebar luas di kalangan siswa-siswi yang membunuh setiap kesempatan buat cowok-cowok untuk berpacaran dengan mereka.

Ada monster (cowok) tertentu di luar sana yang berhasil merayu kedua orang cewek itu, yang telah ditembak oleh lusinan orang. Karena itulah, diyakini bahwa tidak ada yang dapat berpacaran dengan mereka!

Individu yang disebutkan di atas, yang saat ini sedang menyapu halaman rumahnya dengan semangat, dengan penuh semangat menantikan sesuatu hari ini.

Dan begitulah, di sore hari pada hari itu…

===

"Heh." (Haruto)

"A-Ada apa dengan senyuman itu, Abang…?" (Yuno)

Yuno, yang sudah selesai dengan pekerjaan paruh waktunya, bergabung dengan abangnya buat makan malam di sebuah restoran keluarga.

Haruto tersenyum lembut saat mereka melihat menu bersama.

"Ma-Maaf. Hanya saja sudah lama sejak kita pergi makan bersama." (Haruto)

"..." (Yuno)

"Hmm?" (Haruto)

Meskipun Haruto meminta maaf dan memberikan penjelasan, ia tidak mendapat tanggapan dan justru disambut dengan tatapan setengah hati.

"Menjijikkan kalau Abang tampak sebahagia itu." (Yuno)

"Bukannya itu normal?" (Haruto)

"Apanya yang normal?" (Yuno)

Pada kenyataannya, Yuno tidak salah. Dengan betapa bahagianya Haruto, kalau dinilai cuma dari suasana mereka, tidaklah tidak masuk akal jika seseorang mengira mereka itu "pasutri baru".

"I-Iya, Abang harap kamu dapat memaafkan Abang yang kayak gitu... ...Kayak yang Abang bilang, sudah lama sekali." (Haruto)

"Sudah lama karena Abang jarang sekali mengajakku. Kalau Abang mengajakku, aku tidak akan menolak." (Yuno)

Yuno menundukkan pandangannya, membolak-balik menu, tetapi pikirannya jelas: "Ajak saja aku dengan santai. Aku akan ikut dengan Abang."

"Ah, kalau begitu, bagaimana kalau kita tetapkan tujuan buat makan di luar sekitar dua kali sebulan? Itu akan membuat segalanya lebih mudah buatmu, dan kita berdua dapat santai. Menyusun menu setiap hari pasti berat, bukan...?" (Haruto)

"Itu tidak begitu." (Yuno)

"Hah, kamu tidak suka?" (Haruto)

"Iya. Aku tidak mau." (Yuno)

Haruto, yang telah meneliti betapa menantangnya memasak setiap hari lewat suara-suara ibu rumah tangga daring, membuat saran itu buat meringankan beban Yuno. Namun, itu langsung ditolak, membuat Haruto sedikit terkejut.

"Bolehkah Abang bertanya mengapa?" (Haruto)

"Sederhananya, itu lebih ke arah kemewahan. Makan di luar lebih mahal ketimbang memasak di rumah, loh? Dengan uang yang dihabiskan buat satu kali makan di luar, aku dapat membuat makanan yang cukup untuk dua atau tiga hari." (Yuno)

"Tetapi, begini, punya hari-hari di mana kamu tidak perlu memasak, dapat santai, dan tidak perlu memikirkan menu itu kayaknya keseimbangan yang bagus, bukan?" (Haruto)

"Kalau aku tidak suka memasak dan melakukannya dengan terpaksa, mungkin. Tetapi aku suka memasak. Lagipula, kita sudah berjanji, bukan? 'Jangan memaksakan diri pada hari-hari kamu tidak enak badan.' Jadi, tidak perlu memaksakan hari-hari makan di luar." (Yuno)

"Begitukah?" (Haruto)

"Iya. Ketimbang menambah hari makan di luar, aku akan lebih senang membeli puding dari toko swalayan dan memakannya bersama Abang." (Yuno)

"Be-Begitu ya... ...Kalau begitu, bagaimana kalau kita membeli puding dalam perjalanan pulang hari ini?" (Haruto)

"Iya. Aku akan ambil puding panggang." (Yuno)

"Kalau begitu Abang ambil puding susu." (Haruto)

"Maaf, tetapi yang Abang suka sudah habis. Aku lupa beri tahu Abang terakhir kali sebagai hukuman." (Yuno)

"Kalau begitu, mungkin Abang akan diam-diam makan puding Yuno." (Haruto)

"Kalau Abang melakukan itu, aku akan memukul bokong Abang lagi." (Yuno)

Dan begitulah, mereka memutuskan hidangan penutup buat perjalanan pulang, dengan bercanda membahas mana yang akan dibeli.

"Okelah, kalau begitu, lupakan saja soal makan di luar. Abang, teruslah nikmati masakanku, oke? Paham?" (Yuno)

"Hahaha, paham, paham." (Haruto)

Frekuensi makan di luar tetap tidak berubah. Mereka mencapai kesimpulan 'sesekali jalan-jalan', dan topik dengan cepat bergeser.

"Hei, ngomong-ngomong, ada sesuatu yang mau aku konfirmasi." (Yuno)

"Apa itu?" (Haruto)

"Abang tidak lupa kalau Suzuha-chan datang besok, bukan?" (Yuno)

"Eum..." (Haruto)

Haruto mengeluarkan suara menyedihkan dan menutupi mulutnya. Dengan reaksi ini, jelas buat siapapun kalau Haruto memang lupa.

"E-Eh... ...Apa Abang mungkin lupa menjadwal ulang livestreaming Abang?" (Yuno)

"Tidak, bukan itu. Abang cuma lupa membeli kue buat kalian berdua..." (Haruto)

"Hah?" (Yuno)

"Aduh!?" (Haruto)

Melihat wajah Haruto dipenuhi keputusasaan, seakan-akan ia telah melakukan sesuatu yang tidak dapat diperbaiki, Yuno segera menjentik jidat Haruto.

"Ayolah, jangan pasang muka begitu cuma karena hal kayak gitu, itu menyesatkan. Kita dapat membelinya bersama setelah ini, kan?" (Yuno)

"Tidak, Abang mau membelinya sendiri... ...Lebih baik kalau itu kejutan. Yuu akan lebih senang begitu, bukan?" (Haruto)

"Karena alasan itu?" (Yuno)

"Iya... ...Euh. Ketimbang berlarut-larut soal sesi makan kita hari ini, mestinya Abang pergi membelinya lebih awal..." (Haruto)

Kejutan yang direncanakan tidak berjalan semulus yang diharapkan.

Melihat bahu Haruto merosot dan suasana hatinya meredup, Yuno memasang ekspresi bingung.

"Abang, ini agak terlambat sekarang, tetapi karena Suzuha-chan tidak datang pagi-pagi, bukannya Abang bisa diam-diam pergi membelinya malam ini atau besok pagi tanpa aku ketahu?" (Yuno)

"...Ah, iya. Abang rasa kamu benar." (Haruto)

"Abang tidak perlu sedih begitu. Aku menghargai niat Abang." (Yuno)

"Jangan bilang begitu dengan wajah 'Abang itu keras kepala sekali'." (Haruto)

"Iya, Abang memang keras kepala, sih." (Yuno)

"Ka-Kamu sering sekali bilang begitu, ya?" (Haruto)

"Oke, jangan terlalu memikirkan itu dan mari kita lanjutkan pesanan kita, oke? Tuh kan, mereka punya hamburger keju kesukaan Abang di menu." (Yuno)

"Hmm, ada juga toping keju..." (Haruto)

"Mengapa tidak ditambahkan saja di atas hamburger? Anggap saja sebagai hadiah karena sudah mencoba membuat kita senang." (Yuno)

"Tentu, mari kita coba. Kira-kira bagaimana rasanya ya dengan toping keju?" (Haruto)

"Aku akan pesan gratin dan salad hidangan laut. Dan juga, mari kita ambil dua botol minuman dari drink bar." (Yuno)

"Itu saja? Kamu boleh pesan lebih banyak daging dan lainnya, loh? Dan lihat hidangan penutupnya, ada banyak pilihan bagus." (Haruto)

"Perutku tidak sebesar perut Abang... ...Lagipula, bukannya puding nanti sudah termasuk hidangan penutup?" (Yuno)

"I-Iya, kamu benar." (Haruto)

Haruto cuma dapat tersenyum masam, tamp6 agak malu saat ia mengalihkan perhatiannya ke menu.

Mengamati pemandangan ini, Yuno bergumam pelan:

"...Apa punya Abang kayak gini benar-benar tidak apa-apa, Suzuha-chan?" (Yuno)

Dengan ekspresi santai, Yuno mengeluarkan kata-kata ini, seakan-akan berbicara pada dirinya sendiri.

Saat itu pukul 1 siang pada hari Minggu, sehari setelah kakak beradik itu makan di luar.

*Ding dong*

Interkom rumah berdering, dan Haruto segera berdiri dari sofa.

"Ah? Kira-kira siapa itu." (Haruto)

"Abang cepat sekali geraknya, Abang. Itu Suzuha-chan, jadi aku saja yang akan menjawab." (Yuno)

"Kok kamu tahu?" (Haruto)

"Kami sudah saling menghubungi." (Yuno)

"Ah, begitu." (Haruto)

Duduk di sebelah Haruto, Yuno dengan gembira bermain dengan ponsel pintarnya sambil bersenandung. Alasan suasana hati Yuno yang ceria kini semakin jelas.

"Okelah kalau begitu, Aku akan menyambut Suzuha-chan." (Yuno)

"Oke." (Haruto)

(Abang yakin Suzuha-chan akan senang kalau Abang bilang Yuu sudah menunggunya dengan tidak sabar.) (Haruto)

Dengan pemikiran kayak gitu, Haruto berdiri dengan tekad baru dan perlahan mengikuti punggung adiknya.

"Hei..." (Yuno)

"A-Ada apa?" (Haruto)

Pada saat itu, Yuno berhenti di tempatnya dan berbalik.

"Jangan bilang 'ada apa?' padaku, Abang, mengapa Abang ikut? Aku sudah bilang Aku akan menyambut ia sendiri." (Yuno)

"Iya, Abang cuma kepikiran kalau Abang akan mengambil kesempatan buat menyapa Suzuha-chan juga." (Haruto)

(Abang tidak merasa kalau Abang bilang sesuatu yang aneh...) (Haruto)

Namun, ketidakpuasan jelas tampak di seluruh wajah Yuno.

"Astaga... ...Abang tidak perlu melakukannya sekarang, bukan? Suzuha-chan mungkin berharap kalau aku yang keluar. Apa Abang mencoba mengejutkannya?" (Yuno)

"Ti-Tidak, itu bukan niat Abang...! Eum, bisakah kamu mempertimbangkannya, Yuu? Tentu saja, Abang akan berhenti kalau kamu merasa kalau Suzuha-chan tidak akan menyukainya, tetapi Abang mau ikut kalau boleh." (Haruto)

Mengetahui bahwa Suzuha itu orang yang selalu mendukung Yuno, di area yang Haruto tidak bisa, membuat Haruto merasakan kewajiban aneh buat menyapa Suzuha.

Bagaimanapun, Haruto kayak sosok orang tua buay Yuno.

"Ja-Jangan pasang muka menjijikkan begitu. Lagipula, mustahil Suzuha-chan tidak menyukainya." (Yuno)

"Haha... ...Suzuha-chan itu baik, kayak kamu." (Haruto)

"Jangan libatkan aku dan jangan memuji kami secara bersamaan! Aku ini tidak baik!" (Yuno)

"Kamu bilang begitu lagi. Padahal Abang sudah cukup mengenalmu." (Haruto)

"I-Itu benar! Di sekolah... ...Aku menyebut Abang sebagai 'Abangku yang Bodoh'!" (Yuno)

"Hah?... Tunggu, 'Abangmu yang Bodoh'!? Tunggu dulu, apa itu benar!?" (Haruto)

Apa Haruto salah dengar? Pemikiran itu melintas di dalam benak Haruto sesaat, tetapi ia cepat memahami kenyataan.

Haruto tidak tahu kalau ia dipanggil begitu. Itu pertama kalinya Haruto mendengarnya. Pikiran Haruto jadi benar-benar kosong.

"Lagipula, kebaikan bukan satu-satunya alasan mengapa Suzuha-chan tidak akan tidak menyukainya." (Yuno)

"Tunggu, Yuu. Yang lebih penting, ada apa dengan sebutan 'Abangmu yang Bodoh' itu...!? Kapan kamu mulai memanggil Abang begitu!?" (Haruto)

"Iya, aku akan lihat apa aku dapat menciptakan kesempatan agar Abang dapat menyapa Suzuha-chan." (Yuno)

"Ah... ...Be-Benar. Terima kasih buat itu." (Haruto)

Haruto memang bertanya, tetapi topiknya dihindari. Dari cara Yuno bertingkah, kayaknya dia tidak berniat menjawab.

"Kalau begitu, ayolah. Ketimbang berdiri di sini, kembalilah ke ruang tamu dan tunggu. Kita tidak dapat membuat Suzuha-chan menunggu lebih lama lagi." (Yuno)

"Tentu..." (Haruto)

Kewalahan oleh keterkejutan, kaki Haruto kehilangan kekuatan, tetapi Yuno mendorong Haruto kembali ke ruang tamu.

Setelah sekitar 15 menit...

"Ah..." (Haruto)

Suara yang begitu lesu keluar saat suara dua langkah kaki melewati lorong menuju kamar Yuno.

Kayaknya sapaan itu mesti menunggu agak lebih lama.

...

Meskipun mencoba mempertahankan ketenangan dan menahan kesedihan karena dipanggil 'Abang yang Bodoh', saat Haruto menyadari kalau ia tidak boleh menyapa Suzuha-chan, bendungan yang menahan emosinya seakan-akan jebol.

"Ah..." (Haruto)

Suara tidak terdengar keluar dari mulut Haruto saat tubuhnya kehilangan seluruh kekuatannya dan ia roboh ke sofa, tergeletak di sana bagaikan mayat.

Tubuh Haruto perlahan merosot ke lantai dan...

* Gedebuk *

Haruto terkena rasa sakit yang tumpul, tetapi guncangan di hatinya tidak sebanding dengan rasa sakit itu.

...

Cuma satu hal yang terlintas di dalam benak Haruto yang kosong.

Haruto mengeluarkan ponsel pintarnya dari sakunya dan, dengan jari gemetaran, membuka aplikasi tertentu.

Sebuah ikon dengan "X". Di Twitto, Haruto beralih dari akun utama "Oni-chan si Streamer Toksik" ke akun cadangannya, "Oni-chan yang Kedua".

Akun cadangan ini diatur agar cuma orang yang mengikuti Oni-chan yang dapat melihat postingannya.

Dengan 20.000 followers di akun ini, Oni-chan diam-diam membuat sebuah postingan.

Postingan Twitto (Oni-chan): [Pertanyaan: Apa keluargaku membenciku? Konteks: Kayaknya, kalau aku tidak ada, dia memanggilku 'Abang yang Bodoh'.]

Dengan mata yang menyerupai mata ikan tidak bernyawa, Haruto menunggu notifikasi masuk. Cuma dalam beberapa menit, like dan komentar mulai membanjiri.

Postingan Twitto: [Apa kamu baik-baik saja, wkwk? Apa kamu sedang menangis?]

Postingan Twitto: [Aduh itu kedengarannya sakit.]

Postingan Twitto: [Ah, kayaknya di sana agak serius.]

Postingan Twitto: [Oni-chan terdengar hancur, wkwk.]

Postingan Twitto: [Kamu benar-benar menyayangi adikmu, ya.]

Postingan Twitto: [Semangat, Oni-chan!!]

Postingan Twitto: [Imut sekali kamu berpikiran kalau dipanggil bodoh sama dengan dibenci, wkwk.]

"Apa lagi maknanya selain dibenci... ...Dan mereka semua mengabaikan pertanyaan utamanya sejak awal..." (Haruto)

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Oni-chan.

Sambil bergumam pada diri sendiri, Oni-chan menggulir komentar dan akhirnya menemukan seorang follower yang menanggapi pertanyaannya.

Postingan Twitto: [Jujur saja, aku tidak merasa kalau kamu itu dibenci! Adikmu itu masih muda, bukan? Adikmu mungkin cuma sedang melewati fase pemberontakannya, hal yang lumrah.]

"Fase pemberontakan...? Yuu?" (Haruto)

Meskipun benar Yuno berusia sekitar segitu, Haruto tidak dapat membayangkan adiknya bertingkah kayak gitu berdasarkan interaksi mereka sehari-hari.

Namun, entah karena respons ini atau tidak, Haruto mulai menerima banyak cerita soal fase pemberontakan.

Postingan Twitto: [Fase pemberontakan adikku jauh lebih parah. Dia jadi histeris cuma karena mencuci pakaian bersama.]

"Eh?" (Haruto)

Haruto sangat terkejut dengan isinya hingga suaranya keluar tanpa sengaja.

Postingan Twitto (Oni-chan): [Mustahil, bukan? Itu pasti bohong.]

Respons lainnya:

Postingan Twitto: [Adikku akan selalu menyelipkan kata-kata kotor setiap kali aku berbicara dengannya!]

Postingan Twitto (Oni-chan): [Apa itu benar-benar terjadi?]

Respons lainnya datang:

Postingan Twitto: [Kalian mudah sekali hidupnya. Adikku mengabaikanku, mengumpat padaku, dan mencuri segala yang aku beli.]

Postingan Twitto (Oni-chan): [Itu mungkin karena kamu jahat pada adikmu atau semacamnya.]

Respons lainnya lagi:

Postingan Twitto: [Ah, kenangan… ...Dulu saat putriku sedang fase pemberontakan, aku dibilang bau, wkwk.]

Postingan Twitto (Oni-chan): [Bagus, Anda berhasil bertahan. Kalau aku sampai dibilang begitu, aku akan datang pada Anda buat minta nasihat.]

"Men-Mendengar cerita semua orang, aku rasa Yuu lebih lembut... ...mungkin..." (Haruto)

Meskipun begitu, Haruto dipanggil 'Abang ya Bodoh' oleh keluarga kesayangannya itu menyakitkan.

Haruto belum pernah dipanggil begitu di rumah, dan tidak ada yang mengisyaratkannya. Karena Haruto belum siap secara mental, kerusakannya cukup parah.

"Hah..." (Haruto)

Dengan hati yang berat, Haruto tetap tergeletak di lantai, dengan Twitto yang masih terbuka. Lalu, respons lainnya tiba.

Postingan Twitto: [Menurutku, Oni-chan, kamu tidak dibenci. Adikmu mungkin cuma tidak mau orang-orang di sekolah tahu kalau dia dekat dengan abangnya.]

Postingan Twitto (Oni-chan): [Kamu menarik perhatianku. Beri tahu aku lebih lanjut.]

Orang ini kayaknya seorang wanita yang memberikan wawasan dari sudut pandangnya.

Postingan Twitto: [Wah, aku dapat balasan juga! Hei, ayo main ABEX bersama kapan-kapan.]

Postingan Twitto (Oni-chan): [Tidak ada gunanya menanyakan itu. Ayolah, cepatlah.]

Bahkan di saat kayak gini, Oni-chan masih mempertahankan karakternya.

Orang lain itu kayaknya memahami ini dan memberikan informasi secara langsung.

Postingan Twitto: [Iya, mau bagaimana lagi. Aku tidak tahu berapa usia adikmu, tetapi kalau dia masih SMA, semua orang sedang melewati fase pemberontakannya. Kalau sampai tersebar kalau adikmu dekat dengan abangnya, orang-orang mungkin akan menggodanya, memanggilnya penyayang abang atau semacamnya. Adikmu mungkin akan jadi pusat perhatian di sekolah karena ini.]

Postingan Twitto (Oni-chan): [Itu benar.]

Postingan Twitto: [Dengan kata lain, apa yang adikmu bilang mungkin bukan yang dia pikirkan. Itu kemungkinan besar cuma kedok. Bagaimanapun, bukannya bagus kalau adikmu sebenarnya tidak membencimu? Semangatlah.]

Postingan Twitto (Oni-chan): [Begitu ya. Aku paham sekarang. Terima kasih.]

Tentu saja, ada kemungkinan Yuno sadar bagaimana orang lain memandangnya... ...Dengan pemikiran itu, Oni-chan menekan tombol like pada pesan tersebut.

Oni-chan merasa sedikit lega.

Sedikit pulih dari tatapan matanya yang bagaikan ikan, Haruto terus memeriksa notifikasinya. Saat Haruto melakukannya, respons baru menarik perhatiannya, dan ia segera membalas.

Postingan Twitto: [Hei, Oni-chan. Aku punya tiga orang adik cewek, dan mereka banyak mengeluh, tetapi setiap kali mereka melakukannya, aku senang sekali!]

Postingan Twitto (Oni-chan): [Apa maksudmu, senang sekali? Kalau kamu bilang sesuatu yang aneh, aku akan memblokirmu.]

Postingan Twitto: [Bukan begitu! Aku senang dengan pertumbuhan mereka! Memasuki fase pemberontakan berarti cuma ada beberapa tahun tersisa sebelum mereka jadi mandiri, bukan? Tidak ada waktu buat terkejut, bukan?]

"!" (Haruto)

Itu merupakan sesuatu yang belum pernah Hatuto pertimbangkan, tetapi itu masuk akal begitu ia memikirkannya.

Postingan Twitto (Oni-chan): [Terima kasih. Memang benar, aku tidak ada waktu buat terkejut.]

Postingan Twitto: [Iya. Lagipula, meskipun adikmu membencimu sekarang, dia mungkin akan berterima kasih saat dia dewasa nanti. Mungkin.]

Postingan Twitto (Oni-chan): [Mungkin ya? Iya, terima kasih atas sarannya.]

Itu merupakan pesan yang pantas mendapatkan 💯 like, tetapi Haruto mempertahankan karakternya dan jawab dengan jutek.

(Bukannya aku senang melihat orang lain menderita, tetapi mendengar orang lain mengeluh soal adik mereka membuatku merasa agak mendingan...) (Haruto)

Haruto terkekeh seakan-akan luka di hatinya telah sembuh.

Meskipun beberapa orang menggodanya, Haruto merasa membuat postingan ini merupakan keputusan yang bagus.

"Iya, kalau begitu..." (Haruto)

Haruto tidak dapat berlarut-larut lagi.

Saat Haruto hendak mematikan ponsel pintarnya dan mencoba mengangkat tubuhnya dari lantai, ia dipanggil dari belakang.

"Eum, permisi... ...Abang Haruto?" (?)

"!?" (Haruto)

Itu merupakan suara yang akrab.

Dengan mata terkejut, Haruto menoleh dan ada cewek itu.

Kaus kaki berenda, rok pendek, dan celana dalam hitam—

"Su-Suzuha-chan!?" (Haruto)

Bahkan tanpa melihat wajahnya, jelas siapa cewek. Haruto cepat berdiri bagaikan ninja, mencoba menyembunyikan fakta bahwa ia telah melihat sesuatu yang mestinya tidak ia lihat.

(Ber-Berbahaya. Mengapa Suzuha-chan mendekatiku saat aku sedang berbaring? Tidak, yang lebih penting...) (Haruto)

Keringat dingin tidak berhenti menetes. Meskipun ekspresinya tegang, Haruto membuka mulutnya.

"Ah, eum, Suzuha-chan... ...Sudah lama ya?" (Haruto)

*Angguk angguk*

Sambil mengangguk bagaikan tupai, Suzuha membalas.

"Su-Sudah lama, ya. Eum, Abang tadi tergeletak di lantai... ...Apa Abang baik-baik saja...?" (Suzuha)

"Ah, I-Iya. Abang baik-baik saja, baik-baik saja, kok! Dan-Dan, Abang tidak melihat apa-apa, oke?" (Haruto)

"Tidak melihat apa-apa?" (Suzuha)

Suzuha, mempertahankan postur elegannya, melebarkan mata indahnya dan memiringkan kepalanya. Melihat ekspresi polos Suzuha-chan, Haruto merasa lega sekaligus menyesal karena tidak menjelaskan konteksnya.

AGH1-6-2

"Ah, jangan khawatirkan itu! Abang cuma melamun sebentar, kok..." (Haruto)

"Be-Begitu ya." (Suzuha)

Mustahil Haruto dapat memberi tahu Suzuha kalau ia tidak sengaja melihat pakaian dalam Suzuha.

Mungkin memang tidak sopan, tetapi kalau Suzuha tidak menyadarinya, lebih baik tidak bilang apa-apa... ...Kalau tidak, suasananya akan jadi canggung.

Itulah kesimpulan yang Haruto capai.

"Ah! Terima kasih sudah datang jauh-jauh buat menyapa Abang, Suzuha-chan. Kamu belum ke kafe baru-baru ini, jadi Abang mau menyapamu." (Haruto)

"Iya, eum... itu karena masa-masa ujian. Bukan berarti aku sengaja menghindari Abang Haruto..." (Suzuha)

"Ah, begitu ya. Tunggu, ini periode ujian!? Yuu tidak memberi tahu Abang apa-apa... ...mungkin karena Yuu berpikir Abang akan mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangga buatnya..." (Haruto)

"Hehe, itu memang Yuno-chan banget." (Suzuha)

"Alangkah baiknya kalau Yuu lebih mengandalkan abangnya sedikit lagi, bagaimana menurutmu?" (Haruto)

"Kalau keadaan terlalu sulit, aku yakin Yuno-chan akan benar-benar meminta bantuan pada Abang." (Suzuha)

"Aku akan memilih buat percaya itu." (Haruto)

Suzuha menyipitkan matanya yang indah bagaikan permata mendengar kata-kata itu.

Meskipun terpikat oleh senyuman di wajah Suzuha yang berfitur menarik, Haruto menggelengkan kepalanya buat mendapatkan kembali ketenangan. Suzuha itu teman adiknya; Haruto tidak boleh melihatnya dengan tatapan aneh.

Haruto memanfaatkan keterampilan mengobrol yang ia dapatkan dari streaming buat memandu obrolan.

"Benar, benar! Suzuha-chan, bagaimana ujianmu?" (Haruto)

"Eum, iya, aku rasa aku akan berhasil tetap di 10 besar di kelasku." (Suzuha)

"Wah! Hebat itu! Suzuha-chan benar-benar luar biasa!" (Haruto)

"Te-Terima kasih... ...Cuma mendengar Abang bilang begitu membuatku senang..." (Suzuha)

"Terus semangat. Kalau nanti kamu ada masalah, jangan ragu mencari Abang kapan saja. Meskipun Abang tidak akan banyak membantu soal belajar, haha." (Haruto)

"Ti-Tidak apa-apa... ...Kalau saatnya tiba, aku akan menghargai bantuan Abang..." (Suzuha)

Setelah menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan, Suzuha membungkuk dengan sopan.

(Tidak perlu seformal itu...) (Haruto)

Haruto sudah sering memikirkan itu sebelumnya, tetapi ini selalu jadi bagian dari kepribadian Suzuha sejak dulu.

"Ngomong-ngomong, Suzuha-chan, kamu jadi makin cantik dalam waktu singkat Abang tidak ketemuan denganmu. Abang terkejut saat mata kita bertemu." (Haruto)

"Hah!?" (Suzuha)

"Cuma antara kita berdua, kamu sudah punya pacar sekarang, bukan?" (Haruto)

"Ti-Ti-Ti-Tidak, itu tidak benar...!" (Suzuha)

Haruto tidak dapat menahan tawa melihat penyangkalan Suzuha yang penuh semangat, membuat tanda "X" dengan kedua tangannya dan menggelengkan kepalanya dengan kuat.

Yuno dan Suzuha sudah berteman sejak SD. Buat Haruto, yang telah melihat mereka tumbuh bersama, Suzuha sudah kayak adiknya sendiri.

"Begitu ya?" (Haruto)

"Itu benar..." (Suzuha)

"Ah, benarkah...? Iya, Abang tahu banyak hal baik soal Suzuha-chan, jadi tidak aneh kalau kamu sudah punya pacar." (Haruto)

"Abang selalu menggodaku kayak gitu, Abang Haruto..." (Suzuha)

"Abang tidak bermaksud menggodamu! Abang benar-benar bersungguh-sungguh." (Haruto)

"Kalau Abang Haruto mau bilang begitu... ...kalau begitu, apa Abang sudah punya pacar?" (Suzuha)

"Hah, Abang?" (Haruto)

"Iya. Aku juga tahu banyak hal luar biasa soal Abang Haruto..." (Suzuha)

Suzuha menyatukan ujung jarinya dan sedikit tersipu saat menyampaikan pikirannya. Haruto mau tidak mau menelan napasnya melihat gerakan Suzuha yang imut dan feminin.

"Terima kasih sudah bilang begitu. Tapi sayangnya, itu tidak benar." (Haruto)

"Be-Begitu ya... ...Iya, kalau begitu... ...Aku senang." (Suzuha)

"Eh? Kamu senang?" (Haruto)

"Ah! Eum, iya, yang aku maksud barusan itu..." (Suzuha)

Suzuha berbicara dengan suara yang bening.

Meskipun dengan suara yang kecil, mudah sekali buat dipahami. Melihat Suzuha yang gelagapan, Haruto menyatukan pikirannya dan dapat menyimpulkan makna di balik kata-kata itu.

"...Ah! Begitu ya, itu masuk akal. Kalau Abang punya pacar, berarti waktu yang dihabiskan buat Yuu akan berkurang, dan dia masih SMA, jadi itu tidak akan bagus." (Haruto)

"Eh, iya..." (Suzuha)

"Seriusan, Abang senang Suzuha-chan itu sahabatnya Yuu. Tolong terus jaga adik Abang mulai sekarang juga." (Haruto)

"Eum... ...ten-tentu saja." (Suzuha)

(Ada sesuatu yang agak aneh dari reaksi Suzuha-chan...) (Haruto)

Haruto tidak bilang hal yang aneh. Pasti cuma imajinasi Haruto.

"Kalau begitu, Abang tidak seharusnya menyita waktumu lagi karena ini hari istimewamu dengan Yuno. Abang harap kamu bersenang-senang hari ini." (Haruto)

"Te-Terima kasih... ...Kalau begitu, Abang Haruto, aku pamit dari kamar Abang." (Suzuha)

"Tentu. Santai saja." (Haruto)

"Ah, maaf. Aku kelupaan menyebutkan satu hal." (Suzuha)

"Hmm? Kelupaan sesuatu?" (Haruto)

"Iya. Kayaknya Yuno-chan mengirim pesan pada Abang Haruto dan dia mau Abang memeriksanya." (Suzuha)

"Begitu ya. Terima kasih sudah memberi tahu Abang." (Haruto)

"Ti-Tidak masalah." (Suzuha)

Haruto mengantar Suzuha ke lorong dan saat Suzuha masuk ke kamar Yuno, Haruto segera memeriksa ponsel pintarnya buat melihat pesan itu.

"(Abang, maafkan aku. Aku mungkin terlalu banyak bicara tadi. Abang mungkin tidak percaya, tetapi aku tidak pernah sekali pun berpikir buruk soal Abang. Terima kasih karena selalu melakukan yang terbaik demi aku.)" (Yuno)

"Hah..." (Haruto)

—Permintaan maaf yang tidak terduga.

Meskipun tidak diucapkan secara langsung, ketulusan di balik kata-kata itu jelas. Mengikuti apa yang Haruto dengar dari Twitto, kayaknya ini memang bagian dari melewati fase pemberontakan.

"Jadi begitu ya, hah. Begitu ya, begitu ya." (Haruto)

Semakin Haruto membaca pesan itu, semakin rasa gembira meluap di dalam dirinya.

Haruto tidak dibenci bagaimanapun juga. Pada saat ini, Haruto merasa seakan-akan ia bisa melayang di langit.

"Hehehe. Aku rasa aku akan memberikan yang terbaik dalam menyunting video hari ini!" (Haruto)

Buat Haruto, tidak ada yang lebih menyenangkan ketimbang dapat menghabiskan hari biasa dengan keluarga kesayangannya.

"Oke, mari kita kembali bekerja!" (Haruto)

Haruto dengan gembira menyebarkan nada-nada musik saat ia pindah ke kamar gaming-nya.

Postingan Twitto (Oni-chan): [Hah! Ternyata, adikku sama sekali tidak membenciku!! Rasakan itu, kalian yang menggodaku!!]

Lalu, Haruto yang ceria mengunggah detail kebahagiaannya yang meluap di akun 'Oni-chan yang Kedua' miliknya.

"Ah! Tetapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu aku lakukan..." (Haruto)

Dan kemudian, Haruto teringat.

Sebagai persiapan buat momen ini, Haruto buru-buru menata camilan yang telah ia beli dan mengantarkannya ke kamar Yuno.

Setelah Haruto mengantar camilan...

"Iya, Abang Haruto... ...memang luar biasa. Banyak sekali..." (Suzuha)

"Hah." (Yuno)

Melihat camilan-camilan di meja dan karpet, Suzuha tersenyum masam, sementara Yuno, dengan tangannya di jidatnya, memasang ekspresi bingung.

Sekilas, ada banyak camilan berserakan.

—Minuman berkarbonasi dua liter, jus apel, dan masing-masing satu botol teh.

—Dua bungkus keripik ukuran keluarga.

—Satu bungkus cokelat ukuran keluarga dan satu bungkus kue kering ukuran keluarga.

—Beberapa jenis gummy dan permen.

—Dua potong shortcake segitiga.

Minuman dan camilan itu langsung memenuhi meja, yang mestinya digunakan untuk belajar.

"Ma-Maaf, Suzuha-chan. Abang cuma berpikir kalau semakin banyak camilan, semakin senang orang... ...Abang tidak pernah mempertimbangkan berapa banyak yang dapat dimakan..." (Yuno)

Yuno menambahkan penjelasan dan pembelaan tegas sebagai adik yang bertanggung jawab.

"Kita tidak mesti makan semuanya cuma karena Abang memberikannya pada kita." (Yuno)

Suzuha memahami kepribadian Haruto tetapi Yuno bilang begini cuma buat berjaga-jaga.

"Hah. Abang pasti bersemangat karena sudah lama Suzuha-chan tidak berkunjung." (Yuno)

Saat Yuno memindahkan camilan di meja ke karpet buat membuat ruang makan, dia merenungkan bagaimana segalanya jadi kayak gini.

"Normalnya, orang tidak akan berpikir buat membawa sebanyak ini, bukan? Bahkan tidak ada ruang di meja buat kita makan." (Yuno)

"Hehe, itu memang Abang Haruto banget." (Suzuha)

"Abang selalu begini. Aku tahu kalau itu salah satu sisi baik Abang, tetapi tetap saja." (Yuno)

Yuno, dengan tatapan tidak setuju, dengan mudah dapat membayangkan situasi yang mengarah ke hal ini.

Abang-nya dengan senang hati memasukkan camilan dan minuman ke dalam keranjang belanja tanpa mempertimbangkan harga, tanpa memeriksa harga, cuma demi membuat seseorang senang.

Meskipun Yuno tahu kalau ini akan terjadi, Abangnya menolak buat membiarkan dia ikut.

Haruto bahkan dengan bangga bilang, "Abang akan berbelanja sendiri! Nantikan apa yang akan Abang bawa pulang!" dengan senyuman.

"Lagipula, Abang lupa menyiapkan gelas buat minuman dan garpu buat kue. Ini kayak lelucon keisengan yang jahat." (Yuno)

"Ah, benar. Hehehe." (Suzuha)

"Abang tampak sangat bangga pada diri Abang sendiri saat membawa camilan, dan entah bagaimana akhirnya jadi begini... ...Mengapa aku dan Abang begitu berbeda dalam hal ini?" (Yuno)

Sambil menggumamkan keluhannya, nada bicara dan ekspresi Yuno tetap lembut, dan dia tampak tersenyum dalam hatinya.

Suzuha, seakan-akan memahami perasaan Yuno, diam-diam mengamati dan melembutkan ekspresinya.

Yuno terus membicarakan sisi ceroboh Haruto satu demi satu. Keluhan sederhana keluar, tetapi suasana di kamar itu hangat.

Karena mereka mengenal Haruto dengan baik, obrolan berakhir dengan 'Mau bagaimana lagi'.

"Okelah kalau begitu, aku akan mengambil beberapa gelas dan garpu. Aku juga akan membawa tisu basah sekalian." (Yuno)

"Ah, mungkin kamu mesti menunggu agak lebih lama...?" (Suzuha)

"Tidak apa-apa. Abang mungkin sudah pindah ke kamar gaming Abang." (Yuno)

Menilai dari camilan yang diantar dengan gembira, dapat dibilang Haruto sudah membaca pesan permintaan maaf yang Yuno kirim beberapa waktu lalu.

Tinggal di bawah atap yang sama dengan Haruto, Yuno dapat dengan mudah mengantisipasi tindakan apa yang akan Haruto lakukan saat dalam suasana hati kayak gitu.

Haruto pasti akan langsung bekerja.

"Meskipun Abang ada di ruang tamu, kamu bisa saja bilang kalau kamu perlu ke kamar mandi dan lolos begitu saja." (Yuno)

"Ehh? Tetapi kamar mandi dan ruang tamu tidak berdekatan." (Suzuha)

"Biasanya, iya, tetapi Abang akan meminta maaf dengan 'Maaf mengganggu di saat yang tidak tepat' sebagai balasan." (Yuno)

"A-Apa kamu pernah mencoba itu sebelumnya?" (Suzuha)

Suzuha melebarkan matanya kaget mendengar pengungkapan yang mengejutkan itu.

"Kalau tinggal bersama, kamu akan terbiasa dengan sifat linglung Abang. Aku sudah menggunakan ini buat membantu lebih banyak secara diam-diam." (Yuno)

Yuno sudah konsisten bertindak kayak gini. Kalau Yuno bisa membantu di sekitar rumah tanpa Haruto menyadarinya, Yuno lebih suka begitu.

"Lagipula, kalau aku terus terang memberi tahu Abang soal apa yang aku lakukan secara diam-diam, Abang mungkin akan menangis atau semacamnya." (Yuno)

"Hehe, kalau Abang Haruto menangis, kemungkinan besar itu di upacara kelulusan Yuno-chan, bukan?" (Suzuha)

"Iya, 100%. Abang mungkin akan menangis sampai selembar tisu pun tidak cukup." (Yuno)

"Mungkin Abang mesti menyiapkan tiga lembar." (Suzuha)

"Itu pun mungkin tidak cukup." (Yuno)

"Iya, meskipun aku bilang begitu, aku mungkin akan berakhir sama di kelulusanku. Aku akan menangis bersama Abang, dan ada hal-hal yang cuma dapat dibilang di hari itu." (Yuno)

"Hal-hal yang cuma dapat dibilang di hari itu?" (Suzuha)

"Abang mungkin tidak banyak bicara, tetapi karena situasi keluarga kami, Abang menyerah pada pendidikannya sendiri, memprioritaskan pekerjaan paruh waktu bahkan sebagai seorang pelajar, dan bekerja keras demi aku... ...Tidak ada habisnya daftar hal yang membuat Abang jadi orang yang luar biasa." (Yuno)

Bahkan di masa sulit, Haruto akan dengan ceria berinteraksi dengan Yuno sambil menyembunyikan perasaannya. Kalau Yuno tampak murung, Haruto akan mengajak Yuno jalan-jalan dan menunjukkan lebih banyak perhatian ketimbang biasanya. Haruto bahkan berbohong soal lebih menyukai pekerjaan ketimbang studinya demi mencari nafkah buat Yuno.

Yuno mungkin mengomeli atau marah pada Haruto, tetapi jauh di lubuk hatinya, Yuno merasa tidak dapat bersaing dengan abangnya. Meskipun masih lebih dari setahun lagi, Yuno sudah memutuskan buat menggunakan upacara kelulusan buat menyampaikan perasaan ini yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun.

"...Ah, kita mulai keluar topik. Bagaimana Abang saat kamu menyapa Abang? Karena ini masa-masa ujian, sudah lama kamu tidak berjumpa dengan Abang, bukan?" (Yuno)

"I-Itu, iya. Aku gugup, tetapi kami banyak bicara... ...Itu benar-benar asyik." (Suzuha)

"Begitu ya, begitu ya." (Yuno)

Yuno sengaja mengirim Suzuha berduaan karena alasan ini, agar Suzuha bisa punya waktu berduaan dengan Haruto.

"Abang memujimu atas nilaimu, bukan? Karena kamu sudah bekerja keras demi dipuji oleh Abang, kamu pasti sudah memberi tahu Abang, bukan?" (Yuno)

"Eum! I-Itu, eum..." (Suzuha)

"Jadi?" (Yuno)

"Abang Haruto... ...Abang memang memujiku." (Suzuha)

"Hehe, baguslah." (Yuno)

Yuno melihat Suzuha tersipu, menggunakan bahasa sopan, dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Mau tidak mau, Yuno tertawa.

Mengintip dari bawah, Yuno dapat melihat telinga Suzuha memerah padam.

"Ngomong-ngomong, apa Abang memuji pakaianmu?" (Yuno)

"Me-Mengapa kamu bertanya soal pakaianku..." (Suzuha)

"Itu karena Suzuha-chan yang biasanya sopan mengenakan rok yang lebih pendek hari ini, bukan? Jelas sekali kamu memilihnya dengan Abang dalam pikiranmu." (Yuno)

"I-Itu... ...tidak benar, kok...? Hari ini memang sangat panas, kok..." (Suzuha)

"Benar..." (Yuno)

"Euh..." (Suzuha)

Suara Suzuha jadi lebih lembut, dan wajahnya terus memerah.

Lagipula, suhu hari ini 22° C sejuk. Jelas sekali Yuno tepat sasaran.

"Dari kelihatannya, Abang juga memuji itu, bukan?" (Yuno)

"I-Itu, eum, Abang Haruto tidak memuji pakaian aku, tetapi Abang bilang, 'Kamu tampak cantik'. Me-Memalukan..." (Suzuha)

"A-Apa-apaan!? Aku tidak menyangka kalau Abang akan bilang hal kayak gitu! Hehe, kalau begitu, layak dong datang hari ini, bukan?" (Yuno)

Sambil mengangguk dengan senyuman, Suzuha menyatukan ujung jarinya dan mengibas-ngibaskannya dengan genit. Itulah reaksi gembira yang cuma muncul saat Haruto terlibat.

Yuno, yang mengetahui sisi Suzuha ini, tersenyum tanpa bilang apa-apa lagi. Yuno memutuskan yang terbaik yaitu tidak menggoda Suzuha lebih jauh lagi.

"Hei, Yuno-chan..." (Suzuha)

"Iya? Ada apa?" (Yuno)

"Eum, ini soal Abang Haruto... ...Apa Abang tidak enak badan hari ini?" (Suzuha)

"Hah? Kayaknya tidak ada yang berbeda dari Abang hari ini. Mengapa kamu bertanya?" (Yuno)

"Iya, begini, sebelum aku menyapa Abang, Abang Haruto tergeletak di lantai telentang..." (Suzuha)

"Hah? Di lantai, bukannya di sofa!?" (Yuno)

"Iya. Abang Haruto cuma tergeletak begitu saja di lantai..." (Suzuha)

Tidak biasanya buat Suzuha yang cerdas buat menunjukkan ekspresi kayak gitu. Rupanya, Haruto tergeletak di sana bagaikan ikan mati.

"Beri aku waktu sebentar. Biarkan aku lihat apa aku dapat mencari tahu apa yang terjadi." (Yuno)

Kalau Haruto tergeletak di lantai, pasti ada sesuatu yang signifikan yang terjadi.

Kalau kesehatan Haruto buruk, dan ia menahannya, Yuno tidak dapat mengabaikannya begitu saja. Sambil memancarkan aura serius, membuatnya sulit didekati, Yuno mulai merenungkan apa yang mungkin terjadi.

"Ah." (Yuno)

Ekspresi Yuno cepat melunak.

"Itu bukan karena Abang tidak enak badan, jadi tidak apa-apa. Abang mungkin tergeletak saat Abang bermalas-malasan di sofa." (Yuno)

"Mungkin Abangmu sakit punggung dan tidak dapat bergerak...?" (Suzuha)

"I-Iya, itu Abang, jadi Abang akan baik-baik saja." (Yuno)

Yuno memaksakan senyuman masam.

Yang terlintas di dalam benak Yuno yaiti gambaran Haruto, yang terluka oleh ejekan kayak "Abangku yang Bodoh".

Yuno merasa lega karena dia mengirim pesan permintaan maaf sebelum segalanya memburuk. Takut Yuno dimarahi oleh Suzuha kalau Suzuha tahu, Yuno cepat-cepat mengubah topik obrolan.

"Ehem, kalau begitu, aku akan pergi ke ruang tamu dan mengambil gelas serta garpu. Kita tidak boleh menunggu terlalu lama buat makan kue." (Yuno)

"Aku akan bantu juga." (Suzuha)

"Terima kasih. Tetapi mari kita prioritaskan agar tidak ketahuan oleh Abang, oke? Kalau Abang menemukan kita bersama di ruang tamu, mungkin akan sulit buat menutupi." (Yuno)

"I-Iya, kamu benar. Jadi, aku serahkan pada Yuno-chan...?" (Suzuha)

"Tentu saja." (Yuno)

Saat Yuno bangkit dan meraih gagang pintu, ponsel pintarnya di sakunya mulai bergetar.

...

Sambil membuka pintu dengan tangan kanannya dan mengeluarkan ponsel pintarnya dengan tangan kirinya, Yuno, setelah memeriksa notifikasi, menoleh ke Suzuha dengan seringai terkejut namun penuh kemenangan.

"Suzuha-chan, aku barusan menerima pesan dari Abang. Abang bilang, 'Pakaian hari ini benar-benar cocok buatmu!' Kayaknya, Abang lupa menyebutkannya saat Abang menyapamu." (Yuno)

"?!" (Suzuha)

"Abang mestinya langsung saja bilang hal-hal ini, bukan?" (Yuno)

Suzuha, setelah mendengar pesan itu, mengatupkan bibirnya, menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan.

Sekilas, itu mungkin tampak kayak penolakan, tetapi dalam kasus Suzuha, itu cuma tanda kalau dia merasa malu.

"Ngomong-ngomong, Suzuha-chan, apa kamu mau berduaan dengan Abang...?" (Yuno)

"A-A-Apa-Apa...?" (Suzuha)

Suzuha terbata-bata, wajahnya memerah padam. Namun, mengingat persahabatan mereka sejak SD, niat Yuno jelas.

"Mengapa kamu terkejut? Waktu kamu membantuku belajar saat masa-masa ujian, aku janji akan membalas budi, bukan?" (Yuno)

Membalas budi berarti memenuhi keinginan orang lain dalam batas yang wajar.

Itulah sesuatu yang sering mereka berdua lakukan.

"Hari ini merupakan kesempatan yang bagus, dan aku rasa Suzuha-chan mungkin tidak punya cukup waktu buat bicara dengan Abang. Tentu saja, aku yakin ini juga yang Abang pikirkan." (Yuno)

Yuno memang tidak mau secara egois melibatkan anggota keluarga penting, tetapi saran ini muncul karena dia tahu kalau mereka berdua mau berbicara lebih banyak satu sama lain.

"Yuno-chan... ...Apa itu benar tidak apa-apa? Maksudku, kalau kamu meninggalkan Abang Haruto dan aku berduaan, kamu akan sendirian sebentar..." (Suzuha)

"Aku justru lebih suka begitu." (Yuno)

"Eh?" (Suzuha)

"Abang akan senang sekali kalau begitu, loh? Kalau Abang senang, maka aku juga senang." (Yuno)

Yuno terkekeh pelan.

Itu karena Yuno dapat membayangkan ekspresi gembira di wajah Haruto.

Beberapa orang mungkin kepikiran, "Mengapa tidak mereka bertiga bermain?" tetapi itu pun akan merepotkan Yuno.

—Terutama karena Yuno merasa sulit buat jujur sepenuhnya di depan abangnya.

"E-Eum, kalau begitu aku akan menerima tawaran itu... ...Terima kasih." (Suzuha)

"Tentu saja." (Yuno)

"Eum, dan juga... ...aku butuh waktu buat mempersiapkan hatiku..." (Suzuha)

"Tidak apa-apa. Aku dapat menunggu." (Yuno)

Suzuha menunjukkan ekspresi lega mendengar kata-kata itu.

"Okelah kalau begitu, sekarang obrolan di luar topik kita sudah selesai, aku akan pergi mengambil gelas dan garpu dulu. Suzuha-chan, santai saja." (Yuno)

"Te-Terima kasih." (Suzuha)

"Tidak masalah." (Yuno)

Dengan itu, Yuno berdiri, menuju lorong, dan menutup pintu kamarnya dalam perjalanan ke ruang tamu.

—Dan, Yuno berjalan mundur.

Yuno diam-diam membuka pintu kamarnya cuma beberapa sentimeter dan mengintip ke dalam.

"Hehe..." (Suzuha)

Di sana berdiri Suzuha, menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, mewujudkan prinsip "tidak melihat kejahatan" dari tiga ekor monyet bijak*.

(TL Note: Itu soal tidak melihat kejahatan, tidak mendengar kejahatan, tidak berbicara kejahatan.)

Dipuji atas pakaiannya dan gagasan buat berduaan dengan Haruto tampaknya membawa kebahagiaan yang luar biasa buat Suzuha.

"...Hehe, kamu mudah sekali ditebak." (Yuno)

Setelah menutup pintu sepenuhnya, Yuno bergumam pada dirinya sendiri dan menuju ruang tamu.

Saingan baru mulai muncul nih gaes, akankah kapal Aya tenggelam, kita lihat saja ke depannya ya?

Yang mau berdonasi demi kelancaran proyek penerjemahan ini juga boleh ya lewat Trakteer: https://trakteer.id/lintasninja/

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama