KuraKon - Jilid 3 Bab 2 Bagian 7 - Lintas Ninja Translation

Bab 2
Kencan
(Bagian 7)

Hari itu diberkahi dengan langit biru yang cerah. Angin sepoi-sepoi membawa aroma rumput yang enak, saat dedaunan di pohon-pohon yang ditanam di distrik perumahan bergoyang.

Aku benar-benar melakukan sesuatu yang luar biasa, ya…

Terganggu dengan penyesalan dan kekhawatiran, Saito menunggu di pintu masuk depan, lalu ia mendengar pintu ruang belajar terbuka. Dengan langkah hati-hati dan tidak pasti, Akane menuruni tangga.

"E-Em…Maaf membuatmu menunggu…"

Akane menunjukkan ekspresi malu-malu ketika dia memegang pegangan tangga, memberikan suasana yang berbeda dari biasanya. Akane mengenakan gaun one-piece merah muda samar yang cocok dengan warna kelopak bunga sakura. Pita yang diikat menghiasi pinggangnya, terlihat feminim dan imut. Tali di bagian bawah gaunnya berpola stroberi, dan kaki telanjangnya yang tampak dari bawah berwarna putih yang menyilaukan.

Di atas gaun one-piece itu, Akane mengenakan kardigan putih yang tipis. Tas kecil yang dia bawa di pinggangnya berwarna putih salju, dengan pengait berwarna emas. Itu merupakan kombinasi pakaian yang belum pernah dilihat oleh Saito saat mereka berbelanja. Pakaian ini menekankan keimutan dan keindahan bawaan Akane, menghasilkan kekuatan penghancur yang tidak terduga bagi hati Saito. Saito tidak bisa apa-apa selain terpesona pada gadis di depannya, lalu Akane memelototinya dengan wajah yang merah.

"A-Ada apa..." Akane dengan erat menggenggam kain gaunnya, dan memalingkan tubuhnya seakan-akan dia ingin melepaskan diri dari tatapan Saito.

"Be-Begini… aku cuma merasa kalau kamu sudah berusaha keras hari ini."

"Nenek yang memaksakan ini padaku. Nenek bilang aku harus berdandan untuk kencanku yang berharga ini."

"A-Aku mengerti…"

"A-Ah, tentu saja, aku tahu kalau ini bukan kencan, oke!? Kita mungkin sudah menikah, tetapi ini jelas bukan kencan! Kita cuma jalan-jalan untuk bersenang-senang sedikit…Jadi, ini bukan kencan…bukan?"

"I-Iya, ini bukan kencan, sudah pasti bukan." Kata Saito, tetapi hatinya tidak setuju.

Karena mereka sudah menikah, ini memang kencan tidak peduli bagaimana kamu melihatnya, pakaian yang Akane kenakan dengan jelas meneriakkan kata "kencan", dan Saito sendiri pergi dengan mengenakan pakaian yang bergaya untuk hari ini, jadi ia cuma bisa menerima kenyataan itu sekarang.

"Ma-Mana mungkin kita berdua berkencan! Nenek cuma salah paham saja, hanya itu, ahaha…"

"Ha ha ha…"

Mereka berdua tertawa canggung, lalu mereka mengalihkan pandangan mereka.

"Meskipun begitu, aku juga akan merasa tidak enak kalau tidak mengenakan pakaian yang Nenek belikan untukku, dan karena gaun ini sangat lucu, jadi aku rasa sebaiknya aku mengenakannya."

"Iya, gaun itu memang terlihat cocok buatmu, itu fakta."

"Wah!?" Menerima pujian jujur dari Saito itu, Akane tersentak.

Akane berlari menuju pintu seperti kucing liar yang ketakutan, dan melolong.

"Hentikan itu segera!!" Wajah Akane berubah merah padam.

Bahkan Saito pun tahu kalau Akane tidak terlalu marah padanya, tetapi malah merasa malu.

"…Maaf."

"Ka-Kamu tidak perlu minta mangap!"

Akane sangat kacau sehingga bahkan lidahnya jadi tidak berfungsi dengan baik ditunjukkan dengan fakta bahwa dia bahkan tidak bisa melafalkan kata "maaf" dengan benar.

"Kamu tidak memakai wax di rambutmu hari ini, ya." Akane berkomentar.

"Iya, bagaimanapun juga, rasa kaku setelah memakainya itu bisa sangat mengganggu."

Saito menyentuh rambut halusnya, tanpa wax atau bahan penataan lainnya. Di saat yang sama, Akane membusungkan bibirnya dengan nada yang mencela.

"Meskipun kamu menata rambutmu untuk kencanmu dengan Himari…"

"Kencan itu tidak pernah terjadi, ingat!? Apa kamu ingin aku memakai wax?"

Mendengar hal ini, Akane menginjak-injak lantai sambil marah.

"Hah!? Tentu saja tidak! Itu menjijikkan!"

"Kalau begitu mengapa kamu menjadi sangat marah!?"

"Aku tidak marah! Aku mengeluh karena kurangnya niat tulusmu!"

"Apa yang terjadi denganmu…"

Mencoba menebak apa yang Akane inginkan atau pikirkan yang menyerupai pertarungan bos terakhir dari gim video yang sulit. Bahkan pada hari saat mereka berdua pergi—hari di mana Saito harus membuat Akane senang—mereka sekali lagi bertengkar di pagi hari.

Sambil sedikit bercekcok, mereka berdua meninggalkan rumah mereka. Agar mereka tidak berpapasan dengan siapapun dari sekolah, mereka naik bus dan kereta api untuk pergi ke lima stasiun kereta api ke kota yang berbeda. Bagian dalam stasiun kereta api dipenuhi dengan kerumunan orang yang juga ingin menikmati hari akhir pekan ini. Akane tampaknya tidak pandai membaca arah arus, karena dia terus-terusan menabrak seseorang, lalu berteriak sambil marah.

"Ahhh, ya ampun! Menabrak tanpa meminta maaf lagi! Apa sih masalahnya!"

"Bukankah kamu yang menabraknya?"

"Aku yakin tidak begitu! Semua rintangan yang menghalangi jalanku inilah yang salah! Kyaaa!?" Akane baru saja menyelesaikan kata-katanya, tetapi sekali lagi menabrak seseorang.

Rambut Akane menjadi acak-acakan, pengait bahu di tasnya hampir lepas, dan Akane sudah tampak kelelahan meski hari baru saja dimulai.

"Erk…Ini pasti disengaja…seluruh dunia ini merupakan musuhku…" Akane menangis.

"Mau bagaimana lagi... biarkan aku menuntunmu." Saito mengambil tangan Akane.

"Ap…"

Akane sejenak mencoba menahan hal itu, tetapi setelah Saito menariknya tanpa berkata apa-apa, Akane menjadi lebih jinak. Telapak tangan Akane itu selembut sutra, dan agak dingin. Tidak seperti telapak tangan Saito, ini kecil dan feminim, dengan jari ramping yang membuat Saito khawatir kalau ia akan meremuk telapak tangan Akane jika ia menggenggamnya terlalu kuat. Saito meraih tangan Akane di saat yang panas, tetapi baru sekarang ia menyadari tindakan berani yang ia lakukan ini.

Sekarang ini benar-benar seperti kencan sungguhan.

Begitu Saito menyadari hal itu, jantungnya mulai deg-degan. Keringat dingin mulai menyebar di tangan Saito, yang membuatnya khawatir kalau Akane akan menyebutnya menjijikkan lagi. Saito melirik ke arah gadis itu, yang menatapnya dengan wajah yang merah.

"A-Ada apa…?" Suara Akane bergetar.

Akane mungkin sama gugupnya dengan Saito karena situasi yang tidak biasa ini.

"Ti-Tidak ada apa-apa kok."

"Kalau begitu jangan berhenti. Bawa aku keluar dari sini, oke… ini memalukan."

"I-Iya."

Tubuh Saito semakin panas. Saito merasa Akane memberikan lebih banyak kekuatan pada genggamannya di tangannya. Sementara Saito mencoba menahan rasa malunya, ia membawa Akane bersamanya melewati kerumunan, ketika ia menyadari kalau banyak tatapan diarahkan pada Akane. Kebanyakan dari tatapan itu berasal dari para pria yang mereka lewati. Mereka memerhatikan dengan cermat seluruh penampilan Akane, lalu melirik Saito, dan mengeluarkan ekspresi dan desahan terganggu. Bahkan beberapa pria berbalik untuk menjaga Akane.

"Menjijikkan…Sangat banyak orang yang ingin mengajakku berkelahi hari ini…Mengapa semua orang ingin berkelahi habis-habisan denganku…"

"Bukan… Aku tidak merasa kalau perkelahian adalah apa yang ingin mereka lakukan."

"Membunuh satu sama lain, kah!?"

"Mengapa kamu selalu meloncat ke kesimpulan yang agresif semacam itu?" Saito menunjukkan senyuman yang masam.

Apa yang ada di mata mereka adalah nafsu yang nyata, atau bahkan kecemburuan terhadap Saito. Di sekolah, Akane dinilai sebagai cewek cantik kelas atas, bahkan orang-orang di luar sekolah pun menerima fakta ini. Paling tidak, Akane cukup cantik untuk membuat kebanyakan lelaki menatap sampai dua kali. Mungkin saja mereka memang akan sengaja berpapasan dengannya?

Sekarang, mereka salah mengira Saito sebagai pacar Akane, merasa ingin bermusuhan dengannya. Namun pada kenyataannya, mereka tidak memiliki hubungan yang romantis seperti itu, dan cuma menikah di atas kertas. Saito membawa Akane menjauh dari jalur bawah tanah di dalam stasiun kereta api, menaiki tangga, dan menuju alun-alun terbuka. Setelah mereka menjauh dari lampu neon buatan manusia, matahari yang cerah hampir menyilaukan mata.

"Aku rasa kita seharusnya tidak apa-apa kalau perginya ke sekitar sini."

"I-Iya…"

Mereka berdua saling melepaskan tangan mereka satu sama lain. Meskipun mereka tidak habis dikejar-kejar atau semacamnya, mereka berdua kehabisan napas. Saito masih bisa merasakan sensasi Akane di tangannya, dan betapa lembutnya tangan itu.

Setelah itu, Saito dan Akane berjalan melalui belokan terdekat, dan menuju distrik perbelanjaan. Mereka disambut oleh surga belanja yang terdiri dari toko pakaian kasual, toko krep, toko pernak-pernik, dan tempat lain yang ditujukan untuk anak muda.

Orang-orang berjalan-jalan sambil makan permen kapas berwarna-warni yang besar, berbelanja pakaian yang mencolok, atau hanya sekadar melihat-lihat barang dagangan dengan orang lain, yang menciptakan suasana yang energik. Di dalam kerumunan itu juga ada siswa-siswi yang berpegangan tangan.

"Sangat banyak pasangan yang berkencan hari ini. Kalau mereka punya waktu untuk berkencan, mereka seharusnya belajar saja."

"Kita juga tidak jauh berbeda saat ini, kamu tahu?"

"Aku pastikan untuk menyelesaikan pelajaran selama 2 hari tadi malam. Aku ini berbeda dari orang-orang yang membuang masa depan mereka cuma untuk kesenangan sementara." Akane mengangkat dagunya.

Aku sangat ragu kalau hidup ini cuma terbatas pada belajar saja.

Namun, berdebat tentang hal ini tidak akan ada gunanya bagi Saito. Saito berjalan di depan, dan akhirnya berhenti di depan sebuah kafe yang bergaya.

"Untuk saat ini, mari kita masuk saja ke sini. Ini kafe kucing."

"Kita tidak bisa!" Akane berteriak dengan wajah yang pucat.

"A-Ada apa? Bukankah kamu suka kucing?"

"Aku memang suka kucing, tetapi… aku sudah dilarang memasuki kafe itu."

"Apa yang kamu lakukan..." Saito menghela napas tidak percaya, dan Akane dengan canggung mengalihkan pandangannya.

"A-Aku tidak melakukan hal buruk, kok! Aku mungkin cuma terlalu memanjakan kucing kesayanganku…dan mereka bilang padaku kalau aku tidak bisa bermain dengannya seharian karena itu akan membuatnya lelah…"

"Ahh, kamu ini tipe orang yang tidak bisa menahan diri, ya."

"Aku bisa menahan diri, kok! Aku bisa tahan dari melihat kucing-kucing dari luar kafe itu untuk sementara waktu!"

"Caramu 'bisa tahan' itu benar-benar menakutkan."

Akane marah karena dendam.

"Aku yang takut, mereka hampir menelepon polisi untuk mengusirku!"

"Baiklah, mari kita tinggalkan tempat ini, segera."

Karyawan di dalam kafe sudah menatap Saito dan Akane dengan tajam. Ia sudah siap dengan ponsel di tangannya, siap untuk melaporkan mereka berdua.

“Tidak! Kucing! Kucing-Kuciiiiingku!"

"Mereka itu bukan punyamu!"

Saito menarik Akane menjauh dari jendela kafe itu.

Dia cuma tahu caranya melakukan yang terbaik, ya…

Ketika itu berkaitan dengan mengejar mimpinya, lalu mengutuk seseorang, dan bahkan mencintai sesuatu. Akane dipenuhi dengan emosi pada saat tertentu, dan bahkan tidak tahu bagaimana memasangnya. Akane mungkin mencintai sebanyak dia membenci. Mereka berdua terus berjalan sebentar, menjauhkan diri dari area bersinyal (hotspot) bahaya ini.

"Kalau kafe kucing tidak boleh, ke mana lagi kita harus pergi… Tempat apa yang biasanya kamu kunjungi saat kamu pergi bersama Himari?"

"Kafe, pusat gim (game center), atau mungkin karaoke."

"Aku tidak menduganya, ternyata cukup normal."

"Bagaimanapun juga, aku ini siswi SMA yang normal."

"Siswi SMA yang normal tidak akan dilarang memasuki kafe kucing."

Meskipun begitu, Himari memang siswi SMA yang normal, jadi dia mungkin sangat cocok dengan Akane. Himari benar-benar telah menemukan seorang teman baiknya sendiri...Saito merasa dadanya semakin panas karena mengagumi persahabatan mereka.

"Kalau begitu, haruskah kita pergi ke karaoke?"

"Kamu itu berencana menyeretku ke ruangan tertutup untuk melakukan itu bersamaku, bukan!?" Akane mundur satu langkah, dan memancarkan aura permusuhan yang nyata.

"Kamu tidur di ranjang yang sama denganku setiap malam, mengapa aku harus menyeretmu ke karaoke untuk melakukan itu! Memangnya apa yang akan terjadi di sana!?"

"Gempa bumi…"

"Menghasilkan mekanisme seperti apa!? Kita ini sangat luar biasa, ya!"

Saito mengetahui mitos kalau Namazu* dapat menghasilkan gempa bumi.

(TL English Note: Menurut mitos populer di Jepang, penyebab gempa bumi yaitu ikan raksasa, Namazu, yang sering digambarkan sebagai ikan lele raksasa dalam ukiran kayu yang disebut namazu-e. Ikan ini dianggap sebagai salah satu yo-kai, makhluk mitologi dan cerita rakyat yang menyebabkan kesialan dan bencana.)

"Himari bilang padaku… Ketika seorang cowok dan seorang cewek memasuki kotak karaoke pada saat berkencan… mereka selalu… akan saling berciuman!" Akane mengepalkan tangannya, dan berteriak dengan wajah merah padam.

"Tidak selalu begitu… lagipula, ini bukan kencan, ingat?"

"Benar juga! Itu masuk akal!"

Itu yang membuatmu yakin!?

Saito tidak dapat menahan jawaban itu di dalam otaknya. Masalah utamanya bukanlah fakta bahwa ini merupakan kencan, melainkan fakta bahwa cowok dan cewek yang berada di kotak karaoke berduaan. Begitu mereka sampai di pintu masuk utama bar karaoke, Akane menatap Saito. Pipi Akane merah seperti tomat, saat dia bertanya dengan nada yang tidak menentu.

"Ka-Kamu tidak akan…melakukan sesuatu yang mesum?"

"…Aku tidak akan melakukannya…"

"Ti-Tidak akan berciuman… juga?"

"Ten-Tentu saja tidak."

Mengatakannya dengan lantang, Saito semakin sadar akan Akane. Bibir Akane yang basah dan tampak lembut menarik pandangan Saito ke arah bibir itu, jadi ia menatap ke langit. Pintu otomatis terbuka, dan mereka berdua masuk ke dalamnya. Dengan kartu yang dibuat Saito beberapa waktu lalu bersama Shisei, ia memesan sewa kamar selama 2 jam, dan menyelesaikan pembayaran. Dalam perjalanan ke kamar, Akane dengan canggung mengikuti Saito. Pasangan lain berjalan di depan mereka berdua. Tangan mereka saling bertautan, dan berjalan menyusuri lorong, dan pada dasarnya pergi ke sebuah kamar bersama. Tidak lama kemudian, suara erangan manis bisa terdengar dari seberang pintu.

Tolong, jangan sekarang…

Saito mengutuk pasangan yang namanya bahkan tidak ia ketahui itu. Bahkan tanpa harus berbalik arah, Saito dapat membayangkan ekspresi Akane. Mereka berdua bergerak menyusuri lorong, dan memasuki kamar di sebelah kamar pasangan tadi. Mereka meletakkan barang-barang mereka, dan duduk di sofa. Akane mengamati sekelilingnya, dan dengan canggung menggerakkan kakinya.

"Seperti yang aku duga, ini terasa mesum... aku penasaran mengapa ya..."

"Begitulah, em…"

Saito agak mengerti apa yang coba Akane katakan. Ini merupakan kamar yang remang-remang, yang membuatmu kehilangan kesadaran akan semua kenyataan. Fakta bahwa kalau kamar itu kecil dan sempit cuma membuat mereka berdua lebih sadar akan masing-masing, dan situasi terpencil yang mereka alami ini. Fakta kalau kamar di sebelah mereka digunakan sebagai sarang cinta oleh para pasangan membuat ini semakin buruk.

"Ngo-Ngomong-ngomong, aku akan memasukkan lagu sekarang!"

"I-Iya, aku juga."

Akane jelas sedang gelisah, saat dia menekan bantalan sentuh (touchpad) yang berfungsi sebagai remote dari stasiun pengisian dayanya, dan mengoperasikannya. Dia lalu menyerahkan bantalan sentuh itu pada Saito, dan Saito memilih lagu untuk dirinya sendiri. Tidak lama kemudian, lagu pertama mulai diputar, dan lirik berkode warna muncul di layar.

"Ah…Aku tidak sengaja memilih lagu untuk dua orang…Lagipula aku selalu berduet dengan Himari…"

Tidak ada yang lebih menyedihkan dari menyanyikan lagu duet sendiri.

"Aku sendiri juga tahu lagu itu, jadi haruskah kita menyanyikannya bersama-sama?"

"I-Iya, tolong!"

Akane menangani lirik yang memiliki simbol berbentuk hati di atasnya, sedangkan Saito menangani lirik dengan simbol sekop, dan mereka mulai bernyanyi. Ini merupakan lagu populer yang terkenal secara daring. Tentang pasangan yang ingin bahagia tetapi tidak bisa. Lagu ini punya nada yang elegan dan sederhana namun sama kuatnya, dengan variasi yang baik di antara bagian solo dan duo.

Aku tidak menyangka suara nyanyian Akane semerdu ini…

Karena pelajaran musik mereka di sekolah kebanyakan adalah lagu paduan suara, Saito tidak pernah mendengar suara nyanyian tunggal Akane. Suara Akane cukup tinggi hingga mencapai langit-langit, tembus pandang seperti marmer kaca, dan meresap masuk jauh ke dalam tubuh Saito. Sepertinya Akane mencurahkan seluruh isi hatinya untuk bernyanyi, yang membuatnya tampak seperti seorang diva yang duduk di atas panggung, dan bahkan mungkin lebih bermartabat dari seorang diva sungguhan.

Saito tidak ingin dikalahkan seperti ini, dan melanjutkan dengan suara yang lebih dalam, mendukung sopran Akane. Akane di saat yang sama menatap wajahnya, dan mencocokkan temponya. Suara mereka bercampur, dan bergabung menjadi satu, dan mencapai kemurnian yang jauh lebih tinggi. Saito merasa seperti sedang menyentuh jiwa Akane secara langsung. Belum pernah Saito merasa begitu dekat dengan Akane daripada saat ini. Saito sendiri pasti menuangkan segalanya ke dalam lagu itu, karena ia berkeringat begitu lagu itu berakhir.

"Barusan tadi… terasa luar biasa, bukan!" Akane berkata, dengan mata berbinar.

"Kita sangat selaras ya…" Saito terkejut.

Karena mereka berdua selalu bertengkar terus-menerus, ia tidak akan pernah membayangkan kalau mereka dapat bernyanyi duet bersama.

"Aku tidak pernah seselaras ini saat bernyanyi dengan Himari sebelumnya."

"Benarkah?"

"Iya. Dia memang biasa berkaraoke, jadi dia seharusnya bisa selaras dengan semua orang dengan baik…" Akane meletakkan jari telunjuknya di mulutnya, dan memiringkan kepalanya.

"Aku penasaran apa alasannya…" Saito setuju.

Namun, ini bukan sesuatu yang tidak menyenangkan. Selama duet, Saito merasa kata mereka terhubung pada tingkatan khusus. Itu sampai ke titik di mana Saito menganggapnya sebagai hal yang disesalkan karena lagu itu sudah berakhir.

"Hei, hei, mari kita bernyanyi lagi!" Akane berlari mendekat untuk mengambil remote itu.

Karena remote itu berada di tangan Saito saat ini, mereka secara alami pada akhirnya duduk bersebelahan satu sama lain, bahu mereka berbaris. Lutut Akane menekan lutut Saito, saat aroma wangi melayang dari leher Akane. Akane mungkin terlalu bersemangat untuk benar-benar memikirkan apa yang dia lakukan. Sebaliknya, Akane fokus dalam memilih lagu berikutnya, mengkhususkan daftar lagu itu dengan lagu duet. Mereka berdua memanjakan diri dalam nyanyian yang penuh semangat, dan dua jam pun berlalu dalam sekejap mata.


←Sebelumnya            Daftar Isi        Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama