Bab 2Kencan(Bagian 6)
—Ini sudah pasti kencan, bukan!?
Akane teringat kembali dengan rencana Saito, dan mulai panik. Dia memang sudah terbiasa keluar bersama untuk membeli makanan atau kebutuhan sehari-hari lainnya, tetapi ini pertama kalinya mereka benar-benar pergi ke suatu tempat di luar hal itu. Bahkan pada hari ketika Saito menolak ajakan Himari untuk berkencan, yang mereka lakukan hanyalah berbelanja seperti biasanya.
Akane merasa bersalah karena telah mengganggu hari yang sudah pasti akan menjadi hari yang menyenangkan bagi Saito. Jika dia bisa menebus kesalahannya dengan cara apapun, maka dia ingin melakukannya. Namun, berpikiran kalau dia akan pergi berkencan dengan musuh bebuyutannya.
"Akane, apa kamu baik-baik saja? Kamu sudah bertingkah aneh untuk sementara waktu ini."
"…Ah."
Dipanggil oleh neneknya, Chiyo, Akane menyadari kalau dia telah mengaduk anmitsu* dengan sendoknya untuk sementara waktu saat ini. Buah-buahan ditenggelamkan seluruhnya, membuat anmitsu itu tampak seperti makanan bayi iblis. Hari ini, Chiyo mengajak Akane ke sebuah kafe yang khusus menyajikan manisan ala Jepang. Satu porsi kue beras dengan selai kacang seharga 1.500 yen, yang bukan harga yang terjangkau oleh seorang siswi SMA, tetapi rasanya ini lebih dari cukup untuk itu. Mungkin itulah alasannya mengapa bagian dalam kafe ini dipenuhi dengan wanita yang elegan sebagai pelanggannya.
(TL English Note: Anmitsu yaitu campuran selai kacang, kacang rebus, kubus agar, potongan buah dan sirup.)
"Maaf, aku akan pastikan untuk memakan semuanya."
"Jangan memaksakan dirimu, kita masih bisa memesan yang baru."
"Aku tidak masalah, ini masih enak kok." Akane mengambil beberapa makanan bayi iblis itu dengan sendok, dan mendorongnya masuk ke kerongkongannya.
Itu masih enak seperti yang Akane bilang, tetapi dia lebih suka memakan anmitsu ini saat masih mempertahankan bentuk aslinya. Lagipula, anmitsu spesial ini berharga 3.500 yen. Saat Akane memakan anmitsu yang hancur, Chiyo mengamatinya dari seberang meja.
"…Apa ada sesuatu yang terjadi di antara kamu dan Saito-san?"
"Eh!? Nenek ini bicara apa!?" Akane menjatuhkan sendoknya.
"Itulah yang ingin Nenek tanyakan. Kalau ada sesuatu yang mengganggumu, jangan sungkan untuk memberi tahu Nenek, Nenek akan berusaha yang terbaik untuk membantumu."
"Nenek…" Melihat senyuman lembut dari neneknya, hati Akane terasa jauh lebih ringan.
Hanya untuk masalah ini, Akane tidak dapat mengandalkan bantuan Himari. Meskipun begitu, mengungkapkan hal ini pada kedua orang tuanya juga bukan pilihan yang tepat. Jadi, Akane memutuskan untuk mengungkapkan rahasia ini pada neneknya.
"Em… dengarkan ini? Saito mengajakku jalan-jalan keluar di akhir pekan…tetapi, menurut Nenek, apakah itu kencan…?"
"……!" Mata Chiyo jadi terbuka lebar.
Beberapa tetes air mata mengalir di pipi Chiyo yang sudah keriput.
"Mengapa Nenek menangis!?"
"Jadi akhirnya…akhirnya…kamu berhasil mencapai hubungan yang seperti ini dengan Saito-san…"
"Nenek salah! Ini tidak sama seperti yang Nenek bicarakan! Saito cuma bilang kalau kami mungkin bisa menonton film bersama, atau mengunjungi toko manisan!"
"Itu jelas kencan, tidak peduli bagaimana kamu melihatnya. Nenek akan membuat perjanjian dengan rumah sakit dalam sepuluh bulan ini."
"Hal yang semacam itu tidak akan terjadi, Nenek itu terlalu cepat di sini!"
Namun Chiyo mengabaikan permintaan Akane itu, dan melambaikan tangannya untuk memanggil seorang karyawan.
"Permisi! Bisakah kalian buatkan nasi merah* buat kami?"
(TL English Note: Di Jepang, nasi merah itu disajikan pada saat acara-acara perayaan.)
"Tidak usah pakai nasi merah segala!" Akane memegangi kepalanya dengan putus asa, sambil meringkuk di kursi.
Tatapan tajam dari para pelanggan dan para karyawan menusuk seluruh tubuhnya. Tepuk tangan yang bergema juga sama menyakitkannya. Akane segera menyesal karena meminta nasihat pada neneknya. Dengan sapu tangan tenunan satin, Chiyo menyeka mulutnya.
"Maafkan Nenek, Nenek cuma sedikit bersemangat. Nenek kira Nenek mungkin akan bisa melihat cicit Nenek lebih cepat dari yang Nenek duga."
"Maaf, membuat Nenek kecewa, tetapi itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat..."
"Nenek tidak akan pernah punya penyesalan lagi dalam hidup ini, mengerti."
"Jangan mati, aku mohon. Teruslah hidup."
Setiap harinya, Chiyo yang merupakan pemilik usaha restoran tradisional Jepang, melayani cukup banyak pelanggan yang elit. Akane menghormati martabat dan rasionalitas neneknya, tetapi hari ini dia pasti senang mendengarnya.
"Jadi, kamu ragu untuk menerima ajakan dari Saito-san?"
"Tidak, aku sebenarnya sudah menerimanya."
"Astaga." Chiyo meletakkan satu tangannya di mulutnya, dan memasang seringai.
"Bu-Buat apa Nenek memasang wajah itu?"
"Kamu langsung begitu saja menyetujui ajakan kencan Saito-san, begitukah?"
"Itu tidak langsung begitu saja!"
Tidak diragukan lagi dalam beberapa saat Akane langsung menyetujuinya.
"Dari mana datangnya perubahan hati ini? Sebelumnya, kamu tidak akan pernah berhenti bilang betapa kamu membenci Saito-san."
"Aku masih membenci Saito. Kami bertengkar setiap harinya, dan ketika ia begitu saja memujiku, aku mulai merasa gelisah."
"Hmm… kamu merasa gelisah, ya." Chiyo bergumam, dan jelas tampak tertarik. "Kalau begitu, mengapa kamu menerima ajakannya?"
"…Saito sudah merawatku hingga aku lekas sembuh ketika aku sakit, dan ia membantuku belajar, jadi aku berutang budi padanya. Aku akan merasa tidak enak kalau aku tidak membalas budinya."
"Jadi itu alasan yang kamu buat, begitu ya?"
"Ek…"
Setelah merawat Akane sejak dia masih kecil, Chiyo tahu persis bagaimana sifat dan sikap Akane.
"Jadi apa alasan yang sebenarnya?" Chiyo menatap Akane dengan lembut, sehingga membuat Akane gelisah.
Saat daun telinga Akane mulai terbakar panas, dia bergumam dengan suara yang hampir tidak terdengar.
"…A-Aku rasa itu terdengar menyenangkan."
"Ya ampun, imut sekali! Kamu memang yang terimut, Akane! Saito-san akan mendorongmu ke ranjang kalau begini terus!"
"Tenanglah! Tolong kembalilah ke nenekku yang keren seperti biasanya!"
Chiyo menggapai meja untuk memeluk erat Akane, kemudian Akane berusaha melepaskan diri, tetapi itu sia-sia.
"Serahkan saja semuanya pada Nenek! Nenek sudah menduga sesuatu semacam ini akan terjadi, jadi Nenek sudah mempersiapkan ini sebelumnya!"
"Mempersiapkan…?" Akane merasakan firasat yang buruk.
Akane masih punya beberapa makanan bayi iblis yang tersisa ini, tetapi Chiyo langsung menyeretnya keluar dari toko. Setelah itu, Chiyo memanggil taksi, dan membawa mereka pulang ke kediaman Chiyo. Setelah itu, Chiyo menarik Akane ke sebuah ruangan di dalam kediamannya. Di dalam sana ada beberapa pakaian, kimono, sepatu, dan aksesori barat yang tidak terhitung jumlahnya. Alih-alih itu cocok dengan Chiyo ketika dia masih muda, pakaian-pakaian itu cukup modern.
"A-Apa ini…?"
Saat Akane bingung, Chiyo cuma menjelaskan dengan suara yang energik dan bahagia.
"Nenek membeli semua ini untuk hari di mana Akane-ku yang imut ini akhirnya jatuh cinta. Ini ruang pakaian pribadimu."
"Aku tidak sedang jatuh cinta!" Akane dengan keras membantahnya.
"Lihat, bagaimana kalau kamu coba yang ini?" Chiyo tidak mendengarkan bantahan Akane sama sekali, dan cuma membawa lebih banyak pakaian.
Yang pertama merupakan gaun yang menampakkan punggung dan pusarnya, dan memiliki belahan yang dalam di tubuh bagian bawah. Kain satin ini berkilau karena lampu neon di ruangan itu.
"Nenek? Aku tidak akan pergi ke pesta, Nenek tahu?"
"Kamu tidak akan pergi ke restoran mewah cuma dengan mengenakan celana jin, bukan?"
"Siswi SMA bahkan tidak akan masuk ke tempat yang membutuhkan aturan berpakaian (dress code) seperti itu."
Belum lagi Akane selalu memakai rok atau gaun satu potong (one-piece), jadi dia bahkan tidak punya celana jin.
"Mungkin kita harus mulai dulu dengan pakaian dalam? Lihat, ini merupakan koleksi pakaian dalam 'pasti ampuh'-mu yang Nenek kumpulkan untukmu!" Chiyo membuka lemari pakaian, yang memperlihatkan beberapa pasang pakaian dalam yang tidak terhitung jumlahnya, tergantung di atas gantungan.
Dari model babydoll yang hampir transparan sampai model T-bag yang tanpa pertahanan apapun, bahkan celana dalam yang memiliki tanda hati dan terbuka di bagian belakangnya, semuanya merupakan pakaian dalam yang sangat sugestif dan menggoda. Memikirkan Saito yang melihatnya mengenakan sesuatu semacam itu saja, wajah Akane mulai memanas.
"A-A-Aku tidak membutuhkan semua itu!"
Chiyo berkedip, dan tampak khawatir.
"Kamu tidak membutuhkan pakaian dalam…? Nenek tahu betul kamu pasti ingin membuat Saito-san bahagia, tetapi pergi tanpa pakaian dalam untuk kencan pertamamu itu agak terlalu merangsang, bukankah begitu?"
"Aku pasti akan mengenakan pakaian dalam, oke!"
"Maka dari itu kamu harus memilih salah satu dari sini. Saito-san akan kecewa mendapatimu mengenakan pakaian dalam yang kekanak-kanakan begitu ia membuka pakaianmu."
"Kalau Saito berani melakukan hal semacam itu, aku akan menggorok lehernya!" Akane berteriak dengan pipi yang merah.