Bab 2Apartemen Shiina
Aku berjalan pulang saat senja dengan Shiina.
Shiina tinggal di sebuah bangunan apartemen, sekitar dua menit berjalan kaki dari sekolah.
"Ini mimpi yang menjadi kenyataan, akhirnya aku bisa pulang bersama Senpai begini."
"Bukankah kamu ini berlebihan?"
"Tidak, aku tidak berlebihan. Ini merupakan peristiwa yang besar buatku."
"Be-Benarkah?"
Shiina mengatakannya dengan bangga, sedangkan aku saat ini sedang malas (tidak mood) untuk mengatakan apa-apa, jadi aku memberinya tawa kecil yang sopan.
Aku sudah penasaran sedari awal mengapa Shiina sangat terobsesi denganku.
Jelas ada banyak orang yang lebih tampan dan memiliki nilai yang lebih bagus dariku...
"Hei, Shiina. Aku penasaran tentang satu hal."
"Apa itu?"
"Begini. Mengapa kamu memilihku sebagai guru lesmu?"
"Eh?"
"Ada banyak orang yang lebih pintar dariku."
Ketika aku menanyakan hal ini, Shiina berpikir sejenak lalu tersenyum nakal.
"Untuk sekarang masih rahasia. Saat waktunya tiba... aku akan memberi tahumu."
Dia meletakkan jari telunjuknya di depan mulutnya dan berkata begitu.
Aku mengeluh pada diriku sendiri karena sedikit terganggu dengan tipu daya yang begitu jelas itu.
"...Hmm. Saat waktunya tiba? Aku akan bertanya lagi nanti."
"Iya♥."
Shiina menyatukan kedua tangannya dan tersenyum dengan jawaban yang imut.
* * *
Seperti yang sudah bilang padaku, menghabiskan waktu selama sekitar dua puluh menit untuk sampai ke apartemen, tempat tinggalnya.
Bangunan apartemen itu terdiri dari empat lantai, dan Shiina sepertinya tinggal di lantai tiga.
Kami menaiki tangga dan sampai di depan pintu apartemennya. Shiina membuka kunci pintu dan berjalan masuk.
Aku penasaran apakah orang tua Shiina ada di rumah. Jika orang tuanya ada di rumah... Bagaimana aku harus menjelaskan ini? Aku seharusnya tidak terkejut kalau mereka salah paham dan mengira kalau dia membawa pacarnya kemari.
"Maaf mengganggu."
"Ehehe, kamu tidak menggangu kok♪."
Ini mungkin pertama kalinya aku masuk ke rumah anak cewek sejak terakhir kali aku masuk ke rumah teman masa kecilku, ketika aku masih kecil.
Aku gugup untuk masuk, tetapi Shiina sedikit bercanda untuk membuatku sedikit tenang.
Aku tahu kalau aku akan berjumpa dengan mereka nanti, aku mungkin harus bertanya padanya tentang hal ini.
"Shiina, bagaimana caramu menjelaskan ke orang tuamu perihal les ini?"
"Hah? Aku tidak akan mengatakan apa-apa untuk saat ini."
"Tidak, itu bukan ide yang bagus. Itu akan mengejutkan mereka kalau kamu sampai rumah dan mendapati orang asing berada di rumah ini."
"Orang tuaku jarang sekali pulang ke rumah ini, jadi aku baik-baik saja."
"...Hah? Tunggu, tunggu. Apa maksudmu?"
"Apa maksudku? Tidak ada yang tinggal di apartemen ini kecuali aku."
Tidak ada yang tinggal di sini... kecuali Shiina?
"Kedua orang tuamu masih hidup, bukan?"
"Iya, mereka masih hidup kok. Tetapi mereka tinggal sedikit jauh dari sini."
"A-Aku baru tahu itu."
Seorang siswi SMA tinggal di apartemen sendirian.... aku penasaran apakah ini semacam situasi keluarga.
Kalau begitu, tentu saja, orang-orang yang ada di rumah ini saat ini hanyalah aku dan Shiina....
"Fufum. Apa kamu baru saja kepikiran kalau cuma ada kita berdua sekarang?"
"Gah..."
"Ya ampun, apa harus aku sendiri yang memperjelasnya? Senpai. Aku tinggal terpisah dari orang tuaku, jadi hanya ada kita berdua."
Shiina mengatakan hal ini dengan senyuman yang meyakinkan.
Aku berbalik arah, menutupi pipiku yang sedikit kepanasan dengan lenganku.
"Bodoh. Aku barusan terkejut dengan komentar yang tidak terduga itu."
"Fufu. Jika memang begitu yang Senpai katakan, kalau begitu aku akan tetap membiarkannya begitu."
Shiina menertawakan alasanku dan membalas. Aku tidak bisa percaya kalau aku digoda oleh seseorang yang lebih muda dariku...
Memang terasa lega mengetahui bahwa orang tuanya tidak ada di sini, tetapi itu juga membuatku gelisah.
Aku rasa ini akan baik-baik saja, tetapi setidaknya aku akan berada dalam satu atap dengan seorang kouhai. Aku harus memastikan kalau tidak ada yang akan berjalan salah.
Setelah mengambil napas dalam-dalam, aku melepaskan sepatuku dan melangkah masuk ke rumah Shiina.
Aku berjalan lurus menyusuri koridor apartemen yang sempit dan membuka pintu di ujungnya.
Dapurnya ada di sebelah kiri. Di sebelah kanan, ada sebuah meja, sebuah sofa, dan sebuah televisi.
Yang mengejutkan, furniturnya itu sederhana dan rapi.
"Selamat datang kembali ke rumah, Murakami-senpai. Ini pertama kalinya aku mengajak seorang lelaki ke rumah ini, kamu tahu?"
"Iya, iya. Aku senang mendengarnya."
"Huuu~, Kamu ini membosankan, Senpai~."
Ketika aku mengabaikan Shiina, yang telah dengan sengaja menekankan kata "lelaki", dia bersorak "huu" padaku.
"Kamu boleh menggodaku sebanyak yang kamu mau, tetapi ada banyak cowok jahat di dunia ini, kamu tahu? Kamu akan menyesalinya kalau kamu mengatakan hal-hal semacam itu dengan entengnya."
Karena aku khawatir, aku menceramahi Shiina dengan nada yang sedikit lebih tinggi.
Namun, Shiina membalasnya dengan sederhana tanpa adanya tanda-tanda merefleksi diri.
"Itu tidak apa-apa, Senpai. Aku hanya akan mengatakan ini pada Senpai."
"...Begitu ya?"
Aku tidak lagi memiliki tenaga untuk membuat sebuah komentar dan menjawab.
Aku cuma ingin bilang kalau itu berbahaya untuk membuat lelucon semacam itu dengan entengnya...
Karena sudah tidak ada lagi tujuan untuk membahas hal itu, aku memutuskan untuk memulai bekerja.
"Jadi Shiina, mari kita mulai belajarnya."
"...?"
"Hmmm, ada apa, Shiina? Kamu tampak sangat kebingungan."
Aku menanyakan Shiina, yang menatap wajahku sambil memiringkan kepalanya.
Dia malah kembali bertanya, dengan tampang bingung di wajahnya.
"...Senpai, apa kamu ini bodoh?"
"Hah? Mengapa tiba-tiba menanyakan hal ini?"
"Aku rasa memang sudah biasa bagimu untuk mengatakan itu..."
"Apa yang kamu bisikkan ini..."
Aku bertanya, tetapi tidak ada respons dari Shiina. Tidak lama, dia menatap wajahku lagi dan mengeluh. Hei.
"Kalau kita memang ingin melakukan ini, mari kita lakukan dengan cepat. Aku harus makan malam di rumahku dan waktuku ini terbatas."
"...Aku mengerti. Aku akan mengganti pakaianku."
Setelah mengatakan itu, dia bangkit dan berjalan ke kamarnya. Begitulah, aku rasa dia sedikit tidak enak mengenakan sebuah seragam di rumah.
"Senpai~?"
"Hmm, ada apa?"
Aku berbalik arah dan menatap Shiina, yang mengintip keluar dari pintu kamarnya.
"Kamu tidak boleh mengintipku, kamu tahu."
"Aku tidak akan mengintipmu. Cepat ganti pakaian sana."
"Iya♪."
Aku memalingkan wajahku menjauh dari Shiina, yang menjawabku dengan cara yang imut dan dan menarik wajahnya ke belakang, sambil berteriak marah.
Kepala Shiina menonjol dari pintu, bahunya tidak tersembunyi, dan tali behanya terlihat.
Cewek ini benar-benar tanpa pertahanan.
Tidak lama berselang, Shiina kembali kemari, telah berganti dengan pakaian yang santai.
Dia mengenakan jaket bertudung (Hoodie) dan celana pendek, setelan yang sangat longgar. Dia juga memakai kacamata merah muda.
"Shiina, kamu mengenakan lensa kontak?"
"Iya, aku lelah memakainya setiap saat, jadi aku memakai kacamata saja kalau aku sedang di rumah, apa itu aneh...?"
"Tidak kok, itu tampak cocok buatmu."
"Be-Benarkah? Ehehe, terima kasih banyak."
Shiina berterima kasih padaku dengan malu-malu, sambil memegang kacamatanya.
"Oke, mari kita mulai."
"Iya."
Shiina membalas dengan semangat dan mengeluarkan buku paketnya dan buku catatannya.
Kemudian dia duduk di sebelahku di belakang meja...
"...Shiina?"
"Ada apa? Senpai."
"Tidak ada kok. Tetapi bukankah ini terlalu dekat?"
"Benarkah? Ini biasa saja kok, biasa saja ♪. Lagipula, aku tidak bisa bertanya pada Senpai kecuali kalau aku melakukan ini."
"Begitu, iya itu benar..."
Jarak di antara aku dan Shiina ini hampir nol sentimeter.
Bahu dan siku kami saling bersentuhan satu sama lain, dan aku merasa resah.
"Sulit untuk mengajar kalau kamu sedekat itu denganku."
"Sayang sekali~ aku tidak bisa belajar kecuali kalau aku seperti ini."
"Kalau begitu bagaimana caramu bisa belajar sejauh ini...?"
Shiina tidak menjawab pertanyaanku dan malah semakin menempelkan tubuhnya dengan tubuhku.
Cih. Mengapa tubuh anak cewek sangat lembut seperti ini? Aku merasa sangat gugup.
"Ayolah, Senpai. Mari kita belajar!"
"...Iya."
Pada akhirnya, aku harus mengajarkannya les dengan perasaan dan hati yang gelisah ini.
←Sebelumnya Daftar Isi Selanjutnya→