Bab 3
Sepulang Sekolah Bersama Gadis Impianku
(TL Note: Sebelumnya kami minta maaf dulu di chapter sebelumnya kami terjemahin kalau si MC punya kakak, tetapi ternyata gue salah seharusnya dia punya adik, sedang berusaha kami sunting.)
Oh, s*al!
Jam pelajaran siang telah berakhir dan aku berjalan menyusuri lorong sambil bermandikan penyesalan.
Alasan untuk itu, tentu saja, kejadian saat istirahat makan siang.
Aku tidak pernah kehilangan kesabaranku seperti itu.... Ya ampun, aku bahkan tidak tahu apa yang aku teriakkan sebegitu kerasnya....
Sepertinya aku tidak bisa menahannya lagi sih.
Ketika aku mulai bekerja, aku menyadari betapa sulitnya ibuku bekerja untuk menafkahi kami dalam keluarga, di mana ayahku telah wafat duluan.
Seorang bocah yang belum pernah bekerja dalam hidupnya mencoba untuk merampas uang yang ibuku berikan padaku. Tidak dapat terelakkan kalau aku kehilangan kesabaranku.
Iya, aku rasa ia tidak akan melakukan apapun untuk membalasku karena aku bukan seseorang yang layak untuk disebut, aku hanya tidak ingin rumor tersebar... Iya, itu sudah berlalu, mari kita berhenti memikirkannya.
Bagaimanapun juga, membiarkannya mengambil dompetku bukanlah pilihan yang dapat aku terima.
Baiklah, waktunya mengganti suasana hati. Untuk sekarang, aku harus fokus pada tugas komite perpustakaan bersama Shijouin-san!
Aku telah memutuskan untuk melakukan itu, dan membuka pintu masuk perpustakaan...
Ada Shijouin-san yang sedang berdiri di depan jendela, melihat keluar ke pemandangan sepulang sekolah.
Angin sepoi-sepoi membuat rambut hitam panjang gadis ini bergetar.
Wajahnya yang terawat, rambutnya yang bersinar, sikap pendiamnya... Memandanginya seperti ini, aku sekali lagi menyadari kalau dia sederhananya orang yang cantik.
Benar-benar pemandangan yang membuat nostalgia...
Kenanganku yang berharga. Tempat ini, perpustakaan ini, adalah tempat di mana aku pertama kali aku bertemu dengannya. Sekali lagi, aku berdiri di tempat ini. Tempat yang aku kira kalau aku tidak akan pernah kunjungi lagi.
"Oh, Niihama-kun! Kerja bagus!"
"Ah, kerja bagus, Shijouin-san. Maaf, apa aku membuatmu menunggu?"
"Tidak, aku baru saja sampai sini!"
Aku merasa bahagia dengan tegur sapa ini. Bagaimana aku mengatakannya? Ini terasa seperti kami janji ketemuan untuk kencan.
Iya, bukannya aku tahu banyak soal itu, karena aku belum pernah memaku diriku pada kencan di kehidupanku yang sebelumnya...
"Oke, mari kita mulai! Mari kita lihat, pertama-tama kita harus menata buku-buku itu, bukan?"
"Iya, beberapa buku baru telah datang dan aku yang membagikannya!"
Dengan suara Shijouin-san sebagai isyarat bagi kami, kami mulai bertugas.
Di kehidupanku yang sebelumnya, aku tidak memiliki keberanian untuk berbicara secara terbuka dengan seorang gadis cantik sepertinya, tetapi sekarang aku sudah memperoleh kekuatan mental yang tidak tertandingi, aku bisa bertukar kata-kata dengan mulus dengannya. Aku merasa bahagia akan hal itu.
***
"Beberapa orang masih belum mengembalikan bukunya, meskipun mereka sudah jatuh tempo pengembaliannya...."
"Orang ini dan orang itu... Mereka mengulang-ulang pelanggarannya..."
Saat aku sedang bertugas, aku secara bertahap ingat kalau komite perpustakaan memiliki banyak tugas untuk dilakukan, seperti membagikan buku baru, menata tumpukan buku, dan mencatat berbagai hal dalam jurnal.
Apa yang baru-baru ini aku kerjakan adalah berurusan dengan orang-orang yang gagal mengembalikan buku pinjaman mereka tepat waktu.
"Apa yang harus kita lakukan? ...Tidak peduli berapa kali aku menghubungi mereka berkaitan dengan tenggatnya, respons mereka sangat tidak ramah...."
"Bahkan jika kamu bertanya padaku begitu.... Baiklah, bagaimana dengan ini? Mari kita gunakan sistem siaran dan memanggil nama mereka saat istirahat makan siang dan memberi tahu mereka untuk mengembalikan buku dengan benar."
"E-ehh? Mereka akan marah jika kamu melakukan hal itu, kamu tahu?"
"Iya, pertama-tama, kita peringati mereka tentang itu, 'Jika kalian tidak mengembalikan buku yang kalian pinjam sampai akhir pekan, kami akan memanggil nama kalian menggunakan sistem siaran.' Sesuatu semacam itu, jika mereka berusaha mengabaikan kita setelah itu, kita akan memanggil nama mereka sungguhan."
Beberapa rekan kerjaku memiliki kebiasaan mengabaikan waktu tenggat mereka yang telah kami sepakati.
Orang-orang yang suka main-main ini mengabaikanku ketika aku menyebutkan hal itu pada mereka.
Di satu titik, aku memutuskan untuk tidak melepaskan mereka begitu saja. Lagipula, aku tidak ingin atasan marah padaku.
Jadi aku mengirimkan surel pada orang-orang itu sambil tidak sengaja mengirimkan atasan dan beberapa orang lain surel yang sama persis yang mengatakan, 'X-san, tenggat untuk tugas yang telah aku tugaskan pada Anda telah lama berlalu. Apakah ada masalah?'
Dan itu berhasil. Orang-orang itu langsung bekerja keras mengumpulkan tugas mereka.
Lagipula, mereka tidak akan ingin atasan mereka memperlakukan mereka sebagai seseorang yang tidak dapat menjaga kata mereka.
"Iya, jika itu sampai seperti itu, aku akan melakukan pemanggilan nama, dan jika ada masalah, aku yang akan urus itu. Ada beberapa siswa-siswi yang menunggu untuk membaca buku populer, jadi aku tidak bisa membiarkan mereka memonopolinya dan tidak mengembalikannya."
"..."
Shijouin-san terdiam. Apa yang terjadi?
Oh, s*al! Aku menggunakan pola pikir usahawan lagi! Bukankah ide ini terlalu ekstrem untuk diterapkan pada siswa-siswi SMA? Apa aku membuat perasaannya tidak nyaman?
"...Iya, kamu benar-benar berubah Niihama-kun. Proses berpikirmu... Kata-katamu... Itu memiliki bobot tertentu padanya..."
"Eh...?"
Aku berkedip, berusaha untuk memahami apa yang dia maksud dari perkataannya itu, tetapi dia mengabaikan kebingunganku saat senyuman cerah muncul dari wajahnya.
"Niihama-kun itu satu-satunya orang yang telah minta maaf ke siswa-siswi yang kecewa karena buku favorit mereka tidak ada di rak."
Dia membicarakan diriku yang waktu itu masih seorang kutu buku pemurung.
"Kamu bertindak lebih dewasa, tetapi sisi lembutmu itu masih ada di sini. Kamu masih menata semuanya sehingga semua orang yang datang ke sini akan bisa menemukan buku yang mereka cari di perpustakaan dengan mudah... Kamu masih mencoba membersihkan buku-buku yang kotor..."
"...Shijouin-san..."
Aku terkejut dengan kata-katanya dan di saat yang sama, aku merasakan bahwa jantungku berdebar.
Dia benar-benar memperhatikanku, meskipun aku seorang cowok pemurung...
"Juga, itu hebat dengan mengubah gaya rambutmu, kamu tampak seperti orang yang benar-benar berbeda! Sekarang aku jadi ingin mencobanya juga!"
"Eh? Shijouin-san, tidak ada yang salah dari gaya rambutmu..."
Gadis ini bilang kalau dia ingin mengubah gaya rambutnya sambil memasang wajah serius seperti itu. Dia tampaknya cukup cantik, apa sih yang sebenarnya ingin dia ubah?
"Iya, kamu paham... Orang tuaku selalu memperlakukanku seperti anak kecil! Ayahku itu terlalu protektif! Aku ingin membuat diriku tampak lebih dewasa!"
Aku terkikik saat mendengar responsnya.
Kedambaannya terhadap kedewasaan benar-benar lucu menurutku karena aku tahu bahwa dia benar-benar serius tentang itu.
Namun, bagiku, yang sudah pernah mengalami kedewasaan sampai aku muak dengan hal itu, aku tidak bisa apa-apa selain berharap kalau waktu kami sebagai anak-anak akan berakhir selama mungkin.
"Muu... Niihama-kun, mengapa kamu menertawakanku seperti itu? Apa kamu mengolok-olokku?"
"Hahaha... Ti-tidak, aku tidak kok, sumpah..."
Aku tersenyum pada Shijouin-san, yang menggembungkan pipinya.
Shijouin-san memang serius terhadap tugasnya, dan aku, seorang budak perusahaan yang bisa menembus batasku ketika berkaitan tentang tugas, bergabung, dan kami berakhir mengerjakan lebih banyak tugas dari yang dibutuhkan.
Ini sudah sehari sejak aku meninggal karena kelelahan, tetapi tugas yang aku kerjakan sangat berbeda dari tugas yang aku kerjakan sewaktu aku bekerja di perusahaan gelap. Aku merasakan kegembiraan dan saat aku mengerjakan tugasku, waktu berlalu.
***
"Fiuh, waktu berlalu begitu cepat..."
Setelah mengembalikan kunci perpustakaan ke ruang staf, aku berjalan sendirian di lorong, yang dironai oleh warna jingga, berkat matahari petang. Sebelum kami berpisah, Shijouin-san bilang, 'Kerja bagus! Sampai jumpa nanti!' padaku. Sekarang, mungkin dia sudah keluar dari bangunan sekolah.
"Masa mudaku yang kedua... Kehidupan SMA-ku yang kedua..."
Hari ini menjadi hari yang sangat sibuk bagiku. Tetapi setelah banyak hal yang telah diselesaikan seperti ini, aku mulai menghargai keajaiban yang dianugerahkan kepadaku.
Tetap saja, bukankah Shijouin-san gadis yang sangat baik? Semakin banyak aku mengobrol dengannya, semakin cepat jantungku berdetak...
Hari ini adalah pertama kalinya aku mampu mengobrol dengannya dengan baik, itu sangat imut. Jarak di antara kecantikannya dan kepolosannya yang seperti anak kecil itu sedikit tidak bisa dipercaya.
Aku harap aku bisa terus mengenalnya dengan lebih baik.
Jika dia menganggapku sebagai seorang teman, aku tidak bisa lebih bahagia lagi. (TL English Note: Bagaimana kalau jadi pacar, kamu akan lebih bahagia.)
"Hah...?"
Tiba-tiba, aku merasakan perasaan tidak nyaman yang tidak bisa digambarkan di dalam pikiranku.
Tetapi aku tidak tahu apa itu, dan ini membuatku bingung.
Serius deh, apa sih yang terjadi?
"Apa kamu menganggapku bodoh? Ya!?"
Apa itu? ...Suara seorang gadis? Itu datang dari lorong itu...
Pikiranku terganggu oleh teriakan yang tidak terduga.
Seseorang sedang dikepung... Hah, Shijouin-san...?
Aku bersandar di ujung lorong. Di sana aku mendapati Shijouin-san sedang dikepung oleh tiga orang gadis.
"E-Em... Maafkan aku... Aku rasa aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan..."
"Ha! Tentu saja kamu akan mengatakan sesuatu seperti itu! Lagipula, kamu telah menjalani kehidupan seperti seorang jalang sejak lama, iya kan?"
Itu... Hanayama dan geng gyaru-nya? ...Para jalang itu yang selalu membual tentang seberapa banyak uang yang mereka dapatkan dari om-om...
Hanayama adalah seorang siswi dari kelas sebelah. Dia meninggalkan kesan (bekas) yang besar buatku sampai ke titik di mana aku mengingat namanya. Dia adalah seorang gyaru yang khas yang pikirannya berputar-putar di sekitaran pria dan harta.
Mereka membenci para gadis yang lebih cantik dan lebih populer dari mereka... Itulah sebabnya mereka memusuhi Shijouin-san seperti ini...
Dia tidak beruntung. Para jalang ini mungkin melihatnya melintas ketika mereka sedang mengacau di dalam ruang kelas mereka dan memutuskan untuk merundungnya.
"I-Itu... Maafkan aku! Aku benar-benar tidak yakin, apa yang kamu maksud dengan 'terbawa suasana', kalau aku boleh tanya?..."
"Lihat? Ini yang aku bicarakan! Ha! Apa aku harus mengejanya untukmu? Fakta bahwa kamu bertingkah seperti seorang jalang kepanasan dan terus menjual tubuhmu setiap hari? Kamu benar-benar membuatku kesal!"
"Benar, benar! Michiko itu benar! Sungguh, kamu merusak pemandangan!"
'Terbawa suasana' adalah kata-kata nyaman yang digunakan bagi para perundung.
Itu adalah bahasa yang memberikan kesan pada target perundungan bahwa ada yang salah dengan tingkah laku mereka meskipun itu hanya sekadar kata-kata kosong yang dikeluarkan secara acak oleh para perundung.
"Mulai besok dan seterusnya, berhenti bertingkah seperti seorang jalang! Potong pendek rambutmu dan berhenti memakai riasan! Jauhi dirimu dari para pria, itu tidak sulit!"
"Eh? Aku tidak memakai riasan apapun..."
"! ...Jalang ini..."
Hanayama-san mungkin tersinggung karena dia harus memakai riasan tebal agar tampak cantik. Setelah mendengar komentar itu dari Shijouin-san, dia langsung meraih kerahnya.
"Oi, hentikan itu."
Tentu saja aku tidak bisa membiarkan itu terjadi. Aku melompat keluar dari tempat persembunyianku, memanggilnya dan berdiri di depan Shijouin-san untuk melindunginya.
"Niihama-kun...!"
"Ha? Lihat siapa yang datang, teman sekelas jalang ini, si kutu buku pemurung! Oi, menyingkir dariku!"
Karena dia menjadi bagian dari eselon teratas dari kasta sekolah, Hanayama langsung berteriak padaku segera setelah dia melihatku.
Tipe wanita seperti ini adalah tipe orang yang paling menyebalkan untuk diatasi...
Aku sudah pernah melihat wanita-wanita yang angkuh seperti ini. Mereka selalu memaksa para pria di sekitar mereka untuk melakukan tugas mereka dan entah bagaimana mereka mendapatkan perlakuan khusus dari para atasan mereka hanya dengan menggoyangkan bokong mereka.
Dan karena mereka hidup dengan logika 'Karena aku cantik, aku berhak mendapatkan perlakuan khusus!' mereka tidak bisa mentolerir keberadaan para wanita yang lebih cantik dari mereka dan mereka dengan cepat terpaksa merundung orang-orang untuk membuat diri mereka sendiri terasa lebih baikan...
Uh... Bahkan dengan pengalamanku sebagai orang dewasa, berurusan dengan jalang seperti ini itu sulit... Bahkan jika aku mencoba beralasan dengan mereka, mereka akan mengeluarkan kartu as dan membuat semua orang melawanmu...
"Barusan, apa kamu mencoba untuk menarik kerah Shijouin-san? Hentikan itu."
"Apa pedulimu? Lepaskan aku! Apa yang salah denganmu? Apakah kamu membaca terlalu banyak manga jorok itu sehingga kamu berpikir jika kamu melindungi jalang ini kamu dapat berpacaran dengannya? Kamu sangat menjijikkan!"
Yang benar saja, dia yang sangat menjijikkan.
Oh kalau begitu, aku tahu apa yang harus aku lakukan pada situasi seperti ini. Selain itu, aku datang dari masa depan, aku tahu cara menanganinya.
"Ah, benar, Hanayama-san. Apakah kamu yang telah pergi ke daerah pusat kota di utara stasiun akhir-akhir ini? Kamu lihat, aku sudah pernah melihatmu mengobrol dengan banyak usahawan di depan hotel di Jalan Ke-5..."
"...Hah?!"
Wajah Hanayama langsung memucat karena terkejut.
Itu benar, iya kan? Kamu ada di sana untuk memeras om-om itu, iya kan? Berpura-pura meminta bantuan mereka, merekam pembicaraan mereka, mengambil foto dan akhirnya mendapat uang tutup mulut?
Tentu saja itu hal yang sangat berbahaya untuk dilakukan. Lagipula, jika sekolah tahu, mereka mungkin akan mengeluarkanmu.
"Kamu! ...Mengapa kamu!..."
"Aku memiliki sedikit peluang untuk mengetahui hal itu, buku saku Hanayama-san."
Aku, tentu saja, membicarakan masa depan.
Saat dia kelas dua belas, dia dikeluarkan karena memeras gadis lain, dia bahkan membuat itu menjadi berita.
Sekolah yang sedang dalam keadaan gempar kala itu sampai ke titik yang bahkan aku tahu secara detail tentang situasinya.
"Aku benar-benar tidak peduli dengan hal itu, tetapi jika kamu tidak bekerja sama, aku punya pilihan lain, kamu paham? Mata dibalas dengan mata, kamu tahu?"
"S*alan! ...Jangan sampai kamu berani menyebarkannya ke sekitar sekolah! Jika kamu melakukannya, aku akan memberi tahu pacarku untuk membunuhmu!"
Setelah mengatakan itu, Hanayama buru-buru berbalik arah dan pergi.
"Eh? A-ada apa, Michiko?"
"S*al, tinggalkan aku sendiri!"
Saat Hanayama mengeluarkan sumpah serapah, gengnya, yang tidak mengerti apa yang dia bicarakan, memandanginya dan mengikutinya.
Iya, bahkan jika aku terus diam, kamu juga akan dikeluarkan tahun depan sih...
Mengetahui itu ketika masa depan tiba, Hanayama akan putus asa seolah-olah dia telah dijatuhi hukuman mati, aku tersenyum di belakang jalang yang tidak diketahui.
***
Aku lelah... Berurusan dengan tipe orang seperti itu melelahkan... Tetap saja, memang mudah untuk mempertahankan kelemahan mereka. Bagi mereka, menjaga penampilan itu hal yang paling penting, jadi mereka tidak akan mempertaruhkan hal-hal yang bisa menodai reputasi mereka.
Ada waktu di mana seorang rekan kerja wanitaku memaksakan semua tugasnya padaku. Kapanpun aku protes soal ini, dia akan meneriakkan sesuatu seperti, 'Niihama memaksaku bekerja!' atau 'Niihama melecehkanku secara seksual!'
Suatu hari, dia mengambil cuti dengan 'Ibuku sedang sakit' sebagai alasan, tetapi dia sebenarnya sedang pergi liburan. Aku berhasil mencari tahunya lewat media sosial, dia langsung berkeringat dingin dan berhenti bermain-main denganku sejak saat itu.
"E-em... Terima kasih atas bantuanmu, Niihama-kun..."
Shijouin-san, yang telah menyaksikan sambil terus terdiam, berterima kasih padaku dengan sopan.
"Ah, tidak usah berterima kasih, aku tidak melakukan banyak hal. Ngomong-ngomong, aku terkejut karena mendengar suara teriakan dari dalam bangunan, aku kira semua orang sudah pulang, jadi aku memutuskan datang ke sini untuk memeriksanya... Iya, Bagaimanapun juga, aku senang semuanya ternyata baik-baik saja..."
"Maaf atas ketidaknyamanannya... Aku senang karena kamu menolongku... Terima kasih..."
Wajah Shijouin-san tampak sangat pucat.
Benar, dia harus berurusan dengan orang-orang yang keterlaluan itu.
"...Shijouin-san, apakah seseorang akan menjemputmu menggunakan mobil?"
"Apa? Tidak. Ayahku selalu menyarankanku untuk dijemput dan diantar menggunakan mobil, tetapi aku ingin berangkat dan pulang sekolah dengan cara yang sama dengan yang dilakukan oleh orang lain, jadi aku selalu berjalan kaki."
"Aku mengerti..., ini sudah terlambat sekarang, jadi... aku akan mengantarmu pulang."
Aku mencoba untuk bertindak santai, tetapi aku sangat gugup sehingga aku banyak berkeringat.
Berkat waktuku sebagai seorang karyawan perusahaan, aku sekarang memiliki mentalitas yang lebih kuat dari yang aku punya waktu SMA di kehidupanku yang sebelumnya... Aku masih seorang perjaka sih...
Ngomong-ngomong, bahkan bagiku, itu menghabiskan banyak kekuatan mental dan keberanian untuk mengatakan 'Aku akan mengantarmu pulang' seperti seorang protagonis manga pada seorang gadis, terutama pada Shijouin-san.
Tetapi aku ingin melakukan hal itu.
Sebagai seorang pria yang telah mengambil kebebasan memosisikannya sebagai permata di kehidupanku yang sebelumnya dan mengaguminya, itu tidak bisa diterima untuk membiarkannya pulang sendirian pada larut malam ketika dia tampak sepucat ini.
"Apa kamu yakin? Jika itu tidak begitu masalah bagimu, iya, aku akan senang!"
Ketakutanku akan ditolak telah dihilangkan oleh senyuman berbunga-bunga dari Shijouin-san...
Aku merasa bahagia karena hal ini, tetapi aku tidak bisa percaya kalau dia akan menunjukkan senyuman yang seperti ini kepada seorang kutu buku pemurung sepertiku. Seriusan deh, apakah gadis ini seorang bidadari atau semacamnya? Aku tidak bisa apa-apa selain mengkhawatirkan masa depannya...
Iya, ngomong-ngomong... Beginilah bagaimana bisa aku dan Shijouin-san meninggalkan sekolah bersama-sama.
***
"Bladers itu benar-benar yang terbaik dari yang terbaik! Di akhir musim pertama, ketika si KU (karakter utama) bilang 'Aku akan mempertaruhkan (memperdagangkan) dunia untuk melindungi mereka!' dan memutuskan untuk merapal Darkslave, aku menangis!"
"Bagian itu benar-benar dapat membuatmu menangis, baiklah! Dan kemudian, dan tepat ketika kamu berpikir kalau itu semua sudah selesai, ternyata masih ada perputaran (twist) di akhir! Itu memang yang terbaik dari yang terbaik!"
"Iya, iya! Aku setuju!"
Aku berjalan melalui kota hanya berduaan dengan seorang gadis.
Ketika aku menjadi seorang budak perusahaan, aku mesti pergi ke kunjungan bisnis dan pesta minum-minum dan menjumpai situasi semacam ini.
Namun, karena aku tidak memiliki keahlian untuk berurusan dengan lawan jenis, aku meninggalkan kesan yang buruk dengan keahlian berkomunikasiku yang lamban dan buruk. Bukannya menjadi akrab dengan mereka, mereka berpikir kalau aku ini tidak menarik dan tidak bisa diandalkan, yang menghalangi kerja sama kami dalam bekerja.
Jadi aku datang dengan sebuah rencana.
Aku merasa lebih santai kapanpun aku membicarakan hal-hal kesukaanku seperti gim video atau novel.
Ini pasti juga hal yang sama bagi orang lain, jadi aku membiarkan mereka membicarakan hal-hal kesukaan mereka, itulah rencanaku.
Dan ternyata itu berjalan mulus. Entah apa itu seorang wanita atau atasan, kapanpun aku membiarkan mereka membicarakan hal-hal yang mereka sukai seperti peliharaan mereka atau tim bisbol yang mereka dukung, mereka umumnya akan berada dalam suasana hati yang baik. Aku tidak perlu jago dalam berbicara, aku hanya perlu menganggukkan kepalaku sesekali...
"Juga, ketika si KU melakukan itu..."
Shijouin-san tampaknya bersenang-senang.
Sepertinya dia sedang mencari seseorang yang bisa diajak bicara tentang adegan favoritnya di novel. Aku tidak tahu banyak soal teman-temannya, tetapi berdasarkan tingkah lakunya, aku bisa menebak kalau dia tidak nyaman membicarakan hobi anehnya dengan mereka...
"Itu bagus. Kamu sepertinya merasa lebih baik."
"Ah, iya, aku merasa lebih baik sekarang karena aku akhirnya bisa membicarakan sesuatu yang aku suka."
Itu bagus. Dia harus berusaha menghilangkan pikirannya dari upaya pelecehan sebelumnya dan santai. Aku tidak akan membiarkan upaya itu membebani pikirannya dan menyebabkan dia mendapat gangguan mental karena hal itu seperti di kehidupanku sebelumnya.
"Ini bukan pertama kalinya aku mengalami sesuatu seperti ini... Tetapi aku masih belum terbiasa dengan hal ini..."
"Aku mengerti... Berapa kali sesuatu semacam itu terjadi?"
"Itu sudah sejak aku kelas satu SD. Beberapa gadis pernah bilang padaku kalau aku merusak pemandangan... Aku terbawa suasana..."
Kelas satu SD... Mereka seharusnya masih berumur enam tahun, tetapi mereka sudah melakukan hal semacam ini...
Benarkah...
"Jujur saja, aku tidak tahu apa yang mereka inginkan dariku... Tetapi aku bisa tahu kalau mereka membenciku... Aku ketakutan... Tetapi, aku senang kamu ada untukku, Niihama-kun..."
Shijouin-san menatapku. Wajahnya, yang diliputi kecemasan, tampak seperti seekor anak anjing yang depresi dan itu memang imut. Aku hampir kehilangan diriku sendiri karena keimutan itu, tetapi aku berhasil menahan diri.
Aku paham, dia tidak mengerti mengapa dia terlibat dalam situasi itu... Masuk akal karena dia agak polos...
"Baiklah. Alasannya itu sebenarnya sederhana. Itu karena Shijouin-san itu cantik dan baik hati."
"Eh...?"
"Itu adalah rasa iri, kamu paham? Semua orang tidak secantik dan sebaik hati Shijouin-san, jadi mereka tidak bisa apa-apa selain merasa iri padamu."
"Ti-tidak! Apa yang kamu bicarakan? A-Aku tidak..."
"Aku serius. Tidak peduli betapa tidak bisa dipercayanya itu bagimu, di mata orang lain, kamu itu cantik. Kamu harus sadar akan hal ini, oke?"
Aku telah memutuskan kalau tidak ada gunanya berbicara berputar-putar padanya, jadi aku memberi tahunya kebenarannya.
Aku harus membuatnya sadar diri akan situasinya. Dengan begini, Shijouin-san yang terlalu serius ini tidak harus menderita karena keraguan dirinya lagi.
"Ngomong-ngomong, semua ini bukan salahmu, Shijouin-san. Baiklah, mari kita lakukan ini, ulangi setelah aku, 'ini bukan salahku'.'
"I-ini bukan salahku... Te-tetapi apa kamu yakin dengan hal ini, Niihama-kun? Mungkin ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman?"
"Tidak, tidak ada kok. Kamu perlu mengubah perspektif itu, Shijouin-san. Sekarang, sepuluh kali lagi. 'Ini bukan salahku'."
"Mengapa kamu sangat yakin...?"
Shijouin-san tampak bingung, tetapi karena sifat seriusnya, dia mulai mengucapkan 'Ini bukan salahku'.
Tetap saja, ini masih dibutuhkan.
Alasan mengapa aku terdengar memaksa sedari tadi adalah karena aku putus asa. Aku harus membuat kecenderungannya untuk menyalahkan dirinya sendiri menghilang.
Itulah orang-orang yang selalu bersungguh-sungguh yang berakhir di perusahaan gelap. Bahkan ketika mereka dipaksa mengerjakan banyak tugas yang keterlaluan dan orang-orang di sekitar mereka mendorong mereka tanpa alasan, mereka masih menyalahkan diri mereka sendiri karena hal itu. Pada akhirnya, mereka akan semakin dan bertambah depresi seiring berjalannya waktu dan akhirnya terlalu banyak bekerja sendiri.
Dan itulah mungkin alasan mengapa Shijouin-san melakukan hal itu di kehidupanku yang sebelumnya.
Dia gagal memahami kalau motif dari para perundung itu adalah rasa iri, jadi dia menyalahkan dirinya sendiri atas segala hal sampai ke titik di mana dia tumbang.
Untuk mencegah masa depan semacam itu terjadi, aku harus mengubah pola pikirnya itu.
"'Ini bukan salahku', 'Ini bukan salahku', 'Ini bukan salahku'.... Selesai, aku sudah melakukannya!"
"Bagus. Di masa depan, jangan biarkan para jalang seperti Hanayama-san mendorongmu. Harga diri mereka terlalu tinggi untuk mengatakan sesuatu seperti 'Aku membencimu karena kamu lebih cantik dariku', jadi mereka menggunakan istilah yang nyaman seperti, 'Kamu terbawa suasana akhir-akhir ini' sebagai gantinya."
"Begitu ya?"
"Iya, pada akhirnya semua itu hanyalah rasa iri, mereka melakukan hal itu membuat diri mereka lebih baik, itulah mengapa– Hah, ada apa?"
Karena beberapa alasan, Shijouin-san menatap wajahku dengan tampang aneh di wajahnya.
"Tidak ada... Wajah Niihama-kun tampak sangat serius... Aku sangat berterima kasih, tetapi aku penasaran mengapa kamu keluar dari jalurmu untuk membantuku seperti ini..."
"Eh...?"
Aku ingat kalau di kehidupanku yang sebelumnya, Shijouin-san merenggut nyawanya sendiri, dan aku bersumpah pada diriku sendiri agar tidak membiarkan itu terjadi lagi.
Tetapi mengatakan kalimat itu masih terasa memalukan. Aku bahkan tidak menyadari kalau gadis di sampingku menatapku dengan mata yang lebar.
"I-itu... Niihama-kun..."
"Iya?"
"Kamu bilang sebelumnya kalau orang lain itu iri padaku karena penampilanku... Karena sepertinya kamu tidak mengatakan itu hanya untuk membuatku nyaman... Iya kan..."
"Iya, tentu saja. Ketika aku pertama kali melihatmu, Shijouin-san, aku terkejut pada betapa cantiknya dirimu."
"!!"
Kata-kata yang baru saja aku kemukakan mungkin terdengar murahan, tetapi itu perasaanku yang sejujurnya.
Ketika Shijouin-san mendengar hal itu, karena beberapa alasan, pipinya memerah dengan rasa malu dan dia terdiam sambil menutupi wajahnya.
Responsnya itu wajar. Maksudku, seseorang baru saja memberi tahunya dengan wajah yang serius kalau dia itu cantik tepat di depan wajahnya. Pada saat itu, aku tidak menyadarinya sih, jadi aku hanya memiringkan kepalaku, bingung dengan tingkah lakunya.
***
Seperti yang kuduga, rumahnya sangat besar...
Aku selesai mengantarnya sampai ke rumahnya, melihat rumahnya yang tampak seperti sebuah mansion lebih dari apapun, aku merasakan perbedaan di antara hierarki sosial kami.
Lihat kebunnya... Ada air mancur di dalamnya... Ada patung dan petak bunga... Pemeliharaannya pasti mahal...
"Niihama-kun, terima kasih banyak. Kamu jadi keluar dari jalurmu untuk mengantarku pulang juga..."
"Tidak, itu tidak masalah. Lagipula, aku menikmati obrolan kecil kita."
Shijouin-san membungkuk dalam-dalam, tetapi satu-satunya hal yang aku lakukan untuknya adalah mengusir segerombolan gadis yang berisik dan mengantarnya pulang. Aku melakukan itu karena aku mau. Dia tidak perlu menunjukkan penghargaan (apresiasi) sebanyak ini...
"Tidak, aku menghargai apa yang kamu lakukan. Faktanya, jika aku berjalan sendiri, mungkin aku akan merasa lebih suram... Tetapi karena ada kamu, aku merasa senang saat ini!"
Aku tidak bisa apa-apa selain tersenyum padanya. Dia memasang senyuman lebar di wajahnya saat dia meletakkan tangannya di dadanya.
Ekspresi ini benar-benar sangat sesuai untuknya.
Dan karena sifat lembutnya, akan selalu ada orang-orang yang mencoba menyakitinya.
Orang-orang seperti Hanayama, orang-orang yang akan melakukan sesuatu semacam itu tanpa merasakan penyesalan apapun.
Orang-orang yang akan membenarkan tindakan mereka dengan mengatakan kata-kata yang nyaman seperti, 'Kamu terbawa suasana', atau 'Kamu itu seorang pengganggu', meskipun tujuan mereka yang sebenarnya itu berbeda.
"...Em, itu bukan masalah besar."
Sebelum aku dapat memikirkan apa-apa lagi, aku membuka mulutku.
"Jika kamu mengalami kesulitan seperti hari ini, kamu bisa memberi tahuku. Aku melakukan apapun yang aku bisa untuk membantumu dan setidaknya aku akan berada di sana untuk mendengarkan kekhawatiranmu..."
"Eh...?"
Aku bukan bermaksud berlagak sok keren, aku hanya mengkhawatirkannya. Namun, aku sadar kalau aku harusnya mengatakan sesuatu seperti itu pada situasi semacam ini!
Oh, s*al... Aku sangat cemas sehingga aku mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak aku katakan! ...Ini seharusnya pertama kalinya aku mengobrol dengannya dengan benar, itu adalah kalimat yang seharusnya hanya aku katakan pada teman-teman dekatku!
Aku serius kok. Lagipula, aku ingin membantunya sebanyak yang aku bisa.
"Ba-Baiklah! Aku pulang ya! Sampai jumpa lagi, Shijouin-san!"
Aku pergi untuk menyembunyikan rasa maluku.
"Em, Niihama-kun!"
Aku mendengar suara Shijouin-san dari belakangku.
"E-Em... Aku akan mengatakannya lagi, terima kasih banyak! Sampai jumpa lagi!"
"I-iya! Sampai jumpa lagi!"
Shijouin-san mengucapkan kalimat perpisahan dengan suara kecil dan aku juga membalasnya dengan suara yang lantang.
Ngomong-ngomong, waktu kami bersama telah selesai, jadi aku kembali ke rumahku.
***
Aku bisa bilang apa ya? ... Banyak hal yang terjadi hari ini...
Aku kepikiran itu saat aku berjalan di jalanan yang dinaungi oleh gelapnya malam.
Hari pertama dari lompatan waktu ini penuh dengan kejadian, itu dipenuhi dengan banyak masalah dan pertemuan yang tidak terduga.
Dibandingkan dengan dulu sewaktu di kehidupanku yang sebelumnya, hari ini terasa lebih gaduh...
Lingkungannya tidak berubah, hanya aku satu-satunya yang banyak berubah, ya?...
Aku terkejut melihat perubahan yang besar seperti itu yang terjadi dalam kehidupanku sehari-hari. Meskipun satu-satunya hal yang berubah adalah mentalitasku, pengalamanku, kenanganku dan semacamnya.
Dan perbedaan yang paling mencolok adalah fakta bahwa aku mampu berbicara dengan lancar dengan gadis yang selalu aku impikan.
Aku tidak menyangka kalau aku akan bisa berbicara dengannya sebanyak ini di hari pertama...
Pikiranku melayang ke berbagai ekspresi yang Shijouin-san tunjukkan padaku sepanjang hari ini.
Hal yang meninggalkan kesan paling besar bagiku adalah senyumannya.
Aku ingin melakukan apapun yang dapat aku lakukan untuk memastikan kalau dia tetap bisa tersenyum di masa depan.
Mengenai bagaimana aku melakukannya... Aku rasa memberinya saran kapanpun dia berhadapan dengan masalah adalah cara yang tepat untuk diambil....
Itu sederhana tetapi efektif.
Aku tidak perlu membuatnya cukup kuat untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Aku hanya perlu membuatnya cukup kuat sehingga dia tidak akan jatuh depresi dengan mudahnya.
Dan untuk melaksanakan hal itu, aku harus berada di posisi di mana aku akan bisa mengobrol dengannya secara teratur... (TL English Note: Tentunya menjadi pacarnya, kamu bisa terus mendukungnya.)
Hari ini, kami berdua banyak mengobrol sampai ke titik di mana seseorang mungkin telah salah paham terhadap hubungan kami sebagai teman dekat. Sayangnya itu bukan masalahnya sih...
Shijouin-san tidak menyadari kalau dia itu gadis yang menarik. Dia berbicara secara terbuka dengan para cowok seperti itu adalah hal yang normal untuk dilakukan. Sifat kekanak-kanakannya lah yang membuatnya bertindak seperti ini, bukan karena dia memberikan perhatian khusus kepada para cowok yang dia ajak bicara.
Tetap saja, aku berhubungan lancar dengannya hari ini. Aku akan berusaha lebih banyak bergaul dengannya di masa depan selama dia tidak terganggu dengan kehadiranku. Para cowok mungkin akan iri, tetapi aku tidak peduli.
Saat aku memutuskan itu, aku merasa sesuatu muncul dari dalam dadaku.
Hah...?
Itu membuatku merasa energik, aku merasa seperti aku bisa melambung ke langit.
Apa ini? ...Mengapa aku sangat bersemangat?
Aku merasa bingung. Aku tidak mengerti apa yang terjadi denganku.
Namun tubuhku terasa ringan dan hati dirasakan dengan antusias.
Tentunya, itu wajar bagiku untuk bersemangat atas hal ini, lagipula aku mendapat kesempatan untuk tambah dekat dengan idolaku, Shijouin-san. Tetapi, aku agak menjadi sedikit terlalu bersemangat.
Saat aku sedang memikirkan hal itu, pemikiran lain masuk ke dalam benakku.
Kematianku.
Aku ingat pemikiran terakhir yang aku miliki tepat sebelum aku sekarat. Aku masih belum belum paham tentang apa itu, tetapi karena beberapa alasan, itu memberiku perasaan yang aneh.
Aku ingat kalau itu adalah sesuatu yang dapat aku lakukan, tetapi aku memilih untuk tidak melakukannya dan itu membuatku menyesal seumur hidupku.
Apa ya itu?
(TL Note: Bisa-bisanya lu lupa, hihi.)
Ih, aku terganggu sekarang... Ah... Aku sudah sampai rumah...
Sebelum aku tahu hal itu, aku sudah berada di depan rumahku.
Aku seharusnya berjalan dengan jarak yang bagus, tetapi ragaku yang lebih muda ini memang kuat dan sehat jika dibandingkan dengan ragaku yang sudah berumur tiga puluh tahun. Aku bahkan tidak merasa lelah.
Iya, ini rumahku kan... Bukan 'rumah orang tuaku', tetapi 'rumahku'...
Aku tidak sempat melihat-lihat rumah ini dari dekat karena pagi ini ibuku 'mengusirku', tetapi sekarang karena aku mampu melihat-lihat ke dalamnya, perasaan nostalgia muncul dari dalam hatiku.
Tempat ini adalah satu-satunya rumah yang benar-benar bisa aku panggil 'rumah'. Apartemenku itu hanyalah sekadar tempat untuk tidur bagiku.
Aku pulang...
Setelah beberapa saat, aku berjalan melalui pintu depan. Ini adalah rumah tempat aku tinggal sejak aku dilahirkan. Rumah ini akhirnya digusur karena keluarga kami terpecah belah di kehidupanku yang sebelumnya. Suara berderit yang dibuat pintu, goresan di dinding, dan sensasi melangkahkan kaki ke lantai kayu... Aku rindu segalanya...
Ini rumahku... Rumah keluarga kami...
Aku berjalan dengan sensasi yang berat di dadaku. Pada saat itu aku menyadari lampu ruang keluarga menyala. Itu aneh. Ibuku seharusnya belum pulang saat ini.
"Ka-kamu? ...Kanako?"
Di depanku, ada gadis mungil dengan kuncir kuda mengenakan seragam SMP.
Niihama Kanako. Dia adalah adikku (pr). Karena aku seharusnya berusia enam belas tahun sekarang, dia seharusnya berusia empat belas tahun, karena dia dua tahun lebih muda dariku.
Dia memiliki penampilan yang cantik dan populer di kalangan para cowok di sekolahnya. Sebagai tambahan, dia selalu menjadi orang yang ceria dan dia mendapatkan banyak teman, sangat berbeda jauh dariku.
"...Abang terlambat..."
Kanako berbicara dengan riang pada ibuku, tetapi dia memperlakukanku, abangnya, secara kasar.
Kami dulu berhubungan baik dan sering bermain bersama, tetapi sebelum aku tahu itu, hubungan kami jadi kacau.
Kami tidak mengabaikan satu sama lain atau semacamnya. Hanya saja, saat kami semakin tua, kami semakin sedikit saling mengobrol, kami berhenti bermain bersama atau menonton televisi bersama. Dalam beberapa hal, dia hanya mengobrol denganku ketika itu dibutuhkan dan kapanpun dia melakukannya, nada bicaranya seperti sedang berbisnis.
Di kehidupanku yang sebelumnya, hubungan kami tidak membaik. Malahan, itu bertambah buruk dari waktu ke waktu dan akhirnya terpecah. Setelah pemakaman ibuku, aku dan dia benar-benar orang asing.
"Ah... Ma-maaf Abang pulang terlambat... Abang pulang, Kanako..."
"Hah? Selamat datang kembali..."
Dia tampak bingung, tetapi itu adalah reaksi yang normal. Ini adalah masa-masanya kami mulai terasing sampai ke titik di mana kami berhenti mengobrol satu sama lain bahkan ketika kami melewati satu sama lain di dalam rumah.
"Hah, kamu hanya makan ramen gelas ini untuk makan malam?"
"...Apa? Mengapa Abang peduli? Ibu pulang terlambat, tidak ada orang yang membuat makan malam, apa lagi yang bisa aku makan?"
Kanako berkata dengan santai sambil memegang segelas ramen di tangannya.
Benar. Meskipun ibuku seorang pecandu kerja, beliau lah orang yang memasak semuanya. Kapanpun beliau lembur, kami mau tidak mau makan makanan instan.
"Kamu tidak suka makan ramen itu terus-terusan, kan? Abang akan membuatkan sesuatu untukmu, tunggu sebentar."
"Eh? Apa??"
Dia menatapku, bingung.
Itu dapat dimaklumi. Aku belum pernah memasak apapun dulu sewaktu aku masih SMA.
Meninggalkan adikku yang kebingungan sendiri, aku mulai mencari bahan makanan. Ibu bilang beliau akan membeli beberapa bahan makanan saat perjalanan pulangnya, jadi tidak banyak yang bisa aku gunakan. Baiklah, seadanya saja...
Setelah memutuskan mau buat apa dan memakai celemek, aku mulai memasak...
Aku memasukkan nasi yang beku ke dalam oven dan sambil aku menunggu nasinya panas, aku memotong beberapa bawang merah.
Benar, aku seharusnya juga menyisakan untuk Ibu.
"Tunggu, apa...?"
Kanako melihatku dengan tampang yang bingung di wajahnya saat aku dengan santainya memotong bawang merah menggunakan pisau dapur. Aku terkikik padanya sebelum lanjut memasak.
Kemudian, aku meletakkan nasi yang sudah dilelehkan ke dalam panci, menambahkan saus tomat, bumbu dan bahan-bahan lainnya. Setelah nasi selesai dimasak, aku memindahkannya dari panci dan memasukkan telur ke dalamnya bersama dengan mentega.
Setelah memasak selama sekitar dua belas menit, omurice siap disajikan.
Sayangnya, aku tidak cukup ahli dalam membungkus nasi ke dalam telur dadar, jadi aku hanya meletakkannya di atas nasi itu.
"Ini, sudah jadi. Ambillah dan makan."
Aku membuat omurice untuk kami berdua makan dan meletakkannya di atas meja makan. Aku memanggil adikku, yang sudah terdiam sejak aku mulai memasak.
Dia sepertinya gugup, tetapi dia akhirnya duduk. Mungkin saja dia terpikat oleh aroma telurnya.
Sambil menatap ke omurice itu, dia mengangkat sendoknya...
"...Woah..."
Segera setelah dia menggigitnya. Rasanya seenak yang aku duga, enak. Aku belajar cara membuatnya dulu saat masa-masa awal kedewasaanku, tetapi aku belum pernah membuatnya lagi dalam waktu yang lama, jadi aku khawatir dengan rasanya.
"Enak. Sepertinya kamu suka ya."
Ketika aku memanggilnya, Kanako, yang sudah setengah jalan selesai memakannya, berhenti makan. Kemudian pipinya memerah karena malu saat dia menatapku dengan tatapan yang intens.
"Maaf, Abang belum bisa menjadi abang yang baik buatmu."
"Eh...?"
Ekspresinya berubah menjadi campur aduk. Dia sepertinya dia terkejut dan bingung di saat yang bersamaan.
Dapat dimaklumi. Itu adalah respons yang normal, lagipula aku mengangkat topik ini entah dari mana.
"Tetapi, Kanako, Abang mendapatkan kembali kehidupan Abang kembali, tidak hanya di sekolah saja tetapi juga. Jadi, kamu juga berhubungan dengan semua ini. Abang pikir kalau semua ini belum cukup bagi Abang untuk menebusnya, tetapi itu tidak masalah. Juga, setidaknya Abang akan berusaha untuk memasakkan makanan buatmu. Jadi, jika kamu punya permintaan, beri tahu Abang, oke?"
"...Ehh?..."
Aku mengatakan itu dengan senyuman lebar di wajahku, dia mungkin tidak mengerti apa yang terjadi dengan abangnya yang seorang kutu buku pemurung.
Sepertinya dia tidak bisa menahannya lagi. Dia tidak tahu caranya bereaksi pada perubahanku yang tiba-tiba dan dia hanya menatapku dengan kaku sambil memasang tampang bingung di wajahnya.