Bab 3Sepulang Sekolah Bersama Gadis Impianku(Bagian 7)
Aku bisa bilang apa ya? ...Banyak hal yang terjadi hari ini...
Aku kepikiran itu saat aku berjalan di jalanan yang dinaungi oleh gelapnya malam.
Hari pertama dari lompatan waktu ini penuh dengan kejadian, itu dipenuhi dengan banyak masalah dan pertemuan yang tidak terduga.
Dibandingkan dengan dulu sewaktu di kehidupanku yang sebelumnya, hari ini terasa lebih gaduh...
Lingkungannya tidak berubah, hanya aku satu-satunya yang banyak berubah, ya?...
Aku terkejut melihat perubahan yang besar seperti itu yang terjadi dalam kehidupanku sehari-hari. Meskipun satu-satunya hal yang berubah adalah mentalitasku, pengalamanku, kenanganku dan semacamnya.
Dan perbedaan yang paling mencolok adalah fakta bahwa aku mampu berbicara dengan lancar dengan gadis yang selalu aku impikan.
Aku tidak menyangka kalau aku akan bisa berbicara dengannya sebanyak ini di hari pertama...
Pikiranku melayang ke berbagai ekspresi yang Shijouin-san tunjukkan padaku sepanjang hari ini.
Hal yang meninggalkan kesan paling besar bagiku adalah senyumannya.
Aku ingin melakukan apapun yang dapat aku lakukan untuk memastikan kalau dia tetap bisa tersenyum di masa depan.
Mengenai bagaimana aku melakukannya... Aku rasa memberinya saran kapanpun dia berhadapan dengan masalah adalah cara yang tepat untuk diambil....
Itu sederhana tetapi efektif.
Aku tidak perlu membuatnya cukup kuat untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Aku hanya perlu membuatnya cukup kuat sehingga dia tidak akan jatuh depresi dengan mudahnya.
Dan untuk melaksanakan hal itu, aku harus berada di posisi di mana aku akan bisa mengobrol dengannya secara teratur... (TL English Note: Tentunya menjadi pacarnya, kamu bisa terus mendukungnya.)
Hari ini, kami berdua banyak mengobrol sampai ke titik di mana seseorang mungkin telah salah paham terhadap hubungan kami sebagai teman dekat. Sayangnya itu bukan masalahnya sih...
Shijouin-san tidak menyadari kalau dia itu gadis yang menarik. Dia berbicara secara terbuka dengan para cowok seperti itu adalah hal yang normal untuk dilakukan. Sifat kekanak-kanakannya lah yang membuatnya bertindak seperti ini, bukan karena dia memberikan perhatian khusus kepada para cowok yang dia ajak bicara.
Tetap saja, aku berhubungan lancar dengannya hari ini. Aku akan berusaha lebih banyak bergaul dengannya di masa depan selama dia tidak terganggu dengan kehadiranku. Para cowok mungkin akan iri, tetapi aku tidak peduli.
Saat aku memutuskan itu, aku merasa sesuatu muncul dari dalam dadaku.
Hah...?
Itu membuatku merasa energik, aku merasa seperti aku bisa melambung ke langit.
Apa ini? ...Mengapa aku sangat bersemangat?
Aku merasa bingung. Aku tidak mengerti apa yang terjadi denganku.
Namun tubuhku terasa ringan dan hati dirasakan dengan antusias.
Tentunya, itu wajar bagiku untuk bersemangat atas hal ini, lagipula aku mendapat kesempatan untuk tambah dekat dengan idolaku, Shijouin-san. Tetapi, aku agak menjadi sedikit terlalu bersemangat.
Saat aku sedang memikirkan hal itu, pemikiran lain masuk ke dalam benakku.
Kematianku.
Aku ingat pemikiran terakhir yang aku miliki tepat sebelum aku sekarat. Aku masih belum belum paham tentang apa itu, tetapi karena beberapa alasan, itu memberiku perasaan yang aneh.
Aku ingat kalau itu adalah sesuatu yang dapat aku lakukan, tetapi aku memilih untuk tidak melakukannya dan itu membuatku menyesal seumur hidupku.
Apa ya itu?
(TL Note: Bisa-bisanya lu lupa, hihi.)
Ih, aku terganggu sekarang... Ah... Aku sudah sampai rumah...
Sebelum aku tahu hal itu, aku sudah berada di depan rumahku.
Aku seharusnya berjalan dengan jarak yang bagus, tetapi ragaku yang lebih muda ini memang kuat dan sehat jika dibandingkan dengan ragaku yang sudah berumur tiga puluh tahun. Aku bahkan tidak merasa lelah.
Iya, ini rumahku kan... Bukan 'rumah orang tuaku', tetapi 'rumahku'...
Aku tidak sempat melihat-lihat rumah ini dari dekat karena pagi ini ibuku 'mengusirku', tetapi sekarang karena aku mampu melihat-lihat ke dalamnya, perasaan nostalgia muncul dari dalam hatiku.
Tempat ini adalah satu-satunya rumah yang benar-benar bisa aku panggil 'rumah'. Apartemenku itu hanyalah sekadar tempat untuk tidur bagiku.
Aku pulang...
Setelah beberapa saat, aku berjalan melalui pintu depan. Ini adalah rumah tempat aku tinggal sejak aku dilahirkan. Rumah ini akhirnya digusur karena keluarga kami terpecah belah di kehidupanku yang sebelumnya. Suara berderit yang dibuat pintu, goresan di dinding, dan sensasi melangkahkan kaki ke lantai kayu... Aku rindu segalanya...
Ini rumahku... Rumah keluarga kami...
Aku berjalan dengan sensasi yang berat di dadaku. Pada saat itu aku menyadari lampu ruang keluarga menyala. Itu aneh. Ibuku seharusnya belum pulang saat ini.
"Ka-kamu? ...Kanako?"
Di depanku, ada gadis mungil dengan kuncir kuda mengenakan seragam SMP.
Niihama Kanako. Dia adalah adikku (pr). Karena aku seharusnya berusia enam belas tahun sekarang, dia seharusnya berusia empat belas tahun, karena dia dua tahun lebih muda dariku.
Dia memiliki penampilan yang cantik dan populer di kalangan para cowok di sekolahnya. Sebagai tambahan, dia selalu menjadi orang yang ceria dan dia mendapatkan banyak teman, sangat berbeda jauh dariku.
"...Abang terlambat..."
Kanako berbicara dengan riang pada ibuku, tetapi dia memperlakukanku, abangnya, secara kasar.
Kami dulu berhubungan baik dan sering bermain bersama, tetapi sebelum aku tahu itu, hubungan kami jadi kacau.
Kami tidak mengabaikan satu sama lain atau semacamnya. Hanya saja, saat kami semakin tua, kami semakin sedikit saling mengobrol, kami berhenti bermain bersama atau menonton televisi bersama. Dalam beberapa hal, dia hanya mengobrol denganku ketika itu dibutuhkan dan kapanpun dia melakukannya, nada bicaranya seperti sedang berbisnis.
Di kehidupanku yang sebelumnya, hubungan kami tidak membaik. Malahan, itu bertambah buruk dari waktu ke waktu dan akhirnya terpecah. Setelah pemakaman ibuku, aku dan dia benar-benar orang asing.
"Ah... Ma-maaf Abang pulang terlambat... Abang pulang, Kanako..."
"Hah? Selamat datang kembali..."
Dia tampak bingung, tetapi itu adalah reaksi yang normal. Ini adalah masa-masanya kami mulai terasing sampai ke titik di mana kami berhenti mengobrol satu sama lain bahkan ketika kami melewati satu sama lain di dalam rumah.
"Hah, kamu hanya makan ramen gela mys ini untuk makan malam?"
"...Apa? Mengapa Abang peduli? Ibu pulang terlambat, tidak ada orang yang membuat makan malam, apa lagi yang bisa aku makan?"
Kanako berkata dengan santai sambil memegang segelas ramen di tangannya.
Benar. Meskipun ibuku seorang pecandu kerja, beliau lah orang yang memasak semuanya. Kapanpun beliau lembur, kami mau tidak mau makan makanan instan.
"Kamu tidak suka makan ramen itu terus-terusan, kan? Abang akan membuatkan sesuatu untukmu, tunggu sebentar."
"Eh? Apa??"
Dia menatapku, bingung.
Itu dapat dimaklumi. Aku belum pernah memasak apapun dulu sewaktu aku masih SMA.
Meninggalkan adikku yang kebingungan sendiri, aku mulai mencari bahan makanan. Ibu bilang beliau akan membeli beberapa bahan makanan saat perjalanan pulangnya, jadi tidak banyak yang bisa aku gunakan. Baiklah, seadanya saja...
Setelah memutuskan mau buat apa dan memakai celemek, aku mulai memasak...
Aku memasukkan nasi yang beku ke dalam oven dan sambil aku menunggu nasinya panas, aku memotong beberapa bawang merah.
Benar, aku seharusnya juga menyisakan untuk Ibu.
"Tunggu, apa...?"
Kanako melihatku dengan tampang yang bingung di wajahnya saat aku dengan santainya memotong bawang merah menggunakan pisau dapur. Aku terkikik padanya sebelum lanjut memasak.
Kemudian, aku meletakkan nasi yang sudah dilelehkan ke dalam panci, menambahkan saus tomat, bumbu dan bahan-bahan lainnya. Setelah nasi selesai dimasak, aku memindahkannya dari panci dan memasukkan telur ke dalamnya bersama dengan mentega.
Setelah memasak selama sekitar dua belas menit, omurice siap disajikan.
Sayangnya, aku tidak cukup ahli dalam membungkus nasi ke dalam telur dadar, jadi aku hanya meletakkannya di atas nasi itu.
"Ini, sudah jadi. Ambillah dan makan."
Aku membuat omurice untuk kami berdua makan dan meletakkannya di atas meja makan. Aku memanggil adikku, yang sudah terdiam sejak aku mulai memasak.
Dia sepertinya gugup, tetapi dia akhirnya duduk. Mungkin saja dia terpikat oleh aroma telurnya.
Sambil menatap ke omurice itu, dia mengangkat sendoknya...
"...Woah..."
Segera setelah dia menggigitnya. Rasanya seenak yang aku duga, enak. Aku belajar cara membuatnya dulu saat masa-masa awal kedewasaanku, tetapi aku belum pernah membuatnya lagi dalam waktu yang lama, jadi aku khawatir dengan rasanya.
"Enak. Sepertinya kamu suka ya."
Ketika aku memanggilnya, Kanako, yang sudah setengah jalan selesai memakannya, berhenti makan. Kemudian pipinya memerah karena malu saat dia menatapku dengan tatapan yang intens.
"Maaf, Abang belum bisa menjadi abang yang baik buatmu."
"Eh...?"
Ekspresinya berubah menjadi campur aduk. Dia sepertinya dia terkejut dan bingung di saat yang bersamaan.
Dapat dimaklumi. Itu adalah respons yang normal, lagipula aku mengangkat topik ini entah dari mana.
"Tetapi, Kanako, Abang mendapatkan kembali kehidupan Abang kembali, tidak hanya di sekolah saja tetapi juga. Jadi, kamu juga berhubungan dengan semua ini. Abang pikir kalau semua ini belum cukup bagi Abang untuk menebusnya, tetapi itu tidak masalah. Juga, setidaknya Abang akan berusaha untuk memasakkan makanan buatmu. Jadi, jika kamu punya permintaan, beri tahu Abang, oke?"
"...Ehh?..."
Aku mengatakan itu dengan senyuman lebar di wajahku, dia mungkin tidak mengerti apa yang terjadi dengan abangnya yang seorang kutu buku pemurung.
Sepertinya dia tidak bisa menahannya lagi. Dia tidak tahu caranya bereaksi pada perubahanku yang tiba-tiba dan dia hanya menatapku dengan kaku sambil memasang tampang bingung di wajahnya.