Takane Zettai Motokano - Seri 1 Bab 28 - Lintas Ninja Translation

Bab 28
Doi dan Teman

(TL Note: Versi English-nya bilang kalau judulnya adalah "Dia dan Teman". Mungkin saja kalau judul aslinya itu "Pacar dan Teman". Mengingat bahasa Jepang dari "Dia (pr)" dan "Pacar (pr)" itu sama-sama "Kanojo (彼女)". Jadi kami menggunakan kata "Doi" yang maknanya adalah "Pacar" dan ejaannya mirip dengan "Dia".)

"Nagisen, maafkan aku...."

Masih ada beberapa waktu sebelum aktivitas klub dimulai. Sepulang sekolah, di perpustakaan, dengan tidak ada siapapun di sana, Nakano-san meminta maaf padaku.

"Dengan mengatakan "Maafkan" ..... Apa yang kamu maksud itu untuk tiket rekaman terbuka itu?"

"...Aku, Yui Nakano, meminta maaf karena membuatmu melalui itu. Memikirkan teman-temanku dan semua itu hanyalah sebuah alasan. Aku itu orang yang bebal, wanita yang buruk yang mencoba untuk menghancurkan kebahagiaan orang-orang..."

"Tidak, tidak, kamu itu berlebihan.... Aku sama sekali tidak bermaksud untuk menyalahkan Nakano-san."

"Kamu harus menyalahkanku, jika tidak aku tidak akan mampu untuk memaafkan diriku sendiri. Ikat aku dengan tali tambang atau sesuatu, dan kamu boleh jadi seagresif yang kamu inginkan...!"

Nakano-san meletakkan lengannya di belakang punggungnya untuk menunjukkan tidak adanya perlawanan – Menghadapinya saja pada keadaan ini dapat membuat itu seperti kami melakukan sesuatu yang mencurigakan.

"Aku bahkan tidak berpikir tentang mengikat atau apapun semacam itu... Nakano-san, Kata-katamu kembali seperti waktu kamu berada dalam fase burukmu."

"Ah! ...Ma-Maafkan aku. Di saat seperti ini adalah saat di mana cara bicara gyaru-ku keluar."

Dia sepertinya lebih seperti seorang yankee daripada seorang gyaru, tetapi aku tidak akan mengatakan apapun lebih dari itu.

"Jadi... Kamu tahu kalau kamu memberikanku tiket, aku akan pergi. Apakah itu benar?"

"...Aku juga memperhatikan kalau kamu dan Takane-san tiba-tiba menjadi akrab. Tetapi aku kira Nagisen selalu memiliki cinta yang bertepuk sebelah tangan pada Kiri-chan, jadi aku menjalankan rencana ini sendiri."

Cinta yang bertepuk sebelah tangan – Tentu saja, Nakano-san benar. Bukannya Asatani-san pernah bilang padaku kalau dia menyukaiku.

Meskipun begitu, selama Asatani-san kalau dia adalah 'mantan pacar'-ku, aku tahu kalau dia menganggap pengakuan cintaku sebagai pengakuan cinta.

"....Aku mengakui perasaanku pada Asatani-san dan telah dicampakkan. Tepat setelah aku mulai masuk SMA."

"...Nagisen melakukan itu? Para senpai-ku sering menggodaku karena kurangnya kepekaanku, jadi... apa yang kamu maksud dengan... 'mengakui'...?"

Nakano-san benar-benar bingung – Tidak heran karena aku tidak memikirkan tentang pengakuan cinta saat hari kelulusan sebelumnya juga.

Aku harap aku belum pernah bilang padanya waktu itu. Itu karena aku takut kalau (hubungan antara) aku dan Asatani-san akan merenggang di SMA – Aku memang berharap kalau kami akan berada di kelas yang sama, tetapi itu bukanlah suatu kepastian.

"....Jadi... Apakah aku melakukan sesuatu yang tidak dapat dimaafkan...?"

"...Tidak. Aku sangat berterima kasih pada Nakano-san. Aku memiliki alasan tersendiri mengapa aku ingin pergi ke rekaman terbuka."

"Apakah kamu merujuk pada rumor yang mengatakan bahwa para penggemar mungkin saja menunggunya?"

Aku mengangguk. Kemudian aku memberi tahunya kalau aku dapat berjumpa dengan Asatani-san dan kalau kami terus bersama sampai mobil yang menjemputnya datang.

".....Nagisen, kamu melakukan hal-hal ketika kamu harus melakukannya, iya kan? Bahkan terkadang kamu pun berani."

"Karena dia seorang selebriti dari kelasku, dan orang-orang sepertinya sangat bersemangat untuk berjumpa dengannya..."

"Kamu jadi rendah hati lagi. Nagisen tidak seperti orang lain bagi Kiri-chan, bukan? Dan bukan hanya kalian berada di kelompok yang sama."

"Haha.... Tidak juga. Itulah alasan mengapa dia mencampakkanku."

Aku suaraku tidak memiliki kekuatan apapun, tetapi itu membutuhkan banyak keberanian untuk mengatakannya, meskipun itu adalah kebenaran. Meskipun Nakano-san tidak mengatakannya secara langsung, dia pasti mendukungku dan Asatani-san.

Pastinya tidak ada apa-apa yang perlu Nakano-san khawatirkan. Ini adalah salahku karena aku tidak memberi tahu tentang hubunganku dengan Asatani-san.

"...Nagisen, ini bukan berarti kamu segera beralih dari Asatani-san ke Takane-san atau apapun, bukan?"

"Iya... Itu mungkin memang terlihat begitu, tetapi sebenarnya itu tidak benar."

"Ada begitu banyak yang terjadi, iya kan? Seperti bagaimana kamu dan Takane-san jadi sangat dekat, ketika aku berusaha mencari waktu yang tepat untuk mengobrol dengan Nagisen... Ya~~."

Nakano-san menghela napas dalam-dalam – Dia sepertinya memiliki banyak hal yang terlintas dalam benaknya.

"Jadi... E-Em, apakah kamu memberi tahu Takane-san bahwa kamu pergi ke rekaman Kiri-chan...?"

"Aku memberi tahunya. Dan aku berjanji untuk pulang bersamanya..."

"...Jika dia marah, kamu bisa menyalahkan semuanya padaku. Kamu bisa bilang kalau kamu dijebak (diatur) oleh Yui Nakano yang hina ini."

"Aku tidak akan mengatakan itu. Yang lebih penting, tolong perhatikan (jaga) aku ketika aktivitas klub dimulai."

"O-Oh... Itulah apa yang seharusnya aku katakan juga, aku juga masih baru di sini..."

Pada awalnya, Nakano-san merasa bertanggung jawab, tetapi tidak perlu baginya untuk merasa tidak enak. Sepertinya dia lebih khawatir tentangku ketimbang tentang menjebakku.

Satu-satunya hal yang tersisa yang harus aku lakukan adalah mencari tahu apakah Takane-san telah memaafkanku. Sepulang sekolah kemarin, dia sepertinya memiliki sesuatu untuk dilakukan, dan kami hanya mengobrol sedikit tadi malam.

"Nagisen."

"Hmm?"

Saat aku baru saja ingin meninggalkan perpustakaan, aku berhenti. Ketika aku berbalik arah, aku melihat Nakano-san bergegas ke arahku dengan berlari kecil.

"Senang bisa mengobrol denganmu lagi. Aku tidak akan mengganggumu dengan hal-hal aneh lagi, jadi apakah kamu akan berteman denganku?"

"Tidak ada hal yang aneh yang telah terjadi. Aku rasa Nakano-san melakukan sesuatu yang kamu lakukan karena kamu pikir itu adalah hal yang benar untuk dilakukan, dan aku tidak merasa seperti sedang dijebak."

Ketika aku sekali lagi menegaskan ini, mata Nakano-san sedikit basah, dan kemudian dia menatap ke arah lain, menyeka wajahnya dengan lengan bajunya, dan kemudian menatapku.

"Kamu seperti itu, iya kan, Nagito-kun? Kamu tidak pernah mengatakan apapun yang buruk tentang siapapun."

"...Aku penasaran apakah kamu lebih menghormatiku ketika kamu tidak memanggilku Nagisen?"

"Haha, aku sudah ketahuan. Tetapi, itu tidak sebenarnya tidak benar sama sekali, kamu tahu? Sebenarnya aku memanggilmu Nagisen dengan segala hormatku. Begitulah, aku ini sedikit bodoh, tetapi aku sangat menantikan untuk bisa terus bekerja sama denganmu."

"Bodohnya sedikit ya... Oh, baiklah."

Itu sama ketika masih di SMP. Kami tidak selalu menghabiskan waktu bersama, tetapi ketika kami berjumpa satu sama lain, kami akan mengobrol untuk waktu yang lama.

Ketika aku berjalan keluar dari perpustakaan, Nakano-san melambai padaku dengan kibasan tangannya. Aku kira kami akan terpisah, tetapi kami berada di klub yang sama di SMA, dan tampaknya kami akan memiliki hubungan yang langgeng.

Takane-san bilang kalau dia akan menungguku di tempat parkir sepeda. Jadi aku bergegas, tidak ingin membuatnya menunggu terlalu lama–.

Seperti biasanya, Takane-san berdiri dengan postur yang baik. Dan di sebelahnya, ada Asatani-san.

Ini – Mungkinkah ini saatnya bagiku untuk dieksekusi?

Aku pergi untuk mengamati rekaman publik Asatani-san ketika aku masih berpacaran dengan Takane-san. Dan meskipun Asatani-san tidak menyadarinya, dia menciumku secara tidak langsung dengan sekaleng kopi – Tidak, jika Asatani-san tidak peduli, dia tidak akan memberitahukan itu pada Takane-san.

"Ah, ia kaku. Nagi-kun imut seperti itu, iya kan?"

"....Asatani-san, meskipun kita telah membicarakan tentang ini, itu..."

Takane-san mencoba untuk menghentikannya, tetapi Asatani-san menghampiriku – Langkah kakinya sepertinya lebih lincah.

"Maafkan aku, Nagi-kun. Aku meminjam Takane-san sepulang sekolah kemarin."

"...Kamu bersama dengan Takane-san...?"

"Iya. Ternyata memahamiku lebih dari yang aku kira... Kami memutuskan untuk akrab mulai dari sekarang. Kami berteman secara resmi sekarang."

"Aku penasaran apakah itu aneh untuk menyebutnya 'resmi'." Asatani-san berkata saat dia melihat ke belakang ke arah Takane-san.

'Berteman' – Aku sadar bahwa itu tidak sama dengan 'berteman' denganku, tetapi pembicaraan ini juga terlalu cepat bagiku untuk dipahami.

Mereka berdua, yang sepertinya selalu menahan diri satu sama lain, tentu tampak akrab dengan baik. Tetapi aku apakah itu mungkin bagi sebuah pertemanan bisa terbentuk di antara 'pacar yang sekarang' dan 'mantan pacar'.

"Aku hanya ingin memberi tahumu bahwa aku menunggumu. Aku berpikir kalau aku belum cukup berterima kasih pada Nagi-kun karena telah datang ke rekaman itu... Aku ingin berterima kasih padamu lagi lain kali, dan Takane-san bilang kalau boleh setidaknya mengeteh bersamamu."

Meskipun aku berpacaran dengan Takane-san, akan menjadi ide yang buruk bagiku untuk pergi ke kafe hanya berdua dengan Asatani-san – Pemikiran ini belum berubah, tetapi jika dia mengizinkanku, aku tidak akan bisa menolak Asatani-san lain kali dia mengajakku.

"...Apakah kamu terganggu, Nagi-kun? Jika aku berada di sekitar kalian berdua seperti ini?"

Dikatakan bahwa pria dan wanita yang telah telah putus di dunia ini dapat terus berteman bahkan setelah menjauhkan diri satu sama lain. Tetapi aku tidak merasa itu realistis, dan aku berpikir kalau orang-orang yang dapat melakukan itu pasti memiliki keadaan yang istimewa.

Sekarang, Asatani-san memintaku untuk melakukan hal yang sama. Tetapi apakah itu berarti bahwa kami akan berteman di masa depan, seperti yang dia bilang, kemudian dia tidak akan mengubah pendapatnya.

Takane-san juga berjalan ke sebelah sini, menatap Asatani-san, dan kemudian tersenyum padaku. Dia sepertinya tidak kewalahan atau apapun.

"Itu tidak masalah denganku. Tidak peduli betapa menariknya Asatani-san itu, aku tidak akan kalah."



Asatani-san itu temanku, dan Takane-san itu pacarku – Seharusnya tidak pernah baginya untuk menyatakan bahwa dia tidak akan 'kalah'.

Aku merasa seperti ada bagian yang yang hilang. Tetapi mereka berdua tampaknya bergerak maju meskipun begitu. Sepertinya tidak bijaksana untuk ikut campur.

"Kalau begitu... Semoga hari kalian berdua menyenangkan. Lain kali, aku berbelanja bersama Takane-san dan Yui-chan, bisakah Nagi-kun ikut juga? Kita akan berkaraoke."

"Eh... Bu-Bukankah itu hanya acara kumpul-kumpul anak cewek...?"

"Tidak, tidak sama sekali, aku lebih senang kalau Nagito-san ikut juga... Tetapi sebelum itu, jika memungkinkan..."

Melihat kepeningan Takane-san, aku terlambat menyadari. Aku pikir dia mencoba memberi tahuku kalau dia ingin ketemuan berduaan saja denganku. Aku tidak bisa membayangkan betapa hebatnya itu, tetapi itu akan menjadi kehormatan besar – Ini tidak bagus, terlalu banyak informasi untuk disortir.


"Oh, itu benar. Bukan berarti aku peduli dengan kencan pertama kalian. Jika memungkinkan, mari kita nongkrong bersama saat Pekan Emas."

Pembicaraan ini telah berkembang, tetapi aku penasaran mengapa Takane-san bertingkah sangat berbeda.

Seolah-olah dia tahu kalau aku ingin bertanya, Asatani-san mundur selangkah dan mendorong Takane-san di depanku.

"Aku mendukung kalian berdua, Nagi-kun dan Takane-san."

"...Terima kasih, Asatani-san."

"Aku sudah bilang sebelumnya, tetapi sekarang ini sedikit berbeda. Bukan cuma mendukung saja."

Sebelum aku dapat bertanya apa yang dia maksud, Asatani-san mendekatiku dan meninggalkan suara kerennya di telingaku.

"Aku memberi tahunya tentang ciuman tidak langsung itu."

"....."

Dia tidak mengatakan apapun lagi. Dia melambai dan segera pergi – kuncirnya tertiup angin, dan bahkan penampakan dirinya berlari berubah menjadi adegan yang sangat mengesankan.

"...Maafkan aku, aku tidak memberi tahu Nagito-san kalau aku sudah mengobrol dengan Asatani-san."

"Ti-Tidak... Aku hanya sedikit terkejut. Jika itu apa yang Takane-san ingin lakukan, aku... aku rasa itu bagus bagi kalian berdua sepertinya jadi saling mengenal."

"Kami hanya sedikit curhat, karena kami saling membenci satu sama lain.... Lagipula kami kan saingan."

"Saingan... Dengan Asatani-san?"

"Untuk saat ini, kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Aku juga memiliki sesuatu yang aku pikirkan tentang Asatani-san... Dan itu tidak semuanya baik."

Itu tidak benar – Takane-san itu orang yang sangat baik.

"...Nagito-san. Apakah kamu tidak ingin minta maaf padaku?"

"Minta maaf... Oh, iya. Ketika aku mengantar Asatani-san pulang..."

"Iya. Itu sangat buruk sekali. Aku saja belum pernah melakukan sesuatu seperti itu. Meskipun aku itu 'pacar'-mu 'yang sekarang'."

Kata-kata itu sangat lembut, meskipun dia sedang memarahiku. Jika dituduh dengan lembut begitu akan menjadi kebiasaan – Aku akan benar-benar ketagihan tentang itu.

Aku sudah tahu itu.

Aku mencintai Takane-san. Bahkan jika ada kehadiran Asatani-san, aku tidak dapat menggoyahkan perasaan itu.

"Itulah mengapa... Untuk beberapa saat, mengapa kita tidak memainkan sebuah gim?"

Takane-san mengeluarkan sekotak kecil makanan manis dari tas sekolahnya. Itu adalah salah satu dari yang populer itu dapat kamu temui di toko manapun.

"Takane-san, itu..."

"Katakan saja seorang teman memberikan ini padaku. Aku benar-benar tetap tidak menonjol di sekolah, tetapi... Hanya untuk hari ini, aku akan membuat pengecualian...."

Pretzel cokelat stroberi. Takane-san mengeluarkan salah satu dari makanan itu dan menawarkannya padaku.

Intuisiku, yang biasanya tidak bekerja, memberi tahuku bahwa 'teman' yang Takane-san sebut adalah Asatani-san, yang barusan ada di sini.

"...Ahn..."

Seseorang mungkin saja memperhatikan kami, tetapi tidak ada tanda-tanda siapapun di tempat parkir sepeda di mana kami berada saat ini.

"... Kalau begitu, aku akan menerima tawaranmu..."

Aku sendiri sudah bersedia untuk makan pretzel yang Takane-san tawarkan padaku.

"...Kena kamu."

Tiba-tiba, pretzel itu ditarik ke samping. Dan sebagai gantinya, aku merasakan sentuhan lembut di pipiku.

Sebuah ciuman – Takane-san meletakkan tangannya, tangan yang tidak memegang pretzel itu, ke bahuku dan berjinjit. Dia kemudian meletakkan bibirnya di pipiku.

"...Takane-san."

"......"

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Takane-san menatapku dan sekali lagi menawarkan pretzel itu padaku.

Meskipun aku bingung, aku membuka mulutku agar mengerti apa yang dia minta padaku, dan dia secara perlahan meletakkan pretzel di mulutku.

Setelah membiarkanku memakan setengah dari pretzel itu, Takane-san memakan setengah lainnya. Kemudian dia berkata dengan nakal, yang mana aku merasa itu tidak mungkin keluar dari kepribadiannya yang selalu keren.

"Ciuman tidak langsung bahkan tidak membuat ini setara...."

Sebagian besar waktu ini aku pikir dia itu bagaikan bidadari.

Dia bilang dia mencintai diriku yang seperti ini, dan dengan begini, dia memberikanku kebahagiaan yang bahkan tidak bisa aku gambarkan.

Dia merasa sangat malu sampai wajahnya berubah merah, tetapi dia ingin melakukan sesuatu seperti itu barusan.

Dia tidak ingin kalah dari Asatani-san, dan itu bukan karena dia memaksakan dirinya sendiri. Jika itu apa yang ingin dia lakukan, maka itu akan menjadi apa yang akan dia lakukan.

"Ketika itu berkaitan dengan cintaku pada Nagito-san, tidak ada satupun yang bisa menandinginya."

Aku masih tidak dapat mendengar segalanya tentang apa yang Takane-san bicarakan dengan Asatani-san.

Asatani-san bilang kalau dia akan mendukungku dan Takane-san. Namun, dia juga kalau itu bukan hanya itu saja. Aku masih tidak dapat membayangkan apa maksudnya itu – Aku masih belum memahami Asatani-san.

Tetapi aku tidak bisa apa-apa selain memikirkan masih ada lagi yang lebih dari itu. Jika ada suatu alasan bagi Asatani-san untuk mencampakkanku, aku mungkin akan mampu bertanya padanya suatu hari. Itu mungkin sesuatu yang bisa kami bicarakan sebagai 'teman'.

"...Bolehkah aku berjalan pulang denganmu setengah jalan hari ini."

"Iya, aku juga sudah lama ingin melakukan itu."

"......"

Aku pikir akan biasa terasa sepi jika kami hanya pergi bersama sampai ke pintu gerbang sekolah. Aku tidak dapat menuangkan semuanya ke dalam kata-kata, tetapi aku berharap bahwa perasaanku telah tersampaikan.

"Apakah ada suatu tempat yang kamu mau mampir ke sana di sepanjang jalan, Takane-san?"

"...Aku dengar kalau kita bisa membeli buku untuk dibaca untuk aktivitas klub kita. Apakah kamu mau pergi ke toko buku?"

"Itu ide yang bagus. Jika kita menemukan buku yang keren, kita bisa saling bertukar buku... Atau apakah itu terlalu tidak tahu malu?"

"Ti-Tidak. Itulah apa yang aku pikirkan juga. Aku ingin membaca buku apapun yang kamu baca, Nagito-san."

Kami berjalan sampai ke pintu gerbang sekolah dengan sinkronisasi yang sempurna, tidak peduli apakah orang-orang akan melihat kami. Dia memberi tahuku penulis seperti apa yang dia suka, dan untuk beberapa alasan, dia memberi tahuku buku seperti apa yang Nakano-san dan Asatani-san suka – Terkadang aku kagum, dan terkadang aku dibutakan oleh senyumannya.


←Sebelumnya               Daftar Isi            Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama