Genjitsu de RabuKome Dekinai to Dare ga Kimeta? [LN] - Jilid 3 Bab 5 - Lintas Ninja Translation

Bab 5
Siapa yang Memutuskan Bahwa Pengurus OSIS itu Hanya Sekadar Anggota OSIS?

"Cek, cek, satu, dua, tiga."

Suara mikrofon bergema di seluruh gimnasium SMP Kyougoku Higashi. Aku duduk di salah satu bangku lipat yang berjejer di dekat pintu masuk dan menguap lebar.

Untungnya, hari ini tidak terlalu panas. Asalkan pintu di keempat sisi terbuka, panasnya masih dapat ditoleransi, dan suhu tidak sampai membuatku berkeringat cuma dengan duduk di sini saja. Aku menikmati hembusan angin sesekali sambil menatap ke depan.

Gladi resik awal hari ini terutama buat memeriksa seberapa banyak penampilan panggung yang dapat ditangani oleh peralatan pencahayaan dan suara yang ada, serta melihat apa ada peralatan lain yang dibutuhkan. Jadi, tidak ada dekorasi di panggung, cuma mimbar yang telah dipindahkan ke samping.

Di atas panggung, orang-orang yang tampaknya Pengurus OSIS sibuk bolak-balik membawa kabel dan penguat.

Di ujung gimnasium, ada beberapa siswi yang tampaknya tidak terkait dengan Pengurus OSIS, berkumpul dan berbincang dengan antusias. Beberapa di antaranya tampak kayak orang-orang yang pernah aku lihat di tempat konser, jadi mereka mungkin teman-temannya Otsuki-san. Mereka mungkin datang ke sini karena penasaran setelah mendengar rumor hari ini.

Ah iya, Otsuki-san, yang bertanggung jawab atas ajang hari ini, belum hadir.

"Senpai, apa kamu mau teh?"

"Ah, terima kasih banyak."

Seorang siswa cowok kelas tujuh, yang kayaknya, dari Pengurus OSIS, membawa secangkir teh kertas buatku.

Cowok itu sudah siap. Aku ada di sini cuma karena diundang, dan jujur saja, aku rasa tidak ada yang berguna yang dapat aku kontribusikan saat ini.

Sambil memikirkan hal itu dan meneguk minuman, cowok itu tampak agak gelisah saat juga menawarkan cangkir pada Uenohara, yang duduk di sampingku.

"Eum, Uenohara-senpai, silakan ambil ini juga!"

"Terima kasih," jawab Uenohara dengan senyuman bisnis yang sempurna. Cowok itu memasang ekspresi yang cocok dengan efek suara "Zukyun!" lalu membungkuk dan berlari pergi.

Ah, begitu ya. Jadi itulah sebabnya aku mendapat pandangan aneh dari cowok-cowok sejak beberapa waktu lalu. Iya, dari sudut pandang cowok-cowok SMP, Uenohara memang tampak kayak mbak-mbak yang cantik, bukan? Uenohara tampak tenang dan tampak sangat dewasa.

Tetapi perhatikan baik-baik, para pemuda. Ada satu hal yang masih berada di level SMP (sisa kalimatnya hilang).

"Huah..."

Aku menguap lagi, memikirkan hal-hal bodoh. Itulah yang terjadi saat kita begadang semalaman dan otak kita masih dalam mode tengah malam...

Uenohara, yang telah mengamatiku dari sudut matanya, membuka mulutnya. Ah iya, hari ini memang hari libur, tetapi karena kami akan masuk ke sekolah lain, kami berpakaian rapi dengan seragam.

"Kamu begadang lagi, ya?"

"Iya, sampai menit terakhir."

"Bukannya itu berbahaya kalau kita masuk tanpa latihan sama sekali?"

"Kita akan melakukannya tanpa persiapan. Bagaimana denganmu? Kamu itu pemula total, bukan?"

"Itu, bagian ini tidak memerlukan banyak usaha. Aku sudah menghabiskan seluruh waktu luangku."

"...Apa kamu serius?"

Di sana dia, Pelatih Uenohara. Dia sangat ketat dalam hal latihan khusus...

"Selain itu, mengenai peraturan yang kamu minta aku selidiki, aku rasa kita dapat memenuhi persyaratannya. Masalahnya yaitu apa yang terjadi setelah itu."

"Begitu ya... ...Oke, kalau secara teori mungkin, mari kita coba dulu. Kita dapat memikirkan sisanya nanti."

Setelah melaporkan kemajuan masing-masing, Uenohara berdiri. "Iya, sudah waktunya. Aku akan membantu urusan suara."

"Hah? Bukannya kamu akan menyaksikan dari sini?"

"Aku bahkan lebih kayak orang luar ketimbang Kouhei. Paling tidak aku mesti bantu-bantu dengan sesuatu."

Uenohara memang selalu sangat teliti...

Uenohara mengambil gelas kertas kosong dan kembali ke cowok itu. Cowok itu membuatnya berteriak "Zukyunn!" sekali lagi, lalu masuk ke ruang suara di samping panggung.

Iya, aku sudah cukup meminjam bantuan Uenohara. Sekarang saatnya aku menangani segalanya dengan benar sendiri.

"─Maaf aku terlambat, semuanya!"

─Otsuki-san datang.

Aku menoleh ke arah pintu masuk.

Di sana berdiri Otsuki-san, terengah-engah, bersama target utama hari ini ─ Senpai, Hinoharu-senpai.

─Persyaratan terpenuhi.

Pada saat yang sama, Ajang "Pembujukan Hinoharu Sachi: Revolusi" dimulai pada saat ini.

'Kunci Kedua' yang belum digunakan─.

Sekarang, aku akan melepaskannya dalam bentuk yang jauh lebih terampil ketimbang yang direncanakan semula.

*

"Miki, kamu terlambat!"

"Iya, Dasar Pemalas!"

"Kami sudah selesai menyiapkan segalanya!"

"Maaf, maaf! Tetapi aku beli beberapa camilan, kok!"

Otsuki-san membungkuk dengan tangan di depan dadanya, kantung plastik besar yang menggantung di lengannya berderak saat dia bergegas mendekati Pengurus OSIS.

Saat melewatiku, Otsuki-san melirik ke arahku dan membungkuk dua kali, yang aku jawab dengan mengangkat tanganku.

Komando: "Semuanya sudah baik-baik saja." —dan tanpa ragu, Otsuki-san yaitu MVP kali ini.

Aku mengangguk puas dan berpaling buat melihat Hinoharu-senpai. Saat menyadari pandanganku, Hinoharu-senpai kaku.

...Itu reaksi yang cukup kasar dari awal.

"Halo, Hinoharu-senpai."

"Me-Mengapa kamu ada di sini, Nagasaka-kun...? Bukannya kita mestinya ketemuan berduaan hari ini...?"

"Aku yang minta Otsuki-san buat merahasiakannya. Aku kira kamu mungkin tidak akan datang kalau aku ada di sini."

Hinoharu-senpai mengalihkan pandangannya, tampak tidak nyaman, dan memeluk dirinya sendiri dengan satu tangan.

—Akulah yang meminta Otsuki-san buat menjemput Hinoharu-senpai.

Aku kira Hinoharu-senpai tidak akan dapat menolak kalau seorang kouhai datang buat menjemputnya, tetapi alasan utamanya yaitu aku mau Hinoharu-senpai mengenal kayak apa Otsuki-san sebelum ketemuan dengannya.

Lagipula, Otsuki-san itu cewek yang telah dipengaruhi oleh Hinoharu-senpai sampai-sampai bahkan aku menyadarinya saat pertemuan pertama kami. Kalau Hinoharu-senpai berinteraksi langsung dengan Otsuki-san, Hinoharu-senpai pasti akan memahami betapa miripnya cewek ini dengan dirinya di masa lalu.

Dan aku juga telah meminta Otsuki-san buat memberikan petunjuk pada suatu saat kalau dia berhasil karena dia telah jadi kayak Hinoharu-senpai di masa lalu—"Titik Alur" begitu saja.

Inilah hal terpenting buat memaksimalkan efek dari "Ajang" yang akan datang.

—Saat aku sedang kepikiran kayak gini, aku menyadari kalau Hinoharu-senpai berusaha pindah ke tempat yang jauh dariku.

"Ah, ayolah, mengapa kamu pergi sejauh itu? Mereka bahkan sudah menyiapkan bangku buatmu."

"Bukan berarti kita mesti duduk sampingan..."

"Itu tidak boleh. Kita itu mestinya sedang pacaran, ingat?"

"...?"

Hinoharu-senpai memiringkan kepalanya, tampak bingung, tidak paham apa yang aku bilang.

Mengabaikan reaksinya yang wajar, aku menepuk bangku di sampingku.

"Tuh kan, kayaknya kita sedang bertengkar kalau duduk sejauh ini. Duduk saja di sini dengan tenang agar tidak membuat suasana canggung."  

"...Eh? Maaf, aku sama sekali tidak paham."

"Keluhkan saja ke cowok tampan di sebelah sana."

Kataku, memberi Hinoharu-senpai jempol dan menunjuk ke sisi panggung, di balik tirai.

—Iya, di sebelah sana.

Salah satu "karakter utama" hari ini, Torisawa, sedang mengatur penguat sambil memegang gitarnya.

"Eh? Mengapa Torisawa-kun juga ada di sini...?"

Gumam Hinoharu-senpai, kebingungannya semakin dalam.

"Iya, Torisawa itu salah satu orang yang terlibat. Itu wajar, bukan?"

"...Begitu ya. Jadi, alumni yang mereka undang itu Torisawa-kun...?"

Jadi, Otsuki-san, kamu juga menyembunyikan hal itu, ya? Kamu mau meningkatkan efek kejutan... ...Kalau begitu, kamu benar-benar seorang penghibur sejati.

"Ah, ah. Cek, cek."

Dan kemudian, suara Otsuki-san bergema lewat pengeras suara.

Aku menengadah dan melihat Otsuki-san berdiri di atas panggung, memegang mikrofon nirkabel, dan menatap kami.

"Apa volume suaranya sudah pas buat kalian, Para Senpai?"

"Oke!"

Aku menjawab dengan keras, sambil membuat lingkaran besar dengan tanganku di atas kepalaku.

Otsuki-san menjawab, "Terima kasih banyak!" dan berdehem.

Dan kemudian—

"Oke, maka — Pengurus OSIS! Berbarislah!"

—Otsuki-san memberikan perintah yang tegas dan pasti.

Segera, Pengurus OSIS bergegas naik ke atas panggung dan berbaris rapi. Gerakan mereka cukup cepat dan terkoordinasi dengan baik.

"Hari ini, kita beruntung mendapatkan bimbingan dari Para Senpai kita selama waktu berharga kalian. Mari kita berusaha sebaik mungkin agar tidak menyia-nyiakannya. Semuanya, membungkuk!"

"Terima kasih banyak atas bimbingan kalian!"

Salam hormat mereka yang teratur dan membungkuk 90° begitu mengesankan sampai-sampai aku tanpa sadar bersiul.

—Wah, ini luar biasa. Otsuki-san pasti sangat dipercaya oleh pengurus lainnya...

Karisma itu mungkin karena Otsuki-san, tetapi mungkin juga karena organisasi tersebut sudah punya dasar kayak gitu sejak awal.

Mungkin dua-duanya... ...ya?

"...Kamu luar biasa, Otsuki-chan. Kamu jauh lebih terorganisir ketimbang aku."

Gumam Hinoharu-senpai pada dirinya sendiri.

Lalu, Hinoharu-senpai mengangguk sekali dan duduk di sampingku.

"Iya, mari kita tidak memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Mari kita dukung mereka dengan sepenuh hati."

"...Tentu saja."

Dengan bilang begitu, Hinoharu-senpai menghadap ke depan.

Wajah Hinoharu-senpai, buat pertama kalinya dalam beberapa waktu, tampak bersemangat dan segar.

"Kalau begitu, mari kita mulai dengan pemeriksaan peralatan! Pertama-tama, kita akan mulai dengan pengeras suara  utama ─ dan lanjutkan dari sana!"

─Dan begitulah, latihan pra-gladi resik pun dimulai.

*

Di dalam gimnasium yang ramai, suara seorang siswa cowok bergema lewat mikrofon.

"Lalu, bagaimana pencahayaan sampingnya?"

"Tunggu, cahayanya kurang terang. Kalau mereka menggunakan seluruh panggung buat pertunjukan mereka, bagian ujung  akan terlalu gelap. Aku rasa ada lampu sorot cadangan di Ruang Penyimpanan Penjasorkes, jadi bisakah kamu mengambilnya?"

"Ah, aku tidak tahu soal itu!"

"Dalam hal itu, lebih baik kalian membawanya ke sini dan mengaturnya. Itu berat, jadi sebaiknya kalian pergi dengan dua orang. Hati-hati saat naik tangga."

"Dimengerti!"

"Bagaimana tata suaranya?"

Kemudian, suara seorang cewek terdengar dari arah yang berbeda.

"Tata suaranya terdengar agak terdistorsi... ...Bagaimana penyesuaian keseimbangannya? Apa sudah diatur dengan benar?"

"Kami memang sedang mengerjakannya, tetapi kayaknya sudah mencapai batasnya..."

"Hmm, keluaran pengeras suaranya kurang... ...Paling tidak menambahkan subwoofer mungkin dapat membantu. Aku tahu kalau ada toko di kawasan perbelanjaan yang menyewakan peralatan, jadi aku dapat memberikan informasi kontak mereka. Mereka akan memberikan diskon kalau kalian menyebutkan namaku."

"Iya, itu akan sangat membantu! Terima kasih banyak!"

...Kayak yang diharapkan, Hinoharu-senpai memang luar biasa.

Bukan cuma nasihat Hinoharu-senpai yang akurat, tetapi pengalaman dan koneksinya di distrik perbelanjaan juga sangat kuat. Tidak ada yang dapat menyainginya dalam hal mengatur ajang kayak gini.

Namun, Hinoharu-senpai tetap pada pendiriannya buat cuma memberikan dukungan dan tidak pernah mengambil inisiatif buat mengusulkan sesuatu kecuali kalau diminta.

Aku tidak tahu apa itu karena Hinoharu-senpai mempertimbangkan posisinya sebagai orang luar atau apa dia cuma menahan diri saja.

Sebagai hasilnya, sesi latihan pra-gladi resik berjalan lancar—.

"─Dan itu yang terakhir!"

Otsuki-san mengumumkan sambil melirik jadwal di tangannya.

Aku juga ikut memberikan beberapa saran di sana-sini. Soal cara membuat adegan lebih dramatis dan sebagainya—wawasanku soal kisah komedi romantis tampaknya berguna dalam hal ini.

Tanpa aku sadari, sudah lewat pukul 16.00 sore, dan cahaya yang masuk lewat jendela punya nuansa kemerahan yang kuat.

"Buat hal terakhirnya, kami mau melakukan simulasi lengkap dari penampilan sebenarnya. Senpai, kami menghargai masukan kalian setelah mendengarnya."

Hinoharu-senpai mengangguk diam-diam, dan aku menanggapi dengan membentuk huruf 'O' menggunakan jempolku dan jari telunjukku di atas kepalaku.

"Selain itu, ada sesuatu yang mau aku sampaikan pada semua orang."

─Dan pada saat itu.

Otsuki-san berpaling pada Pengurus OSIS SMP Higashi.

"Inilah sesuatu yang mau kami rahasiakan dari siswa-siswi lainnya ─ setelah penampilan selama ajang utama, kami berencana buat mengejutkan mereka dengan lagu ankora."

Lingkungan sekitar tiba-tiba jadi ramai.  

"Kami akan berlatih lagu itu sekarang. Kalau kami melakukannya selama gladi resik utama, semua orang akan tahu, jadi kami mau melakukannya lebih awal."

Mendengar kata-kata itu, sorak sorai antusias pun pecah.

Hah, jadi begitulah cara mereka memutuskan buat menggunakannya. Itu memang alasan yang cerdas. Ngomong-ngomong, cewek itu pasti punya bakat kisah komedi romantis. Semoga cewek itu masuk ke SMA Kyou-Nishi tahun depan, lalu dia dapat sepenuhnya mengembangkan potensi kisah komedi romantisnya.

"Mari kita tutup tirainya buat saat ini dan nyalakan lampu juga! Tidak usah khawatir soal detailnya, lakukan saja apa yang terasa tepat! Tutuplah gorden di jendela juga!"

Suasana sekitar jadi ramai dengan kegembiraan.

Di atas panggung, Torisawa, yang bertanggung jawab atas pertunjukan, diam-diam mengeluarkan gitarnya dan bersiap buat bermain di depan penahan mikrofon. Semua orang mundur, meninggalkan panggung cuma buat Torisawa.

"Apa? Pertunjukan langsung oleh Torisawa-senpai!?"

"Ini benar-benar beruntung!"

"Ah, terima kasih banyak, ini luar biasa!"

Di depan panggung, para penggemar cewek jadi gempar.

Dengan suara "shh, shh", tirai hitam yang menghalangi cahaya ditutup, dan ruangan perlahan-lahan jadi gelap.

Tirai listrik perlahan-lahan menutup dari kedua sisi, akhirnya menyelubungi panggung dalam kegelapan.

"Wah, itu luar biasa! Pasti akan membuat semua orang bersemangat..."

Hinoharu-senpai, yang duduk di sampingku, tidak dapat menahan kegembiraannya, wajahnya bersinar dengan antisipasi.

Okelah kalau begitu...

"Akhirnya tiba juga. Aku benar-benar mau kamu mendengarkan lagu ini, Hinoharu-senpai."

"Eh...?"

"Kamu itu jago Sastra Jepang, bukan? Jadi, perhatikan liriknya sambil mendengarkan."

Aku tersenyum lebar pada Hinoharu-senpai, yang menatapku dengan ekspresi bingung.

"Karena lagu yang akan dimulai ini — itu merupakan komposisi asli yang didedikasikan buatmu."

"Hah!?!"

Lalu, sekitaran tempat itu tiba-tiba gelap gulita.

—Tirai panggung terangkat.

Sorot lampu tiba-tiba menyala, menerangi Torisawa yang memegang gitarnya, dan Otsuki-san yang memegang mikrofon.

'—Judul lagu: [Tetaplah pada Pendirianmu!]'

Maknanya — 'Jangan mengorbankan dirimu sendiri.'

*

"Jadi, aku kepikiran buat menggunakan alur dan skenario kayak gini buat meyakinkan Hinoharu-senpai. Makanya aku butuh bantuanmu."

[...]

Waktu mundur ke selumbari. Setelah berpisah dengan Uenohara di Taman Kastil Maisagi, aku langsung menelepon Torisawa.

"Apa kamu benar-benar paham apa yang kamu minta dariku?" Suara Torisawa terdengar agak bergema, mungkin menandakan ia berada di Studio Latihan.

"Aku tahu kalau ini memang permintaan yang besar, tetapi aku lakukanlah itu buatku."

[...]

"Bukannya kamu bilang kalau kamu akan membantuku kalau aku butuh sesuatu?"

Torisawa diam sejenak sebelum berbicara lagi.

"Jadi, kamu mau aku menulis lagu baru dengan lirik dan meminta seorang pemula menyanyikannya besok?"

—Iya, itu benar.

Aku telah meminta Torisawa buat membuatkan lagu asli buat "Ajang Pembujukan" sebelum latihan pra-gladi resik besok lusanya.

"Apa kamu tahu betapa sulitnya membuat lagu?"

"Maaf, tetapi aku sama sekali tidak tahu apa-apa soal ini. Aku benar-benar pemula."

"Dan bagaimana dengan jadwalku? Besok aku ada latihan band, loh."

"Aku tahu, maafkan aku. Aku mohon lakukan sesuatu soal itu."

[...]

"Tunggu, kamu tidak dapat melakukannya? Torisawa tidak dapat melakukannya? Mustahil..."

Dan begitulah, aku...

Dengan terang-terangan mengesampingkan berbagai kekhawatiran dan terus mendesak Torisawa.

"Bukannya kamu bilang kalau kamu mau melakukan sesuatu yang mencolok kalau kita mau melakukannya? Jadi, aku mengusulkan kalau kita melakukan segalanya dengan maksimal, dan kamu tidak dapat mengikuti level tantangan ini?"

Aku terus mendesak Torisawa tanpa henti.

[...]

Tentu saja, jantungku berdebar kencang di dalam. Aku dengan hati-hati agak menjauhkan mulutku dari mikrofon demi mencegah napasku yang berat terdeteksi.

Aku menanti tanggapan Torisawa.

"─Hah!"

Tori-... ...-sawa─

"Ku... ...hahahaha... ...hahaha!"

Dari lubuk hati Torisawa─

Torisawa tertawa, terdengar kayak sedang bersenang-senang.

"Tentu saja, aku yakin."

Kata Torisawa dengan singkat.

─Ah, aku tahu kalau kamu akan bilang begitu.

Kayak yang aku duga dari "Rencana"-ku ─ salah satu karakter cowok tampan paling "kompeten"!

Sebagai ungkapan terima kasih, aku membungkuk dalam-dalam pada Torisawa di tempat itu.

"Aku benar-benar berutang budi padamu! Aku akan mengurus bagian solo gitarnya!"

"Hah? Hei, apa yang kamu pikirkan?"

Aku mendengar Torisawa menghela napas dengan nada yang jelas-jelas kesal.

─Hmm?

Apa aku barusan membayangkan wajah Torisawa, tersenyum lebar dan tampak kayak ia sedang bersenang-senang?

"Kalau aku mau melakukannya, aku akan membuat seluruh bagiannya, jelas. ...Tentu saja, kamu akan membantu dengan pemrogramannya, bukan, Ketua Kelas?"

...Aha, ahaha.

Kayak yang diharapkan, selamat tinggal tidurku sekali lagi...

*

─Pertunjukan pun dimulai.

Berbeda dengan musik rok serius yang biasanya dimainkan oleh band Torisawa, lagu ini punya nuansa megah dan luas, serta sentuhan balada yang agak melankolis.

Dan alih-alih gitar listrik yang sebelumnya ia gunakan, Torisawa memegang gitar akustik, menambah warna pada intro.

"─♪"

Di sana, suara tinggi dan jernih Otsuki-san ikut bergabung.

Dalam dunia yang diciptakan oleh gitar, melodi itu bergema dengan indah.

Tidak ada sedikit pun penyimpangan nada, dan liriknya dinyanyikan dengan sempurna kata demi kata.

─Sungguh luar biasa Otsuki-san dapat melakukannya setelah baru kemarin.

Meskipun bimbingan Pelatih Uenohara sangat ketat, hal ini tidak akan berhasil sebaik ini tanpa tekadnya yang kuat.

Meskipun punya urusan lain, Otsuki-san dengan senang hati menyetujui usulan mendadak kami, dia bilang, "Aku akan melakukannya! Ini pasti akan meningkatkan proyek, jadi aku tidak punya alasan buat menolaknya!" Aku benar-benar berterima kasih pada Otsuki-san.

─Bait pertama berakhir, dan interlud dimulai.

Meskipun begitu... ...Suara Otsuki-san memang sangat cocok dengan lagu ini.

Secara keseluruhan, ini memang lagu yang kokoh dan bertenaga. Aku khawatir kalau suara tinggi yang imut punya Otsuki-san mungkin tidak cocok─.

Tetapi ternyata cocok sekali.

Bukan cuma karena penampilan itu profesional atau nyanyian itu merdu.

─Tetapi musik dan lirik lagunya.

Itu semua menggambarkan bab-bab masa lalu Otsuki-san.

─ [Tetaplah pada Pendirianmu]

Iya, maknanya─

Jalan yang dipilih Otsuki-san, tetap pada prinsipnya.

Dan hal itu menunjuk pada masa depan Hinoharu Sachi-senpai, memilih buat tetap setia pada dirinya sendiri.

*

"Ah iya, ini mungkin sulit buat dibilang, tetapi─"

─Di restoran keluarga tempatku pertama kali ketemuan dengan Otsuki-san pada hari itu.

"Dengan bertindak sesuai keinginanmu... ...Bagaimana hal itu memengaruhi orang-orang di sekitarmu?"

Aku menanyakan pada Otsuki-san soal masa depan yang menanti Hinoharu-senpai, kalau dia tetap berpegang pada keyakinannya sendiri.

Otsuki-san tertawa canggung dan menggaruk pipinya. "Itu, mereka merasa terganggu. Mereka bilang hal-hal kayak 'Dia lagi-lagi terbawa emosi' atau bahkan hal-hal yang lebih buruk."

Begitulah adanya. Kayak yang aku duga, kalau Hinoharu-senpai terus berjalan di jalur itu...

"Makanya—"

Tepat saat aku hampir putus asa, Otsuki-san bilang,

"Meskipun begitu, aku mau semua orang paham. Jadi, aku terus melakukannya sampai mereka paham!"

Otsuki-san membusungkan dadanya dengan bangga, menunjukkan kebanggaan atas pilihan terbaik yang telah dia buat.

"Setiap hari, tanpa henti! Tidak peduli apa yang mereka bilang atau lakukan, aku membalas segalanya dan berusaha menyampaikan dengan berbagai cara kalau 'Inilah hal yang paling aku nikmati.'"

Kata-kata Otsuki-san membuatku terkejut.

"Dan saat aku terus melanjutkannya tanpa menyerah, akhirnya ada yang paham, dia bilang hal-hal kayak, 'Ini sudah kembali ke awal dan luar biasa.'"

Benar... ...Aku ingat cewek-cewek yang ikut konser langsung bersama kami. Mereka semua menerima aura Otsuki-san, bukan? Otsuki-san sama sekali tidak terisolasi!

"Dan seiring bertambahnya jumlah mereka, akhirnya, aku bahkan menjadi teman dekat dengan cewek-cewek yang paling sering merundungku."

Tawa Otsuki-san, dia bilang kalau itulah beberapa cewek di konser baru-baru ini.

Ah...

Otsuki-san, kamu benar-benar kuat.

"Makanya aku merasa sangat puas saat ini! Aku benar-benar yakin kalau inilah pilihan yang tepat!"

Saat aku melihat wajah Otsuki-san bersinar, aku merasa yakin kalau kata-katanya mungkin akan sampai ke Hinoharu-senpai.

*

Pertunjukan pun berakhir.

Gimnasium jadi sunyi, cuma tersisa gema di dalam raga kita.

"...Eum, bagaimana menurut kalian?"

Gumam Otsuki-san dari panggung, mencari reaksi.

Segera setelah itu,

"Itu luar biasa, Otsuki-chan!!"

Suara dari depan panggung memicu sorak-sorai dan tepuk tangan yang bergema di seluruh gimnasium.

"Wah, kapan kalian berlatih itu!?"

"Itu luar biasa! Aku hampir menangis!"

"Itu pasti akan jadi hits! Sangat asyik!"

"Dan kamu dapat tampil bersama Torisawa-senpai, aku iri banget deh!"

Semua orang berbondong-bondong mendekati Otsuki-san, sambil berkata-kata kayak gitu.

Torisawa, melihat kerumunan yang berkerumun, mengangkat bahunya dengan wajah yang lelah, menguap, dan mulai membereskan gitarnya.

Aku mengibaskan tanganku yang terasa kesemutan akibat tepuk tangan, lalu berbicara pada orang di sampingku yang kebingungan.

"Dari reaksinya, kayaknya makna lagu itu tersampaikan."

"..."

"Adegan yang baru saja kamu lihat, itulah hasil cita-cita yang dapat dicapai Hinoharu-senpai dengan caranya sendiri."

─Di depan mataku, Otsuki-san dikelilingi oleh semua orang, diperhatikan dengan penuh perhatian.

Dikelilingi oleh banyak orang, semua orang tersenyum.

Semua orang, semua orang tampak sangat bahagia, adegan itu─

Dengan kata lain, itulah gambaran cita-cita buat Hinoharu-senpai.

Hinoharu-senpai menutup mulutnya dengan tangannya dan mengerutkan alis matanya sambil memandang pemandangan di depannya.

"Ah iya... ...cewek yang sedang mengusap kepala Otsuki-san saat ini. Kayaknya, dia pernah mengucilkan Otsuki-san di masa lalu."

"...Ah."

"Adegan itu bukan sesuatu yang diberikan pada Otsuki-san sejak awal. Itulah sesuatu yang diciptakan Otsuki-san sendiri melalui usahanya sendiri."

Lanjutku.

"Otsuki-san ada di sana karena dia jadi seseorang yang diterima oleh semua orang. Dia bekerja keras agar semua orang menerimanya apa adanya, dan itulah cara dia mendapatkannya."

─Dan pada saat itu.

Otsuki-san, yang telah keluar dari lingkaran siswa-siswi, melambaikan tangannya dengan rambutnya dan seragamnya yang acak-acakan.

'─Sachi-senpai! Bagaimana menurutmu!?'

─Otsuki-san tampak benar-benar bahagia dan penuh kebahagiaan.

Otsuki-san melemparkan senyuman cerah pada Hinoharu-senpai.

─Inilah 'Kunci Kedua'.

Meskipun akhirnya berbentuk sangat berbeda dari apa yang aku bayangkan pada awalnya, ternyata sempurna─

Itulah pilihan terbaik buat Hinoharu-senpai.

"...!"

Setelah menyaksikan hal itu, Hinoharu-senpai─

Membuka matanya lebar-lebar dan agak goyah.

Lalu, Hinoharu-senpai berbalik seakan-akan baru saja terkena pukulan, dan mulai berlari ke luar.

"Hinoharu-senpai!"

─S*alan!

Aku tidak akan membiarkanmu lolos kali ini!

Aku bangkit dari bangkuku dan mengejar Hinoharu-senpai.

Aku keluar dari gimnasium yang remang-remang ke dalam senja yang menyilaukan, mataku silau oleh perubahan cahaya yang tiba-tiba.

─Di mana Hinoharu-senpai!? Aku melindungi mataku dari sinar mentari dan memindai sekitar, melihat sosok Hinoharu-senpai melintasi lapangan sekolah.

Hinoharu-senpai, yang berada di depanku, berlari dengan lambat.

Jarak di antara kami semakin menyempit dengan cepat, dan sosok Hinoharu-senpai semakin besar setiap detiknya.

Dan─

"—Hinoharu-senpai!"

Di ujung lapangan sekolah.

Aku mengejar Hinoharu-senpai dan memegang bahunya saat dia sampai di pagar belakang.

"Hah, hah...!"

Hinoharu-senpai bernapas dengan berat, bahunya naik turun setiap kali dia bernapas.

Hinoharu-senpai tampaknya tidak berniat melarikan diri lagi, karena dia tidak melawan.

"...Hinoharu-senpai."

"Hah... ...Hah..."

"Aku mohon pahamilah, oke. Itulah yang mestinya kamu lakukan."

"..."

"Otsuki-san, Shiozaki-senpai, dan tentu saja, aku... ...Semua orang mau kamu jadi dirimu sendiri."

"..."

"Dan kami berharap kalian dapat memahami 'akhir terbaik' itu dengan cara itu."

"..."

─Hah, sungguh merepotkan.

Aku juga sudah bosan bersikap sopan.

"Sebaliknya, sejak awal... Hinoharu-senpai — bukan, Hinoharu-san."

Tidak perlu menghormati Hinoharu-senpai saat ini.

"Apa yang Hinoharu-san salah pahami?"

Iya, kita memang sama sekarang...

Cuma saja aku tetap teguh pada cita-citaku — sebagai sesama.

Aku akan sampaikan kata-kataku.

—Dan begitulah, aku menarik napas dalam-dalam.

"Sejak awal, kamu itu bukan tipe orang yang peduli pada orang lain, bukan?!"

—Aku berteriak keras, suaraku bergema di seluruh lapangan sekolah.

"Hah?"

Hinoharu-san berbalik, wajahnya dipenuhi kebingungan.

Hmf, jangan kira aku akan selalu menghormatimu, Dasar Pengecut.

"Apa sih ini soal apa yang semua orang mau dan gambaran cita-cita mereka soalku? Jangan buat aku tertawa."

"Hah? Apa...?!"

"Sejak awal, kamu memang tidak pernah peduli pada orang lain, bukan? Kamu cuma mau bersenang-senang dan diakui oleh orang lain. Kamu itu anak manja yang egois!"

"Bukan, Itu... ...Itu bukan cara yang tepat buat menyebutnya?!"

Hinoharu-san mengerutkan jidatnya, mengerutkan alis matanya, dan memutar mulutnya jadi cemberut.

"Kalau kamu tidak suka, bantahlah! Kalau kamu tidak mendengarkan, teruslah maju! Itulah jenis egoisme yang kamu pamerkan, menyeret orang lain ke dalam masalahmu tanpa peduli apa mereka tidak suka!"

"Cukup...?!"

Hinoharu-san mengepalkan tinjunya.

"Dan dengan paksa! Meskipun kamu ditolak atau tidak disukai, kamu menyeret mereka dengan paksa! Namun, pada akhirnya, kamu berhasil membuat orang lain bersenang-senang, bukannya itu caramu?"

"..."

Dan kemudian, tepat sebelum Hinoharu-san mengangkat tinjunya yang terkepal, matanya melebar.

"Kamu selalu menempatkan cita-citamu di atas segalanya. Maka, lakukan saja dengan idealisme itu saja. Tidak perlu pertahanan atau penghindaran. Teruslah memukul dengan cita-citamu, mengabaikan apa cita-cita itu dihindari atau dipertahankan. Itulah kemenangan pastimu, Hinoharu Sachi-san."

Aku mengepalkan tinjuku dan mendorongnya ke depan.

Mata Hinoharu-san berkedip-kedip, tangannya gemetaran tidak tahu mesti ke mana, dan dia bergumam dengan putus asa.

"Tetapi... ...Tetapi...!"

"Meskipun begitu, aku masih merasa sakit hati dengan serangan balik dari orang lain—."

—Makanya aku mengambil langkah maju.

"Biarkan pertahanan itu ditangani oleh orang lain."

Lalu, aku menggenggam tangan Hinoharu-san.

Aku memegangnya dengan lembut, seakan-akan membungkusnya dengan kedua tanganku.

"Hah? Ah...?"

—Inilah 'Kunci Ketiga.'

Saat kita tidak dapat membela diri sendiri.

Kunci terakhir, buat membantu seorang pengecut.

Aku, yang pernah gagal.

Aku, yang masih sering gagal.

Alasan terbesar mengapa aku masih dapat berdiri di sini sebagai 'Sang Protagonis' yaitu—

"Aku akan membantu Hinoharu-san."

─Karena aku punya seseorang yang mendorongku maju dan mendukungku.

Hinoharu-san mengangkat wajahnya yang tertunduk dan menatapku langsung ke mataku. Aku menatapnya balik dengan tatapan langsung, ke mata biru langitnya yang kini diwarnai dengan warna senja.

"Aku akan menutupi kelemahanmu. Aku bahkan akan jadi penggantimu sesekali, dan aku akan menyembuhkanmu saat kamu terluka. Jadi kamu tidak perlu takut, bukan?"

"Ah... ...Eum..."

Lalu, aku menarik napas dalam-dalam, mengisi paru-paruku sampai batasnya─

"Jadi berusahalah sebaik mungkin! Bekerja keras dan raihlah masa depan yang cuma dapat kamu ciptakan, masa depan yang penuh kesenangan! Jadilah dirimu sendiri dan kejar idealisme-mu! Hinoharu-san ─ bersemangat ─ lah!!"

─Aku berteriak ke arah sang surya yang tenggelam.

Aku menghembuskan sisa udara terakhir di paru-paruku dan berteriak.

─Saat suaraku akhirnya mencapai langit yang jauh.

Saat angin senja musim panas menghempaskan sisa panas yang tersisa.

Hinoharu-san─

"...Itulah pertama kalinya seseorang pernah bilang kayak gitu padaku..."

Setetes saja.

Itu membasahi tanah yang kering.

"...Aku rasa... ...Aku suka ide itu..."

Akhirnya, hati Hinoharu-san tergerak.

─Ah.

Akhirnya, hal itu terjadi.

Akhirnya, aku sudah lama menantikan kata-kata itu.

Hinoharu mengusap matanya dengan tangannya, lalu wajahnya kembali muram.

"Tetapi sekarang sudah terlambat...! Aku bahkan tidak dapat mencalonkan diri lagi buat jadi Ketua OSIS...!"

Aku menghela napas dengan frustrasi pada Hinoharu-san, yang menundukkan pandangannya dan bergumam.

"Hah, kamu benar-benar tidak paham, ya?"  

"A-Apa yang kamu bicarakan...?"

Hinoharu-san cemberut dan memandangku dengan sinis, lalu aku bilang padanya dengan tegas,

"Aku sudah bilang sebelumnya. Kamu tidak perlu membatasi dirimu pada Pengurus OSIS. Luaskan wawasanmu. Dunia ini jauh lebih luas dari itu."

"Te-Tetapi... ...selain di sana... ...tidak ada tempat lain di mana aku dapat melakukan apa yang aku mau..."

"Ada."

Aku menjawab dengan segera.

"Jangan salah artikan tujuan dengan cara. Pengurus OSIS cuma sarana buat mencapai tujuanmu. Apa yang benar-benar mau kamu lakukan dapat dicapai tanpa mesti jadi Ketua OSIS."

─Kisah Komedi Romantis menyelesaikan segalanya.

"Kalau Pengurus OSIS tidak berhasil, maka ─ bentuklah OSIS lainnya!"

Itulah, pada dasarnya, inti dari "Rencana"-ku.

Saat menciptakan sesuatu yang tidak ada, itulah saatnya hal itu benar-benar bersinar.

*

"─Kamu sedang membicarakan soal membentuk ekskul baru, bukan?"

Pembina OSIS dan Wali Kelas kami di Kelas X-D, Ibu Toshikyo, menatapku dengan ekspresi serius di wajah beliau yang keriput.

"Iya. Tujuannya yaitu 'mengevaluasi kegiatan Pengurus OSIS  dari perspektif siswa-siswi biasanya, melakukan audit numerik atas kegiatan mereka, mengajukan permintaan perbaikan, dan mengusulkan kebijakan.' Silakan merujuk pada dokumen di depan Ibu buat detail lebih lanjut."

Ibu Toshikyo mengerutkan jidatnya mendengar penjelasan tambahanku dan menatapku dengan mata yang tajam.

"Wah, menakutkan! Itu ekspresi yang Ibu buat tepat sebelum Ibu memarahi siswa-siswi yang nakal..."

"Ketua Kelas. Dan—"

Beliau memalingkan mata beliau ke samping, ke arah Hinoharu-san.

"—Hinoharu-san. Apa yang kalian pikirkan?"

Beliau mengarahkan kata-kata beliau pada Hinoharu-san, yang berdiri di sana dengan bangga.

*

—Waktu mundur ke kemarin, sepulang sekolah.

Kantin sekolah, yang telah aku tentukan sebagai tempat pertemuan kami, merupakan tempat di mana aku dan Hinoharu-senpai berdiri.

Meskipun kantin cuma menyajikan makanan dan minuman selama jam makan siang, kantin tersebut terbuka untuk digunakan oleh siswa-siswi di luar jam tersebut.

Ada ruangan serupa di perpustakaan, tetapi berbicara dilarang di sana. Oleh karena itu, terbentuklah pembagian alami, di mana siswa-siswi yang mau belajar pergi ke perpustakaan dan yang mau mengobrol pergi ke kantin.

Saat aku mendengarkan kehebohan yang jauh, aku mengeluarkan dokumen-dokumen yang diperlukan dari sebuah berkas dan berdiri di samping Hinoharu-senpai.  

"Iya, tanpa berlama-lama lagi, aku mohon tanda tangani di sini."

Aku meletakkan selembar kertas di atas meja dengan nada dan ekspresi yang serius. Itulah sesuatu yang telah aku minta Shiozaki-senpai buat menyiapkan sebelumnya.

"...Eh? Apa ini?"

Hinoharu-senpai, yang melihat kertas di depannya, diam sejenak, lalu menatapku dengan tanda tanya di atas kepalanya.

"Jelas apa itu cuma dengan melihatnya. Inilah permohonan buat pendirian ekskul."

Judul dokumen tersebut dengan jelas menyatakan hal tersebut.

"Tolong tanda tangani namamu di bagian kepemimpinan. Ah, apa kamu membawa capmu?"

"E-Eum..."

"Ini, aku membawa tinta merah. Selain itu, buat daftar anggota ekskul yang akan kita serahkan bersama ini, aku sudah mengisi nama-namanya. Karena ini cuma daftar sederhana, tidak masalah kalau tidak ditulis tangan."

"Euh..."

"Dan inilah permohonan keanggotaan ekskulku. Mengenai dokumen lain ini, itu untuk merinci kegiatan tahunan ekskul—"

"Tung-Tunggu sebentar!"

Hinoharu-senpai mengangkat tangannya, telapak tangan terbuka, menginterupsi aliran kata-kataku yang lancar.

"Maafkan aku, tetapi aku benar-benar tidak paham apa yang sedang terjadi..."

Wajah Hinoharu-senpai menunjukkan kebingungan 💯%, matanya kosong sepenuhnya.

Betapa sulitnya orang ini.

Aku menghela napas dan dengan enggan mulai menjelaskan.

"Bukannya aku sudah bilang kemarin? Kalau tidak ada, kita buat saja."

"..."

Hinoharu-senpai memiringkan kepalanya.

Aku tersenyum dan dengan bangga menyatakan, "Jadi mari kita buat. Organisasi perwakilan siswa-siswi otonom baru buat menggantikan Pengurus OSIS yang ada—'Pengurus OSIS Kedua'!"

—Salah satu dari 100 templat standar buat kisah komedi romantis.

Pengaturan yang tersedia, nomor satu.

—Yaitu, keberadaannya yang ambigu.

Meskipun aktivitasnya tidak jelas, kayak 'bergaul', 'melakukan pekerjaan sukarela', dan 'membuat dunia jadi lebih hidup dengan sesuatu yang tidak jelas', entah mengapa keberadaannya diizinkan, bahkan diberikan Ruang Ekskul.

Sebuah organisasi misterius.

—Kekuatannya sangat besar.

Terkadang, itu ikut campur tangan dalam ajang sekolah, dan di lain waktu, itu mengendalikan OSIS dari balik layar. Organisasi misterius dengan latar belakang yang tidak diketahui dan kemampuan aneh buat mereformasi sekolah dari luar, punya pengaruh yang luar biasa.

—Iya.

Kalau dipikir-pikir, hal itu memang terdengar tidak masuk akal, tetapi ini merupakan pengaturan yang praktis dan dibuat-buat, sebuah senjata mematikan—

Pembaca menyebutnya begitu.

—Sebuah "ekskul misterius".

"Dengan kata lain, begini. Kalau kamu mau melakukan hal-hal kayak Pengurus OSIS, buat saja organisasi baru dengan tujuan melakukan hal-hal kayak Pengurus OSIS. Dengan begitu, tidak ada masalah dengan aturan sekolah, bukan?"

"Siapa yang memutuskan kalau di sekolah cuma boleh ada satu Pengurus OSIS?"

"Kalau Pengurus OSIS yang ada tidak bagus, maka buat saja yang baru. Itu hal yang sangat sederhana."

"...Tung-Tunggu, tunggu sebentar!"

Akhirnya, seakan-akan sirkuit telah terhubung, Hinoharu-senpai membuka mulutnya, masih jelas bingung.

"Sebuah ekskul...? Sebuah ekskul cuma tahap persiapan sebelum mendirikan ekskul yang resmi, dan tidak punya wewenang sama sekali, bukan...?"

"Iya, itu memang benar. Namun, meskipun itu merupakan organisasi formal tanpa Ruang Ekskul dan tanpa anggaran, tetap saja 'dikenali'. Wajar saja kalau diakui lebih baik ketimbang tidak diakui, bukan?"

"Me-Memang iya, tetapi..."

"Kalau tujuan kita itu pada akhirnya buat diangkat jadi ekskul formal, maka standar yang ditetapkan memang tinggi, tetapi... ...tidak perlu terlalu detail, bukan? Lagipula, bahkan tanpa Ruang Ekskul, kita dapat melakukan segalanya dengan laptop saja, dan aktivitas harian dapat dilakukan secara daring, jadi tidak akan ada biaya."

"Te-Tetapi anggarannya..."

"Tidak ada gunanya mendapatkan anggaran dari sekolah. Saat ini, ada banyak cara buat mendapatkan dana."

Pendapatan iklan, urun dana, dan obrolan super segalanya merupakan cara yang sah buat menggalang dana. Faktanya, Anayama-san mendapatkan uang buat aktivitas otaku-nya dengan cara itu.

"Pertama-tama, organisasi yang kaku kayak Pengurus OSIS Kyou-Nishi saat ini tidak cocok buat orang yang bebas kayak kamu. Lingkungan yang fleksibel itu yang terbaik buat mencapai tujuanmu."

"Eum... ...Ah..."

"Ini kayak perusahaan rintisan. Pengambilan keputusan yang cepat, beragam pilihan, dan karisma pemimpin puncak itulah yang paling penting. Tuh kan? Ini sangat cocok buatmu. Masalahnya cuma bagaimana mendapatkan persetujuan buat pendiriannya."

Meskipun kriteria buat mendaftar ekskul memang cukup longgar, tetapi tetap dianggap sebagai kelompok yang diakui secara resmi, jadi mendapatkan persetujuan itu merupakan hambatan terbesar.

"Iya, tetapi..."

Aku menatap Hinoharu-senpai, yang tetap diam dan menundukkan kepalanya.

Fakta bahwa Hinoharu-senpai telah menghentikan argumen balasannya yang biasa berarti dia memahami logikanya, paling tidak di dalam benaknya.  

Yang tersisa cuma memberi Hinoharu-senpai dorongan.

"Hambatan kayak gini... ...Kamu dapat mengatasinya, bukan? Kamu, 'Ketua OSIS SMP Higashi yang Legendaris,' dengan 'gelar' itu di namamu."

Hinoharu-senpai mengangkat kepalanya dan menatapku.

Bukan, Hinoharu-san menatapku langsung ke mataku.

"Ada tempat yang lebih seru ketimbang Pengurus OSIS yang dapat membuat sekolah jadi yang terbaik. Jadi, selanjutnya, Hinoharu-san akan... ...Membuat 'sekolah' yang paling asyik."

Iya, aku melempar bola langsung ke arah Hinoharu-san.

"..."

Setelah sejenak diam...

"...Begini, Nagasaka... ...Kamu selalu berpikir dalam skala besar..."

Hinoharu-san menghela napas, lalu menundukkan kepalanya sejenak sebelum menatap kembali dengan ekspresi yang teguh.

"Tetapi... ..Iya, kamu memang benar... ...Kalau begini, maka..."

Dan perlahan, sudut bibir Hinoharu-san terangkat.

—Iya.

Itu tampak cocok pada Hinoharu-san.

"Hei, Nagasaka-kun."

"Apa?"

"Aku... ...benar-benar bersemangat."

—Mata Hinoharu-san, bagaikan langit musim semi yang luas, tampak jernih dan indah.

Di dalamnya, cahaya yang kuat dan terang bagaikan sang surya seakan-akan bersinar.

"Makanya aku memberi tahumu ini terlebih dahulu."

Dan kemudian, Hinoharu-san...

"Sampai sekarang, tidak ada satu orang pun yang dapat mengikuti tingkah lakuku yang serius..."

Dengan senyuman polos di wajahnya, Hinoharu-san memperlihatkan taring nakalnya yang agak menonjol dan tertawa.

—Dan demikianlah, 'Heroin Ketua OSIS Kedua', Hinoharu Sachi-san, lahir.

*

"Organisasi Penelitian Kegiatan Pengurus OSIS? Apaan ini?"

—Dan pada saat itu juga.

Aku mengunjungi Ibu Toshikyo, hambatan terbesar dalam mendapatkan persetujuan pendirian, buat meminta izin.

Namun, karena instruksi Hinoharu-senpai, nama resmi mesti diubah. Aku lebih suka nama sebelumnya karena memberikan kesan "ekskul misterius" yang bagus, tetapi ditolak dengan komentar, "Nama itu akan ditolak begitu mereka melihatnya."

Dengan enggan, kami setuju buat menggunakan julukan 'Pengurus OSIS Kedua' selama kegiatan kami. Nama ini mungkin akan menarik lebih banyak minat di kalangan siswa-siswi.

Berdiri di sampingku, Hinoharu-senpai dengan tenang menanggapi aura mengancam Ibu Toshikyo.

"Secara sederhananya, ini kayak lembaga pemikir. Bahkan dapat dibilang kalau ini merupakan organisasi audit."

"Kalian bercanda dengan Ibu?"

Suara serak yang seakan-akan berasal dari kedalaman neraka menyentuh telingaku, membuatku tanpa sadar berdehem.

"Aku tidak bercanda. Aku serius."

"Ditolak. Ibu tarik kembali."

Formulir permohonan itu dilemparkan kembali pada kami dengan kasar.

Wah, jadi ini sebuah penolakan langsung, sih... ...Kayak yang diharapkan dari Ibu Toshikyo, 'Nyonya Besi', ketegasan beliau memang tidak kenal batas.

—Ibu Toshikyo terkenal karena gaya mengajar beliau yang sangat ketat, bahkan di SMA Kyou-Nishi, SMA bergengsi.

Jam-jam pelajaran Ibu Toshikyo memang yang paling sulit di sekolah. Kalau kita lupa mengerjakan PR, tugasnya akan berlipat ganda keesokan harinya, dan kalau berani tertidur selama jam pelajaran, tugasnya akan bertambah 10x lipat. Beliau itu iblis yang bertekad menghancurkan segala peluang kisah komedi romantis dengan menumpukkan tugas-tugas.

Buat memperburuk keadaan, Ibu Toshikyo punya rasa tanggung jawab kolektif yang misterius, jadi kalau satu orang saja yang melakukan kesalahan, seluruh kelas akan menanggung konsekuensinya. Ide Masanari, yang dulunya seorang pemalas, telah berubah jadi siswa teladan setelah jadi sasaran amarah kolektif teman-teman sekelasnya.

Namun, bimbingan Ibu Toshikyo menghasilkan hasil yang luar biasa, dan reputasi beliau sudah terkenal di kalangan para senpai dan guru, yang menghormati beliau dengan tinggi.

Bagaimanapun, mudah dibayangkan kalau sikap Ibu Toshikyo yang mengutamakan akademik akan jadi hambatan terbesar dalam mendirikan ekskul ini.

—Bagaimana Hinoharu-senpai berencana menangani hal ini?

Peranku terutama yaitu mendukung Hinoharu-senpai. Aku sepenuhnya menyerahkan keputusan padanya.  

Hinoharu-senpai tetap tenang, jadi aku memutuskan buat diam-diam mengamati bagaimana situasi berkembang.

"Kami telah memenuhi seluruh persyaratan. Kalau Ibu akan menolak permohonan kami, aku mohon berikan alasan yang jelas."

"Pembina OSIS bertanggung jawab buat membimbing siswa-siswi menuju kehidupan sekolah yang sehat. Keputusan ada di tangan Ibu."

"Itu terlalu ambigu. Alih-alih mengandalkan pendapat pribadi Ibu, aku mohon berikan alasan yang objektif."

"Aturan tersebut berbunyi, 'Pembentukan ekskul atau organisasi dengan kegiatan yang tumpang tindih tidak akan diizinkan.' Tidak perlu membentuk organisasi terpisah kalau hal yang sama dapat dicapai melalui Pengurus OSIS."

Ibu Toshikyo, yang tampak kesal, langsung mengutip aturan sekolah.

Tunggu, apa Ibu Toshikyo hafal seluruh buku aturan sekolah...? Ini menakutkan! Ibu Pembina OSIS Toshikyo, bahkan aku tidak dapat menandingi keahlian Ibu!

Namun, Hinoharu-senpai tetap tenang.

"Itu tidak benar. Sejak awal, Pengurus OSIS bukanlah ekskul maupun organisasi. Itu berada di atas keduanya dan tidak boleh dibahas dalam konteks yang sama. Oleh karena itu, aku yakin hal ini berada di luar lingkup aturan sekolah."

"Itu cuma argumen yang tidak masuk akal—"

"Selain itu, ada perbedaan yang jelas dalam makna dan sifat antara reformasi internal dalam suatu organisasi dan saran dari pihak luar. Jelas kalau berada dalam posisi pihak ketiga, tanpa kepentingan pribadi, memungkinkan sudut pandang yang berbeda."

"Kalian itu memang pihak ketiga? Tetapi kamu itu anggota Pengurus OSIS!"

Ibu Toshikyo tidak dapat lagi menahan amarah beliau dan mengeraskan suara beliau.

"Iya. Makanya aku mau mengundurkan diri dari posisi itu."

Eh...?

Tertangkap basah oleh pernyataan Hinoharu-senpai yang tidak terduga, aku terkejut saat dia mengeluarkan lembar terakhir dari map transparan di tangannya.

"Ini surat pengunduran diriku. Aku mohon tanda tangani ini juga."

Hinoharu-senpai tersenyum manis.

Tung-Tunggu, aku memang bilang kalau Pengurus OSIS bukan tempat yang cocok buatmu, tetapi aku tidak pernah menyuruhmu buat keluar!?

"...Apa kamu masih waras?"

Ibu Toshikyo, mungkin berpikir hal yang sama, melemparkan pandangan lesu dan putus asa ke arah Hinoharu-senpai, seakan-akan mau memastikan kewarasannya.

"Tentu saja. Kalau aku tidak melangkah sejauh itu, itu akan sia-sia."

"Itu cuma ekskul, bukannya kamu  buat hal kayak gitu—?"

"Aku merasa cara berpikir kayak gitu tidak menyenangkan."

Tajam dan jelas.

Hinoharu-senpai tiba-tiba berbicara dengan nada yang lebih tegas, membantah anggapan tersebut.

"Aku memutuskan buat melangkah sejauh ini karena aku tidak keberatan mempertaruhkan seluruh masa SMA-ku buat hal ini. Bahkan Bapak-Ibu Guru pun tidak boleh membantahnya."

—Hinoharu-senpai.

Aku melihat keseriusan Hinoharu-senpai dalam kata-katanya, yang jelas mengandung sedikit amarah.

"Pertama-tama, deskripsi yang akurat ini 'Pembina OSIS mesti berperan sebagai pembimbing dalam mendukung otonomi siswa-siswi.'  
Campur tangan di luar batas bantuan merupakan penyalahgunaan wewenang dan juga bertentangan dengan moto sekolah sejak didirikan: 'Berpikir dan bertindaklah secara mandiri.'"

Jadi, mengambil kertas yang telah dilemparkan kembali padanya, Hinoharu-senpai sekali lagi mengulurkan kertas itu di depan mata Ibu Toshikyo dan—

"Tidak ada alasan buat menolak —bitulah yang akan aku tekankan di sini. Tanda tangani di sini, aku mohon."

Tidak ada sedikit pun keraguan yang tampak saat Hinoharu-senpai menyatakan hal itu.

...Kuat.

Hinoharu-senpai benar-benar kuat.

Ini dia — Hinoharu-senpai, dengan ekspresi seriusnya.

Ibu Toshikyo menggosok jidat beliau, menggelengkan kepala beliau dengan tidak senang, lalu merebut kertas dari tangan Hinoharu-senpai.

Ibu Toshikyo menulis nama beliau dengan gaya yang anggun dan mengembalikannya.

"...Kalau Ibu mencoba menghentikanmu, Ibu akan jadi orang bodoh. Lakukan saja sesukamu."

"Iya, aku akan melakukan apapun yang aku mau!"

Hinoharu-senpai menjawab dengan tegas dan mengambil kertas itu.

"Jujur saja... ...Ibu kira kamu tidak akan mencalonkan diri dalam Pemilihan Ketua OSIS, tetapi ternyata kamu memikirkan hal ini."

"Tidak, aku sama sekali tidak memikirkan hal ini sejak awal."

Dengan sekilas pandang ke arahku, Hinoharu-senpai tersenyum sinis.

Dan kemudian—

"Tetapi... ...aku rasa cara ini pasti akan lebih asyik buat semua orang!"

Hinoharu-senpai.

Hinoharu-senpai tersenyum, tampak benar-benar bahagia.

—Ah, tidak diragukan lagi. Ini senyuman yang aku lihat selama Festival Budaya.

Melihat senyuman itu, Ibu Toshikyo menghela napas lagi.

"Dan — Ketua Kelas!"

"I-Iya?"

Terkejut dengan panggilan tiba-tiba itu, aku langsung tegak.

Dengan ekspresi tidak puas masih di wajah beliau, Ibu Toshikyo mendengus dan bilang, "Kalau kamu akan bersama dengan cewek ini, bersiaplah. Ibu tidak akan ikut campur."

"...Ah, iya. Aku akan berusaha sebaik mungkin."

"Benarkah? Ibu kira kamu sedang bersembunyi-sembunyi belakangan ini, tetapi..."

Sambil bergumam keluhan, Ibu Toshikyo berbalik ke meja beliau dan melanjutkan pekerjaan beliau. Itu cara beliau memberi tahu kami kalau urusan kami sudah selesai, dan kami mesti pergi.

Kami membungkuk sekali lagi dan pergi.

*

—Gemuruh, benturan.

Saat pintu Ruang Guru tertutup, aku akhirnya mengendurkan bahuku.

"Fiuh, syukurlah segalanya berjalan lancar."

Dan Hinoharu-senpai, mengusap keringat di jidatnya dengan punggung tangannya—

"Iya, sebenarnya tidak sepenuhnya lancar..."

Tetapi dari sudut pandang orang luar, itu bukan cuma "berjalan lancar", tetapi dominasi total.

"Tetapi, Hinoharu-senpai, kok bisa kamu begitu yakin menghadapi Ibu Toshikyo? Aku sudah siap menerima kalau Liburan Musim Panas sudah berakhir."

"Kalau itu Ibu Toshikyo, beliau mungkin dengan santai menghapus satu atau dua Liburan Musim Panas... ...dengan tumpukan tugas."

Sambil berjalan, Hinoharu-senpai menjawab dengan santai, "Karena, bagaimanapun juga, Ibu Shimashima itu ibu guru yang adil."

"Hah? Kamu bercanda, bukan?"

Bahkan setelah semua masalah yang Ibu Toshikyo sebabkan?

"Pertama-tama, Ibu Toshikyo itu motor penggerak di balik kegiatan Pengurus OSIS. Beliau selalu berada di pihak siswa-siswi."

Beliau sudah banyak membantuku, tambah Hinoharu-senpai.

"Sikap ketat Ibu Toshikyo mungkin karena beliau berpikir, 'Kalau Ibu tidak dapat dengan mudah membantah ini, tidak ada gunanya melakukannya.' Beliau sebenarnya sangat bersemangat."

Jujur saja... ...Aku sama sekali tidak pernah membayangkan hal itu. Aku perlu menyelidiki Ibu Toshikyo dengan serius...

Saat aku mencatat informasi baru itu di dalam benakku, aku bertanya pada Hinoharu-senpai, "Bagaimanapun, yang tersisa cuma menyerahkan ini ke Pengurus OSIS, dan pendiriannya akan selesai. Kerja bagus."

"Hah? Mengapa kamu memasang wajah seakan-akan kayak segalanya sudah berakhir?"

"Hah...?"

Aku menatap Hinoharu-senpai dengan bingung.

"Kita baru saja membentuk ekskul. Belum ada kegiatan yang dimulai."

"Iya, itu memang benar, tetapi... ...Apa kamu berencana memulai sesuatu hari ini?"

"Tentu saja."

Aku mengernyitkan pipiku mendengar jawaban Hinoharu-senpai yang santai.

Iya, kayaknya Pengurus OSIS Kedua memang terkenal dengan keputusan dan tindakan mereka yang cepat. Tetapi ini terlalu cepat, dan aku berharap Hinoharu-senpai memberi tahuku sebelumnya. "Bagaimanapun, pertama-tama, kita perlu memperkenalkan diri kita pada seluruh siswa-siswi. Kita perlu menyampaikan dengan jelas, 'Kami merupakan organisasi yang akan melakukan ini.'"

"Apa yang kamu rencanakan?"

Saat Hinoharu-senpai melangkah maju dengan langkah cepat, dia dengan santainya mulai bilang sesuatu yang luar biasa.

"Ada samsak yang nyaman di sini, jadi mari kita pukul dulu."

"Hah?"

Samsak... ...ada di sini?

"Nagasaka-kun yang bilang, bukan? Kalau kamu tidak suka sama seseorang, tinggal pukul saja."

"Apa aku bilang begitu...?"

Ini buruk. Pikiranku sudah kesulitan buat mengikuti...

Kalau dipikir-pikir, kalau Hinoharu-senpai terus mempercepat tanpa kendali dan melakukan apapun yang dia mau... ...Bukannya itu akan jadi rangkaian gerakan tidak terduga, yang aku tidak jago menghadapinya...?

Saat aku merasa ada firasat buruk, Hinoharu-senpai mengepalkan tinjunya erat-erat dan bilang, "Oke, mari kita pukul cowok keras kepala yang bilang kalau ia tidak akan lari atau bersembunyi, tepat di wajahnya, kayak yang ia mau!"

*

"Sesi tanya jawab daring...?"

Hinoharu-senpai masuk ke Ruang OSIS dan melemparkan formulir pendirian ekskul dan surat pengunduran dirinya ke meja Shiozaki-senpai yang sedang bekerja. Lalu, Hinoharu-senpai tiba-tiba mengusulkan ide ini.

"Yoi. Aku akan mengajukan berbagai pertanyaan pada Shiozaki-kun, Calon Ketua OSIS, dari sudut pandang seorang siswi, dan ia akan menjawabnya. Karena sulit buat memesan tempat sekarang, mari kita lakukan di Ruang OSIS dan siarkan secara langsung di YuuTube. Karena aktivitas kita akan kebanyakan daring, lebih baik kita buat kanal resmi dari awal. Kita juga perlu menyiapkan akun media sosial!"

Hinoharu-senpai bersemangat saat berbicara.

"Selanjutnya yaitu pengumuman... ...Kita akan menggunakan Grup RINE terlebih dahulu, dan karena siswa-siswi biasa juga dapat mengajukan permohonan buat menggunakan papan pengumuman, kita akan memosting pengumuman yang mencolok di samping poster Pemilihan Umum Ketua OSIS. Nagasaka-kun, apa kamu mengenal seseorang yang dapat menggunakan perangkat lunak penyuntingan gambar?"

"Hah? I-Iya, aku dapat menggunakannya sedikit..."

"Benarkah? Aku mau membuat poster pemberitahuan buat sesi tanya jawab secepatnya. Tepatnya, besok."

"Besok!?!"  

"Cuma tinggal tiga hari lagi sampai hari pemungutan suara. Kalau kita tidak buru-buru, kita tidak akan sempat."

"Ka-Kamu memang benar, tetapi..."

"Jangan terlalu pesimis. Ini kesempatan bagus buat mengasah keterampilanmu. Mari manfaatkan waktu ini dengan baik. Kamu mesti lebih bersemangat dari itu, atau ini akan sia-sia."

Hinoharu-senpai tiba-tiba mendekatkan dirinya padaku dengan sangat dekat.

"A-Aku cuma... ...terharu."

Aku telah meremehkan vitalitas seseorang yang merupakan "legenda" dalam kehidupan nyata...!

Bahkan setelah itu, saat permintaan dan saran terus berdatangan satu demi satu, aku merasa kepalaku pusing, dan di depanku, Shiozaki-senpai yang berdiri di sana dengan bingung, menghela napas kecil.

"–Ah, ini nostalgia. Jadi kamu akhirnya dapat melupakannya, Hinoharu-san."

*

–Dan kemudian, dalam arus momentum yang luar biasa, waktu pun berlalu.

Aku membantu Torisawa dalam komposisinya, bergerak dengan kecepatan yang setara atau bahkan lebih cepat dari waktu itu, dan setelah memberi tahu Uenohara soal penundaan tidak terbatas pertemuan tersebut, dia terkejut, bilang, "Ini kayak prolog bencana alam"...

Tanpa disadari, aku menghadapi sesi tanya jawab daring pertama kali dari Pengurus OSIS Kedua.

"–Oke, Shiozaki-senpai, Calon Ketua OSIS! Mari kita berikan yang terbaik hari ini!"

"Aku juga mengandalkanmu." Di layar ponsel pintar yang dipasang di tripod, Hinoharu-senpai dan Shiozaki-senpai duduk berhadapan di seberang meja.

Aku menempatkan diriku di belakang kamera, di luar bingkai, di depan laptopku.

Pemandangan di depanku tertera dengan jelas di halaman manajemen "Kanal Pengurus OSIS Kedua SMA Kyougoku Nishi #Sesi Tanya Jawab Daring."

Jumlah penonton — sekitar 💯 orang.

Jumlah ini jauh lebih banyak ketimbang yang aku duga.

Lagipula, Pemilihan Umum Ketua OSIS memang tidak terlalu populer sejak awal. Selain itu, ajang ini diadakan setelah jam sekolah, tepat di tengah-tengah ekskul. Meskipun kebanyakan siswa-siswi tidak dapat menontonnya secara langsung, kami tetap punya penonton sebanyak ini.

Hinoharu-senpai sudah bilang sejak awal kalau "Kalau ini siaran langsung, semua orang pasti akan menontonnya," dan ternyata dia benar...

Tergantung pada jumlah tayangan video yang diarsipkan, video tersebut mungkin akan menjangkau lebih banyak siswa-siswi.

"Hari ini, aku akan jawab pertanyaan yang telah aku siapkan sebelumnya, serta pertanyaan yang diajukan lewat komentar. Seluruh yang menonton, silakan tinggalkan komentar kalian!"

Dengan senyuman yang 💯% menggemaskan, Hinoharu-senpai berbalik menghadap ponsel pintar.

Segera, komentar kayak "Imut banget," "Wajah bayi banget," dan "Aku mau obrolan super" mulai berdatangan.

...Iya, mungkin banyak orang menonton cuma buat Hinoharu-senpai. Tidak pantas sekali.

"Ahaha, terima kasih. Obrolan super cuma perasaan kalian buat saat ini!"

Jawab Hinoharu-senpai dengan senyuman sambil melihat tablet buat konfirmasi komentar.  

Tetapi tunggu, Hinoharu-senpai memang bilang, "Pastikan foto-foto kita ada di poster," dan apa semua ini bagian dari rencananya...? Kalau dia memang berniat menggunakan bahkan visualnya buat promosi, dia benar-benar tangguh.

Ah iya, komentar kayak "Beri tahu kami ukuran tubuhmu" dan "Apa kamu sudah punya pacar?" juga berdatangan di layar manajemen yang aku lihat, tetapi tentu saja, mereka langsung dikirim ke daftar NG. Terima kasih, Anayama-san, ahli siaran langsung. Daftar NG ini sangat berguna. "Sekarang, mari langsung ke pertanyaan. Pertama-tama —'Apa yang mau kamu lakukan pertama kali kalau kamu jadi Ketua OSIS?'"

Aku menampilkan takarir sesuai dengan kata-kata Hinoharu-senpai.

Shiozaki-senpai mengangguk dan menjawab, "Pertama-tama, aku akan meninjau proposal anggaran. Inilah langkah pertama buat menepati janji kampanyeku."  

Ah iya, pertanyaan-pertanyaan itu sudah diberikan pada Shiozaki-senpai sebelumnya. Hinoharu-senpai memang pernah bilang, "Mari kita improvisasi saja," tetapi aku rasa itu akan menyedihkan, jadi aku bocorkan saja pada Shiozaki-senpai.

"Begitukah? Dan anggaran mana yang akan kamu tinjau secara spesifik?"

"Yang terbesar yaitu Festival Budaya Sekolah. Kayak yang tercantum dalam janji kampanyeku, ajang dua hari saat ini punya berbagai masalah. Jadi kita akan mengubahnya jadi ajang satu hari dan secara signifikan mengurangi anggaran."

"Hmm. Tetapi sebelum membicarakan anggaran, apa kamu tidak mau mengadakan Festival Budaya Sekolah dua hari?"

Dengan senyuman di wajahnya, Hnoharu-senpai melontarkan sindiran santai.

Ah, pukulan tidak terduga langsung di awal...

Kolom komentar dipenuhi dengan "Setuju" dan "Aneh kalau tiba-tiba mengubahnya jadi satu hari." Beberapa bahkan bilang, "Aku sama sekali tidak tahu soal itu" dan "Apa itu janji kampanyemu?"

Hinoharu-senpai langsung menangkap hal itu dan membalasnya.

"Tuh kan, semua orang punya keraguan. Apa kamu masih berpikir perlu mengurangi anggaran?"

...Begitu ya, itu cerdas.

Dengan mengumpulkan pendapat siswa-siswi secara simultan kayak gini, Hinoharu-senpai bertindak sebagai juru bicara bagi massa.

Namun, Shiozaki-senpai pasti telah mengantisipasi tingkat ketidaknormalan ini, karena ia langsung menanggapi, "Iya, aku pribadi juga tidak mau mengurangi durasinya."

"Ah, lalu mengapa kamu menjadikannya janji kampanye?"

"Bagaimana kalau, akibat bersikeras mengadakan Festival Budaya Sekolah selama dua hari, festival itu sendiri jadi tidak mungkin diadakan? Apa yang akan kamu lakukan kalau begitu?"

"...Oho?"

"Memang benar, Festival Budaya Sekolah kita itu ajang besar yang diadakan dengan skala yang tidak tertandingi di prefektur ini. Namun, jumlah persiapan yang mesti dilakukan sebelumnya sangat besar. Ada pengadaan bahan buat seni mural, pameran kelas, latihan buat pertunjukan panggung, dan lalu ada stan-stan dan pasar loak... ...Selain itu, siswa-siswi yang jadi anggota ekskul juga akan sibuk mempersiapkan atraksi ekskul masing-masing."

Inilah versi yang lebih konkret dari apa yang aku dengar dari Shiozaki-senpai beberapa waktu lalu.

"Tentu saja, sulit buat menyeimbangkan persiapan sebanyak ini dengan kehidupan sekolah yang normal. Tidak terhindarkan, hal ini akan membuat siswa-siswi mesti menetap di sekolah sampai larut malam atau menggunakan liburan mereka buat mempersiapkan Festival Budaya Sekolah."

"Mungkin memang begitu."

"Apa kamu menyadari kalau kebisingan yang disebabkan oleh persiapan-persiapan ini dan pendudukan jangka panjang taman-taman terdekat buat latihan telah jadi masalah? Misalnya, berapa banyak keluhan yang menurutmu diajukan tahun lalu?"

"Hmm, mungkin sekitar 10?"

"Kamu salah perkiraan. Jumlahnya sekitar 💯."

Setelah mendengar hal itu, komentar kayak "Benarkah?" dan "Itu lebih dari yang aku duga" mulai bermunculan.

"Saat ini, keluhan-keluhan tersebut memang masih ringan. Tetapi kalau kita tidak berbuat apa-apa dan membiarkan keadaan kayak gini, dan terjadi masalah besar... ...Signifikansi Festival Budaya Sekolah akan dipertanyakan, dan pembahasan apa festival tersebut mesti dilanjutkan atau mustahil muncul. Apa kamu tidak setuju?"

Dan di kolom komentar, pesan-pesan dukungan buat Shiozaki-senpai mulai bertambah: "Kayaknya kita tidak punya pilihan lain...", "Mereka sudah memikirkannya lebih dari yang aku kira", dan "Lebih baik ketimbang Festival Budaya Sekolah dihentikan."

Bahkan ada sorakan kayak "Semangat!" dan "Aku akan mendukungmu!"

Tunggu, apa jangan-jangan...

Apa 'ajang' ini mungkin... "─Iya. Bagus, Shiozaki-kun. Ini yang mau kamu lakukan, bukan?"

Hinoharu-senpai berbisik dengan senang hati dengan volume yang tidak akan tertangkap mikrofon.

Kayak yang sudah aku duga.

Akhirnya, aku paham niat sebenarnya Hinoharu-senpai.

─Survei Daring ini yaitu ajang dengan berbagai tujuan.

Komentar pada video menurunkan hambatan buat berekspresi jauh lebih efektif ketimbang berbicara langsung, memungkinkan para penonton siswa-siswi buar menyampaikan pendapat mereka dengan santai.

Dan dengan melihat kata-kata mereka dikumpulkan secara simultan dan disampaikan pada Calon Ketua OSIS di tempat, rasa keterlibatan tumbuh di kalangan siswa-siswi secara umum.

Sebagai hasilnya — Pemilihan Umum Ketua OSIS, yang sebelumnya terasa samar dan tidak menarik buat mereka, jadi sesuatu yang mudah dipahami dan dekat dengan mereka.

Tentu saja, keberadaan dan posisi 'Pengurus OSIS Kedua', yang bertindak sebagai perantara pendapat siswa-siswi, juga jadi jelas.

Janji dan kepribadian lawan, Shiozaki-senpai, juga disampaikan secara luas pada massa.

Menyatakan pendapat sendiri, menyampaikannya pada banyaknya orang, dan mendapatkan pengakuan...

Ajang ini menciptakan situasi yang mirip dengan pidato kampanye, memungkinkan pertukaran semacam itu.

"—Jadi, pada dasarnya, masalah ini berasal dari beban kerja yang berlebihan, bukan? Lalu, bagaimana kalau begini? Perpanjang masa persiapan lebih lanjut dan mulailah dari Liburan Musim Panas awal?"

"Itu akan menyebabkan kurangnya waktu belajar. Selain itu, masalah tempat penyimpanan bahan juga tidak akan teratasi. Meskipun kita membuka atap..."

─Ajang tersebut telah melampaui lingkup survei dan berubah jadi debat publik.

Mereka berdua berdiskusi dan berdebat soal metode terbaik, mencari solusi optimal.

Terkadang, mereka mengambil komentar dan mengembangkannya, sampai-sampai akhirnya membentuk rencana reformasi.

─Perdebatan panas yang membuat orang lupa kalau mereka sedang siaran.

Shiozaki-senpai tetap tenang kayak biasanya.

Hinoharu-senpai berbicara dengan bebas...

Tetapi buatku, mereka berdua...

Benar-benar tampak menikmati berdua.

Dan kemudian, setelah jauh melebihi waktu berakhir yang dijadwalkan...

"─Terima kasih banyak atas hari ini! Di masa mendatang, kami berencana buat terus membuat masalah buat Pengurus OSIS di 'Kanal Pengurus OSIS SMA Kyou-Nishi Kedua'! Buat yang tertarik dengan aktivitas Pengurus OSIS dan yang mau menyampaikan keluhan, silakan berlangganan kanal kami─"

─Ajang 'Pengurus OSIS Kedua' pertama berakhir dengan kata-kata dari Hinoharu-senpai.

*

"Bersulang!"

Dengan begitu, aku dan Hinoharu-senpai menyilangkan teh botol plastik kami bersama-sama.

—Taman Istana Maisagi, Tenshudai. Di bangku gazebo yang menghadap kastil.

Setelah kehilangan tempat kami di Ruang OSIS, kami kini mengadakan perayaan meriah di bawah langit senja yang berkilauan.

Taman Istana Maisagi, terdaftar di 'Catatan Tempat' sebagai 'Taman dan Tempat Wisata', biasanya ramai dengan turis pada hari libur, tetapi tidak banyak pengunjung pada hari masuk.

Saat ini, orang-orang di sekitar cuma seorang pria berpenampilan kayak pekerja kantoran yang berlari di sepanjang tembok batu jauh di sana dan seorang nenek-nenek yang sedang mengajak anjingnya jalan-jalan — benar-benar sepi.

"Tetapi mengapa kita mesti melakukannya di sini? Bukannya restoran keluarga saja sudah cukup?"

Aku mengarahkan pertanyaan pada Hinoharu-senpai yang duduk di sebelahku.

"Ekskul kita tidak punya anggaran. Kita mesti menghemat uang."

Hinoharu-senpai meneguk teh dan mengeluarkan suara "Ah" yang tidak sopan.

Pikirku di dalam hati, "Aku rasa tidak ada bedanya antara membeli botol plastik dan membeli minuman dari bar minuman..."

Saat aku membalas dalam hati, Hinoharu-senpai meregangkan tubuhnya dengan menguap lebar.

"Ah, tetapi rasanya enak sekali! Shiozaki-kun itu terlalu kaku! Kalau ia terus memberikan pidato kayak gitu, tidak ada yang akan tertarik! Aku hampir saja memotong obrolannya berkali-kali!"

"Aku sudah menahan diri begitu lama," kata Hinoharu-senpai dengan senyuman santai.

—Hinoharu-senpai jadi begitu terbuka akhir-akhir ini.

Aku tersenyum kecut dan menyesap tehku.

"Tetapi Shiozaki-senpai, ia benar-benar menerimanya dengan tenang."

"Iya... ...Shiozaki-kun menghadapinya dengan berani."

Hinoharu-senpai mengangguk puas.

—Sesi Tanya Jawab Daring tersebut berjalan sangat sukses.

Banyak komentar yang positif, kayak "Ini lebih bermanfaat dari yang aku kira" dan "Aku mau melakukannya lagi."

Jumlah langganan kanal juga meningkat dengan cepat, dan tujuan utama buat meningkatkan kesadaran soal 'Pengurus OSIS Kedua' dapat dianggap tercapai. Inilah langkah awal yang sangat bagus.

Dan sesuai dengan pernyataannya, "Aku tidak akan lari atau bersembunyi," Shiozaki-senpai bertahan menghadapi seluruh pertanyaan tajam Hinoharu-senpai.

Sejak pertengahan sesi, saat Hinoharu-senpai sepenuhnya keluar dari skenario, Shiozaki-senpai menjawab setiap pertanyaan dengan cermat, kadang-kadang menerima, kadang-kadang menolak dengan tegas, dan selalu sejalan dengan penanya.

Konstruksi argumen Shiozaki-senpai yang cermat tidak meninggalkan ruang buat kritik. Itulah bukti nyata karakter Shiozaki-senpai yang teguh dan tidak tergoyahkan.

"Kalau kamu dapat melakukannya, Pengurus OSIS akan baik-baik saja di masa mendatang. Tetapi aku mohon, paling tidak jadikan Festival Budaya Sekolah sebagai ajang dua hari."

"Aku akan berusaha sekuat tenaga demi melindunginya! Tidak usah khawatir, aku punya seluruh informasi internal soal Pengurus OSIS, dan aku berencana menggunakan segala trik atau manuver di belakang layar demi keuntunganku!"

"Kamu terlalu kejam pada ekskul lamamu, bukan...?"

"Asalkan aku tidak menyentuh informasi pribadi, itu bukan pelanggaran kerahasiaan."

Memang benar, kesediaan Hinoharu-senpai buat mengabaikan moral asalkan aturan mengizinkannya memang hal yang khas darinya.

"Dan lagipula," lanjut Hinoharu-senpai, "Mulai sekarang, aku akan melakukannya sendiri. Aku perlu menggunakan setiap alat yang ada di tanganku."

"Hah?"

Tertangkap basah oleh perubahan topik mendadak Hinoharu-senpai, aku jadi bingung.

Hinoharu-senpai tiba-tiba mengangkat pinggulnya dan berdiri di depanku, diterangi sinar mentari senja.

Dan kemudian—

"Terima kasih, Nagasaka-kun, atas segala bantuannya."

"A-Apa maksudnya ucapan terima kasih yang mendadak ini?"

"Buat ajang hari ini. Itu sangat asyik, mulai dari persiapan sampai  ajang sebenarnya. Sudah lama sekali aku tidak menikmati sesuatu sebegitu asyiknya."

Tetapi, Hinoharu-senpai menambahkan dengan raut wajah agak kecewa, "Kalau dipikir-pikir, rasanya ada yang kurang pas, loh?"

"Hah...?"

"Maksudku, semua ini terjadi cuma karena kamu yang mengaturnya buatku, bukan?"

Mengaturnya...?

Aku tidak paham makna kata-kata itu, dan aku berdiri di sana dengan mulutku ternganga.

"Tetapi... ...bukannya itu idemu, Hinoharu-senpai?"

"Iya sih, tetapi bukan itu yang aku maksud..."

Hinoharu-senpai menatap langsung ke mataku dan bilang—

"Sebenarnya, tidak asyik mengandalkanmu, Nagasaka-kun, sejak awal!"

Ha-Hah...?

Mengabaikan kebingunganku, Hinoharu-senpai melanjutkan.

"Iya, itu memang benar. Aku memang sudah salah dari awal," kata Hinoharu-senpai. "Aku mestinya tidak menganggap kalau kamu akan membantuku sejak awal. Itu tidak adil buatmu."

"A-Apa yang kamu bicarakan...?"

"Karena, begini, itu berarti aku tidak mempertimbangkan apa yang kamu nikmati. Aku mestinya fokus pada apa yang aku nikmati, terlepas dari apa kamu membantuku atau tidak. Itu tidak asyik kalau aku bergantung padamu sejak awal. Itu bukan siapa diriku."

"..."

"Pertama-tama, aku perlu menunjukkan padamu apa yang menurutku paling asyik, dan aku butuh kamu menerimanya. Itulah urutan yang semestinya; Kalau tidak, itu bukan kayak aku, bukan?"

"..."

"Dan kemudian, kalau kamu beranggapan bahwa — kalau kamu mengira kalau aku yang terbaik, Nagasaka-kun..."

—Ah. Orang ini.

"Jadi, begini, satu dorongan saja sudah cukup. Aku tidak butuh kamu selalu jadi sandaran atau mendukungku dari belakang."

Tidak ada jejak kelemahan dalam suara Hinoharu-senpai saat dia berbicara dengan percaya diri.

"Selain itu, mungkin..."

Saat sang surya tenggelam, mata Hinoharu-senpai berkilau, dan langit yang jernih berubah jadi merah tua.

Hinoharu Sachi-senpai—

"Nagasaka-kun, menurutku akan lebih asyik kalau kita berdua mengejar tujuan dan cita-cita masing-masing sebagai teman sebaya. Itulah yang aku pikirkan!"

—Hinoharu-senpai merasa sama kayak aku.

Hinoharu-senpai tersenyum polos, mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.

"Karena itulah yang menurutku paling asyik! Jadi Nagasaka-kun, lakukan saja apa yang menurutmu paling asyik sebagai Nagasaka-kun!"

Setelah Hinoharu-senpai pulih kembali,

Benar-benar, Hinoharu-senpai orang yang kuat... ...orang ini.

Aku mengernyitkan mataku karena cahaya yang terang dan tersenyum sedikit, merasa agak kesepian.

"...Dimengerti. kalau itu yang Hinoharu-senpai mau, aku tidak keberatan."

"Iya! Mari kita lakukan!"

Dan dengan senyuman terakhir, Hinoharu-senpai tertawa.

Bagaimanapun... ...masalah ini sekarang sudah terselesaikan.

Berpikir begitu, tepat saat aku hendak menyesap tehku...

"...Tetapi, iya."

...Dan kemudian,

Hinoharu-senpai tiba-tiba mundur.

"A-Ada apa?"

"...Kalau, ya. Cuma kalau, nih."

Dengan gelisah dan kesulitan berbicara, Hinoharu-senpai melanjutkan.

"Kalau... ...suatu saat, aku kayaknya ragu... ...Cuma pada saat itu, apa boleh aku agak bergantung padamu?"

─Hinoharu-senpai sebenarnya mulai bilang hal-hal egois kayak gitu.

"─..."

Ah, s*alan — Apa-apaan sih ini?

Memang kuat, tetapi lemah, memang menarik, tetapi menyebalkan.

Sama sekali tidak masuk akal, egois sampai ke tulang, jujur saja, apa-apaan sih ini─?

"─Kalau itu terjadi, aku akan membantumu sebanyak yang kamu butuhkan! Jadi tidak usah khawatir soal suasananya dan bergantunglah padaku!"

"...Hngh! Oke!"

─Hinoharu-senpai benar-benar kayak anak kecil, imut sekali, euh!

Aku merapikan rambutku buat menyembunyikan detak jantungku yang berdebar kencang dan meneguk sisa minumanku.

"Hei, hei! Jadi begitulah!"

"Wah?!"

Sebelum aku menyadarinya, Hinoharu-senpai sudah duduk di sampingku, wajahnya begitu dekat sampai-sampai aku dapat merasakan napasnya.

Begitu dekat sampai-sampai aku dapat menghitung setiap bulu matanya.

"Hi-Hinoharu-senpai! Yo─"

"Itu! Bisakah kamu berhenti memanggilku Senpai?!"

"Eh...?"

Hinoharu-senpai mengembungkan pipinya dan bilang,

"Kita ini teman sebaya, jadi aku mohon panggil aku dengan namaku. Aku juga akan memanggilmu dengan namamu."

"Ha-Hah......?! Te-Te-Tetapi kamu tiba-tiba bilang begitu..."

"Tanpa honorifik juga. ...Oke, Kouhei?"

Baca-Rabudame-LN-Jilid-3-Bab-5-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation



Aku merinding saat napas Hinoharu-senpai menyentuh leherku.

─Napasku jadi lebih cepat.

Detak jantungku berdebar kencang seakan-akan aku baru saja berlari kencang, sekujur tubuhku berdenyut bagaikan jantung itu sendiri.

Di celah kecil di mana raga kami hampir bersentuhan, aku dapat merasakan panas tubuh Hinoharu-senpai.

Aku dapat mendengar napas Hinoharu-senpai yang lembut.

Mata Hinoharu-senpai tetap secantik dan memikat kayak biasanya.

Rambut Hinoharu-senpai yang halus dan lembut bergoyang dengan manis di beberapa tempat.

Dan bibir Hinoharu-senpai ─ Bibir itu tampak sangat lembut.

Aku─

─Ah, tunggu sebentar.

Perasaan ini yang aku rasakan sejak tadi.

Begitu intens, begitu menguasai, begitu luar biasa ro─

"Ah, maaf. Aku baru saja mendapat DM." Templat wajib itu tiba-tiba muncul─

 ─!!

─Templat kesalahan klasik kisah komedi romantis diaktifkan, dan aku tersungkur ke tanah.

"Eh, wah, kamu baik-baik saja...?"

"...Itu refleks otomatis, lupakan saja."

Aku berbaring di tanah, merasakan tatapan Hinoharu-senpai, yang pasti berpikir, "Apa yang kamu lakukan tiba-tiba begini, aku jadi tidak nyaman sekarang."

Ah, s*alan, ini memang situasi yang bagus dan romantis kayak di kisah komedi romantis, tetapi pada akhirnya, frustrasiku yang menang, s*alan!

Mengabaikan kegelisahan dalam diriku, Hinoharu-senpai mulai mengutak-atik ponsel pintarnya.

Lalu.

"─Mustahil."

Hinoharu-senpai menatap layar dengan terkejut.

Bibir Hinoharu-senpai bergetar, dan aku terkejut.

"A-Apa lagi sekarang...? Jangan bilang ada masalah?"

Aku duduk tegak dan bertanya, dan─ 

"[Aku menonton siaran kalian. Ekskul itu tampaknya menarik, jadi aku mau bergabung.] ...Katanya."

"...Eh?"

Jadi itu berarti─

Apa jangan-jangan?

"─Kita berhasil mengajak seseorang masuk...!"

Baca-Rabudame-LN-Jilid-3-Bab-5-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

Baca juga:

• ImoUza Light Novel Jilid 1-5 Bahasa Indonesia

Baca juga dalam bahasa lain:

• Bahasa Inggris / English
 ←Sebelumnya           Daftar Isi         Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama