Bab 2Langganan dan Mahasiswi
"Maple Latte Panas ukuran biasa dan Es Cokelat, benar? Totalnya 780 yen." (Haruto)
Saat itu sudah lewat jam 5 sore.
Haruto, mengenakan seragam kafe buku, dengan lancar melayani pelanggan dengan ramah. Ia dengan cekatan mengoperasikan kasir, membuat minuman, dan mengantar pelanggan lain pergi dengan gerakan terlatih.
Telah bekerja enam hari seminggu sejak SMA, itu adalah tempat kerja di mana pada awalnya ia terus-menerus membuat kesalahan, tapi sekarang ia telah terintegrasi ke dalam bisnis sebagai aset berharga.
"Oke, lima jam lagi..." (Haruto)
Haruto melirik waktu yang tertera di kasir, mengumpulkan tekad untuk melanjutkan pekerjaan selama 30 menit tambahan.
Lalu, wajah yang dikenalnya memasuki toko.
"Haruto-san! Yaho~ Aku di sini lagi hari ini." (?)
"Ah, selamat sore, Shirayuki-san." (Haruto)
Shirayuki-san punya rambut berwarna teh susu yang dipotong bob. Kulit putih dengan mata merah muda. Cewek mungil dengan tas branded putih tersampir di bahunya, Shirayuki Aya, mendekati kasir sambil melambai.
"Sudah selesai matkul buat hari ini?" (Haruto)
"Iya! Aku cuma ada satu matkul sore ini (dialek daerah). Maksudku... ...aku cuma ada satu matkul, jadi aku semangat (dialek Tokyo)." (Aya)
"Haha, tidak apa-apa bicara dengan nada biasamu. Tidak ada yang menggodamu di sini." (Haruto)
"...I-Iya, karena Haruto-san terus memanjakanku kayak gitu, dialekku belum berubah bahkan setelah dua bulan." (Aya)
"Aku mohon jangan menuduh pelayan dengan cara kayak gitu." (Haruto)
Dari obrolan ini, kalian bisa tahu kalau Aya merupakan mahasiswi baru tahun pertama yang datang ke Tokyo dari daerah pedesaan buat kuliah. Dia berusaha keras buat menekan dialeknya karena dia tidak mau digoda oleh teman-teman barunya dan lebih suka tidak menunjukkannya di luar.
"Jadi... ...apa pesanan Kamu hari ini? Seperti biasa?" (Haruto)
"Tentu saja! Strawberry White Mocha ukuran besar! Aku punya... ...uang yang pas." (Aya)
"Siap." (Haruto)
"Bisa gambarkan sesuatu di atasnya juga?" (Aya)
"Latte art, bukan?" (Haruto)
"Iya! Terima kasih." (Aya)
Setiap kali Aya datang dan toko tidak terlalu ramai, dia selalu meminta Haruto buat, "Gambarkan sesuatu di minumannya!" Menurutnya, itu menambah pesona jadi seorang langganan.
"Ngomong-ngomong, kamu mau gambar apa hari ini...? Kemarin lusa, itu anjing, bukan?" (Aya)
"Kemarin lusa, itu rakun." (Haruto)
"...Itu anjing, bukan?" (Aya)
"Itu rakun." (Haruto)
"Hah? Be-Benarkah?" (Aya)
Sambil memiringkan kepalanya, Aya dengan cepat mengeluarkan ponsel pintarnya dari saku dan menunjukkan foto latte art dari hari itu di layar.
"Iya, itu rakun. Lihat ekornya yang tebal." (Haruto)
"Ja-Jadi itu rakun..." (Aya)
Sambil menatap ponsel pintarnya dengan mata terbelalak, ada ekspresi di wajah Aya yang seakan-akan bilang, "Seriusan?"
"Ngomong-ngomong, Shirayuki-san, apa kamu selalu memotret latte art-nya?" (Haruto)
"Iya, melihatnya kayak menghiburku~" (Aya)
"Karena gambarnya jelek?" (Haruto)
"Ti-Tidak, gambarnya unik!" (Aya)
Aya dengan cepat menutupinya dengan nada ringan.
"Terima kasih, tetapi... ...Iya, gambarnya berbicara sendiri ahaha." (Haruto)
Haruto sadar kalau ia tidak punya bakat seni. Meskipun begitu, fakta bahwa gambar-gambar Haruto berhasil merebut hati Aya sampai Aya memotretnya sudah merupakan kemenangan buat Haruto.
"Tetapi tahu tidak, aku yakin dengan latte art hari ini. Aku sering melatihnya akhir-akhir ini." (Haruto)
"Benarkah!?" (Aya)
"Yoi. Lihatlah saat aku menggambar katak." (Haruto)
"Mmm, aku akan melihatnya." (Aya)
"(Karena kamu sudah berlatih, bukannya lebih baik merahasiakannya dan mengejutkanku saat kamu menggambarnya?)" (Aya)
Meskipun itu merupakan kesempatan yang terlewatkan, Aya cuma tersenyum dan berpikir dalam hati, "Memang Haruto-san banget."
Tidak menyadari pemikiran tersebut, pena Haruto melaju di atas cangkir saat ia menyelesaikan gambar.
"Ah, aduh... ...Maaf, aku salah. Matanya jadi peyot." (Haruto)
"Ah, begitu. Kamu berlatih menggambar katak yang dipukul." (Aya)
"..." (Haruto)
"Hehe, bercanda kok." (Aya)
"Shirayuki-san, memang aku agak tidak sopan meminta, tetapi... ...bolehkah aku mengulanginya sekali? Gambarnya menggangguku." (Haruto)
Haruto tidak dapat mengganti cangkir cuma karena membuat kesalahan. Saat ia meminta buat mengulang art-nya di cangkir yang sama, ia menerima tanggapan tidak terduga.
"Tentu saja~! Tetapi, kamu dapat menggambarnya di cangkir baru saja..." (Aya)
"Eh?" (Haruto)
"Dengan begitu, aku bisa mentraktirmu minuman, Haruto-san." (Aya)
Aya, dengan tangan di belakang punggung, mencondongkan tubuhnya ke depan dengan senyuman riang. Sambil tergoda oleh ekspresi imut Aya buat menerima tawarannya, Haruto memegang teguh harga dirinya sebagai orang yang lebih tua.
"Meskipun aku menghargai itu, aku tidak dapat membiarkanmu bersusah payah begitu banyak..." (Haruto)
"Ini sebagai ucapan terima kasih karena selalu menjagaku! Lagipula, kamu selalu menuruti keinginanku, jadi... kalau kamu tidak mau aku traktir, kalau begitu, eum... ....iya!!" (Aya)
"'Iya'?" (Haruto)
"Iya... ...eum... iya!!!" (Aya)
Kayaknya Aya berniat menyarankan semacam permainan hukuman, tetapi dia tidak dapat langsung memikirkannya. Dia menutupinya dengan mengangguk antusias.
"Jadi... ...kamu benar-benar tidak keberatan melakukannya, bukan?" (Haruto)
"Iya, benar sekali." (Aya)
"Oke, kalau begitu... ...aku akan menerima tawaranmu. Terima kasih banyak." (Haruto)
"Tidak masalah! Terima kasih atas segalanya kayak biasanya." (Aya)
Menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi, Aya membiarkan rambut berwarna teh susunya bergoyang, dan dengan satu sudut bibirnya terangkat, dia membentuk senyuman nakal yang licik.
"Sebagai gantinya, pastikan buat menunjukkan hasil latihanmu, oke?" (Aya)
"Hei, memberi tekanan kayak gitu padaku itu tidak perlu..." (Haruto)
"Hehe, aku sengaja melakukannya, loh?" (Aya)
"Itu jahat... Tetapi, aku benar-benar sudah berlatih, jadi mestinya baik-baik saja. Oke." (Haruto)
Mengubah ekspresinya jadi serius, Haruto mulai menggerakkan pena di cangkir baru, tetapi kemudian...
"Ah..." (Haruto)
Suara terkejut keluar dari mulut Haruto saat ia melihat hasil akhirnya.
Pada akhirnya, apa yang Aya terima yaitu sebuah cangkir dengan gambar katak di atasnya, persis kayak yang pertama, dengan mata peyot.
Pada akhirnya, Haruto menyerah pada tekanan.
"Eum, iya... ...Ini..." (Haruto)
"Apa kamu mau serasi denganku?" (Aya)
"Aku, eh, mau serasi denganmu." (Haruto)
"Hehe, jangan bilang hal memalukan kayak gitu." (Aya)
"Kamu yang membuatku bilang begitu, Shirayuki-san..." (Haruto)
Haruto membalas, menahan rasa malu. Kalau mengakuinya berarti ia akan diampuni atas kesalahan itu, ia tidak punya pilihan.
"Oke, ini dia, maaf menunggu. Ini Strawberry White Mocha pesananmu." (Haruto)
"Terima kasih! Kalau begitu, semoga sukses dengan sisa pekerjaanmu, Haruto-san." (Aya)
"Kamu juga, Shirayuki-san." (Haruto)
"Tentu saja~!" (Aya)
"Haha, mari kita berdua lakukan yang terbaik." (Haruto)
"Iya~!" (Aya)
Itu merupakan obrolan terakhir mereka di kasir. Setelah Aya menerima minumannya, dia duduk di bangku kosong dan mengeluarkan laptopnya dari tasnya.
Melihat ini, Haruto beralih melayani pelanggan baru yang baru saja memasuki kafe.
=====================
Saat itu pukul 10:05 malam.
"Kerja bagus hari ini, Haruto-san." (Aya)
"Kamu juga, Shirayuki-san." (Haruto)
Setelah menyelesaikan pekerjaan paruh waktu dan berganti pakaian santai, Haruto bertemu Aya di tempat parkir kafe buku yang sudah tutup.
Haruto tidak dapat mengingat kapan itu dimulai, tetapi telah jadi kebiasaan buat mereka untuk meninggalkan kafe bersama hingga titik di mana jalan mereka bercabang, terutama saat mereka berdua tetap berada di kafe sampai waktu tutup.
"Bagaimana kemajuan pekerjaan menyunting videomu?" (Haruto)
"Iya... ...jujur saja, itu agak sulit." (Aya)
"Ahaha, kedengarannya berat." (Haruto)
"Iya... ...Sulit karena aku belum terbiasa. Meskipun aku berusaha semaksimal mungkin, paling banyak, aku cuma dapat mengelola dua video sebulan..." (Aya)
"Tetap saja, itu mengesankan. Tidak banyak mahasiswi yang dapat mengedit video, dan kamu mengerjakannya bersamaan dengan kuliahmu." (Haruto)
"Terima kasih..." (Aya)
Ini bukan sekadar sanjungan.
Meskipun Haruto belum menanyakan detail spesifik pekerjaan pengeditan video Aya, ia pernah merekam dan mengedit video gameplay buat ABEX, jadi Haruto sendiri akrab dengan tantangan menyunting konten semacam itu.
"Pasti sulit, memikirkan thumbnail dan memutuskan di mana mesti memotong." (Haruto)
"Iya, thumbnail itu kayak headline berita buat video, jadi aku mesti membuatnya menarik agar menarik minat orang-orang. Dan tergantung di mana aku memotong video, itu bisa mengubah daya tarik video... Ngomong-ngomong, Haruto-san, kamu kayaknya tahu banyak soal ini?" (Aya)
"Ah... ...iya, sebenarnya, aku punya teman yang bekerja di bidang penyuntingan, jadi aku pernah mendengar berbagai hal dari mereka!" (Haruto)
Mata Haruto membelalak saat Aya menanyainya, dan ia langsung membuat-buat alasan di tempat.
Sudah umum buat content creator untuk menyunting video mereka sendiri.
Kalau Haruto memproduksi video yang tidak menyinggung orang, itu akan jadi satu hal, tetapi ia mengunggah video yang berfokus pada perilaku toksik. Ia tidak dapat mengambil risiko terbongkar.
Saat Haruto ketahuan, itu akan membuat bekerja dengan orang lain tidak nyaman, orang-orang akan menjaga jarak, dan ia kemungkinan besar akan disambut dengan tatapan menghina— serangkaian skenario terburuk muncul di dalam benaknya.
"Ngomong-ngomong, Shirayuki-san, apa yang kamu rencanakan setelah sampai rumah? Tugas kuliahmu?" (Haruto)
"Aku akan main gim lagi! Aku benar-benar fokus ke gim di rumah." (Aya)
"Ah, begitu ya? Kalau gim, apa itu gim teka-teki atau gim simulasi?" (Haruto)
"A-Apa begitu caramu melihatku?" (Aya)
"Aku cuma kepikiran kamu lebih suka gim yang lebih damai... ...Apa aku salah?" (Haruto)
"Gim yang aku mainkan justru kebalikannya. Itu gim di mana kamu menembak dan mengalahkan musuh. Atau istilah sederhananya itu FPS." (Aya)
"Tunggu, kamu main gim FPS!?" (Haruto)
"Benar sekali!" (Aya)
♦
Perbandingan pemain cowok dan cewek dalam gim FPS kira-kira 8:2. Tidak heran Haruto terkejut.
Jumlah pemain cewek dalam genre ini sangat rendah.
"Apa kamu pernah dengar ABEX, Haruto-san? Itu gim yang terkenal sekali." (Aya)
"?! Kalau kamu bicara soal ABEX, aku juga memainkannya!" (Haruto)
"Eh!? Haruto-san juga memainkannya!?" (Aya)
Tidak mau membahas topik penyuntingan video, Haruto dengan paksa mengalihkan obrolan, yang entah bagaimana justru mengarah pada penemuan tidak terduga akan minat yang sama.
Namun, obrolan itu masih dalam zona "berbahaya".
Undangan kayak "Mari kita bermain bersama lain kali" merupakan sesuatu yang mesti diwaspadai.
Haruto merupakan seorang streamer gim. Nama user ABEX-nya yaitu "Oni_chan" yang terkenal, dan ia memegang rank teratas, Predator, yang cuma dapat dicapai oleh 750 orang teratas.
Sangat penting buat menghindari pengungkapan akun utama Haruto dengan segala cara.
Kalau Haruto mesti menyebutkan akunnya, itu cuma dapat dalam bentuk akun cadangan.
"Ngomong-ngomong, apa rank-mu, Haruto-san? Mungkin rank-mu sebenarnya cukup tinggi...?" (Aya)
"Tidak, tidak! Aku baru mencapai Platinum, jadi aku di tengah." (Haruto)
"Aku di Platinum juga!" (Aya)
"Wa-Wah, kebetulan sekali..." (Haruto)
Demi menjaga keadilan di ABEX, meskipun kalian berteman, kalau ada perbedaan rank yang signifikan, kalian tidak dapat bermain pertandingan rank bersama. Namun, dalam pertandingan kasual di mana hasil pertandingan tidak memengaruhi rank kalian, ceritanya lain.
"Kalau begitu, kita mesti bermain bersama lain kali, bukan!?" (Aya)
"Ahaha, iya, tentu saja." (Haruto)
Pada saat itu, Haruto merasa bersyukur punya akun cadangan. Ia terkejut kalau Aya memainkan gim kompetitif kayak gitu, tetapi mengingat kepribadiannya, Aya mungkin menikmati keramaiannya.
Sambil membayangkan hal-hal kayak gitu, mereka terus berbicara soal ABEX selama beberapa puluh menit.
"Uwah~ Kita sudah sampai..." (Aya)
Nada ceria Aya tiba-tiba berubah dan suara kekecewaan memenuhi udara.
Di depan mereka ada persimpangan jalan yang familiar. Ini merupakan persimpangan biasa di mana mereka berpisah.
"Waktu cepat berlalu kalau bersenang-senang, ya? Aku penasaran apa ada cara buat membuatnya bertahan lebih lama." (Aya)
"Aku senang mendengarmu bilang begitu. Aku juga berpikir hal yang sama." (Haruto)
"Kamu sebenarnya jauh lebih senang ketimbang yang kamu tunjukkan, bukan? Itu akting yang cukup bagus~" (Aya)
Sambil menyatakan hal itu dengan bercanda dengan sedikit kerutan di alis matanya yang tipis, ada senyuman licik di wajah Aya. Kayaknya Aya memahami perasaan sejati Haruto di balik kata-kata itu.
"..." (Haruto)
"Pfft, hehe." (Aya)
Sambil menatap dalam diam dan memikirkan apa yang mesti dia bilang, Aya menutup mulutnya dan tertawa terbahak-bahak.
"Hei~ tidak apa-apa kok, kalau kamu berbohong padaku, loh? Misalnya, Kamu bisa saja bilang, 'Itu tidak benar!'" (Aya)
"Kamu mungkin sudah tahu bagaimana perasaanku meskipun aku bilang begitu." (Haruto)
"Hmm. Okelah kalau begitu, lain kali, aku akan bersikap seakan-akan aku tidak tahu." (Aya)
"Mengenalmu, itu mungkin akan tampak di wajahmu nanti." (Haruto)
"Kalau itu terjadi, aku akan mengandalkan Haruto-san buat menghentikanku." (Aya)
"Ada apa dengan itu?" (Haruto)
Respons yang khas dari Aya, dan kayaknya Aya sadar kalau dia cukup ekspresif.
"Iya, sudah larut, jadi mari kita akhiri hari ini. Aku tinggal sendiri, jadi tidak masalah buatku, tetapi Haruto-san mungkin tidak sama." (Aya)
"Terima kasih. Aku akan ikuti itu." (Haruto)
"Di luar gelap, jadi hati-hati di jalan pulang, Haruto-san." (Aya)
"Kamu juga, Shirayuki-san." (Haruto)
"Iya! Kalau begitu, mari kita main ABEX lain kali, oke? Janji?" (Aya)
"Tentu saja. Sampai jumpa nanti." (Haruto)
"Sampai jumpa! Dadah!" (Aya)
Haruto melambai sambil melihat Aya pergi. Saat punggung Aya menghilang di tikungan, Haruto mengeluarkan ponsel pintarnya dari saku dan segera menelepon.
Setelah dua kali berdering, orang di seberang sana mengangkatnya.
"(Halo, Yuu? Bagaimana segalanya hari ini?)" (Haruto)
"(Iya, segalanya baik-baik saja. Ada apa, Abang?)" (Yuno)
"(Ah, tidak ada apa-apa. Cuma memberi tahu Abang sedang dalam perjalanan pulang, mestinya sebentar lagi sampai.)" (Haruto)
"(Hmm? Abang bisa kirim pesan saja ketimbang menelepon, loh?)" (Yuno)
"(Iya, iya. Abang cuma merasa lebih tenang dengan panggilan telepon.)" (Haruto)
Karena mereka hanya keluarga berdua, terus-menerus menjaga komunikasi, dan saling berkonsultasi telah menjadi semacam aturan keluarga.
"(Yah, itu benar... Oh, juga, terima kasih atas kerja keras Abang di tempat kerja hari ini.)" (Yuno)
"(Haha, terima kasih, Yuu. Bagaimana sekolah hari ini? Kamu tidak menemui masalah apapun, bukan? Kamu baik-baik saja?)" (Haruto)
"(Hah... Abang, Abang terlalu khawatir. Sama saja kayak biasanya.)" (Yuno)
"(Siap. Asalkan kamu baik-baik saja.)" (Haruto)
Meskipun Haruto sudah tahu kalau ia terlalu protektif, ia terus menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini setiap hari.
Yuno merupakan siswi SMA kelas sebelas yang telah kehilangan kedua orang tuanya. Ini membuat situasi keluarganya sangat berbeda dari orang-orang di sekitarnya. Meskipun ini topik yang sensitif, berbicara soal keluarga di sekolah merupakan hal yang lumrah. Inilah pengalaman Haruto sendiri.
"(Ah, Abang. Ada yang mau aku tanyakan sekalian.)" (Yuno)
"(Hmm?)" (Haruto)
"(Aku kepikiran buat mengundang Suzuha-chan ke rumah kita hari Minggu depan... ....Apa Abang punya jadwal streaming hari itu...?)" (Yuno)
"(Ah! Suzuha-chan datang? Abang tidak punya jadwal streaming, jadi silakan saja undang dia. Ngomong-ngomong, kamu sudah menentukan waktunya?)" (Haruto)
"(Buat sekarang, kami berencana nongkrong dari jam 1 siang sampai jam 5 sore.)" (Yuno)
"(Siap. Abang akan pastikan agar tidak streaming hari itu. Abang tidak dapat membiarkan Suzuha-chan mendengar itu, bagaimanapun juga...)" (Haruto)
Meskipun Haruto streaming dari kamar gaming-nya, kamar itu sendiri tidak kedap suara.
—Si ikan teri datang~!
—Oke, terima kasih atas barangnya~!
—Silakan datang lagi~!
Buat menghindari suara-suara kayak gitu didengar orang lain, Haruto memutuskan agar tidak pernah streaming saat ada tamu.
Kalau seseorang mendengarnya, meskipun itu berhubungan dengan pekerjaan... ...itu mungkin akan aneh.
—Abang-nya Yuno-chan itu orang yang berbahaya.
Demi mencegah rumor semacam itu menyebar, Haruto mesti ekstra waspada.
"(Iya, tidak peduli apa yang Abang lakukan, aku pikir Suzuha-chan akan paham, mengingat keadaannya.)" (Yuno)
"(Iya, Abang juga merasa begitu, tetapi selalu baik buat berhati-hati. Kalau Abang jadi tidak disukai, tidak apa-apa, tetapi kalau itu dapat memengaruhi Yuu...)" (Haruto)
"(Kalau sampai begitu, kita akan menghadapinya saat itu terjadi. Kita dapat menanganinya bersama-sama, kayak biasanya.)" (Yuno)
"(Iya, kamu benar.)" (Haruto)
Mungkin karena hidup tanpa orang tua, Yuno benar-benar jadi kuat. Haruto merasakan kebahagiaan dari pertumbuhannya, dan ia tertawa senang.
"(Ngomong-ngomong, cepatlah kembali, Abang. Aku buat Oyakodon hari ini.)" (Yuno)
"(Apa, Oyakodon!? Seriusan!? Abang datang!)" (Haruto)
"(Aku senang Abang menantikannya tetapi hati-hati. Kalau sesuatu terjadi pada Abang...)" (Yuno)
"(A-Abang tahu, tentu saja.)" (Haruto)
"(Okelah kalau begitu. Aku akan menghangatkannya jadi kita bisa makan begitu Abang pulang.)" (Yuno)
"(Terima kasih. Sampai jumpa di rumah.)" (Haruto)
"(Oke.)" (Yuno)
Setelah obrolan itu, Haruto mengakhiri panggilan telepon dan menghela napas kecil.
"Seriusan, aku mesti lebih hati-hati..." (Haruto)
Yang terlintas di benak Haruto yaitu perkataan Yuno dari tadi.
(Kalau sesuatu terjadi pada Abang...)
Sebagai abangnya dan satu-satunya keluarga yang tersisa, Haruto tidak mau Yuno memunculkan pemikiran kayak gitu. Haruto tidak mau Yuno bilang atau mendengar hal-hal kayak gitu.
"Oke, keselamatan dulu di jalan pulang. Kalau nanti aku menyombongkan diri soal ini, mungkin Yuu akan merasa sedikit lebih tenang... ...mungkin." (Haruto)
Haruto tahu kalau akan ada balasan kayak 'Jangan menyombongkan hal yang begitu jelas', tetapi menenangkan Yuno lebih penting.
"Eum, Eum." (Haruto)
Haruto mengangguk tegas pada dirinya sendiri, dan tepat saat ia hendak mematikan ponsel pintarnya agar tidak menggunakannya saat berjalan, sesuatu menarik perhatiannya.
"Hmm?" (Haruto)
Pada ikon aplikasi Twitto, di pojok kanan atas, angka '99+' ditampilkan.
Ini tidak diragukan lagi merupakan jumlah notifikasi, artinya ada lebih dari 99 hal yang dikirimkan pada Haruto.
"A-Apa ini? A-Ada apa...?" (Haruto)
Haruto barusan menyadarinya karena biasanya ia mematikan notifikasi saat bekerja. Wajahnya sesaat jadi tegang.
Haruto belum pernah melihat jumlah angka kayak gini sejak hari insiden streaming itu.
Meskipun Haruto punya firasat buruk, ia tidak dapat mengabaikannya begitu saja dan memutuskan buat memeriksa.
"No-Notifikasi ini... ....Pesan kritik karena memukul Ayaya-san, mungkin?" (Haruto)
Kalau ada sesuatu yang dapat Haruto pikirkan, itu ya ini.
Haruto telah bertindak kasar pada streamer dengan lebih dari 300.000 subscribers. Wajar saja kalau fans Ayaya kesal, dan menerima kritik bukanlah hal yang mengejutkan.
"I-Iya, sebagai Oni-chan, itu bukan hal yang buruk... ...Bahkan, itu lumayan bagus." (Haruto)
Buat streamer biasanya, ini mungkin merusak, tetapi situasinya telah berubah sejak insiden streaming itu. Rumor soal Oni-chan sebagai 'orang baik' entah mengapa telah menyebar.
Demi terus menjaga status quo, itu akan jadi situasi yang ideal.
"Aku memang yakin itu semua komentar kebencian, tetapi mari kita periksa sekarang." (Haruto)
Haruto memutuskan buat tidak menundanya, karena ia tidak mau terganggu terlalu lama dan melewatkan oyakodon buatan Yuno.
Mempersiapkan diri buat apa yang akan ia lihat, Haruto membuka Twitto dan memeriksa notifikasi.
"Hah." (Haruto)
Yang mengejutkannya, ada komentar yang tidak pernah Haruto duga.
Postingan Twitto: [Aku mohon kolaborasi dengan Ayaya lagi! Seru banget!]
Ini merupakan pesan pertama yang menarik perhatian Haruto.
Postingan Twitto: [Kamu seriusan orang baik. Aku akan mendukungmu mulai sekarang. Teruslah semangat!]
"...Hah?" (Haruto)
Ini merupakan pesan kedua yang menarik perhatian Haruto.
Postingan Twitto: [Kapan streaming-mu berikutnya? Biarkan aku kirimkan donasi.]
"Hah...?" (Haruto)
Ini merupakan pesan ketiga yang menarik perhatian Haruto.
♦
Meskipun perilaku kasar pada Ayaya, entah mengapa, Oni-chan barusan menerima komentar positif.
"Me-Mengapa, mengapa pesan-pesan ini datang...? Aku sudah memukul Ayaya-san... Fans-nya mestinya marah, bukan...?" (Haruto)
Memeriksa profil pengguna yang meninggalkan pesan-pesan ini, sangat jelas kalau mereka merupakan fans Ayaya.
Bergumam pada diri sendiri, Haruto terus menggulir notifikasi.
Alasan mengapa ini terjadi menjadi jelas saat Haruto membuka URL yang telah dikirimkan padanya.
"A-Ada apa dengan klip ini...?" (Haruto)
Hal pertama yang menarik perhatian Haruto yaitu klip dengan judul: "Oni-chan Toksik Bersikap Terlalu Baik pada Ayaya (Wkwk)."
Itu punya 50.000 likes dan telah di-retweet lebih dari 20.000 kali.
Ada beberapa klip dan video lain dalam situasi serupa.
Salah satu video tersebut mencakup sorotan dari semua momen bagus dari kolaborasi dengan Ayaya.
Oni-chan telah memberikan satu-satunya Assault Rifle, R-301, mengklaim kalau ia sudah punya.
Oni-chan menyerahkan satu healing item ekstra.
Oni-chan memuji baik musuh maupun sekutu.
Semua tindakan ini disunting dengan cermat jadi video yang dibuat dengan baik dan lucu.
Saat menonton video itu, ada sebagian dari dirinya yang berpikir, "Apa tidak apa-apa kalau aku berinteraksi dengan orang kayak dia?"
Memeriksa bagian komentar video, cuma ada reaksi positif dari sudut pandang Oni-chan.
Postingan Twitto: [Oni-chan baik banget, wkwk.]
Postingan Twitto: [Dasar cowok ceroboh yang imut.]
Postingan Twitto: [Aku tahu. Oni-chan memperlakukan Ayaya kayak Si Adik.]
Postingan Twitto: [Betul bukan? Dapat dilihat bagaimana Oni-chan berinteraksi dengan adiknya di video ini, wkwk.]
Tidak ada satu pun komentar negatif. Tidak ada satu pun.
"Ti-Tidak, ini gawat... ...Kalau mereka melihatku begini, akan sulit buat terus mempertahankan status quo... ....Mengapa ini dapat menarik perhatian sebesar ini sih?!" (Haruto)
Alasannya jadi jelas dari komentar di bawahnya.
"Mus-Mustahil... ....bukan?" (Haruto)
Itu bukanlah kesalahan.
Ayaya, seorang gamer profesional dengan lebih dari 200.000 followers di Twitto dan orang yang ditampilkan di berbagai klip dan video, membantu menyulut api dengan komentar kayak, "Oni-chan dan aku tidak sengaja berkolaborasi! Cek detailnya di VOD streaming*-ku!"
(TL Note: VOD singkatan dari Video on Demand.)
"Euh. Tidak aku sangka aku akan dijadikan batu loncatan...!" (Haruto)
Merasa lututnya lemas, Haruto paham kalau ini merupakan karma.
Haruto lah yang awalnya mencoba memanfaatkan Ayaya, jadi tidak ada ruang buat mengeluh.
"Ini gawat. Ini benar-benar gawat... ...Aku harus segera melakukan damage control..." (Haruto)
Keringat dingin menetes.
Sambil memegangi kepalanya dan memikirkan langkah selanjutnya, Haruto memprioritaskan buat mengunggah pesan demi menenangkan situasi.
Postingan Twitto: [Hah. Aku barusan menyelesaikan urusanku dan begitu aku mengecek Twitto, yang aku lihat cuma kekacauan kebohongan. Apa kalian benar-benar sangat menginginkan perhatianku? Ini merepotkan, jadi aku tidak akan repot-repot mengurusnya.]
Haruto mengabaikan users yang menunjukkan niat baik dan dengan sengaja mengunggah tanggapan dingin. Namun, segalanya sia-sia.
Postingan Twitto: [Aku dengar Oni-chan kerja enam hari sepekan, jadi ia sudah bekerja selama ini!? Terima kasih atas kerja keras, Oni-chan!]
Postingan Twitto: [Santai saja dan istirahat~]
Postingan Twitto: [Bilang "Ini merepotkan" pada dasarnya sama dengan bilang "Aku tidak punya argumen balasan"!]
Postingan Twitto: [Jujur saja, aku mau Oni-chan memperhatikanku!]
Cuma dalam waktu sekitar 10 detik, komentar-komentar kayak gini muncul. Apa kesalahan mengunggah di sini sejak awal? Haruto mulai berpikir.
Tidak, Haruto jadi yakin setelah melihat pesan berikutnya.
Postingan Twitto: [Yei~! Perhatikan aku juga!] — Komentar kayak gitu datang dari akun Ayaya, yang punya lebih dari 200.000 followers.
Kalau ini terus berlanjut, tidak akan ada cara buat menahan situasinya. Itu bagaikan menuangkan bahan bakar ke dalam api.
"Ti-Tidak... ...Kamu benar-benar tidak perlu mengunggah itu. Meskipun itu bagian dari kepribadianmu." (Haruto)
Wajah Haruto memang dipenuhi dengan kesusahan, tetapi setelah dipikirkan lebih lanjut, ia menyadari ini mungkin kesempatan bagus. Bagaimanapun, kayaknya orang ini suka terlibat dalam suasana ramai, meskipun itu berarti mengganggu orang biasa.
Postingan Twitto: [Hei, aku tidak akan memaafkanmu atas segala hal ini. Biarkan aku memukulmu lagi.]
Di Twitto, pertukaran ini dilihat oleh semua users. Dengan kata lain, Haruto mengira kalau ia bisa memulihkan citranya dengan sepenuhnya merangkul persona toksiknya di kesempatan ini.
Postingan Twitto: [Cara yang unik buat mengundangku ke kolaborasi lain! Aku setuju!!]
Postingan Twitto: [Aku juga setuju... ...Tidak!! Berhentilah menggangguku.]
Sambil menanggapi Ayaya, sebuah pemikiran melintas di dalam benak Haruto.
"Karena dialeknya, rasanya kayak aku berbicara dengan Shirayuki-san..." (Haruto)
Entah karena Haruto baru tahu kalau Aya itu pemain ABEX atau tidak, ia tidak dapat tidak merasa kayak gitu. Haruto merasa bersalah menyelinap pada Aya, berpikir ia mungkin menggunakan bahasa kasar dengan seseorang yang ia kenal.
Postingan Twitto: [Aku tidak bercanda!]
Postingan Twitto: [Oke, aku tidak akan membalasmu lagi.]
Haruto paham kalau situasi ini semakin tidak terkendali, jadi ia memilih buat mundur secara strategis.
Postingan Twitto: [Ada apa dengan candaan ini, wkwk.]
Postingan Twitto: [Kalian berdua mending pacaran saja sekarang…]
Postingan Twitto: [Tidak, itu mustahil. Ayaya itu punyaku.]
Postingan Twitto: [Ayaya itu bukan punyamu! Ayaya itu punyaku.]
Saat sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi, hal itu cenderung meningkat jadi hal yang lebih tidak menyenangkan.
Seakan-akan membuktikannya, obrolan ini saja dengan cepat melampaui 500 likes.
"No-Notifikasinya tidak berhenti..." (Haruto)
Bahkan setelah memeriksa notifikasi, notifikasi baru terus berdatangan. Kayaknya tidak ada habisnya.
"Hah... ...Cukup sudah buat hari ini. Kita tunggu saja sampai segalanya tenang... ...Aku harap ini merupakan keputusan yang tepat..." (Haruto)
Memutuskan buat menunda masalah ini, Haruto mematikan ponsel pintarnya.
Dengan tidak adanya yang berjalan dengan lancar dan hati yang berat, Haruto pulang ke rumah dengan mengutamakan keselamatan.
Dan setelah kembali ke rumah...
"Terima kasih atas makanannya. Makan malam hari ini juga lezat. Terima kasih kayak biasanya." (Haruto)
"Bukan apa-apa. Aku cuma melakukan hal biasa." (Yuno)
Haruto menghabiskan makanan yang telah disiapkan Yuno, mengungkapkan rasa terima kasihnya kayak biasanya.
"Ah, Abang, apa tidak apa-apa kalau kita makan oyakodon buat sarapan besok juga? Kalau kurang menarik, aku dapat membuat lebih banyak lauk." (Yuno)
"Tidak, tidak apa-apa! Ngomong-ngomong, Abang tidak dapat terus mengandalkan Yuu, jadi... ...mungkin sudah saatnya kamu mengajari Abang cara memasak...?" (Haruto)
Haruto menatap penuh harap dengan mata berwarna kuning kecokelatan pada Yuno, tetapi permintaannya dengan mudah disisihkan.
"Aku tidak dapat membiarkan orang yang mengacaukan gula dan garam di dapur. Aku rasa Abang mungkin akan menyebabkan kebakaran suatu hari nanti." (Yuno)
"Ahaha... ...Abang benar-benar minta maaf atas insiden itu." (Haruto)
"Iya, bagaimanapun juga, itu jadi kenangan yang baik, jadi aku tidak akan bilang itu sepenuhnya buruk." (Yuno)
"'Bagaimanapun juga' terdengar agak menyedihkan, bukan?" (Haruto)
Ini terjadi pada hari ulang tahun Yuno. Haruto, yang belum terbiasa memasak, berusaha sebaik mungkin demi menyiapkan makanan perayaan tetapi membuat kesalahan dengan mengacaukan bumbu.
"'Itu enak,'" kata Yuno sambil makan, tetapi sejak saat itu, Yuno telah melarang abangnya dari dapur.
Haruto masih ingat saat Yuno bilang, 'Aku belum pernah melihat orang yang tidak mencicipi masakannya sendiri.'
"Iya... ....seriusan, Abang tidak perlu khawatir soal apapun, Bang. Mengurus pekerjaan rumah tangga itu tanggung jawabku." (Yuno)
"Meskipun begitu, bukannya akan lebih mudah kalau Abang belajar memasak?" (Haruto)
"Hmm. Bohong jika mengatakan itu tidak akan lebih mudah. Tapi aku senang melakukannya, dan jika Abang memaksakan diri lebih keras lagi, Abang pasti akan kelelahan, kan?" (Yuno)
Sambil memutar sehelai rambutnya yang kayak antena dengan jari telunjuknya, Yuno melanjutkan berbicara.
"Aku tahu persis, kok? Bahkan setelah menyelesaikan pekerjaan kafe Abang, Abang streaming sampai larut malam dan menyunting video. Kalau Abang sudah sesibuk ini, Abang pasti akan kelelahan kalau melakukan pekerjaan rumah tangga juga." (Yuno)
"Iya, kamu juga sama sibuknya. Kamu sekolah, bekerja paruh waktu, mengerjakan pekerjaan rumah, dan bahkan belajar buat kuliah. Kamu jauh lebih sibuk ketimbang Abang." (Haruto)
"Abang lebih sibuk, loh." (Yuno)
"Tidak, Yuu yang lebih sibuk." (Haruto)
"Abang." (Yuno)
"Tidak, Yuu." (Haruto)
Pada kenyataannya, mereka berdua sama-sama sibuk. Justru karena mereka peduli satu sama lainlah pertengkaran kayak gitu muncul.
Pertarungan tanpa kompromi terungkap di ruang tamu selama beberapa menit.
"Ah." (Haruto)
Entah dapat dianggap timing yang bagus atau tidak, ponsel pintar Haruto yang ada di meja bergetar.
"Pesan?" (Yuno)
"Iya. Abang menyetelnya agar cuma dapat notifikasi buat DM Twitto, jadi mungkin itu..." (Haruto)
Akun Haruto dikonfigurasi buat menerima pesan langsung cuma dari followers bersama.
Dengan kata lain, pesan akan berasal dari orang-orang yang terhubung dengannya.
"Siapa ya... ....Abang tidak punya koneksi yang terlalu dekat." (Haruto)
"Bukannya LAIN*?" (Yuno)
(TL Note: Versi Author dari LINE.)
"Tidak, Abang mematikan notifikasi buat itu." (Haruto)
Sambil membalas, setelah memeriksa notifikasi, ternyata ada... ....nama Ayaya, seorang streamer dengan lebih dari 300.000 subscribers.
"(Oni-chan! Kapan kita bisa kolaborasi lagi? Aku sudah kepikiran buat menyesuaikan jadwalku! Apa sekarang waktu yang buruk?)" (Ayaya)
Undangan dari seseorang yang punya lebih dari dua kali lipat jumlah subscribers... ...Kolaborasi ini tidak akan banyak menguntungkan Ayaya, tetapi dia masih bersedia menyesuaikan jadwalnya dan melanjutkan kolaborasi.
Mungkin sangat sedikit streamer di luar sana yang tidak punya agenda tersembunyi kayak Ayaya.
"..." (Haruto)
"Hei, Abang. Pesan itu dari seorang cewek, bukan?" (Yuno)
"Me-Mengapa kamu berpikir begitu?" (Haruto)
"Karena Abang tampak sangat senang menatap layar." (Yuno)
Saat Haruto mengangkat wajahnya dari ponsel pintarnya, Yuno sedang bersandar dengan ekspresi cemberut.
"Iya, bukan karena itu dari seorang cewek Abang jadi senang. Abang jadi senang karena isi pesannya." (Haruto)
"Benarkah?" (Yuno)
"Iya, sungguh. Itu pesan dari seseorang soal keinginan berkolaborasi dengan Abang." (Haruto)
"Eh!?" (Yuno)
Yuno tampak terkejut, tetapi ekspresinya dengan cepat jadi rumit.
"Kayaknya itu akan jadi streaming yang kacau. Berkolaborasi dengan Abang berarti orang itu mungkin juga seseorang yang suka mengejek orang lain..." (Yuno)
"Iya, itu hal yang lumrah buat pro gamer." (Haruto)
"Pro gamer!? Bukannya itu memengaruhi reputasi mereka? Kayak, 'Berkolaborasi dengan orang ini berarti mereka membenarkan perilaku kayak gitu.'" (Yuno)
"Iya, eum... ...mestinya tidak apa-apa." (Haruto)
"Be-Benarkah?" (Yuno)
"Kalau mereka yang mengundang, Abang rasa mestinya tidak apa-apa." (Haruto)
Apa yang dibilang Yuno masuk akal. Haruto juga mengkhawatirkan hal yang sama. Itulah mengapa Haruto selama ini menghindari kolaborasi dengan orang lain dan cenderung bekerja sendiri. Namun, setelah insiden dengan Ayaya, situasinya jadi agak aneh.
♦
"Begitu. Kalau begitu, Abang mesti segera membalasnya. Bagaimanapun, itu orang penting buat Abang, bukan?" (Yuno)
"Iya, Abang akan membalasnya setelah selesai mencuci piring." (Haruto)
"Aku akan mencuci piring buat Abang, jadi pergilah dan balas." (Yuno)
"Hah..." (Haruto)
"Lakukan saja." (Yuno)
"Ah, terima kasih sudah peduli pada Abang." (Haruto)
"...Aku tidak bermaksud begitu." (Yuno)
"Iya, terima kasih bagaimanapun juga." (Haruto)
"Abang tidak perlu bilang begitu dua kali." (Yuno)
Meskipun Yuno bersikap stecu, jelas sekali kalau dia peduli pada Haruto. Haruto memutuskan buat menerima kebaikan Yuno saja.
"Okelah kalau begitu, Abang perlu pergi memikirkan jadwal Abang, jadi Abang akan pindah ke ruangan lain." (Haruto)
"Oke." (Yuno)
Haruto membawa ponsel pintarnya ke kamar gaming-nya dan menghabiskan 15 menit di Twitto berbicara dengan Ayaya buat menyusun jadwal. Setelah mereka berhasil menentukan tanggal dan waktu kolaborasi, mereka terlibat dalam obrolan santai, termasuk topik pribadi.
Selama obrolan ini, Ayaya mengirimkan pesan-pesan berikut:
"(Hei, hei, ini mendadak, tetapi aku harus berkonsultasi denganmu soal sesuatu, Oni-chan.)" (Ayaya)
"(Itu mendadak. Aku tidak tahu apa aku dapat bantu, tetapi silakan saja.)" (Oni-chan)
"(Terima kasih!)" (Ayaya)
Dengan kolaborasi yang sudah dikonfirmasi, mereka saat ini sedang berusaha buat memperdalam kepercayaan dan persahabatan mereka. Bagaimanapun, merasa nyaman satu sama lain lebih asyik buat viewers dibandingkan dengan punya suasana yang tegang.
"(Okelah, mari kita mulai! De-den! Kalau kamu mau akrab dengan seseorang yang kamu minati, apa yang mesti kamu lakukan, Oni-chan!?)" (Ayaya)
"(Hah, konsultasi cinta?)" (Oni-chan)
"(Ah, jangan salah paham! Ini bukan soal aku; ini soal teman! Teman! Dia datang padaku buat meminta nasihat, dan aku tidak terlalu jago dalam membantu.)" (Ayaya)
Sambil menekankan kata 'teman', Ayaya menambahkan, "Dia mau mendengar pendapat lawan jenis!"
"(Hei~ apa yang mesti aku lakukan?)" (Ayaya)
"(Bisakah aku mendapatkan beberapa informasi dulu?)" (Oni-chan)
"(Ah! Benar, benar!)" (Ayaya)
Sangat mengharukan melihat bagaimana kepribadian Ayaya saat on-stream dan off-stream sangat mirip.
"Se-Seriusan, Ayaya-san luar biasa... ...Menjadi streamer itu satu hal, tetapi tidak semua orang dapat mendekat kayak gini." (Haruto)
Ayaya merupakan orang yang utamanya mengelola dan mengoperasikan channel-nya lewat streaming. Terlebih lagi, dia mencapai jumlah subscribers lebih dari 300.000 cuma dalam satu tahun.
Dengan berinteraksi dengan Ayaya kayak gini, alasan popularitasnya perlahan mulai tampak.
Kepribadian Ayaya yang ceria, sikapnya yang ramah, dan caranya memperlakukan semua orang sama di industri yang hierarkinya sering ditentukan oleh jumlah subscribers channel.
"(Ah, sebelumnya, Aku penasaran. Mengapa kamu memilihku sebagai orang yang diajak konsultasi? Kita kan belum kenal lama, bukan?)" (Oni-chan)
"(Karena Oni-chan tidak akan menyebarkan hal-hal kayak gini, bukan? Aku paling tidak, tahu soal sisi lain dari Oni-chan.)" (Ayaya)
"(Ah, begitu ya.)" (Oni-chan)
Terbongkar sebagai seseorang yang akan mendengarkan konsultasi akan jadi pukulan tersendiri. Berdasarkan ini, tidak ada alasan buat Haruto untuk menyebarkan hal-hal kayak gitu.
"(Lagipula, kalian berdua agak mirip, Oni-chan dan cowok itu.)" (Ayaya)
"(Ah, benarkah?)" (Oni-chan)
"(Iya, hal teraman yaitu berkonsultasi dengan seseorang di kehidupan nyata, tetapi aku penasaran apa dia tidak punya orang kayak gitu... ...Ayaya kayaknya punya banyak teman, sih." (Haruto)
Di industri ini, mencampuri kehidupan pribadi seseorang dianggap tidak sopan, jadi Haruto menyimpan pertanyaan itu demi diri Haruto sendiri.
"(Ngomong-ngomong, Aku penasaran orang kayak apa yang diminati temannya Ayaya-san.)" (Oni-chan)
"(Iya, begini! Dia suka dengan staf kafe, seseorang yang dewasa dan baik! Ah, ini cuma yang aku dengar, jadi aku tidak tahu detailnya!)" (Ayaya)
"(Staf kafe, ya. Memang, banyak dari mereka memancarkan aura tenang dan kalem.)" (Oni-chan)
"Kita punya profesi yang sama..." (Haruto)
Haruto bergumam pelan pada dirinya sendiri sambil membalas.
"(Jadi, temannya Ayaya-san tertarik pada sisi dewasanya dan baiknya?)" (Oni-chan)
"(Bukan cuma itu, tetapi ada juga beberapa momen yang sangat keren!)" (Ayaya)
"(Ah?)" (Oni-chan)
Kapan terakhir kali Haruto berbicara kayak gini? Rasanya sudah beberapa tahun.
Meskipun Haruto berada dalam posisi memberikan nasihat, ini mulai jadi menarik.
"(Iya, begini, sama kayak aku, teman itu juga pindah ke prefektur lain. Dan, kayak aku, dia punya dialek daerah, jadi dia digoda oleh orang-orang di sekitarnya.)" (Ayaya)
"(Ah, begitu ya, begitu ya.)" (Oni-chan)
"(Dan kemudian! Di tengah semua itu, saat orang itu masuk ke kafe tempat cowok itu bekerja dan memesan, dia tidak sengaja berbicara dengan dialeknya. Dan lalu, kayaknya pelanggan di belakang mereka mulai berbisik, bilang itu terdengar kampungan atau semacamnya.)" (Ayaya)
"Hmm?" (Haruto)
Pada titik ini, Haruto tiba-tiba merasakan ketidaknyamanan.
"(Dan tahu tidak? Abang itu dengan berani menghadapi mereka dan membelanya! Keren banget, bukan!?)" (Ayaya)
"(Ah... ...Itu cukup berani.)" (Oni-chan)
Ketidaknyamanan itu semakin hebat.
"Tung-Tunggu, bukannya itu... ...Tidak, ini pasti kebetulan." (Haruto)
Haruto pernah mengalami situasi yang sama persis yang barusan Ayaya gambarkan.
"(Dan selain itu, cowok itu sangat memperhatikannya! Cowok itu dengan sungguh-sungguh menggambar latte art buatnya, menulis pesan yang membuatnya senang, dan sangat perhatian! Bukannya cowok itu hebat!?)" (Ayaya)
"(Iya, itu bagus.)" (Oni-chan)
Haruto cuma dapat memberikan jawaban yang samar, karena ia pernah melakukan hal yang sama.
"Aku penasaran apa gambar cowok itu jelek... ...Ada apa ini? Rasa familiar ini..." (Haruto)
Aku menggaruk-garuk kepalaku, mengernyitkan jidatku.
Semakin aku mendengar ceritanya, semakin aku membayangkan siluet 'temannya' Ayaya.
Rambut berwarna teh susu berpotongan bob. Kulit putih dengan mata merah muda.
Itu cocok dengan siluet Shirayuki, mahasiswi tahun pertama dan pelanggan tetap yang datang ke toko hari ini.
Namun, itu tidak mungkin. Usia tipikal buat mahasiswi tahun pertama yaitu 18 atau 19 tahun. Tidak dapat dipercaya bahwa seseorang seusia itu punya lebih dari 300.000 subscribers di channel-nya.
"(Ngomong-ngomong, apa staf kafe itu punya pacar?)" (Oni-chan)
"(Ah.)" (Ayaya)
Balasan singkat satu kata.
"(Hah?)" (Oni-chan)
"(Aku belum bertanya!! Temanku juga belum bertanya!!)" (Ayaya)
"(Eh? Iya, kamu mestinya mengonfirmasi itu dulu.)" (Oni-chan)
"(Tetapi kalau kamu bertanya pada seseorang apa ia sudah punya pacar, ia akan tahu kalau kamu tertarik padanya, bukan!?)" (Ayaya)
"(Iya, itu benar.)" (Oni-chan)
Tidak dapat dihindari kalau Haruto tidak dapat memberikan nasihat yang baik. Ia tidak punya pengalaman di bidang ini.
"(Ah, tetapi begini! Temanku membuat janji buat bermain ABEX dengan staf kafe itu! Kalau ia punya pacar, bukannya dia akan menghindari membuat janji kayak gitu!?)" (Ayaya)
"(Ah, iya, itu masuk akal. Tunggu, ABEX?)" (Oni-chan)
"(Iya! Itu ABEX yang sama dengan yang kita mainkan!)" (Ayaya)
"(Apa rank-nya?)" (Oni-chan)
"(Mereka berdua di Platinum! Mereka belum memutuskan apa akan bermain pertandingan rank atau kasual, sih!)" (Ayaya)
"..." (Haruto)
Saat Haruto membaca balasan ini, ia melepaskan ponsel pintarnya seakan-akan terlalu panas buat disentuh.
Haruto menutupi mulutnya dengan tangannya, menatap langit-langit dengan emosi yang tidak terlukiskan.
"Ini... ...ini terasa familiar... ...Tidak, ini mungkin cuma sekumpulan kebetulan yang menumpuk..." (Haruto)
Haruto mengambil ponsel pintarnya dari meja lagi.
"(Ah, tetapi staf itu pasti akan sangat terkejut saat temanku bermain ABEX dengannya!)" (Ayaya)
"(Terkejut?)" (Oni-chan)
"(Iya, karena temanku pernah mencapai rank teratas (Predator) sebelumnya. Dia memberikan akun cadangan yang dia gunakan buat berlatih pada cowok itu.)" (Ayaya)
"(Wah, itu luar biasa!)" (Oni-chan)
Predator merupakan rank yang cuma dapat dicapai oleh 750 orang pemain di dunia.
Itu menandakan tingkat keahlian profesional.
"Meskipun kamu tidak memberi tahunya, mestinya sudah sangat jelas saat mereka mulai bermain..." (Haruto)
Bagaimanapun, Haruto juga pemain yang pernah mencapai rank Predator. Dengan mengamati kontrol karakter dan taktik, ia dapat mendapatkan gambaran tingkat keahlian pemain.
"(Ayaya-san, bolehkah aku bertanya sesuatu?)" (Oni-chan)
"(Ada apa, ada apa?)" (Ayaya)
"(Kapan temanmu akan bermain ABEX dengan staf kafe itu?)" (Oni-chan)
"(Itu lima hari lagi!)" (Ayaya)
"(Ah, begitu ya...)" (Oni-chan)
Lima hari dari sekarang merupakan hari yang sama dengan tanggal yang dijanjikan dengan Shirayuki Aya.
"Tidak, mustahil. Kebetulan sekali..." (Haruto)
Itu satu-satunya reaksi yang dapat Haruto kumpulkan.
TL Note:
Konsultasi cinta dengan orang yang dimaksud? 🤔 Menarik. Apa yang akan kalian lakukan kalau ada di posisi Aya guys?
Yang mau berdonasi demi kelancaran proyek penerjemahan ini juga boleh ya lewat Trakteer: https://trakteer.id/lintasninja/
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F