Genjitsu de Rabukome Dekinai to Dare ga Kimeta? [LN] - Jilid 1 Belakang Panggung 2 - Lintas Ninja Translation

Belakang Panggung 2
Sisi Cewek-Cewek

Satu lagi hal bodoh yang mesti aku lakukan.

Aku, Uenohara Ayano, menghela napas mengejek diri sendiri saat aku berjalan sendirian melewati terowongan yang gelap.

Sejak kecil, akulah cewek yang cerdas.

Yang disebut tipe serbaguna — seseorang yang cepat mengerti dan jadi ahli dalam segala hal dalam waktu singkat.

Oleh karena itu, aku dapat mengelola sebagian besar hal dengan cukup baik. Tetapi di sisi lain, aku tidak pernah hebat dalam segala hal.

Orang tuaku berulang kali menyuruhku buat mencari sesuatu yang cuma aku yang bisa lakukan, tetapi aku tidak pernah berhasil melakukannya.

Makanya aku tidak punya apa-apa yang bisa aku banggakan. Aku bahkan tidak punya diriku sendiri agar tetap setia.

Sebagai orang yang cerdas, aku menyadari hal ini sejak dini dan meyakinkan diriku bahwa itulah dunia nyata.

Bagaimanapun, dunia itu tetaplah dunia nyata. Tidak ada cara lain selain menerimanya.

Dan begitulah...

Mungkin karena itulah sangat menyegarkan melihat sosok cowok itu tetap setia pada pendekatan bodohnya "Aku tidak akan menerima dunia nyata yang tidak aku sukai".

Sejak Ajang Pengakuan Cinta itu, aku akhirnya terseret ke dalam banyak hal bodoh.

Aku melihat surat cinta yang penuh dengan kalimat-kalimat cengeng yang cuma dapat digambarkan sebagai sebuah puisi dan seorang cowok yang benar-benar tenggelam dalam situasi yang ia tuju — sebuah situasi yang bahkan tidak dilakukan oleh manga shoujo saat ini. Aku kurang beruntung saat aku jadi penasaran soal itu, berpikir bahwa pasti ada alasan buatnya buat melakukan hal sebodoh ini.

Lalu ternyata, aku menyadari kalau ia jauh lebih bodoh ketimbang yang aku bayangkan. Perilakunya sama sekali tidak waras, yang membuatku bingung. Dan sebelum aku menyadarinya, aku mendapati diriku berada di posisi Kaki Tangan.

Lebih dari segalanya, aku merasa tidak enak karena aku tidak menolaknya saat itu juga, dan berpikir bahwa aku mungkin dapat bermain-main buat sementara waktu.

Mustahil aku, seorang yang cerdas, bisa jadi seorang yang bodoh.

Pada akhirnya, sikap setengah hati itulah yang menyebabkan kegagalan ini.

Tetapi, pada saat yang sama...

Berpikir kalau semuanya akan terbalik...

Sungguh, sungguh bodoh sekali.

Sungguh luar biasa.

Tetapi terus terang saja, tsundere dan pengaturan membingungkan lainnya yang dipaksakan padaku, membuatku marah. Apapun yang aku lakukan, selalu ditafsirkan secara aneh, sampai-sampai sulit buatku untuk bergerak.

Selain itu, aku tidak akan pernah memaafkan Ibu. Jujur saja, wanita itu mestinya sudah cukup tua buat tahu lebih baik, tetapi beliau terus melakukan segala macam hal konyol cuma demi bersenang-senang. Ayolah, jangan mudah membicarakan masa lalu putri Ibu pada orang lain, dan jangan memberikan foto-fotoku tanpa izin. Aku akan memakan semua Puding Kikyo Shingen* yang ada di kulkas dan memberi Ibu pelajaran.

(TL Note: Penganan mentah yang dibuat dengan memeras krim madu hitam dalam jumlah yang banyak di atas puding kinako dan menaburinya dengan pasta madu hitam.)

Aku punya banyak keluhan. Atau lebih tepatnya aku tidak punya apa-apa selain keluhan.

Iya, tetapi...

Kalau Teman Masa Kecil dan Kaki Tangan yang dikhayalkan oleh kebodohan cowok itu benar-benar cuma ada di dunia ini...

Paling tidak... ...aku bisa bilang kalau itu memang hal-hal yang cuma bisa aku yang lakukan.

Aku rasa kalau aku ikut serta dalam bagian itu, bahkan orang kayak aku mungkin dapat melihat dunia nyata yang berbeda.

Jadi, buat sementara waktu... ...Aku akan mencoba buat mengikuti kebodohan ini.

Buat saat ini, itulah yang aku pikirkan.

Saat ini.

Bagaimanapun juga, saat ini aku telah menerima kalau aku ini Kaki Tangan dalam rencananya...

Aku mesti melakukan hal-hal yang dapat aku lakukan, dengan kemampuan terbaikku.

Makanya aku ada di sini.

Makanya aku datang ke deretan pohon sakura ini.

"Memanggilku ke tempat kayak gini... ...Ada apa, Ayano?"

Pertemuan pertama kami.

Aku datang ke sini buat memastikan maksud sebenarnya dari Sang Heroin Utama yang menciptakan kesempatan itu.

*

"Jadi Ayano tahu soal tempat ini juga, ya? Dan di sinilah aku, berpikir kalau itu cuma sebuah rahasia."

Bilang begini, dia merentangkan tangannya dengan cara yang dramatis dan menatap ke langit.

Deretan pohon sakura Yaezakura* yang berbunga ganda telah menumpahkan sebagian besar mekarnya. Setiap kali angin bertiup, beberapa kelopak bunga yang tersisa akan terbang di udara dan menghilang entah ke mana.

(TL Note: Ini berarti bunga sakura berlapis-lapis dan merupakan istilah umum buat bunga sakura yang punya lebih dari lima buah kelopak.)

Tidak ada orang lain di sekitar situ. Sang surya sudah terbenam, dan dalam beberapa saat, kami akan benar-benar diselimuti kegelapan. Dari sana, satu-satunya sumber cahaya kami yaitu penerangan dari lampu listrik tua.

"Iya... aku cuma mau curhat denganmu, Mei."

Aku langsung melanjutkan, sadar buat mempertahankan nada bicara yang sama kayak biasanya.

"Ah... ...obrolan cewek-cewek, ya?"

Tindakannya berbalik menghadapku dengan memiringkan kepalanya, sungguh mempesona, dan dapat membuat orang tersenyum.

Rambut hitamnya yang indah dan kulitnya yang mulus, tidak diragukan lagi, memang alami. Fakta bahwa dia tampak kayak gini tanpa mekap, menunjukkan bahwa dia punya banyak hal yang berbeda sejak awal.

Aku memeriksa sekali lagi buat memastikan bahwa tidak ada orang lain di sekitarnya. Setelah memastikan bahwa aku sudah tenang, aku melangkah lebih dekat ke arahnya.

Lalu, aku bertanya padanya soal sesuatu yang telah menggangguku secara pribadi selama beberapa waktu.

"...Soal surat cinta Kouhei. Mengapa kamu memindahkannya ke loker sepatuku?"

Baca-Rabudame-LN-Jilid-1-Belakang-Panggung-2-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

Selama Ajang Pengakuan Cinta, cowok itu kayaknya menyimpulkan kalau ia salah meletakkan surat itu di tempat yang salah, tetapi... ...ternyata tidak.

Sang Heroin Utama-lah yang telah memindahkan surat itu dari loker sepatunya.

"...Apa maksudmu? Surat cinta? Aku tidak begitu paham."

Dia bilang begitu sambil menggaruk-garuk pipinya dan memiringkan kepalanya.

Aku tidak dalam posisi buat membicarakan orang lain, tetapi seriusan, wajah sandiwaramu cukup bagus.

"Kamu tidak mengira loker sepatu di sebelahmu itu milik temannya — Tidak, teman masa kecilnya, bukan?"

Kami pun tidak saling mengenal pada saat itu. Tetapi itu sudah tidak relevan lagi saat ini, jadi aku akan mengesampingkan hal itu.

"Mungkin ada kesalahpahaman? Aku tidak tahu apa-apa soal surat ini, tetapi apa aku benar-benar penerima yang dituju?"

"Aku sudah memeriksanya dengan orang yang bersangkutan, dan aku yakin."

"Kalau begitu Nagasaka-kun pasti melakukan kesalahan. Maksudku, Nagasaka-kun terkadang dapat sedikit bodoh."

Mustahil hal itu benar.

Mengesampingkan situasi yang tidak terduga, mustahil seorang perencana yang obsesif kayak cowok itu akan membuat kesalahan sepele kayak gitu.

Jadi, surat itu ada di dalam loker sepatu Mei. Tidak ada keraguan soal itu.

Aku memutuskan buat mengambil napas dan mengejar masalah ini dengan teratur.

"...Aku sempat berpikir hal yang sama. Tetapi tidak peduli seberapa bodohnya Kouhei, ia tidak cukup bodoh buat menaruh surat cinta di loker sepatu teman masa kecilnya secara tidak sengaja."

Mengingat bahwa hal mengenai teman masa kecil memang logika yang dibuat-buat, ada alasan lain mengapa aku merasa hal itu tidak wajar. Tetapi, apabila menyangkut soal membuat Mei kehilangan keseimbangan, kayaknya ini merupakan informasi yang berguna. Karena pengaturannya sudah ada, aku memutuskan buat memanfaatkannya sebaik mungkin.

"Dan juga, saat aku mengambil surat itu... ...ada sesuatu yang terasa tidak pada tempatnya."

Surat cinta Kouhei tampak biasa saja, di atas kertas putih polos dan disegel dengan stiker hati. Di dalam surat itu ada puisi dan nama pengirimnya, dan tidak ada yang aneh.

Saat aku mengamati surat itu dan mencoba mencari tahu apa perasaan tidak nyaman itu, aku sampai pada suatu kesimpulan.

"Surat itu punya jejak seseorang yang pernah membukanya."

Itu benar. Ada tanda yang tertinggal pada segel yang mengindikasikan kalau segel itu mungkin sudah pernah dibuka.

"Jadi aku merasa kalau orang yang pertama kali mengalamatkan surat itu mungkin melihat ke dalam terlebih dahulu, lalu meletakkannya di loket sepatuku."

"Tetapi bukan berarti itu aku, bukan? Mungkin saja itu orang lain yang sedang mengerjaiku, loh?"

Dengan senyuman bidadari yang masih terpancar di wajahnya, Mei menjawab dengan sanggahan yang tepat.

"Apa kamu punya bukti kalau aku yang melakukan itu? Kayak sidik jari yang tertinggal di surat itu?"

Katanya, terdengar kayak pelakunya dalam novel misteri.

Jadi dia tidak akan mengakuinya dengan mudah, ya?

Aku menarik napas dan memutuskan buat menunjukkan argumen lain.

"...Aroma bunga sakura."

"Hmm?"

"Mei, krim tanganmu berbau kayak bunga sakura. Ada bekasnya di surat itu."

"...Ah?"

Itu benar... ...Saat aku membuka surat itu, aku mencium aroma bunga sakura.

"Inilah sesuatu yang aku dengar dari Kouhei, tetapi... ...kamu punya kebiasaan memakai krim tangan setelah ekskul. Buat mencegah tangan kasar, katanya."

Inilah informasi yang ada di dalam Catatan Teman-Teman.

Tetapi pada awalnya, aku tidak terlalu memikirkan hal itu.

Aku baru tersadar selama "pelatihan di tempat". Saat aku duduk tepat di belakang Mei buat mengamati perilakunya, tiba-tiba aku mengenali aroma yang sama, dan begitulah caraku sampai pada kemungkinan itu.

"Dari aroma yang sama itu... ...aku yakin kalau kamu yang telah memindahkan surat itu, Mei."

Tetapi...

"Tetapi aku tidak paham alasan dari tindakan itu. Dari apa yang aku dengar, kamu tidak tampak kayak tipe orang yang melakukan hal kayak gitu."

Citra dari Sang Heroin Utama dari data informasi Kouhei yaitu sosok bidadari yang penuh dengan kebaikan. Sulit buat membayangkan kalau orang kayak gitu akan memindahkan surat itu.

"Jadi aku memutuskan buat melihat langsung kepribadianmu sendiri, Mei."

Kalaupun kemampuan investigasi gila cowok itu tidak dapat mengungkapnya... ...maka aku mesti mencari jawabannya dengan cara yang tidak dapat ia lakukan.

Setelah sampai pada kesimpulan itu, aku memutuskan buat berdiri di panggung utama.

"Buat saat ini, aku penasaran bagaimana reaksimu kalau kamu mengetahui bahwa orang yang kamu lempar surat itu merupakan teman dari pengirimnya, jadi aku mencoba bermain-main selama sesi pelatihan lanjutan."

"Itu cuma sesaat, tetapi kamu terguncang saat mendengar namaku, bukan? Meskipun kamu baik-baik saja saat aku melanjutkan dengan menceritakan soal loker sepatu itu."

Itu memang cuma sebentar, tetapi aku dapat melihat, kalau reaksinya agak tertunda.

Setelah itu, dia mencoba membaca maksud tindakanku — bahkan mengajukan beberapa pertanyaan buat mengukur kedekatan hubungan kami.

"Dan lalu setelah itu... ...kamu datang ke sini dengan Kouhei dan mau dia mengomentarku. Apa kamu tidak mau memeriksa apa aku melontarkan beberapa ide pada Kouhei soal insiden pergantian itu?"

Khawatir dengan kemunculanku yang tiba-tiba, Mei mencoba menyelidiki Kouhei untuk memastikan maksud dari tindakanku. Mungkin itulah alasan perilaku misteriusnya hari itu.

Memang keputusan yang tepat buat tidak memberi tahu Kouhei soal pergerakanku. Seandainya saja aku memberi tahunya, semuanya akan terbongkar saat itu juga.

"Tiba-tiba saja, kamu mulai menjalin kontak dengan kelompok yang belum pernah aku ikuti sebelumnya dan mulai bergaul dengan mereka. Sampai saat itu, mestinya kamu tidak pernah mencoba mendekati siapa-siapa di luar titik tertentu, namun hal itu tiba-tiba berubah."

Saat aku berkeliling bertanya pada para anggota setiap kelompok buat memahami cara Mei berhubungan dengan mereka, aku mendapati bahwa semuanya — mulai dari kedalaman pergaulan sampai isi undangannya — konsisten. Dia tidak menaruh minat pada kelompok tertentu.

Dengan mengingat hal itu, aku mencapai sebuah kesimpulan yang ada kaitannya dengan pergerakan Mei sejauh ini.

Karena itulah, aku kemudian mengendalikan pernapasanku.

"...Ini memang cuma tebakanku, berdasarkan tindakanmu sejauh ini."

Perilaku Mei.

Niat yang mendasarinya.

Itu semua...

"Kamu mau hubunganmu dengan semua orang dan segala sesuatu tidak terlalu jauh dan terlalu dekat. Kamu mau semuanya seimbang dan tanpa perbedaan. Bukannya itu sudah jadi prinsip dari perilakumu selama ini, Mei?"

Pohon-pohon sakura pun terdiam.

"Rasanya kayak aku mengutukmu, tetapi aku tidak mencoba buat mengeluh atau semacamnya. Aku cuma penasaran apa yang sebenarnya kamu pikirkan dan apa yang mau kamu lakukan. Itu saja."

Aku tidak dapat melihat ekspresi wajah Mei, yang benar-benar tertelan oleh kegelapan di sekeliling kami.

Adapun Mei, yang telah mendengarkan dalam diam sepanjang waktu...

"Hahaha... ...kamu benar-benar seorang detektif yang hebat."

Dia menggelengkan kepalanya seakan-akan bilang "Astaga".

Lalu dia perlahan membuka mulutnya dan mengusap rambut hitamnya yang halus di telinga kanannya...

"Semua yang kamu bilang itu benar. Dan karena kamu sangat penasaran, aku akan menunjukkan padamu soal dunia nyata yang sebenarnya soal Kiyosato Mei."

Mata gelap, berkemauan keras, dengan ekspresi amarah yang tenang — Itulah hal-hal yang belum pernah ditunjukkan oleh Sang Heroin Utama yang berhati bidadari.

*

"Kayak yang sudah aku duga, kamu memang menyebalkan, Ayano. Aku mestinya tidak begitu ceroboh..."

Mei menyipitkan matanya dan memelototiku.

Pada titik ini, senyumannya yang biasanya tidak tampak.

"'Kayak yang aku duga'? Sudah berapa lama kamu curiga padaku?"

"Sejak awal, loh? Sejak hari setelah aku menerima surat itu, aku bertanya-tanya apa ada seseorang di belakang Nagasaka-kun."

Aku menarik napas.

Mei menghembuskan napas dan mulai berbicara seakan-akan dia telah menyerah.

"...Mengenai surat pertama, itu cuma dimaksudkan buat menunda sesuatu karena perilaku Nagasaka-kun yang tidak terduga, dan aku mau waktu buat memikirkan tindakan balasan. Aku tidak mau membuat kehebohan dengan menolaknya dengan mudahnya, dan aku rasa kalau itu cuma satu kali, aku dapat berpura-pura tidak pernah terjadi... ...Kalau bisa, aku mau berpura-pura semuanya tidak pernah terjadi."

Dia bergumam dengan raut wajah penuh penyesalan.

"Keesokan harinya, aku sudah siap menghadapinya, apapun yang dia lakukan. Tetapi dia dengan santainya bertindak seakan-akan tidak ada yang terjadi. Biasanya, seseorang yang ada di posisi itu akan punya pertanyaan atau mencoba untuk menyatakan cintanya padaku lagi, tetapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda apa-apa buat melakukan itu. Tentu saja, aku rasa itu tidak wajar, bukan?"

Mempertahankan nada yang sama, Mei melanjutkan.

"Pada awalnya, aku kira ia sudah menyerah, tetapi lalu ia mengambil keuntungan dari undian dan mencoba mendekatiku. Bukan cuma itu, tetapi buat para anggota, dia cuma menargetkan mereka yang ia coba buat berteman."

Begitu ya. Dia juga sadar kalau undian itu palsu, ya?

"Aku rasa itu aneh karena ia tiba-tiba mengubah pendekatan awalnya ke metode yang lebih tidak langsung. Nagasaka-kun sendiri kayaknya tidak berubah, jadi aku penasaran apa ada orang lain yang menaruh ide itu di kepalanya."

"Dan itulah aku?"

"Lagipula tidak ada alasan lain yang valid. Aku dengar Nagasaka-kun tidak punya teman dekat, dan kalau ada kemungkinan, itu pasti orang yang aku kirimi surat itu... ...Dengan kata lain, itu kamu, Ayano."

Mei menarik napas lalu melanjutkan.

"Iya, aku tidak pernah menyangka kalau kalian sudah saling mengenal sebagai teman masa kecil atau semacamnya. Meskipun... ...aku tidak tahu apa kalian benar-benar teman masa kecil, loh?"

Mei menyipitkan matanya yang besar dan memelototiku.

Astaga. Dia benar-benar mencurigai kami.

"Aku tidak akan membicarakan hal ini dengan siapapun. Aku mencoba menyelesaikannya sendiri di belakang layar... ...Tetapi kamu memergokiku di saat yang tidak tepat, Ayano. Jadi aku rasa itu mustahil. Aku cuma akan bilang begini padamu dengan jelas..."

Angin tiba-tiba berhembus, menggoyangkan dahan-dahan pohon sakura.

Di tengah-tengah bunga sakura yang bergoyang, Mei dengan jijik menahan rambutnya yang berkibar dan membuka mulutnya.

"Maukah kamu tidak menyimpang dari yang normal lebih dari yang sudah kamu lakukan?"

Kata-kata itu mengekspresikan keinginan sekuat keinginan Kouhei.

"Begini loh, ini tidak kayak aku mau menyerang siapapun. Aku juga tidak mau menghindari siapapun. Aku cuma mencoba buat mencegahnya karena ia mendekatiku dengan cara yang tidak masuk akal dan mencoba buat secara paksa membuat kelompok denganku."

Dengan sorot mata yang gelap, Mei melanjutkan.

"Bahkan sebagai teman, aku tidak keberatan selama masih dalam batas kewajaran. Aku bisa tahan mengobrol dengan seseorang di kelas, pulang bersama, atau nongkrong sesekali. Itu masih dalam batasan yang wajar."

Lalu, dia menyipitkan matanya sedikit dan bergumam kesal.

"Tetapi serangkaian kehebohan besar, atau 'trik undian', atau mengirim surat cinta tanpa peringatan setelah masuk sekolah... ...Hal-hal kayak itu tidak boleh dilakukan."

"Karena itu tidak wajar", tekan Mei.

"Aku tidak berniat untuk berteman dengan siapa-siapa lebih dari yang diperlukan. Hubungan yang paling dapat diandalkan yaitu hubungan yang tidak peduli apa seseorang ada di sana atau tidak, atau adanya atau tidak adanya sesuatu."

Aku merasakan sesuatu yang bergejolak di hatiku saat mendengarnya menyatakan kata-kata itu dengan tegas.

Cewek ini... ...Apa jangan-jangan?

"Persahabatan yang dapat kamu temukan di mana saja, dan di mana tidak ada yang terjadi, yaitu solusi di mana tidak adanya yang tidak bahagia. Lagipula, hal-hal kayak persahabatan yang tidak ternilai harganya dan kehidupan sekolah yang luar biasa seru dengan teman-teman — semua hal ini, tidak ada dalam dunia nyata."

Dibandingkan dengan Kouhei...

Bukannya dia menghadap ke arah yang berlawanan?

"...Nagasaka-kun berusaha terlalu keras buat mengejar cita-citanya. Itu mungkin mengapa ia berakhir sebagai seorang ronin. Tetapi terlepas dari segalanya, ia masih belum belajar dari pengalaman dan terus mencoba buat mengambil tindakan. Aku tidak paham pola pikirnya."

Dia menggigit bibirnya dengan frustrasi, menggelengkan kepalanya, dan lalu mengalihkan pandangannya yang tajam padaku.

"Kamu juga, Ayano. Ada baiknya kamu menahan diri buat tidak melakukan hal-hal bodoh selagi kamu masih ada di level ini. Kalau tidak, kamu akan mengalami lebih banyak rasa sakit lagi di lain waktu."

Pernyataannya membuatku merinding karena sebuah kemungkinan tiba-tiba muncul di dalam benakku.

"Tunggu sebentar. Apa mungkin kamu menyadari kalau aku berkeliling... ...menyelidiki?"

"Tentu saja. Lagipula, langkah yang aku ambil memang dimaksudkan buat menghasilkan hasil itu. Jadi itu wajar saja."

Apa-apaan ini?

Dia bilang begitu dengan sangat wajar sampai-sampai pikiranku terhenti.

"Nagasaka-kun bilang padaku sendiri kalau ada sesuatu yang mengganggunya, sudah jadi sifat alaminya buat memeriksanya, atau ia tidak dapat menemukan ketenangan pikiran. Jadi menurutku, kalau aku menambah jumlah hal yang mengganggunya, ia mungkin akan jadi sibuk dengan hal itu."

Mei melanjutkan dengan santai seakan-akan bilang kalau alasan itu normal.

"Semakin banyak hal yang ia selidiki, semakin ia tidak dapat melakukan hal lain. Dan kalau ia akhirnya tidak dapat bergerak, maka rekannya Ayano akan bergerak. Lalu, setelah Ayano yang cerdas bergerak... ...yang mesti aku lakukan yaitu meninggalkan sedikit ketidaknyamanan, dan ia akan menemukan dan menggigitnya."

Mustahil...

Apa dia berniat menjebakku dengan membuat aku menyelidiki tindakannya sendiri...?

"Apa jangan-jangan... ...bahkan fakta bahwa Katsunuma-san mulai mewaspadaiku?"

"Aku cuma membuatnya sadar akan kehadiranmu, Ayano. Ayumi itu cewek yang sangat penyayang. Dia sangat keras pada mereka yang kelihatannya akan merepotkan teman-teman dekatnya."

"Bahkan di kelasmu sendiri, kamu cuma mendekati cowok-cowok..."

"Aku cuma menyesuaikan urutan dengan siapa aku bergaul. Dengan prioritas utama pada cowok-cowok di kelasku yang banyak bicara dan menyukai cewek-cewek, begitu."

"Maksudmu itu semua sudah diperhitungkan dengan matang...?"

"Itu menjengkelkan, bukan? Kalau kamu tidak mengintip, semua ini tidak akan berpengaruh. Tingkah laku bodohmu sendiri yang membuatnya jadi jebakan, Ayano."

Aku menelan ludah.

Cewek ini...

Dia juga tidak dapat ditebak kayak Kouhei, tetapi dengan cara yang berbeda.

"Aku sangat yakin semuanya berjalan dengan lancar... ...Tetapi kemudian, dengan keluarnya Nagasaka-kun dan pidatonya yang tidak dapat dipahami, itu semua tersapu bersih. Seriusan, sejak awal, cowok itu telah melakukan hal-hal yang tidak lazim, dan itu menggangguku."

Dia agak menurunkan pandangannya dan bergumam frustrasi. Lalu, dengan cepat dia menatapku dengan tatapan tajam.

"Tetapi kalau Ayano yang pintar... ...dengan ini, kamu pasti sudah paham, bukan? Karena itulah aku memutuskan buat berbicara denganmu secara langsung kayak gini."

Lalu, bersamaan dengan kata-kata itu, yang punya banyak lapisan makna, dia mengambil satu langkah ke depan.

Aku hampir menyerah pada tekanan itu, tetapi aku berhasil mempertahankan pendirianku dan menatap kembali ke mata Mei.

"Hubunganku saat ini dengan semua orang itu batasanku. Kalau kalian semua dapat menjaga jarak, aku tidak akan melakukan apa-apa. Selama kalian tetap menjaga semuanya kayak apa adanya."

Mei menurunkan tatapannya, dan dengan gusar, melepaskan tekanan.

"...Itu saja obrolan rahasia yang akan kamu dapatkan dariku. Cobalah buat memastikan Nagasaka-kun tidak membuat kesalahan lagi. Lagipula, kalian itu teman masa kecil, bukan?"

Sambil menyisir rambutnya dengan tangan, dia tersenyum dengan wajahnya yang biasanya sebagai Sang Heroin Utama seakan-akan tidak ada yang terjadi.

Lalu, dia menyelinap melewatiku...

"Sampai jumpa lagi, Ayano! Mari kita terus berteman!"

Dan meninggalkan deretan pohon sakura tanpa menoleh ke belakang.

*

"...Heuh. Seriusan, aku telah terjebak dalam sesuatu yang gila."

Aku menjambak rambutku di belakang kepalaku dan kemudian melepaskannya, membiarkannya tergerai. Bagian bawah leherku berkeringat dan tidak nyaman.

Tetapi tetap saja... ...apa itu barusan? Jujur saja aku tidak percaya kalau dia itu cewek yang sebaya denganku.

Peluang Kouhei buat menang melawan sesuatu kayak gitu memang nol. Paling tidak, dia bukanlah tipe orang yang dapat dengan mudahnya kalian kenal melalui Ajang Pengakuan Cinta yang sederhana.

"Tetapi, begini loh, Mei..."

Aku bergumam pada diriku sendiri di tempat yang saat itu sudah kosong itu.

Benar, aku cukup pintar buat mengetahui kalau aku tidak dapat melihat masa depan di mana aku bisa melakukan apapun soal cewek itu, tetapi...

"Mungkin kamu tidak boleh terlalu meremehkannya, loh? Si bodoh itu memang seseorang yang menciptakan hal-hal yang mestinya tidak ada dalam dunia nyata."

TL Note: Jilid 1 Tamat? Belum, masih ada Kata Penutup, guys.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama