Genjitsu de Rabukome Dekinai to Dare ga Kimeta? [LN] - Jilid 1 Bab 4 - Lintas Ninja Translation

Bab 4
Siapa yang Memutuskan Bahwa Bab dari Masa Lalu Akan Efektif?

"Selamat pagi, Tokiwa."

"Ah, selamat pagi. Sebenarnya, bukannya agak jarang kamu datang lebih siang dariku?"

"Aku ketiduran sedikit..."

Aku bertukar sapa dengan Tokiwa, yang sudah selesai menyantap bento paginya, lalu duduk di bangkuku.

Tiga hari telah berlalu sejak akhir liburan Pekan Emas.

Malam sebelumnya, aku tertidur saat sedang asyik menganalisis data media sosial. Jadi, aku terpaksa naik kereta api yang akan membuatku terlambat. Ini memang jalur pedesaan yang cuma punya satu kereta api setiap 30 menit, bahkan pada jam-jam sibuk. Jadi, ketinggalan satu kereta saja membuatku merasa tidak nyaman karena kehilangan banyak waktu.

Dengan santainya aku menengok ke samping, tetapi sosok Kiyosato-san tidak tampak. Tasnya ada di sana, jadi kayaknya dia meninggalkan bangkunya buat sementara waktu.

Sejak liburan berakhir, tidak ada informasi luar biasa yang muncul di media sosial.

Mengingat, bagaimana aku menyuruh Uenohara mengurus tugas rutin, aku tidak dapat berkompromi dan sudah melakukan segala yang aku bisa buat menyelidikinya. Namun sayangnya, tanpa hasil apa-apa.

Sulit buat menentukan apa itu berarti bahwa Kiyosato-san telah berhenti terlibat dengan kelompok lain, atau apa dia tidak melakukan apa-apa karena ini bukan lagi di hari libur.

Aku mulai merasa kalau menggunakan Investigasi Desktop merupakan langkah yang buruk. Mungkin sudah waktunya buat beralih ke Investigasi Tatap Muka buat mendapatkan lebih banyak informasi.

Tetapi, penasaran soal Kiyosato-san akan jadi langkah yang mencolok, dan akan merepotkan kalau ada rumor aneh yang muncul.

Dalam hal ini, satu-satunya cara yaitu dengan langsung mendekati orang itu sendiri dan mencari tahu—

"Hei, Ketua Kelas."

Saat aku berpikir, sebuah suara tiba-tiba memanggilku dari atas kepalaku.

"...Hah?"

Suara itu berasal dari seseorang yang tidak aku duga, dan sejenak pikiranku terhenti.

Saat aku mengangkat kepalaku, berdiri di sana...

"Cih, jangan abaikan aku."

Katsunuma Ayumi, bersama dengan beberapa anggota rombongannya.

Hah, aku? Apa dia serius bicara padaku?

"Ah, eum... ...Kalian butuh sesuatu?"

Lupa akan pengaturan karakterku, aku tanpa sadar menjawab kayak gitu.

Ini memang pertama kalinya Katsunuma berbicara langsung padaku kayak gini.

Bahkan, saat dia ikut campur, aku selalu jadi orang yang mengulurkan tangan terlebih dulu. Tanggapannya pada saat itu biasanya kasar.

Katsunuma mengangkat mata kacang kenarinya dan memelototiku.

"Begini, kamu. Apa kamu tahu apa yang dilakukan temanmu?"

"...?"

Apa...? Teman? Siapa dia?

"Tidak, maaf. Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan..."

"Aku bicara soal temanmu dari kelas X-E, cewek yang bernama Ueno-apalah itu."

"...Apa?!"

Jantungku berdegup kencang.

Hah, Uenohara? Apa yang telah Uenohara lakukan?

"Apa kamu sedang pura-pura tidak tahu? Aku tahu kalau sejak Latihan Sorak-Sorai, dia selalu bersikap ramah. Aku tidak akan peduli kalau memang benar begitu, tetapi—"

"Tung-Tunggu, tunggu, aku tidak tahu apa yang terjadi..."

Me-Mengapa nama Uenohara muncul? Dari Katsunuma?

Mestinya tidak ada titik kontak antara mereka berdua. Mereka tidak pernah bertemu, dan aku pun belum pernah membawa namanya dalam rapat.

Jadi, dari mana dan kok bisa dia masuk ke dalam semua ini...?

"Hei hei hei, Ayumi. Tunggu, tunggu!"

Aku benar-benar dalam keadaan panik dan bingung. Tetapi lalu, Tokiwa, yang ada di dekatnya dan mendengarkan obrolan itu, turun tangan.

"Aku sudah menjelaskannya padamu kemarin, bukan? Kami cuma bertemu secara kebetulan!"

"Apa, apa kamu ada di pihak mereka, Eiji?"

"Tidak, tidak ada hubungannya dengan jadi sekutu atau musuh, bukan? Karena kita semua berteman di sini..."

"...Cih."

Katsunuma mendecakkan lidahnya dengan kesal dan kembali ke bangkunya dengan wajah yang cemberut.

"Fiuh... ...Aku senang dia sudah tenang buat saat ini..."

Saat Tokiwa menepuk dadanya, aku menatap ke arah mejaku dengan bingung.

Apa yang telah kamu lakukan, Uenohara...?

*

"Hei, Ketua Kelas. Mau jajan ke luar?"

Aku tersadar saat mendengar suara Tokiwa.

Saat itulah waktunya istirahat makan siang. Sementara aku merasa gelisah dan memikirkan berbagai macam hal, jam pelajaran pagi telah berakhir.

Tokiwa menyeringai dan lalu berbisik ke telingaku.

"Aku mau bicara padamu soal sesuatu..."

Bicara...?

Aku penasaran, apa ini ada hubungannya dengan apa yang terjadi di pagi hari...?

Aku melihat sekeliling dan mendapati bahwa ruang kelas penuh dengan suara bising. Mata kelompok Katsunuma yang menatap kami juga agak menusuk, dan kayaknya suasananya tidak kondusif buat melakukan obrolan yang tenang.

Pesan yang aku kirimkan ke Uenohara belum ditandai sebagai sudah dibaca, jadi kayaknya aku juga tidak bisa bertanya padanya mengenai situasinya.

Bagaimanapun, mari kita dengarkan ia buat saat ini.

Aku menganggukkan kepalaku dan mengikuti Tokiwa keluar dari kelas.

*

"Oke. Di sini enak dan sejuk, bukan?"

Duduk di tangga pintu yang terbuka di sebelah gimnasium, Tokiwa meregangkan tubuhnya.

Saat istirahat makan siang, gimnasium dibiarkan terbuka buat digunakan semua orang. Biasanya, orang-orang akan datang buat berolahraga. Tetapi mungkin karena jam makan siang baru saja dimulai, jadi tidak ada orang yang menggunakannya.

Hiruk pikuk dari gedung sekolah sudah jauh, dan udara di sekitar kami terasa tenang. Mungkin tidak perlu khawatir soal pandangan orang lain di sini.

"...Jadi, apa yang mau kamu bicarakan?"

Aku duduk di sebelahnya dan dengan cepat mengangkat topik obrolan.

"Ah... ...Iya, begini loh. Cuma sesuatu soal kejadian kemarin."

Tokiwa menghentikan tangannya yang berusaha membuka kotak bekal dan mulai berbicara dengan nada santai kayak biasanya. Tetapi ada sedikit ekspresi canggung di wajahnya.

Baca-Rabudame-LN-Jilid-1-Bab-4-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

"Aku kebetulan bertemu dengan Ayano-chan setelah ekskul, loh? Saat itu cuaca sedang panas, jadi obrolan kami mengarah pada pergi ke toko swalayan buat membeli es krim."

"Hah...? Seriusan?"

Itu memang sebuah kebetulan... ...Sangat sulit buat dibayangkan.

Tetapi aku cuma memintanya buat melakukan Investigasi Patroli, dan aku yakin itu tidak termasuk jenis investigasi apapun yang akan membuatnya ada hubungannya dengan Tokiwa.

"Jadi, iya. Kami mampir ke toko terdekat buat mengobrol sejenak dan lalu kami berpisah... ...tetapi kali ini, aku berpapasan dengan Ayumi."

Hmm...? Katsunuma ada di sana?

"Dan lalu, iya... ...Ayumi menceritakan banyak hal soal Ayano-chan."

Tokiwa menunjukkan beberapa keraguan sebelum melanjutkan.

"Ayumi bilang kalau... ...kayaknya Ayano-chan sering berbicara dengan banyak orang akhir-akhir ini. Dan juga, mereka semua itu cowok."

"Hah...?"

Tunggu. Tunggu, tunggu!

Aku tidak tahu apa-apa soal itu, loh?!

"Da-Dari mana dia dengar soal itu?"

"Hmm, aku tidak tahu detailnya. Tetapi kayaknya, Ide dan Anayama bilang sesuatu kayak, 'Aku didekati oleh seorang cewek imut akhir-akhir ini, dan itu mengganggu. Musim popularitas yang aku tunggu-tunggu telah tiba...' Dan kayaknya, dalam kedua kasus tersebut, cewek imut itu yaitu Ayano-chan."

Apa kamu bilang barusan...?

Kedua orang teman sekelas yang barusan disebutkan, mungkin berbeda dalam kecenderungan mereka, yang satu itu tipe buaya darat dan yang lainnya itu tipe otaku, tetapi mereka berdua punya gaya bicara yang lepas.

Pada saat yang sama, masing-masing dari mereka juga merupakan tokoh sentral dalam kelompok yang bergaul dengan Kiyosato-san.

"Bahkan, salah satu teman Ayumi melihat mereka sedang mengobrol... ...dan menurut mereka, Ayumi bertingkah sangat akrab..."

Saat itulah aku tersadar.

Apa jangan-jangan Uenohara...?

"Ayumi juga tipe orang yang mudah khawatir, jadi... ...dia agak salah paham dan bilang padaku buat waspada dengan Ayano-chan yang mencoba buat bermain-main."

Ekspresi Tokiwa tiba-tiba berubah seakan-akan menyadari sesuatu, dan ia melambaikan tangannya dari sisi ke sisi.

"Ah, ngomong-ngomong, buatku itu memang Ayano-chan yang biasanya. Ini tidak kayak kita membicarakan sesuatu yang aneh! Kayak, apa kamu pergi ke suatu tempat akhir-akhir ini? Hal-hal kayak gitu."

─Iya, kayak yang aku duga.

Uenohara telah melakukan Investigasi Tatap Muka di depanku.

"Makanya aku bilang pada Ayumi kalau ini semua cuma salah paham. Aku rasa kamu mungkin tahu sesuatu soal situasi ini, Ketua Kelas. Makanya aku mau bicara padamu."

"...Maaf. Aku juga barusan tahu soal itu."

"Hmm, benarkah begitu...?"

Aku mengepalkan tanganku sambil melirik sekilas ke arah Tokiwa, yang menggaruk pipinya dengan ekspresi gelisah.

─Kayak yang dibilang Tokiwa, obrolan dengan setiap individu mungkin bukanlah masalah besar. Aku yakin dia cuma mencoba untuk merasakan sesuatu melalui obrolan, dan dia bukan tipe orang yang akan mengumbar gim dalam obrolan kayak aku.

Masalahnya yaitu kasus-kasus tersebut telah disatukan dengan cara yang bias.

Bagaimana targetnya itu semuanya cowok. Tindakan berkeliling dan berbicara dengan banyak orang dalam waktu yang singkat. Fakta bahwa Uenohara itu memang teman dekatku. Dan bagaimana orang yang menangkapnya itu Katsunuma, yang punya hubungan permusuhan denganku.

Kombinasi dari semua unsur ini telah menghasilkan penafsiran yang tidak diinginkan soal perilaku Uenohara sebagai "seorang cewek aneh yang secara acak berbicara dengan cowok-cowok di kelas sebelah."

Kebenaran tidak dapat diungkapkan apabila demi tujuan investigasi, dan bahkan buat mencoba membuat-buat alasan, aku mesti menunjukkan beberapa bukti agar dapat dipercaya.

Karena itulah, akan terlalu berisiko buat Rencana kami buat mengabaikan hal itu dan terus bekerja kayak sebelumnya.

Tidak. Yang lebih penting lagi, kalau keadaan semakin memburuk, reputasinya akan...

Menyadari bahwa napasku jadi dangkal tanpa sepengetahuanku, aku menarik napas dalam-dalam buat menenangkan diri.

Terlepas dari semua hal itu... ...sejauh ini, belum ada tanda-tanda penyebaran kabar ini.

Kalau ini murni topik dalam Kelompok Katsunuma, maka dengan mengambil tindakan dini, kita mungkin dapat menghindarinya jadi masalah.

Apapun itu, aku mesti mengonfirmasi secara spesifik terlebih dulu dengan orang yang berada di tengah-tengah semuanya...

Memutuskan hal ini, aku mulai mengetuk pesan lain ke Uenohara agar kami ketemuan.

"Astaga..."

─Tetapi kemudian.

Tokiwa tiba-tiba mengeluarkan ponsel pintarnya dan bergumam pada dirinya sendiri sambil mengerutkan keningnya.

"Sekarang ada apa lagi...?"

Aku bertanya, punya firasat buruk.

"Ah, anu..."

Tokiwa menggaruk-garuk kepalanya, tampak sangat tidak nyaman.

"Aku sebenarnya tidak punya masalah dengan hal semacam ini, sih, tetapi..."

Berbicara dengan ragu-ragu, dia mengulurkan ponsel pintarnya padaku.

Yang ditampilkan pada layar di kolom pengirim aplikasi perpesanan itu nama "Katsunuma Ayumi."

Bersamaan dengan teks "Inilah buktinya."

─Terlampir di situ video yang menunjukkan Uenohara sedang mengobrol dengan seorang cowok dengan sikap yang ramah.

*

Sepulang sekolah, di pintu masuk ke atap.

Sambil menatap langit mendung melalui jeruji besi gerbang, aku menunggu Uenohara.

Dengan angin yang bertiup kencang di tangga luar, udara terasa sangat dingin. Seakan-akan musim telah berganti.

Benar saja, pintu ke atap terkunci rapat, dan aku tidak dapat masuk. Namun, ini merupakan tempat terbaik di sekolah buat kami untuk berbicara tanpa khawatir akan ketahuan.

Biasanya, kami mestinya memindahkan kegiatan ini ke "Ruang Konferensi M", tetapi... ...saat ini, aku mau berbicara dengan Uenohara sesegera mungkin.

"Maaf, apa kamu telah menunggu lama?"

Saat itu 10 menit sebelum waktu pertemuan yang ditentukan.

Uenohara tiba-tiba muncul. Tepat waktu kayak biasanya.

"Tidak, kok..."

"Tidak biasanya kita ketemuan di sekolah. Apa kamu sudah membuat semacam kemajuan? Ataukah ada sesuatu soal investigasi?"

Uenohara bicara dengan nada bicaranya yang biasanya sambil berjalan menaiki tangga.

Dari kelihatannya, dia masih tidak sadar.

"Hei... ...Apa kamu tahu soal ini?"

"Hmm...?"

Aku membuka video yang dikirim Tokiwa melalui ponsel pintarku dan segera mengulurkannya ke arah Uenohara.

Lalu, dengan sebuah kedutan, dia menegakkan tubuhnya.

"Apa... ...ini?"

Dia bergumam, menatap ke ponsel pintarku.

Ekspresinya tampak datar kayak biasanya, tetapi dia gelisah. Tangannya yang lain mengacak-acak rambut di belakang kepalanya.

"Itu dari saat aku menyelidiki... ...saat aku berbicara dengan cowok-cowok... Ah, begitu ya. Jadi, ini soal itu."

Sambil bergumam pada dirinya sendiri, dia lalu menjambak rambut di bagian belakang kepalanya dengan erat.

...Setanggap biasanya. Kayak dia sudah mengetahui situasinya.

Aku mengembuskan napas pahit sebelum melanjutkan.

"Jadi kamu juga melakukan Investigasi Tatap Muka buatku..."

"..."

"Video ini direkam oleh seseorang dari Kelompok Katsunuma... ...anggota kelompok yang memusuhiku. Mereka melihatmu bersikap ramah dengan kelompok kami setelah Latihan Sorak-Sorai, dan kayaknya, mereka memperhatikanmu sejak saat itu."

Setelah berbicara dengan Tokiwa, aku tahu kalau mereka telah mewaspadai Uenohara sejak saat itu, mengingat dia memang seorang cewek dari kelas sebelah yang tampak dekat denganku dan tiba-tiba melakukan pendekatan.

Kalau dipikir-pikir, memang benar kalau mata Katsunuma tertuju pada kami saat itu.

Aku sempat berpikir kalau dia mencoba mengganggu rencanaku kayak biasanya, tetapi... ...mungkin dia sedang memperhatikan Uenohara.

"Kayaknya mereka punya kesan negatif padamu sejak awal. Mereka menyaksikan investigasimu dan menafsirkannya dengan cara yang buruk. Itulah yang membuatmu... ...disebut 'pelakor' dan sebagainya."

Uenohara tidak menanggapi dan tetap diam.

Aku tidak tahan lagi dan menundukkan kepalaku.

"...Maaf. Mestinya aku menyadarinya lebih cepat."

"..."

"Tetapi... ...kita masih baik-baik saja. Buat video itu, aku meminta bantuan Tokiwa buat menghentikan penyebarannya. Dan kita selalu dapat memperbaiki keadaan. Ini tidak kayak itu mempengaruhi rencana kita, jadi tergantung pada alasannya..."

"Aku bilang itu tidak apa-apa."

─Uenohara dengan cepat menyela.

Lalu, setelah menghela napas kecil.

"...S*alan. Apa menurutmu kamu bisa jadi orang bodoh?"

Dia bergumam pada dirinya sendiri seakan-akan dia telah menyerah pada segalanya.

Suaranya terasa lebih emosional ketimbang biasanya, dan aku tiba-tiba dipenuhi dengan rasa gelisah.

"Tunggu, Uenohara."

"Jadi ada saksi mata, ya? Saat kamu menyuruhku buat berjaga-jaga... ...kamu cukup serius, bukan?"

"Ini," katanya, menyerahkan kembali ponsel pintarku yang ada di tangannya.

Uenohara melanjutkan dengan nada suara datar, tampak agak jutek dan tidak peduli.

"Coba pikirkan soal ini. Menjijikkan rasanya kalau kamu cuma berbicara dengan cowok-cowok yang belum pernah kamu temui sebelumnya, belum lagi mereka yang berasal dari kelas sebelah. Tidak akan aneh kalau ada beberapa rumor aneh mulai beredar."

"Tetapi, itu..."

"Meskipun begitu, itu bukanlah sesuatu yang perlu dijelaskan. Maksudku, aku cuma mesti menghindari melakukan sesuatu yang berlebihan mulai saat ini, bukan?"

"..."

Dihadapkan pada suatu pilihan yang selama ini aku coba buat tidak memikirkannya, aku kehabisan kata-kata.

"Pertama-tama, saya tidak melakukan apa pun yang akan menimbulkan masalah jika digali. Agak merepotkan karena masih ada video itu. Tapi... meskipun begitu, ini akan segera dilupakan, selama saya tidak melakukan apa pun dari sekarang. Lagipula, itu ada hubungannya dengan kelas lain."

"Nagasaka, kamu bisa membiarkannya berlalu karena itu tidak berhubungan denganmu. Aku tidak akan melakukan apa-apa. Bukankah itu solusi yang paling logis?"

"Itu..."

Lagi dan lagi, Uenohara melontarkan argumen yang masuk akal padaku.

Sesuatu... ...Apapun... ...Aku mesti membalasnya.

Kalau tidak, maka dengan kecepatan kayak gini...

"...Dimengerti. Aku akan melakukan sesuatu sendiri sampai keadaan jadi tenang."

"Ah, maaf. Mari kita hentikan itu juga."

Jantungku berdetak kencang.

Uenohara menyibak rambutnya ke belakang, lalu membalikkan badannya ke arahku.

"Aku bilang kalau ini juga merupakan akhir dari tugas 'kaki tangan'. Kita memang secara bertahap telah berhasil sampai sejauh ini, tetapi... ...akan lebih baik buat berhenti sebelum mendapat masalah lagi, bukankah begitu?"

"Ah..."

Berbicara tanpa ragu-ragu, Uenohara tidak menunjukkan sedikitpun emosi.

"Tidak perlu dikatakan lagi kalau aku tidak terlalu tertarik pada kisah komedi romantis. Tidak ada alasan buatku buat melanjutkan dan terus mengambil risiko. Dengan adanya orang kayak gitu, bukannya itu akan merepotkanmu, Nagasaka?"

Dia berbicara dengan nada normal, seakan-akan bilang kalau ini memang hal yang wajar dan merupakan bagian dari kehidupannya sehari-hari.

Lalu dia berjalan menuruni tangga dengan ritme yang stabil.

Selangkah demi selangkah, dia bergerak semakin jauh dari atap.

"Tung-Tunggu. Aku mohon tunggu."

Aku memanggilnya seakan-akan mengejarnya kembali.

Lalu, pada pendaratan di belokan tangga.

Uenohara berhenti sejenak, memegang bagian belakang rambutnya. Dia lalu menatapku dengan acuh tidak acuh, menatap langsung ke mataku.

"Aku mesti melihat dunia nyata dengan benar. Pertama-tama, aku tidak pernah jadi bagian dari ini."

─Kata-kata itu. Kata-kata itu sama dengan yang aku dengar di hari pertama aku bertemu Uenohara.

Menanggapi kata-kata yang tidak tertahankan itu, aku hanya bisa berteriak.

"Aku mohon tunggu!"

"...Apa masih ada sesuatu lagi?"

Uenohara, yang hendak pergi begitu saja, cuma mengalihkan pandangannya ke arahku saat dia berbicara.

"Mengapa... ...Mengapa kamu melangkah sejauh ini bahkan melakukan Investigasi Tatap Muka tanpa aku memintamu?"

"..."

"Ini sama kayak yang terakhir kali. Kamu melakukan banyak tugas demi rencana itu atas kemauanmu sendiri, bukan?"

"..."

"Kalau kamu cuma terjebak oleh arus dan cuma membantuku, maka mestinya kamu tidak perlu melakukan semua itu. Aneh kalau kamu mengambil tindakan sendiri tanpa alasan lain. Apa aku salah?"

Dengan kata-kata penutup itu, tempat itu jadi hening.

Lalu, hembusan angin berhembus tepat di antara kami.

Uenohara memalingkan wajahnya dariku dan menahan rambutnya yang berkibar.

Lalu...

"Meskipun aku bukanlah orang bodoh..."

Dia mengangkat ujung mulutnya sedikit.

"...Aku rasa itu cocok buatmu, Nagasaka. Jadi aku mau kamu tetap jadi orang bodoh sebisa mungkin. Itu saja."

─Dia tersenyum dengan wajah yang lembut dan sedih.

Mendengar (kebodohan) niat Uenohara yang sebenarnya, aku tersadar.

Ah... ...apa-apaan ini?

Apa-apaan yang telah aku lakukan?

Karena aku begitu terjebak dalam kenangan saat itu, aku kehilangan pandangan akan situasi yang sebenarnya...

Aku telah menyebabkan Uenohara melakukan kesalahan yang tidak perlu.

Aku telah membuat Uenohara khawatir soal hal-hal yang tidak perlu.

Aku telah menyesatkan Uenohara dengan berpikir kalau kayak yang aku duga, dunia nyata tidak dapat dibatalkan.

"...Aku tidak akan menyetujuinya."

"...?"

"Aku tidak akan menerima dunia nyata kayak gini."

"Hah? Tunggu, apa yang tiba-tiba kamu bilang..?."

─ Ini kayak yang dibilang Uenohara.

Aku memang orang yang bodoh.

Aku mesti tetap jadi orang bodoh.

"...Ada apa dengan perkembangan cerita yang sulit ini? Apa ini ajang perpisahan yang bodoh kayak gini? Ini sama sekali bukan jenis kisah komedi romantis yang aku sukai. Makanya aku tidak akan menerima dunia nyata kayak gitu."

Alis mata Uenohara berkerut dengan kebingungan saat dia menatapku.

"Eh, begini loh... ...kita tidak sedang membicarakan soal apa ini kita komedi romantis atau bukan saat ini."

"Diamlah, dasar bodoh!"

"Hah...?"

Sambil berteriak, aku menampar pipiku sekeras mungkin.

Suara itu memantul dari atap dan kemudian menghilang ke langit.

"Hei, apa yang kamu lakukan?"

"Itu menyakitkan! Sungguh, apa yang telah aku lakukan?"

Mengapa aku melakukan investigasi sejak awal?

Ini demi mewujudkan kisah komedi romantis, bukan?

Jika kamu sangat fokus pada investigasi sampai-sampai kamu meninggalkan kisah komedi romantis, itu bagaikan menempatkan kereta di depan kuda, bukan?!

"Oke, oke. Aku muak dan lelah dengan hal-hal yang serius. Aku bosan dengan kegagalan di belakang layar tanpa romansa ataupun komedi."

"Hei, tunggu, apa yang kamu bicarakan sejak tadi?"

"Begini, Uenohara. Aku akan memulihkan semua pertanda yang telah kamu tanam."

"Hah...? Pertanda...?"

Tanpa menghiraukan Uenohara, yang masih bingung, aku mulai berpikir.

Dalam dunia nyata ini, perkembangan kisah komedi romantis tidak akan datang padamu kalau kamu cuma menunggu saja.

Makanya aku memutuskan buat mengubah dunia nyata jadi kisah komedi romantis.

"Itu benar. Kisah komedi romantis akan menyelesaikan semuanya."

Aku akan memanfaatkan perkembangan yang ceroboh ini dan menciptakan "Ajang Kisah Komedi Romantis" terbaik yang pernah ada!

Aku akan menunjukkannya pada kalian semua.

Dari sini dan seterusnya.

Inilah waktunya buatku untuk benar-benar bersinar sebagai Nagasaka Kouhei, sang protagonis.

TL Note: Jangan lupa berkomentar di kolom Disqus yang sudah disediakan ya sobat LNT. 🙏

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama