Bab 5Siapa yang Memutuskan Bahwa Aku Tidak Dapat Mewujudkan Kisah Komedi Romantis di Dunia Nyata?
"Begini, teruslah melakukan Investigasi Tatap Muka."
Saat kami berdua menuruni tangga, aku bilang begini padanya, sambil memegang ponsel pintarku di satu tangan.
"Hah? Buat apa? Aku tidak paham."
"Sebenarnya, ada baiknya kalau memaksa. Meskipun orang lain menganggapmu menyebalkan, tetaplah berbicara dengan mereka."
"Tidak, kayaknya, aku tidak paham perlunya melakukan itu sejak awal."
Uenohara berhenti, mengerutkan keningnya, dan menyilangkan tangannya.
"Aku rasa aku sudah bilang padamu kalau masalah ini akan selesai kalau kita membiarkannya begitu saja. Tidak ada alasan buat sengaja bergerak."
"Sederhana saja. Strategiku akhirnya jadi solusi yang semakin sempurna."
"Semakin sempurna?"
"Iya. Semua tindakanmu akan berubah jadi sesuatu yang positif, reputasi burukmu akan hilang, dan Rencana kita akan maju secara dramatis."
"...Kamu bercanda, bukan?"
Uenohara memiringkan kepalanya tidak percaya.
"Saranmu cuma sebuah kompromi yang realistis. Itu merupakan solusi pasif yang tidak akan menambah hal negatif, tetapi juga pasti tidak akan menambah hal positif. Tetapi dengan saranku, memang mungkin buat mengubah semuanya jadi positif. Aku tidak perlu memberi tahumu, mana yang lebih diinginkan, bukan?"
"Itu... ...anu..."
Uenohara tampak bingung dengan pernyataanku yang tampak percaya diri.
Dia lalu meletakkan tangannya di atas mulutnya dan berpikir sejenak sebelum melanjutkan.
"...Apa sebenarnya yang mau kamu lakukan?"
Bagus, dia setuju.
Sambil terkekeh, aku melanjutkan dengan wajah tenang.
"Ada beberapa langkah yang mesti kita lakukan. Cuma setelah semuanya selesai, barulah hal ini dapat berhasil."
Aku menjentikkan ponsel pintar di tanganku saat berbicara.
"Hmm... ...itu benar. Mari kita kumpulkan informasi sebanyak mungkin. Dengar, aku mau kamu melakukan Investigasi Tatap Muka dan mengumpulkan informasi dan data dalam daftar yang akan aku kirimkan padamu."
Dengan begitu, aku mengirimkan daftar yang baru saja aku buat pada Uenohara.
Uenohara bergumam dalam hati sambil memeriksa data yang dia terima.
"Pandangan soal Suasana di Kelas, Evaluasi Ayumi Katsunuma, Evaluasi Nagasaka...? Tunggu, apa maksud dari semua ini?"
"Secara harfiah cuma itu. Secara khusus, pastikan untuk bertanya pada semua orang yang dapat kamu dekati soal yang terakhir."
"Hah? Buat apa?"
"Mustahil aku berkeliling dan bertanya pada orang-orang, 'Hei, apa pendapat kalian soalku? Itu akan sangat aneh. Gunakanlah akal sehat, akal sehat."
"Euh, aku sudah lama tidak mendengarnya, tetapi itu membuatku kesal..."
Uenohara memelototiku dengan jijik.
"Aku bertanya apa gunanya menanyakan semua itu. Kalau memang tidak masuk akal buatku, aku tidak dapat bergerak, meskipun aku mau."
Ah, ayolah, inilah masalahnya dengan para ahli logika. Kalau mereka tidak puas dengan alasannya, mereka tidak mau mengalah.
Aku menghela napas, lalu dengan enggan menjelaskan.
"Begini, masalahnya yaitu kamu cuma berbicara dengan cowok-cowok. Dan juga, itu semua cuma obrolan biasa yang tidak memberikan indikasi apapun soal niatmu yang sebenarnya."
Ini memang sesuatu yang dia bilang sendiri, tetapi tidak salah lagi kalau dia telah mengajukan pertanyaan buat investigasi dengan cara yang tidak akan pernah mengungkapkan niatnya yang sebenarnya.
"Itulah cara terbaik kalau ini memang investigasi yang normal. Tetapi, kalau topiknya terlalu dangkal, akan menimbulkan kecurigaan kalau kamu mungkin memikirkan hal lain di balik layar. Dalam situasi kayak yang kita hadapi saat ini, ada baiknya memperjelas apa yang mau kamu tanyakan, supaya tidak menimbulkan kecurigaan yang tidak perlu."
"...Iya, kamu ada benarnya, aku rasa."
Uenohara meletakkan tangannya pada mulutnya lagi dan mengangguk.
"Makanya buat investigasi yang akan datang, itu akan terlepas dari jenis kelamin, dan kamu akan dengan jelas bertanya tentang item-item yang ada dalam daftar. Tujuannya yaitu buat menimpa tindakanmu, Uenohara, jadi tidak ada gunanya kalau kamu tidak melakukannya sendiri, bukan?"
"Jadi, mengapa item-item ini? Bukannya yang lain akan berhasil?"
"Itu karena, pada langkah berikutnya, aku mesti menjelaskan mengapa kamu melakukan apa yang kamu lakukan. Buat menghasilkan logika pada saat itu, aku mau mengetahui terlebih dahulu, berapa banyak orang yang punya kesan baik padaku. Sedangkan buat hal-hal lainnya, aku akan menggunakannya sebagai informasi tambahan."
Iya, meskipun sejauh menyangkut logika persuasif, aku sudah memikirkannya. Yang satu itu masih rahasia.
"Cuma itu yang dapat aku katakan soal alasannya. Apa itu masuk akal buatmu?"
"Hmm... Iya, aku rasa...?"
Mungkin kewalahan dengan semangatku, Uenohara mengangguk dengan raut wajah yang ambigu.
Hehehe. Terlalu mudah.
Fakta bahwa dia terbujuk oleh alasan yang tampaknya tulus yang barusan aku kemukakan, menunjukkan bahwa pelatihannya masih mesti menempuh jalan panjang.
"Sekarang kita sudah memutuskan hal itu, kita mesti bergerak cepat. Lakukanlah investigasi sebanyak yang kamu bisa."
"Bagaimana denganmu, Nagasaka?"
"Aku punya hal lain yang mesti aku persiapkan. Hal-hal yang cuma bisa aku lakukan."
"Apa maksudmu dengan itu?"
Aku berbalik menghadap ke depan, mengepalkan tanganku, dan menjawab.
"Pertempuran buat mengatasi masa lalu."
*
—Beberapa hari kemudian, pada hari Sabtu.
"Wah, itu sangat informatif. Maaf telah mengganggu Tante di hari libur Tante."
Lokasiku saat ini yaitu di sebuah kantor di Universitas Nasional Kyougoku.
Sambil membanting laptop yang telah aku isi dengan banyak catatan, aku membungkuk pada ibu dosen yang telah berbaik hati memberi tahuku soal isi penelitiannya. Beliau itu seorang wanita berusia empat puluhan tahun dengan penampilan yang bersih dan segar.
"Tante cuma menetap di rumah membaca makalah di hari libur Tante. Ketimbang hal itu, bagus sekali kalau kamu sudah memikirkan jalur kariermu. Tante mau putri Tante juga mengikuti teladanmu."
Dosen itu bergumam sambil meringis.
"Tetapi dari mana kamu mendapatkan wawasanmu soal statistik? Kamu tahu lebih banyak ketimbang mahasiswa-mahasiswi tahun pertama yang malang."
"Tidak, ini cuma hobiku saja. Aku mengembangkan minat di dalamnya dan satu hal mengarah ke hal berikutnya."
"Wah, kalau itu memang hobimu, itu bahkan lebih bagus lagi. Tante rasa itu akan membuatmu jadi peneliti yang jago."
Dosen itu tampak dalam suasana hati yang baik, sambil menyeruput secangkir kopi panas.
Hmm... ...kayaknya beliau lebih menyukaiku ketimbang yang aku duga. Menurut investigasi, beliau memang seorang dosen yang ramah dan populer di kalangan mahasiswa-mahasiswi. Kayaknya itu memang benar. Dan juga, aku kira rasa-rasa itu turun-temurun...
Pokoknya, dari apa yang aku dengar, psikologi menggunakan statistik lebih dari yang aku duga. Mungkin aku lebih cocok dengan hal itu ketimbang yang aku kira. Produk sampingan yang cukup membantu dalam diskusi ini.
Oke, sekarang... ...kayaknya kita sudah berhasil mencapai "komunikasi yang sempurna", jadi mari kita masuk ke "tema utama" hari ini, ya?
"Ah, ngomong-ngomong, Tante Dosen. Aku sudah bertanya-tanya soal nama Tante, tetapi..."
—Inilah pertempuran dengan masa lalu.
Inilah tindakan pemberontakan pada dunia nyataku.
Selanjutnya...
Inilah kisah latar belakang yang jadi rahasia Uenohara... ...tidak, Ayano-san.
Tidak, terus terang, aku tidak tahu apa yang akan dia bilang padaku kalau dia tahu soal itu...
*
Sehari setelahnya, di Ruang OSIS.
"Ini tehmu. Tidak ada apa-apa selain kopi instan, jadi aku memilih teh hitam."
"Ah, tidak, jangan merepotkan dirimu sendiri."
Secangkir teh putih diletakkan di depanku. Aroma teh yang menguar dengan lembut di udara membuatku merasa sedikit lebih tenang karena berada di tempat yang asing.
Lalu, Senpai —Hinoharu Sachi-senpai— menuangkan teh ke dalam cangkir yang tampak milik pribadi dari teko yang dia pegang. Karena sudah cukup lama disiapkan, mungkin teh itu diseduh dari daun teh.
"...Jadi, kamu bekerja di hari liburmu juga. Apa OSIS memang sesibuk itu?"
"Aku sebenarnya sibuk sepanjang tahun, tetapi sekarang ada juga persiapan buat pesta penyambutan siswa-siswi baru yang mesti ditangani. Dan perkembangannya belum bagus."
"Tetapi apa tidak apa-apa kalau yang lain tidak bekerja? Senpai, kamu bekerja sendirian, bukan?"
Iya, karena aku dengar kalau dia bekerja sendirian, aku datang ke sini. Karena aku tidak kenal dengan anggota OSIS yang lainnya.
Hinoharu-senpai menghentikan tangannya yang mengangkat cangkir ke mulutnya sebelum menjawab.
"Iya... ...pada akhirnya, itu cuma sesuatu yang aku lakukan secara sukarela. Tentu saja, aku tidak dapat memaksa orang lain untuk membantu."
Mengibaratkannya sebagai latihan bebas buat ekskul, dia tersenyum tulus sesuai dengan penampilannya dan menyesap tehnya.
Namun, saat kalian melihatnya dari dekat kayak gini, dia benar-benar seorang cewek cantik yang mau kalian manjakan.
"Dan sama halnya, bukannya hari ini memang hari belajar mandiri buatmu juga? Aku rasa punya sikap progresif pada kehidupan sekolah begitu cepat setelah diterima memang hal yang luar biasa. Hei, mengapa kamu tidak meneruskannya dan mencoba buat jadi anggota OSIS juga, Kouhai-kun tanpa nama?"
...Jadi, kita akan terus kembali ke hal itu, ya?
Juga, "Kouhai-kun tanpa nama" itu. Apa dia masih membenci bagaimana aku tidak memberi tahunya namaku saat terakhir kali? Apa itu?
Aku terbatuk sekali buat berdehem, lalu melupakannya.
Kali ini, aku akan memanfaatkan sifat aktifnya itu.
"Iya... ...aku memang tertarik dengan kegiatan OSIS."
"Wah, apa kamu yakin? Iya, iya, kamu dipersilahkan!"
"Namun, aku... ...punya beberapa keraguan apa ada gunanya bergabung dengan OSIS yang cuma dapat melakukan tugas setingkat ini."
"Hah...? Apa maksudmu?"
Setelah tampak bingung sejenak, dengan ekspresi agak jengkel Senpai menanyaiku.
—Bagus, ini kayak informasi yang diberikan Uenohara padaku tempo hari.
Kayaknya Senpai cukup bangga dengan kegiatan OSIS-nya.
Pancing dia di sana, dan dia akan lebih mungkin untuk diprovokasi. Begitulah rencananya.
Berpura-pura tidak peduli, aku meletakkan buku yang aku bawa di atas meja.
Senpai melihat sampulnya dan bergumam dengan rasa penasaran.
"...Apa ini dokumen dari rapat umum OSIS terakhir?"
"Iya, aku sudah membaca laporan keuangan dan anggaran yang diusulkan, dan... ...Iya, angkanya benar-benar tidak masuk akal."
Aku sengaja menghela napas.
"Ada kelebihan dana buat Festival Budaya Sekolah, anggaran yang dialokasikan buat setiap ekskul tidak sesuai dengan hasil yang sebenarnya, dan kita punya banyak dana cadangan yang tidak terhitung... ...iya, hal-hal kayak gitu. Aku penasaran apa ini memang kasus yang cuma mengikuti angka-angka di masa lalu."
"..."
"Aku tidak dapat merasakan adanya upaya buar mengoptimalkannya untuk setiap tahun ajaran. Kalau itu memang OSIS dengan tingkat kesadaran yang rendah, itu agak..."
"...Kamu itu sangat jujur, Kouhai-kun. Apa yang akan diketahui oleh seorang siswa baru?"
Saat dia bilang begini, Senpai mencibirkan mulutnya dengan kesal.
Tanggung jawabnya bukan cuma mencakup Urusan Umum, tetapi juga Audit. Akan sangat menjengkelkan buat diberi tahu ini dan itu soal anggaran oleh orang luar.
"Iya, tentu saja, aku tidak tahu apa-apa soal itu. Lagipula, itu cuma prediksi berdasarkan angka-angka."
"Tentu saja. Siapapun dapat bicara."
Saat aku mendengar dia bilang begitu, aku menjentikkan jariku dan berbicara dengan cepat.
"Mari kita coba sebuah eksperimen, bolehkah?"
"...Eksperimen?"
"Iya, sebagai percobaan, aku akan mencoba membuat rencana pengembangan. Kalau tampak bagus, berarti aku memang benar."
Menempatkan tangannya di atas mulutnya, Senpai memasang wajah terkejut.
"Ah? ...Buat bilang sebanyak itu, kamu pasti sangat yakin pada dirimu sendiri."
"Iya, aku penasaran? Tetapi kalau aku melakukan ini, aku mau melakukannya dengan benar. Jadi, aku mungkin mesti meminta kamu buat menunjukkan padaku beberapa dokumen yang ada di gudang. Bisakah aku meminta kerja samamu?"
—Alat peraga yang aku dapatkan dari sana, lebih merupakan bonus, tetapi...
Kayak yang sudah aku duga, ini diperlukan buat "Prolog" kita.
*
"Selamat pagi, semuanya!"
Pekan berikutnya.
Begitu aku tiba di sekolah, aku memanggil seluruh kelas.
Buat sesaat, mata semua orang tertuju padaku. Lalu aku menerima beberapa tanggapan, satu per satu.
Saat itu tepat sebelum bel pertama berbunyi. Aku sudah bersiap-siap demi menuntaskan sentuhan akhir dengan sungguh-sungguh, dan sebelum aku menyadarinya, hari sudah pagi. Karena aku langsung datang ke sekolah setelah begadang semalaman, aku masih dapat merasakan tenaga misterius larut malam.
Saat ini, hampir semua orang di kelas telah datang ke sekolah dan mengobrol di antara mereka sendiri.
"Berbicara soal Nagasaka... ...bukannya ada seorang cewek yang mampir buat bertanya baru-baru ini?"
"Ah, ada. Dia bertanya padaku bagaimana pendapatku soal Ketua Kelas."
"Bukannya itu cewek yang dikabarkan bermain-main dengan cowok-cowok?"
"Hah? Tetapi aku kan seorang cewek dan dia juga datang padaku, loh?"
"Sekarang, setelah dipikir-pikir, aku juga..."
Maka, topik buat meramalkan, bercampur aduk di sana-sini di antara obrolan mereka.
Aku sudah menduga, bahwa segala sesuatunya berjalan lancar dari unggahan data investigasi yang cepat, tetapi tampaknya dia dapat memenuhi kuotanya. Mestinya itu memang permintaan yang agak tidak masuk akal, tetapi itulah Uenohara.
Aku berjalan ke bangkuku, meletakkan tas ranselku di atas meja, dan memanggil Kiyosato-san.
"Selamat pagi, Kiyosato-san."
"Yoi, selamat pagi, Nagasaka-kun."
Kiyosato-san, yang sedang bersiap-siap masuk kelas, membalas senyumanku dengan senyumannya yang biasanya.
"Kamu benar-benar meluangkan waktumu hari ini. Apa kamu bangun kesiangan?"
Saat aku sedang mengatur posisi tas ranselku sambil memikirkan sudut pengambilan gambar yang bagus, Kiyosato-san bertanya padaku.
"Ah, begini, aku agak sibuk. Aku masih belum tidur."
"Hah, benarkah? Apa kamu sedang belajar?"
"Iya, kira-kira kayak gitu."
Belajar dalam makna kata yang lebih luas, yaitu. Kayak cara mengoperasikan aplikasi pengolah gambar.
"Ah? Kamu sungguh bekerja keras. Bahkan sebelum ujian."
Kiyosato-san bergumam penasaran dan memiringkan kepalanya. Tahi lalatnya mengintip dari celah di antara poninya yang bergoyang halus.
"Selamat pagi, Tokiwa. Maaf atas kejadian tempo hari."
"Ah, selamat pagi, Ketua Kelas..."
Jawaban yang diberikan Tokiwa agak canggung.
Mungkin saja, tetapi aku rasa ada sesuatu yang terjadi yang melibatkan Uenohara...
"Ketua Kelas, eum..."
"Hei, Ketua Kelas."
Sesosok tubuh dengan cepat bergerak di antara kami, memotong obrolan Tokiwa.
Aku mendongak dan dengan acuh tak acuh memanggil orang yang aku harapkan.
"Hei, Katsunuma. Apa kabar?"
"Jangan pura-pura bodoh denganku. Seriusan, apa yang kamu rencanakan di sini?"
Dia mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di lengannya yang disilangkan sambil memelototiku dengan cara yang biasanya. Kayaknya tingkat amarahnya pagi ini sudah maksimal.
"Apa yang kamu bicarakan?"
"Temanmu, tentu saja. Tiba-tiba saja berbicara pada orang lain... ...dia benar-benar menyebalkan."
Apa, Uenohara bahkan melawan Katsunuma? Cewek itu benar-benar punya nyali...
"Kamu juga ikut terlibat, bukan? Apa yang kamu rencanakan, hah?"
─Tetapi tetap saja, Katsunuma terlibat pada saat yang tepat.
Sebagian besar perhatian di kelas terpusat pada kami, jadi aku memutuskan buat mengikuti arus.
Aku mengetuk pintasan pada ponsel pintar yang sudah aku siapkan, dan memastikan bahwa tablet yang aku masukkan ke dalam ransel berfungsi sebagaimana mestinya.
Lalu, aku tiba-tiba berdiri dan langsung menuju mimbar guru.
"Semuanya, dengarkan!"
Aku berseru dengan suara yang cukup keras buat menarik perhatian seluruh kelas.
Ruang kelas jadi hening, dan mata teman-teman sekelasku serentak tertuju padaku.
Tatapan penuh tanya, penasaran, dan jijik. Merasakan berbagai macam tatapan mendarat padaku, aku menelan ludah.
—Jangan takut.
Informasi telah dikumpulkan. Berdasarkan investigasi Uenohara terhadap kesan yang dimiliki orang-orang padaku, kemungkinan keberhasilannya diperkirakan lebih dari 60%.
Di samping itu..., ini merupakan sesuatu yang mesti aku lakukan pada suatu saat nanti.
Malahan, fakta bahwa aku menyembunyikannya sampai saat ini jelas bukan hal yang bagus.
Fokus, Nagasaka Kouhei.
Aku mengepalkan tinjuku dengan erat di belakang meja.
Lalu, aku menarik napas dalam-dalam.
"Ini mungkin akan menyita sedikit waktu kalian di pagi hari, tetapi..."
Selain itu.
Inilah waktu yang tepat buat melakukannya.
Inilah kesempatan buat membuat "Ajang Kenangan" yang paling efektif secara dramatis.
"Aku mau menggunakan kesempatan ini buat menceritakan sesuatu soal diriku pada kalian."
─Dan terjadilah pertempuran dengan masa laluku.
Aku mengakuinya. Rasa malu yang selama ini aku sembunyikan.
Angin bulan Mei terasa agak hangat.
Selangkah demi selangkah, aku dengan sengaja menaiki tangga luar gedung sekolah.
Setelah melewati anak tangga yang kesekian kalinya, yang tampak di hadapanku yaitu sebuah pintu besi kayak pagar setinggi hampir dua meter. Gagang pintunya punya lubang kunci.
Aku menelan ludah, lalu memasukkan kunci ke gagang pintu dan membuka pintu.
Terbentang di depan mataku yaitu atap yang sepi.
Ada juga sang surya terbenam yang merah menyala, yang memenuhi setengah dari bidang penglihatanku.
"...Iya. Masih merupakan 'tempat muda-mudi' yang indah, kayak biasanya."
Lima belas menit tersisa sampai waktu yang dijadwalkan.
Mulai merasa agak gelisah, aku memainkan kunci di tanganku sambil berjalan-jalan tanpa tujuan.
"Tetapi tetap saja, itu mungkin pembelian yang mahal... ...tetapi ada keuntungan penggunaan gratis di masa depan... ...sekali lagi, memikirkan apa yang terjadi mulai saat ini, membuat kepalaku sakit, tetapi..."
Saat aku bergumam pada diriku sendiri dan menikmati protagonis kisah komedi romantis, aku mendengar suara pintu terbuka di belakangku.
...Dia masih tegak kayak biasanya. Masih ada lebih dari 10 menit lagi, loh?
Aku tersenyum kecut, lalu menarik napas dalam-dalam.
"Jadi kamu datang. Uenohara."
Oke, kita sudah siap dan siap buat pergi.
Di sinilah aku akan memulihkan semua pertanda.
Mari kita mulai "Prolog" kita, yuk lah?
"Hei, bagaimana kabarmu?"
"...Bagus."
Wajah Uenohara agak muram.
Iya, aku rasa itu yang diharapkan dari menjengkelkan begitu banyak orang... ...Katsunuma, misalnya, pasti memberinya waktu yang sulit.
Uenohara menghela napas dan lalu menyilangkan tangannya.
"Jadi? Kamu bilang kalau kamu akan menjelaskan hasilnya setelah kita bertemu, tetapi... ...kamu sudah menyelesaikan semuanya dengan baik, bukan?"
Aku berdehem, lalu membuka mulutku dengan ekspresi tenang di wajahku.
"...Sebelum itu. Ada sesuatu yang mesti aku minta maaf padamu."
"Minta maaf?"
Uenohara memiringkan kepalanya dengan penasaran.
"Iya. Aku telah menyembunyikan sesuatu darimu selama ini. Biar aku beri tahu kamu sekarang."
Aku berbalik menghadap Uenohara... ...dan mengulangi pengakuan cinta yang telah aku buat pada semua orang di kelasku.
"Sebenarnya... ...aku itu seorang ronin*."
(TL Note: Di Jepang modern, ronin (浪人) merupakan siswa-siswi yang telah lulus dari SMP atau SMA namun gagal masuk ke sekolah di tingkat berikutnya, dan akibatnya belajar di luar sistem sekolah buat masuk di angkatan berikutnya. Istilah ini berasal dari tidak adanya sekolah yang dapat mereka ikuti, karena seorang ronin, seorang samurai yang tidak punya guru, tidak punya pemimpin buat dilayani.)
"..."
Mata Uenohara agak melebar.
Reaksi itu lebih lembut dari yang aku duga, dan diam-diam aku merasa lega.
"Di masa kelas sembilan SMP-ku. Sama kayak sekarang, aku mencoba mewujudkan sebuah kisah komedi romantis... ...dan gagal sekali. Karena kegagalan itu, aku gagal dalam ujian masuk SMA."
Sambil mengingat kejadian pada waktu itu, aku menatap ke arah langit.
"...Aku rasa aku pernah menyinggung hal ini secara singkat. Namun dahulu kala, ada pemicu yang membuatku menyadari kalau aku bisa punya kisah komedi romantis bahkan dalam dunia nyata."
Hal itu terjadi tepat setelah liburan musim panas di masa kelas sembilan SMP-ku.
"Kami telah merencanakan darmawisata sekolah. Semuanya berawal saat aku membagikan beberapa informasi yang telah aku teliti soal sebuah tempat tujuan pada kelompokku, dan salah satu dari mereka bereaksi."
Dia itu seorang cewek yang belum pernah aku ajak bicara sebelumnya, tetapi dia terkesan karena aku telah mengumpulkan data setingkat buku panduan, dan punya keinginan buat mengetahui lebih lanjut.
Aku jarang sekali dipuji soal hobiku sebelumnya. Dengan gembira, aku terus dan terus memamerkan pengetahuan yang telah aku teliti sepulang sekolah.
Lalu, setelah aku selesai memperkenalkan tempat terakhir, dia berbisik, "Mau pergi bersama?" ke telingaku.
"Aku dapat menghasilkan pengembangan kayak kisah komedi romantis karena hobiku yang sepele. Tidak ada hal kayak gitu yang pernah terjadi sebelumnya, tetapi aku dapat menciptakan 'ajang' cuma dengan jadi diriku sendiri."
Mungkin aku juga dapat mewujudkan kisah komedi romantis...
Saat aku menyadari kemungkinan itu, aku sangat gembira, dan sejak saat itu aku jadi sangat aktif.
"Dari sana, aku bertanya pada semua orang di kelompok soal preferensi mereka, menyarankan restoran yang direkomendasikan dan aktivitas kelompok, menemukan tempat rahasia dan membagikannya, dan seterusnya. Aku bahkan menggabungkan semua pengetahuanku soal kisah komedi romantis demi membuat rencana 'Ajang' dan menyampaikannya pada mereka."
Misalnya, sebuah ajang di mana kita menyelinap keluar dari hotel pada malam hari buat menikmati camilan larut malam.
Inilah kiasan yang umum dalam kisah komedi romantis, tetapi aku mendapatkan denah hotel dari Internet, dan setelah memprediksi rute patroli para guru serta rute pelarian yang mungkin, aku pun memilih kedai mi terdekat. Proses pengembangan ini termasuk dalam ruang lingkup ajang, jadi aku menyusun rencana bersama cowok-cowok di ruangan yang sama, duduk mengelilingi tablet dan bersenang-senang.
Contohnya, "Ajang Kencan" di tempat tujuan kami.
Salah satu teman cowokku naksir seorang cewek dalam kelompok yang sama, jadi aku mencari tempat tersembunyi dengan suasana yang bagus dan memberinya rencana produksi yang dramatis. Tentu saja, aku juga menyiapkan rencana tindakan buat kami buat tiba-tiba menghilang di tengah-tengah dan meninggalkan mereka berdua.
Semua orang senang dan setuju kalau ini pasti akan jadi darmawisata sekolah yang menarik.
Aku pun cukup yakin akan hal itu.
"Lalu, pada hari itu... ...hari perjalanan sekolah. Aku melaksanakan "Rencana" tersebut.
Kegiatan kelompok pada hari pertama sangat cocok. Semua tempat yang kami kunjungi sangat bagus. Kami punya lebih banyak kegembiraan dan kenangan yang tidak tergantikan dari yang aku duga.
Sedangkan pada malam hari, "Ajang Makan Malam" berlangsung dengan sukses. Sensasi yang aku rasakan pada saat itu dan rasa ramen yang kami semua makan bersama, meninggalkan kesan yang luar biasa buatku.
Aku sangat senang dengan hal itu, dan begitu pula dengan semua "Karakter" pada saat itu.
"Rencana Proyekku" telah berhasil.
─Paling tidak sampai setengah jalan.
"Tetapi tahukah kamu? Karena serangan dari luar yang sama sekali tidak aku sadari, semuanya runtuh."
Tentu saja, aku telah menyelidiki dengan cermat semua informasi soal tujuan dan menyusun rencana yang sempurna. Aku telah memikirkan ajang dramatis yang mirip kisah komedi romantis.
Tetapi, aku lalai buat menyelidiki hubungan di antara para "Karakter".
Sambil mengertakkan gigiku, aku berbicara secara normal, berusaha sebisa mungkin agar tidak menunjukkan emosi apapun.
"Teman cowok yang aku ajak dalam ajang kencan, ternyata punya seorang cewek lain yang mengincarnya. Cewek itu berkemauan keras, tipe pemimpin di kelas, dan dia sangat kesal soal itu sampai-sampai dia mulai menggertak cewek yang ia taksir."
Kayak yang sering terjadi pada cewek-cewek di sekitar SMP, saat menyangkut masalah yang berhubungan dengan romansa, serangan lebih mudah diarahkan pada sesama jenis ketimbang lawan jenis. Dan karena cewek itu memang tipe orang yang polos, mungkin lebih mudah buatnya buat jadi orang yang menanggung beban.
"Adapun cewek yang berbisik di telingaku, dia sudah punya pacar di kelas sebelah yang diam-diam dia pacari. Pacarnya mengetahui rencana kami dan menuduhnya berselingkuh."
Aku tidak tahu kalau dia sudah punya pacar sejak awal. Sedangkan dia, dia juga tidak punya motif tersembunyi buat hal-hal yang dia lakukan denganku dan cuma menganggapnya sebagai bergaul dengan teman baik.
"Rencana" yang telah berjalan dengan sangat baik sampai-sampai setengah jalan dan aku rasa akan berjalan dengan sempurna sampai akhir. Pada saat itulah rencana itu kandas.
"Pada akhirnya... ...semuanya jadi salahku karena telah mengatur segala sesuatunya, dan aku dikeroyok oleh mereka yang berada di luar."
Bahkan sampai saat ini, aku tidak dapat melupakan perasaanku pada saat itu, saat aku tiba-tiba dikecam dari segala sisi.
Pikiranku kosong dan aku tidak dapat memikirkan apapun, jadi aku cuma berdiri di sana dalam keadaan linglung.
"Untungnya, aku tidak disalahkan oleh anggota kelompokku yang lain, tetapi... ...mustahil kami dapat bersenang-senang dalam situasi kayak gitu. Kami menghabiskan sisa darmawisata sekolah dalam suasana yang canggung, dan begitulah akhirnya."
Aku menghela napas. Telapak tanganku basah oleh keringat.
"Aku belum pernah punya seseorang yang menyerangku kayak gitu sebelumnya, dan merusak darmawisata sekolah yang mestinya seru ternyata sangat berat buatku..."
Karena akulah, segalanya hancur.
Karena upaya setengah hati demi mewujudkan kisah komedi romantis, pada akhirnya, segalanya jadi lebih buruk ketimbang aslinya.
Itulah kisah komedi romantis yang dimaksudkan agar punya akhir yang bahagia buat semua orang. Tetapi aku telah menodai kisah komedi romantis yang aku cita-citakan itu.
Setelah itu, aku mulai sering bolos sekolah.
Memang tidak ada serangan terang-terangan kayak diancam atau diabaikan... ...tetapi aku tidak tahan dengan suasana canggung yang terus-menerus ataupun perasaan penyesalan, jadi aku melarikan diri dari sana.
Setelah Masa "Bebas Absen" dimulai*, aku mengurung diri di rumah.
(TL Note: Awalnya ditulis sebagai jiyuu toukou (自由登校) yang secara harfiah berarti "bebas hadir di sekolah". Inilah waktu sampai kelulusan di mana siswa-siswi senior tidak perlu bersekolah.)
Aku berhenti menggunakan media sosial, menghapus kontakku, dan menghabiskan setiap hari dalam keadaan terputus sama sekali dari hubungan antarmanusia.
Tentu saja, aku tidak dapat berkonsentrasi buay belajar dan cuma menghabiskan waktu tanpa melakukan apa-apa, sambil berpura-pura pada keluargaku yang khawatir apa aku baik-baik saja.
"Jadi aku akhirnya gagal di sekolah pilihanku. Hasilnya sangat buruk."
Nilai-nilaiku tidak terlalu bagus, jadi mustahil buatku dapat lulus ujian tanpa melakukan apa-apa selama periode yang begitu penting.
"Dunia nyata memang tidak semudah itu. Begitulah yang aku pikirkan... ...dan untuk sementara waktu, aku menyerah."
Dalam dunia nyata, mustahil kalian dapat mewujudkan kisah komedi romantis.
Dalam dunia nyataku ini, mustahil punya akhir yang bahagia.
"Namun."
─Pada akhirnya.
Pada hari upacara kelulusan yang aku lewatkan.
"Cewek yang berbisik di telingaku datang mengunjungiku di rumahku. Aku tidak tahu mesti menunjukkan wajah macam apa padanya, jadi aku bersembunyi..."
Namun, tidak ada yang dapat menghalangi suara yang datang dari luar.
"Saat itu, kata-kata yang aku dengar yaitu, 'Tidak ada yang keberatan, jadi Nagasaka, lakukan yang terbaik juga."
─Kata-kata yang dia ucapkan saat itu.
Entah mengapa, kata-kata itu begitu mengena dalam benakku.
"Setelah itu, aku menerima sepucuk surat darinya. Di dalamnya, dia bilang padaku soal apa yang terjadi dengan semua orang di kelompok."
Menurut apa yang tertulis di dalamnya, semua orang, kecuali aku, terus melangkah maju tanpa gentar.
Teman cowok yang aku berikan rencana kencan, mampu melindungi kekasihnya dari banyak niat buruk, dan mereka dengan aman berakhir bersama.
Cewek yang telah berbisik di telingaku, meskipun ada implikasi kalau hubungan itu akan hancur, tetap bertahan, membicarakannya dengan pacarnya, dan mendapatkan pengertiannya.
Tidak ada anggota lain yang menyerah pada suasana canggung dan fitnah yang tidak masuk akal, serta berjuang buat melaluinya.
"Mereka tidak pernah menyerah. Mereka tetap setia pada diri mereka sendiri... ...dan mereka mendapatkan akhir yang bahagia."
Dan pada akhirnya, mereka semua lulus dengan senyuman di wajah mereka.
Dalam dunia nyata ini, mereka mencapai akhir yang bahagia.
"Di akhir surat itu, ada sebuah pesan yang berbunyi, 'Rencana darmawisatanya seru. Terima kasih.'"
Dan, akhirnya...
Aku sadar.
Kisah komedi romantis berakhir dengan akhir yang bahagia.
Adapun alasan mengapa rencanaku tidak punya akhir yang bahagia...
Itu karena aku menyerah di tengah jalan dan melarikan diri.
Itu karena aku tidak menuntaskan hal-hal yang dapat aku lakukan sampai selesai.
Dengan kata lain...
"Aku tidak setia pada diriku sendiri. Makanya aku tidak dapat mewujudkan kisah komedi romantis dalam dunia nyata."
Mestinya itulah satu-satunya persyaratan buat jadi "Sang Protagonis", namun aku malah mengabaikannya.
Makanya akulah satu-satunya yang tidak mendapatkan akhir yang bahagia.
Begitulah kisah Nagasaka Kouhei saat dia jadi "Siswa SMP A."
"Bab Nol" dari kisah komedi romantisku.
*
"Dari sana, selama jadi ronin, aku bekerja keras demi mengasah kemampuan investigasiku, dan inilah aku."
Setelah kurang lebih menyelesaikan kisahku, aku mengembuskan napas panjang.
"Uenohara, mestinya aku membicarakan hal ini padamu lebih awal. Hanya saja... ...aku takut kalau aku memberi tahumu, kamu akan menjauh dariku. Jadi, aku jadi pengecut."
Saat aku bilang begini, aku menertawakan diriku sendiri.
"Meskipun itu sendiri merupakan pelarian yang setengah-setengah. Mustahil itu akan berhasil."
Uenohara, yang telah mendengarkan dalam diam sepanjang waktu, diam-diam mulai berbicara. Dia memegang rambutnya yang berkibar tertiup angin.
"...Mengapa kamu baru beri tahu soal ini padaku saat ini?"
"Hmm?"
"Ada alasan mengapa kamu bilang begini secara tiba-tiba, bukannya begitu?"
Bertemu dengan tatapan Uenohara, aku tersenyum dan menjawab.
"Tentu saja. Aku sudah pernah bilang padamu sebelumnya, bukan? Kisah-kisah dari masa lalu digunakan buat mendramatisasi adegan yang paling menarik."
"...Adegan yang menarik?"
Aku mengeluarkan tablet komputer yang aku bawa.
"Aku juga sudah menceritakannya pada teman-teman sekelasku. Tetapi aku menahan diri buat tidak menampilkan presentasi yang berpusat pada kisah komedi romantis. Aku bilang aku gagal dalam pertemanan dan jadi ronin. Membuatnya tetap ringan."
"Hmm...?"
Uenohara memiringkan kepalanya, tidak paham maksudnya.
"Iya, singkatnya. Aku menggunakan kisahku dari masa lalu sebagai 'pengaturan' bahwa aku ini memang 'seorang protagonis pecundang yang melakukan kesalahan besar di masa lalu dan berakhir sebagai ronin.'"
Itu benar. Kalau aku cuma berbicara soal masa lalu yang menyakitkan apa adanya, itu cuma akan membuat semua orang merasa canggung.
"Rencana Proyek" yang mau aku wujudkan yaitu demi menciptakan kisah komedi romantis.
Dengan kata lain, kalau aku tidak menerapkan unsur romansa dan komedi secara memadai, aku tidak akan dapat bilang kalau aku telah mewujudkan rencanaku.
"Ini menandai akhir dari adegan yang serius. Sekarang tiba pada 'bagian resolusi' kasus ini, oke?"
"Eum, maaf, kamu tidak masuk akal buat sementara waktu ini..."
Aku mengangkat layar tabletku di depan mata Uenohara yang kebingungan.
"Kalau begitu... ...mari kita mulai. Inilah ideku soal kisah komedi romantis terbaik!"
Dan begitulah.
Aku memutar ulang video tindakan yang aku rekam secara diam-diam sebelumnya.
*
[Jadi, aku sangat menyesal karena diam saja sampai saat ini.]
Bilang begini, "Nagasaka" yang ditampilkan di tengah layar menundukkan kepalanya. Aku telah memulai video dari titik di mana aku barusan selesai menceritakan kisahku di masa lalu.
Kelas jadi hening dan suasananya terasa berat.
[Pfft, itu cuma omong kosong belaka. Meskipun kamu bilang begitu saat ini, itu cuma akan membuat kita tertunda.]
Suara itu merupakan suara Katsunuma.
[Jadi, pada akhirnya, apa masalahnya senpai* di sini jadi seorang ronin? 'Jadi aku mohon bergaul denganku,' apa itu yang akan terjadi selanjutnya? S*alan, itu sangat payah.]
Sungguh, aku terkesan bahwa dia bisa mengatakan sesuatu yang begitu tidak enak begitu saja... Fakta bahwa dia terus mengatakannya sungguh luar biasa.
(TL Note: Memilih buat menggunakan huruf "senpai" yang dicetak miring khusus buat Katsunuma yang menyapa Nagasaka. Dalam bahasa aslinya, katakana (センパイ) digunakan sebagai pengganti kanji (先輩).)
Sungguh, aku terkesan kalau dia bisa bilang sesuatu yang begitu kurang dalam tata krama kayak gitu... ...Fakta bahwa dia tetap mempertahankannya sungguh luar biasa.
[Tunggu, Ayumi, jangan bicara kayak gitu...]
[Ah, tidak apa-apa. Tidak apa-apa, Tokiwa. Memang tidak salah kalau aku ini memang seorang pecundang sejak kecil, sih.]
"Nagasaka" tersenyum canggung sebelum melanjutkan.
[Itu benar. Karena aku ini cowok yang payah... ...Aku telah membuatnya khawatir secara berlebihan.]
Lalu ia melihat ke sekeliling kelas.
[Rupanya ada seseorang yang selalu berbicara pada kalian akhir-akhir ini...]
"...Di sinilah aku masuk?"
Uenohara bergumam. Dia telah membungkuk, menatap tabletnya.
Aku diam-diam menganggukkan kepalaku.
Lalu.
[Aku telah menyembunyikannya, tetapi cewek ini, Uenohara...]
Ini dia.
Mulai saat ini.
[Sebenarnya, Uenohara Ayano itu... ...teman masa kecilku!!]
─Kisah komedi romantis buatanku sendiri yang dibuat dari nol.
"...Hah?"
Uenohara meraih tabletnya dan memutarnya sampai volume maksimal seakan-akan penasaran apa dia salah dengar.
Ah, begini, itu mungkin ide yang agak buruk.
[Kami punya hubungan yang tidak terpisahkan sejak aku berusia tiga tahun... ...Awalnya, orang tua kami punya hubungan yang baik, dan kami dibesarkan bersama kayak keluarga.]
"...Tunggu, apa?"
[Sejak dia masih kecil, dia telah menjadi seorang putri kesayangan ibunya... ...Kayak, saat dia masih TK. Setiap kali Tante pulang terlambat dari tugasnya sebagai seorang dosen di universitas, dia akan disambut di depan pintu oleh putri kecilnya yang menangis, 'Mama sudah pergi~! Mama sudah pergi~!" sambil memegang handuk dan menangis tersedu-sedu...]
"Hah?!"
Hmm? Apa dia barusan membuat suara yang sangat bodoh buat Uenohara-san?
Mestinya itu benar, tetapi apa ada yang salah dengan hal itu?
[Ah, ngomong-ngomong, inilah foto dari waktu itu. Itulah aku yang ada di sebelahnya.]
"...Mengapa kamu ada di sana?"
Proses penggabungan* bukanlah tugas yang mudah. Karena aku bekerja dengan aplikasi yang tidak aku kenal, aku memerlukan waktu sampai pagi.
"Aku rasa itu dimulai saat dia mulai masuk SD. Meskipun dia lebih muda dariku, dia tiba-tiba mulai bertingkah kayak seorang kakak. Apapun yang aku lakukan, dia akan langsung ikut campur di setiap kesempatan kecil, bilang 'Apa yang akan aku lakukan padamu, Kouhei' atau semacamnya. Bahkan ada suatu waktu saat dia masuk ke kamar mandi dan mencoba mengeramasi rambutku dengan paksa, padahal aku tidak suka sampo."
"Eh... ...eh..."
[Ah, iya, dia punya tahi lalat di sebelah pusarnya, bukan?]
"Hei, itu...!"
Uenohara memelototiku dengan intensitas yang tinggi sambil menekan perutnya dengan satu tangan. Kamu tidak perlu menyembunyikannya. Aku belum pernah melihatnya, jadi jangan khawatir. Ketimbang hal itu, kamu mungkin mau menutupi telingamu yang merah dan aneh itu terlebih dahulu, loh?
(TL Note: Merupakan proses penggabungan dua gambar atau lebih buat menghasilkan penampilan gambar tunggal.)
[Kami terus berinteraksi bahkan setelah aku pindah ke luar kota saat aku mulai masuk SMP... Lalu setelah itu, aku jadi seorang ronin, dan dia sangat khawatir sampai-sampai mendorongnya buat mengikutiku sampai masuk SMA.]
"Apa— Itu..."
Iya, itulah "Pengaturan" yang kamu coba buat menamparku. Aku menyimpan dendam soal hal semacam itu.
[Selain itu... ...dia itu apa yang kalian sebut 'tsundere'.]
"...?!"
[Dia bilang sesuatu kayak "menjijikkan" dan "bodoh" setiap kali dia membuka mulutnya, tetapi pada kenyataannya, dia cuma menunjukkan kasih sayangnya. Dan dia dapat dengan cepat lepas kendali. Kalau itu demi aku, dia bertindak berdasarkan dorongan hati.]
"...! ...!"
Ah... dia saat ini kehabisan kata-kata.
[Jadi... ...semua tindakannya akhir-akhir ini merupakan hasil dari kepeduliannya padaku dan campur tangannya yang di luar kendali! Aku benar-benar minta maaf soal "teman masa kecilku" yang menjengkelkan yang terus melakukan begitu banyak hal yang egois!!]
Meneriakkan hal itu, Nagasaka menundukkan kepalanya dengan penuh semangat.
Hahaha, luar biasa. Alur cerita sampai pada titik ini sangat sempurna. Hal ini memberikan perasaan yang persis kayak "sang protagonis yang ada di bawah belas kasihan teman masa kecilnya yang sibuk dan tsundere."
Aku sangat senang bahwa aku membaca ulang naskahnya berulang-ulang buat meresapkannya ke dalam tubuhku dan menyiapkan "Kompilasi Materi Latar Uenohara Ayano."
Informasi mengenai masa lalu Ayano-san telah diberikan padaku oleh ibunya, seorang dosen di Fakultas Psikologi Sosial di Universitas Kyougoku. Jujur saja, aku cuma mencoba peruntunganku, dan aku senang tidak perlu bersusah payah mengarangnya dari awal. Uenohara sangat beruntung punya orang tua yang membumi, yang memahami kisah komedi romantis!
"...Iya, begitulah kira-kira. Aku rasa kamu dapat melihat bahwa itu ternyata merupakan pengembangan kisah komedi romantis yang sempurna."
─Ini dia. Solusi kisah komedi romantis buat kasus ini.
"Ajang Pembuatan Teman Masa Kecil Uenohara Ayano" dengan menggunakan serangkaian pengaturan yang ditambahkan pada pasca-produksi.
Memang tidak ada yang namanya teman masa kecil dalam dunia nyataku.
Tetapi, siapa yang memutuskan kalau aku tidak dapat menciptakannya?
"Pengaturan Karakter" memang sesuatu yang dapat disisipkan setelah kejadian.
Itulah senjata utamaku. Senjata utama kisah komedi romantis yang aku ciptakan dalam dunia nyata.
"Selama perilakumu juga kayak teman masa kecil, maka semuanya akan baik-baik saja! Jadi tidak usah khawatir!"
Aku tersenyum pada Uenohara, yang gemetar karena emosi.
Ngomong-ngomong, semua orang di kelas tercengang. Setelah itu, mereka dibagi jadi dua kelompok: mereka yang tertawa terbahak-bahak, dan mereka yang cuma terpana oleh kebodohan itu semua. Perbandingannya sekitar 6:4, yang berarti, kalau sebagian besar dari mereka mungkin menafsirkannya secara positif. Aku senang bahwa hasilnya sejalan dengan investigasi awal.
Di tengah perjalanan, Katsunuma tampaknya benar-benar kehabisan tenaga, dan bilang, "Aku sudah muak. Ini memang hal yang bodoh." Dia pergi bersama kelompoknya, dan tampaknya sudah tidak berminat lagi. Aku mengharapkan dia akan lebih keras kepala dalam sikap permusuhannya, tetapi aku dikecewakan dalam hal itu.
Bagaimanapun, ini benar-benar menyelesaikan masalah!
Kayak yang aku duga, kisah komedi romantis memang sangat kuat. Kisah komedi romantis itu memang yang terbaik!
Uenohara memutar kepalanya kayak robot yang rusak dan memalingkan wajahnya yang kayak topeng Noh* ke arahku.
(TL Note: Topeng kayu yang dibuat tanpa ekspresi dan digunakan dalam bentuk teater Jepang kuno yang disebut "Noh.")
Datar memang datar, tetapi suasana ini agak laen, bukan?
Sebenarnya, bukannya tabletku berderit?
"...Nagasaka."
"Hmm?"
"...Matilah."
"Hah?!"
Dengan begitu, serangan sudut tablet meledak di tempurung kepalaku.
Aneh sekali. Dia mungkin karakter tsundere, tetapi aku tidak bermaksud menambahkan ciri khas kekerasan, loh?!
*
"Aku tidak bisa mempercayai hal ini. Aku tidak bisa."
Uenohara menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan berbicara dengan cepat. Seakan-akan itu belum cukup, dia juga mulai mondar-mandir dengan gelisah.
Ngomong-ngomong, saat ini aku sedang melakukan seiza* yang luar biasa. Lantai atap terasa dingin.
(TL Note: Merupakan istilah Jepang buat cara duduk tradisional formal standar di Jepang, yaitu duduk dengan kaki ditekuk, lutut ke depan, dan bokong bertumpu pada tumit.)
"Ah, kalau kamu cuma melihat kalimat itu. Ini punya nuansa tsundere yang cukup bagus. Kayaknya suara Kugi**ya-san* akan cocok."
(TL Note: Referensi untuk aktris pengisi suara Jepang, Rie Kugimiya. Dia terkenal dengan perannya sebagai karakter tsundere dan dijuluki "Ratu Tsundere" oleh para penggemarnya.)
"Siapa yang bilang kamu boleh bicara, hah?!"
"Aku mohon maaf yang sebesar-besarnya."
Nada bicaramu menakutkan, loh...? Kamu tampak sangat marah, loh...?
"Sudah aku duga. Aku tahu kalau kamu itu orang yang bodoh dari ujung kepala sampai ujung jari kaki... ...Tetapi mustahil aku dapat membayangkan kamu mempermalukan orang lain kayak gini..."
"Iya, itu bukanlah hal yang mudah buat dilakukan."
"Aku bersumpah aku akan menjahit paksa mulutmu itu."
Saat aku menutup mulutku dalam menghadapi gelombang niat membunuh, Uenohara mengeluarkan helaan napas yang pasti lebih dari seratus kali dalam sehari dan menampar pipinya dua kali.
"...Aku telah dipermalukan seumur hidup. Ini lebih buruk ketimbang ketahuan bugil di depan umum."
Memangnya itu benar-benar seburuk itu? Aku bertanya tanpa berkata-kata. Lalu, Uenohara menarik napas dalam-dalam dan bergumam.
"...Hei, kamu. Mengapa kamu memutuskan buat melakukan sesuatu yang sangat bodoh?"
"Hmm?"
"Mestinya tidak ada alasan buatmu buat melakukan hal ini dan membiarkanku tetap di sini. Pertama-tama, aku cuma orang biasa yang tidak semestinya terlibat dalam semua ini."
Uenohara memalingkan wajahnya dariku.
"Aku bukan 'Heroin' atau 'Karakter'. Aku tidak mengerti mengapa kamu berusaha keras buat menyeretku ke dalam hal ini, padahal aku bukanlah bagian penting dari semua ini..."
Lalu, Uenohara tampak agak gelisah.
"Nagasaka... ...apa yang kamu mau dariku?"
─Apa yang aku mau, ya.
Aku berdiri dan mengatur napasku.
"...Aku tidak dapat melakukan ini sendirian. Ini memang pengembangan kisah komedi romantis yang dapat tercipta karena kamu yang berinisiatif."
Sambil menghembuskan napas, aku melanjutkan.
"Aku pada dasarnya memang tidak berguna. Tidak banyak yang dapat aku lakukan. Aku ini seorang pecundang. Aku ini orang yang tidak berguna yang dengan cepat kehilangan perspektif dan keluar dari jalur."
Terlalu banyak hal yang kurang dari diriku.
Terlalu banyak hal yang tidak dapat aku lihat.
"Makanya, demi aku... ...demi rencanaku, perlu ada seseorang yang tenang dan masuk akal. Seseorang yang sesekali bercampur dengan tsukkomi, dan membantu si pelaku utama yang sangat bodoh... ...'Karakter' yang dikenal sebagai 'Kaki Tangan' itu diperlukan. Itulah ideku."
"..."
Uenohara menatapku.
Bola matanya yang merah menyala bergoyang-goyang di bawah sinar sang surya di senja, seakan-akan membaca pikiran terdalamku.
"Makanya aku mau kamu jadi 'Teman Masa Kecil'-ku. Dalam kisah komedi romantis, mereka lebih dekat dengan sang protagonis ketimbang dengan siapapun. Mereka mengenal sang protagonis lebih dalam ketimbang siapapun. Mereka membantu di belakang layar dan di tempat terbuka. Mereka menghentikan mereka dari tindakan yang liar. 'Karakter' yang unik dan istimewa. Itulah yang dimaksud dengan teman masa kecil."
Aku menatap langsung ke dalam kedua matanya itu.
Aku menarik napas dalam-dalam lalu mengungkapkannya padanya.
"Uenohara Ayano itu satu-satunya 'Karakter' istimewa yang cuma ada dalam kisah komedi romantisku. Jadi aku mohon, maukah kamu terus mendukungku, dan rencanaku... ...di sampingku?"
Tiba-tiba, hembusan angin bertiup melintasi atap.
Uenohara, dengan sang surya di senja hari yang berkilauan di pelupuk matanya, perlahan-lahan memejamkan matanya.
Lalu, setelah sekian lama dalam keheningan yang terasa kayak selamanya.
"Hah..."
Dia menghela napas dalam kekesalan yang lengkap dan menyeluruh.
...Hmm, apa?
Bukannya ini agak laen dengan apa yang aku harapkan?
"Begini, Nagasaka..."
"...Ada apa?"
"Kamu kayak orang bodoh dan sangat bodoh."
"Mengapa...?"
Mustahil, bukan?!
Kali ini, ini memang adegan perekrutan yang sempurna!
"Astaga, itu menjijikkan. Benar-benar menjijikkan. Ada apa dengan dialog menjijikkan itu? Aku sudah dapat merasakan bulu kudukku merinding."
"A-Apa yang kamu bilang barusan?!"
"Saat kamu tiba-tiba mulai membicarakan masa lalu pada saat kayak gini, rasanya kayak kamu sedang mabuk oleh situasi, dan itu sangat menjijikkan. Tetapi, di balik semua itu, isi penting yang jadi inti dari semua itu, begitu normal dan membosankan."
"Normal? Apa maksudnya itu normal? Itulah bab paling dramatis dalam riwayatku, loh?!"
"Beri tahu aku, kamu tidak benar-benar menyelesaikan apapun, bukan? Apa maksudmu dengan "Kalau kamu itu jadi teman masa kecilku, semuanya baik-baik saja"? Ini sama sekali bukan jenis pengecualian yang meringankan — kayak pengecualian. Hal itu sama sekali tidak membalikkan persepsi soalku sebagai orang yang menyebalkan, dan malahan, hal itu memperumit situasi dan memperburuk keadaan. Bagaimana kamu akan bertanggung jawab atas hal ini? Mustahil aku akan membiarkanmu lolos begitu saja."
Uenohara tanpa ekspresi memukulku sampai babak belur dengan senapan mesin logika.
A-Apa-apaan ini?! Tiba-tiba kembali ke dirimu yang normal!
Dengan gemetaran, aku menyerang balik, menolak buat mengaku kalah.
"Hmm... ...Hmf. Ah, inilah masalahnya dengan amatir! Kalau kamu mengeluhkan hal kayak gini, kamu tidak akan pernah mendapatkan kisah komedi romantis! Aku akan memberi tahumu kalau hal kayak gini merupakan awal dari permulaan, templat yang mutlak!"
Aku menghentakkan kakiku ke tanah dengan frustrasi.
Ah, s*alan! Tadinya aku akan mengakhirinya dengan nada yang sangat serius, tetapi saat ini semuanya hancur! Ini jadi akhir yang lucu!
Saat aku marah-marah soal ini dan itu di dalam, Uenohara dengan cepat berjalan menuju pintu keluar atap seakan-akan dia tidak punya waktu buat berurusan denganku.
─Lalu.
"Seriusan, Nagasaka... ...Dari awal hingga akhir, kamu itu cowok yang tidak waras."
Bahasa kasar yang diucapkan dengan ketidakpedulian yang biasanya, dan dengan kurangnya ekspresi yang biasanya.
Kecuali itu bukan.
"Tetapi, iya... ...mungkin tidak ada gunanya bilang sesuatu pada orang yang sangat bodoh. Dan juga, kalau aku membiarkanmu melakukan sesuatu yang tidak perlu, posisiku akan benar-benar berakhir. Meskipun aku membiarkanmu sendiri, kamu mungkin akan tetap terlibat, jadi..."
Kedengarannya kayak suara yang dipenuhi dengan kebahagiaan.
Ekspresi yang aku lihat pada waktu itu saat aku menyipitkan mataku ke arah cahaya senja...
"Apa kamu keberatan kalau aku bermain-main dengan kebodohanmu sedikit lebih lama?"
Itulah pertama kalinya aku melihatnya.
Wajahnya yang kekanak-kanakan dan tersenyum bahagia.
TL Note: Jangan lupa berkomentar di kolom Disqus yang sudah disediakan ya sobat LNT. 🙏
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga:
• Jaku-Chara Tomozaki-kun Light Novel Jilid 1 Bahasa Indonesia