Genjitsu de Rabukome Dekinai to Dare ga Kimeta? [LN] - Jilid 1 Bab 3 - Lintas Ninja Translation

Bab 3
Siapa yang Memutuskan Bahwa Heroin Utama Akan Bertindak Kayak Tergila-gila Dengan Mudahnya?

Sambil melanjutkan kegiatan investigasi harianku, aku terus berupaya untuk lebih dekat dengan para karakter.

Informasi yang diperoleh melalui investigasi sebelumnya cuma akan bermakna kalau itu dimanfaatkan. Jadi, langkah penting berikutnya yaitu menggunakan data tersebut untuk meningkatkan "daya pikat" dengan target.

Dan hari ini merupakan kesempatan yang sempurna.

— Dan hari ini merupakan hari sesi latihan lanjutan buat Latihan Cheer Ouen.

"Ah, jadi inilah Balai Pertemuan Byakko. Aku belum pernah ke sini sebelumnya, tetapi ternyata lumayan luas!"

Kiyosato-san berseru kagum.

Caranya mengangkat tangannya ke atas dahinya dan melihat sekelilingnya, memang sungguh imut dan alami kayak biasanya. Dia itu bagaikan seorang heroin 2 Dimensi.

Selain itu, buat mengantisipasi latihan fisik, dia telah melepaskan jaket blazernya dan mengikat rambutnya jadi kuncir kuda. Ekor berwarna hitam yang memantul-mantul dalam gerakan kecil dan tengkuk putih bersih yang melompat-lompat di depan mata, sudah cukup untuk membuat cowok manapun terpesona.

Hei cowok-cowok, ini dia heroin utama kita, loh? Haha, cemburu, bukan?

Aku mencoba menggunakan pikiranku buat memprovokasi cowok-cowok di kelas lain, yang sudah lama menatap ke arah kami. Kalian yang cuma dapat menonton, ada perbedaan dalam posisi kita, loh?

Tidak terlalu menghiraukan pernyataan dominasiku yang murahan, Kiyosato-san mengetukkan ujung sepatunya ke lantai.

"Aku rasa ini akan jadi kayak bioskop dengan bangku dan sebagainya, tetapi ini lebih mirip gimnasium biasa, ya?"

Kami sedang berada di Balai Pertemuan Byakko, sebuah aula serbaguna yang terpisah dari gedung sekolah, yang terletak di sebelah kiri gerbang sekolah. Kayak yang dibilang Kiyosato-san, alih-alih balai budaya, ini memang fasilitas yang lebih mirip dengan gimnasium kecil.

Nama ini berasal dari letak Kyou-Nishi yang secara harfiah berada di sisi barat (Nishi) kota, dan di sisi barat, hewan suci penjaga kota yaitu Harimau Putih (Byakko). Inilah konvensi penamaan yang berbau khayalan chuunibyou, tetapi SMA di selatan kota menggunakan lambang sekolah yang terkait dengan Burung Vermilion (Suzaku), sedangkan yang di timur mengambil nama Naga Biru (Seiryuu), yang secara mengejutkan jadi arus utama. Ngomong-ngomong, tidak ada sesuatu yang dikekang di prefektur kami atau semacamnya.

"Tidak aku sangka kalau hal kayak gini ada selain gimnasium. Ini sangat berbeda dengan SMP-ku. Aku penasaran apa ada alasannya?"

Kayak biasanya, Tokiwa beraktivitas kayak biasanya. Sebagai persiapan buat ekskul di kemudian hari, ia berganti pakaian dengan jersinya.

Tidak kayak latihan pemandu sorak yang sebenarnya, hari ini cuma ada latihan koreografi, jadi diperkirakan tidak akan memakan banyak waktu. Setelah mengetahui bahwa ia mesti mengikuti ekskul, Tokiwa sangat kecewa, tetapi pada saat itu, aku cuma bisa bilang padanya buat tidak mempermasalahkannya.

"Mungkin karena gimnasium tidak selalu tersedia karena berbagai hal kayak ekskul dan mata pelajaran. Aku dengar kalau tempat ini juga digunakan sebagai tempat latihan buat Band Ansambel Tiup."

Torisawa bersikap tenang dan lugas dalam menjawab.

Sebagai anggota Ekskul Musik Ringan, ia masih mengenakan seragamnya. Namun, ia telah melepas aksesori perak yang biasa ia pakai, dan mengenakan dasinya yang dikeluarkan sekolah di lehernya.

Ia tampaknya merupakan tipe cowok yang tahu kapan mesti menghormati waktu, tempat, dan kesempatan, jadi ia bukanlah salah satu dari karakter egois yang biasanya. Iya, dari sudut pandang kisah komedi romantis, hal itu mendapat nilai tinggi.

Aku melirik ke arah jam di dinding. Kami tiba lebih awal dari waktu berkumpul, jadi masih banyak waktu luang sebelum acara dimulai.

─Kalau begitu. Akhirnya, inilah kesempatan buat menyaksikan seluruh karakter di satu tempat.

Saatnya menggunakan ajang komunikasi buat meningkatkan daya pikatku pada semua orang setinggi langit!

Tetapi, pada saat aku akan menampilkan topik obrolan yang sudah aku pikirkan sebelumnya.

"Hah, Nagasaka? Kamu pasti datang terlalu awal."

"Tunggu, Uenohara. Aku sedang sibuk saat ini..."

...Hmm?

Aneh. Mengapa reaksi templat dapat terpicu secara otomatis saat ini?

"Apa kamu sedang melakukan sesuatu?"

Sosok yang sangat akrab memiringkan kepalanya dan menatapku.

─Karena beberapa alasan, kaki tanganku, Uenohara Ayano berdiri di depanku.

"Wah?!"

Aku tidak sengaja berteriak, lalu segera menutup mulutku dengan tangan.

Tiga orang lainnya melirik ke arah kami, wajah mereka mempertanyakan apa yang sedang terjadi.

"Tunggu, apa? ...Mengapa?!"

"Apa maksudmu, mengapa? Aku di sini buat ikutan latihan pemandu sorak."

Tampak bingung, Uenohara agak memiringkan kepalanya.

Tidak, tidak, tidak, tidak, bukan itu yang aku maksudkan, itu tidak penting!

Bilang "Ah," Uenohara menepukkan tangannya di depan dadanya seakan-akan dia kepikiran sesuatu.

"Bukannya sudah aku bilang padamu? Aku memutuskan buat mewakili kelasku juga."

Aku tidak mendengar sepatah katapun soal itu! Mengapa kamu tidak bilang padaku hal sepenting itu sebelumnya!?

"Oke, oke, tenanglah."

Jantungku bukan cuma berdebar, tetapi juga berdegup kencang.

S*alan, aku sudah mengerahkan segala upaya buat berkomunikasi, dan sekarang dia malah melontarkan ketidakteraturan yang sangat besar! Rencana ajangku jadi kacau, loh! Sebenarnya, mengapa dia melakukan hal yang tidak masuk akal kayak gini, sih?!

"Eum... ...apa dia cewek yang kamu kenal, Nagasaka-kun?"

Saat aku sedang berpikir macam-macam, Kiyosato-san menanyaiku dengan raut wajah yang bingung.

"Iya, kira-kira kayak gitulah. Senang berkenalan denganmu, aku Uenohara Ayano, anggota kelas X-E."

"...Uenohara-... -san?"

"Eh, ada apa ini, Ketua Kelas?! Mengapa kamu tidak bilang kalau kamu berteman dengan cewek imut kayak gini?"

Kiyosato-san mengendus kaget, sementara Tokiwa tampak agak bersemangat.

Tetapi aku sedang tidak mau melakukan semua itu saat ini.

"He-Hei, ke-kemarilah sebentar."

"Ada apa dengan gagapmu yang terdengar bodoh itu?"

"Cukup, ayolah, buruan!"

Tanpa banyak tanya, aku menarik tangan Uenohara dan menyeretnya ke pintu masuk balai.

Begitu kami memasuki titik buta di samping pintu, aku berteriak dengan suara pelan.

"Menurutmu apaan sih yang kamu lakukan? Aku bilang kalau aku akan menyerahkan investigasi tatap muka padamu, tetapi aku tidak bilang buat membawa masalah kayak gini! Itu tergantung situasinya, tetapi jangan berpikir kamu dapat pergi dengan mudahnya!"

"Bukannya aku peduli, tetapi kamu cukup terampil buat dapat berteriak sambil berbisik."

"Aku benar-benar tidak peduli!"

Apa dia sebenarnya merupakan mata-mata musuh?! Dia sebenarnya mencoba untuk menghancurkan Proyek ini, bukan?!

Saat aku berteriak tanpa suara, Uenohara menoleh ke arahku dan berbisik di telingaku.

"Aku banyak memikirkannya dan memutuskan bahwa kayak yang aku duga, semuanya akan lebih mudah kalau kita saling mengenal satu sama lain secara langsung. Waktunya tepat, jadi aku memutuskan buat mampir."

"Jangan buang waktumu buat 'Hehe, aku di sini, loh!'"

"...Kayaknya memang ada sedikit kelonggaran?"

"Ah, ayolah, mengapa kamu melakukan ini tanpa peringatan! Kamu punya banyak kesempatan buat bilang padaku! Kayak saat aku menjelaskan ajang hari ini!"

Uenohara meletakkan tangannya di atas mulutnya sebelum berbicara dengan pelan.

"...Itu karena ini, begini, karena aku iseng?"

"Iseng? Bisakah kamu berhenti menyebabkan ketidakberesan kayak gitu karena iseng?! Itu menciptakan kekacauan pada akhirnya, loh?!"

"Tidak perlu terlalu memaksa. Lagipula, kamu sudah berbicara kayak orang aneh sejak tadi."

"Itu salahmu, bukan?!"

Uenohara menghela napas, lalu menempelkan telapak tangannya di depan wajahku.

"Lagipula, aku tidak akan melakukan hal buruk, jadi buat saat ini tenanglah. Kalau kayaknya kamu akan bilang sesuatu yang tidak perlu saat kamu membuka mulutmu, lebih baik diam dan memberikan respons yang tidak berkomitmen.

Kamu punya keberanian, berbicara omong kosong setelah datang entah dari mana!

Aku menghela napas dengan keras.

Aku menelan keraguan, keluhan, dan segala sesuatu yang aku rasakan, dan menampar pipiku sekali lagi.

"...Aku tidak akan memaafkanmu kalau ini tidak berhasil, oke!"

"Tentu, terserahlah."

Dengan hembusan napas terakhir, aku siap buat pergi.

Kami berjalan kembali ke balai dan kembali ke yang lain.

"Eum... maaf karena pergi begitu tiba-tiba."

Segera setelah kami kembali pada mereka bertiga, aku meminta maaf.

Tokiwa ternganga dan tercengang, sementara Torisawa diam-diam menyilangkan tangannya. Kiyosato-san mengerutkan keningnya dengan bingung. ...Ah, mereka benar-benar mencurigaiku.

Aku melirik ke arah Uenohara, seakan-akan bilang kalau kami saat ini berlayar di wilayah yang tidak dikuasai.

Uenohara menatapku untuk menunjukkan kalau dia paham, dan lalu memasang ekspresi jengkel yang tidak wajar.

Lalu, dia menaruh tangannya di bahuku dengan cara yang akrab dan mencolek sisi tubuhku dengan tangannya yang lainnya.

"Cowok ini selalu payah terhadap kejutan. Saat aku tiba-tiba memanggilnya, ia terkejut. Bukankah menurut kalian itu lucu?"

He-Hei, jangan tiba-tiba membeberkan kelemahan orang lain! Aku juga menyembunyikannya selama ini!

"Jadi, eum... ...bagaimanapun juga, kamu itu teman Nagasaka... ...apa itu benar?"

Kiyosato-san, yang telah kembali ke senyumannya yang biasanya, meminta konfirmasi.

"Iya, senang berkenalan denganmu. Kamu dapat memanggilku Uenohara atau Ayano. Salah satu dari keduanya tidak apa-apa."

"Ayano-chan, kalau begitu! Aku Tokiwa Eiji, dari Ekskul Bola Basket!"

Tokiwa, yang menerobos masuk dari samping, tampak sangat bersemangat.

Reaksi yang mirip dengan Kiyosato-san. Dia tampaknya punya kelemahan terhadap cewek-cewek cantik. Mereka berdua itu tipe yang sama sekali berbeda, jadi mungkin apapun dapat terjadi asalkan mereka imut. Itu poin minus buatmu. Aku akan menambahkannya di Catatan Teman-Teman nanti, persiapkan dirimu!

"Ahaha," Uenohara tertawa menanggapi Tokiwa sebelum mulai berbicara.

...Eh, tunggu, dia tertawa?

"Oke, Tokiwa-kun. Sebenarnya, Ekskul  Bola Basket kita cukup kuat, bukan? Apa kamu orang yang luar biasa atau semacamnya?"

"Hah...?! Tidak. Tidak. Aku sama sekali tidak sejago itu!"

"Mungkin aku akan datang untuk menonton turnamen berikutnya. Apa menurutmu kamu dapat mengajakku?"

"Ten-Tentu saja! Aku akan mengajakmu, aku akan mengajakmu!"

"Oke, janji, ya!"

Bilang begini, Uenohara dengan entengnya memukul dada Tokiwa.

Eh, ada apa ini? Bukannya kamu terlalu berbeda dari karaktermu yang biasanya? Apa kamu selalu ekspresif kayak gini, tipe yang mau mendekatkan jarak?

"Jadi, bagaimana dengan 'Tinggi-kun' di sana?"

"Aku Torisawa Kakeru."

"Torisawa-kun, ya? Kamu itu seorang cowok yang sangat tampan. Kamu pasti sangat populer, bukan?"

"Tidak juga. Sebenarnya, apa hubunganmu dengan Nagasaka, cowok ini?"

"Kalau aku boleh bilang aku cuma seorang teman... ...itu tidak akan membuatmu yakin. Jadi mungkin sesuatu kayak wali si bodoh besar yang bodoh ini?"

"Aku tidak suka hal semacam itu."

"Benarkah begitu? Kalau begitu... ...bagaimana dengan hubungan yang sangat mirip dengan hubungan kalian?"

"...Hmm?"

Itu dia, mengobrol dengan Torisawa dengan makna yang lebih dalam. Menakutkan bagaimana obrolan antara orang-orang pintar tampak kayak punya saluran suara kedua. Aku mohon berhenti.

"Jadi, bagaimana dengan cewek cantik di sana?"

"...Ah, silakan panggil aku Mei! Karena aku akan memanggilmu Ayano!"

"Oke, Mei. Hmm, Mei... ...ya? Bukannya loker sepatu kita bersebelahan? Nama lengkapmu Kiyosato Mei, bukan?"

Uenohara menepukkan kedua tangannya, menatap mata Kiyosato-san dengan bola mata merah mudanya.

Dengan wajah penuh kesadaran, Kiyosato-san menepukkan kedua tangannya.

"Ah, itu benar! Aku rasa aku pernah melihatmu di suatu tempat! Itu dia!"

"Sungguh kebetulan sekali. Agak kebetulan, bukankah begitu?"

"Ahaha, itu benar, sungguh takdir!"

Kiyosato-san menyeringai sambil menjawab.

"Jadi, karena kamu ada di sini, apa itu berarti kamu juga korban kayak kami, Ayano?"

"Tidak, aku menawarkan diri. Aku dengar kalau Nagasaka juga akan melakukannya, jadi aku rasa aku sebaiknya menyaksikan dari dekat dan tertawa. Ia tidak punya selera dalam irama."

Kayak yang aku bilang, berhentilah mengarang pengaturanmu sendiri! Aku akan berakhir dengan bertindak kayak orang bodoh dengan sengaja! Bisa tidak kamu berhenti melakukan apapun semaumu cuma karena seseorang tidak berbicara?!

"Ah, begitu ya! Jadi ia itu tipe orang yang tidak jago bernyanyi! Hei hei Ayano, aku rasa kamu tidak punya materi rahasia?"

"Hmm, kalau itu kisah lucu... ...satu-satunya hal yang dapat aku pikirkan yaitu suaranya tersendat pada kontes paduan suara pada kelas tujuh SMP. Setelah kontes berakhir, ia bersembunyi di belakang gedung sekolah dan menangis."

Riwayat kelamku bertambah banyak dengan sangat cepat! Sebenarnya, kamu punya keberanian buat langsung muncul dengan bab kayak gitu!

"Ahaha, lucu sekali. Jadi, apa itu berarti kalian berdua bersekolah di SMP yang sama?"

"Tidak. Orang tua kami itu kenalan, jadi hanya saja kami punya banyak kontak pribadi. Aku tidak menyangka kalau kami akan masuk ke SMA yang sama... ...Apa jangan-jangan ia sebenarnya menguntitku?"

"Hei, bisa tidak kamu hentikan itu?!"

"Ada apa dengan dialek pseudo-Kansai itu? Kamu itu warga prefektur yang murni."

"Itu salah lu, bukan?!"

Ah, s*alan. Aku tidak tahan lagi dan secara tidak sengaja melakukan tsukkomi dengan dialek lokalku!

Aku melirik ke arah Kiyosato-san, penasaran apa dia merasa aneh.

Sambil bergumam "Ah?" Kiyosato-san meletakkan tangannya ke mulutnya.

"Nagasaka-kun, apa itu jati dirimu yang sebenarnya? Kamu tampak lebih energik dari biasanya, bukan?"

"Ah, ah, itu."

"Nagasaka, bukannya kamu terlalu menyembunyikan sifat aslimu? Kamu mesti bersikap dengan lebih banyak kebodohan kayak biasanya."

"Aku bukan orang bodoh!"

"Ahaha. Kayaknya aku mesti menyerahkan posisiku dalam aksi manzai suami istri pada Ayano, hmm?"

A-Apa?! Posisi yang aku dapatkan dengan susah payah!?

Tampaknya tidak peduli kalau aku menegang karena terkejut, Uenohara terus memperdalam pertemanannya dengan yang lainnya.

Tindakan sewenang-wenang Uenohara yang dilakukan tanpa konsultasi telah membuatku kewalahan selama beberapa saat. Pada titik ini, aku tidak lagi terkejut ataupun marah, melainkan jadi tenang.

─Kayak yang dia bilang. Kayaknya Uenohara benar-benar berniat buat menjalin hubungan dengan "para karakter".

Dengan melakukan kontak langsung dengan semua orang yang cuma dia kenal secara tidak langsung sebelumnya, dia akan bisa mendapatkan lebih banyak informasi ataupun campur tangan secara langsung.

Meskipun begitu, tampaknya dia mengira akan sulit buat tiba-tiba berteman dengan mereka tanpa ada kontak sebelumnya, jadi dia berencana menggunakan keberadaanku untuk memulai hubungan dengan mereka dalam satu ikatan dari posisi "teman dari seorang teman." Fakta bahwa dia terus-menerus membongkar rahasiaku dan mengungkapkan bab-bab dari masa laluku, pasti buat menunjukkan bahwa kami punya hubungan yang akrab.

Aku mengamati gerak-gerik Uenohara saat dia dengan antusias terlibat dalam obrolan dengan semua orang.

Aku sudah tahu dari pelatihan lapangan bahwa kemampuan berbicara Uenohara sangat tinggi, tetapi... ...ini ada pada tingkat yang di luar bayanganku.

Saat ini, Uenohara bahkan secara fleksibel mengadaptasi karakternya, tergantung pada siapa yang dia ajak bicara.

Misalnya, saat berinteraksi dengan Tokiwa, dia akan dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya buat menunjukkan sisi kekanak-kanakannya, sementara saat berbicara dengan Torisawa, dia akan menunjukkan sisi intelektualnya dengan komentar-komentar yang singkat namun tajam.

Tidak diragukan lagi, bahwa ini merupakan gerakan yang dioptimalkan, yang dibuat dengan pemahaman soal cara paling efektif untuk berinteraksi dengan siapapun.

Selain itu, pada rapat pertama, dia mampu memadukan sikap yang kayaknya tidak cocok, dengan cara yang tidak wajar. Hal itu cukup untuk membuatku bertekuk lutut.

Sungguh, kalau seseorang serba bisa kayak gini, dia mungkin tidak perlu mengincar kisah komedi romantis buat mendapatkan kehidupan yang memuaskan setiap hari...

Saat aku kepikiran begitu, sebuah pertanyaan tiba-tiba muncul dalam benakku.

Kalau memang benar begitu, aku penasaran, mengapa Uenohara begitu bersedia membantuku?

Buatnya, manfaat apa yang dapat diperoleh dengan membantu Proyek ini?

"Oke, kayaknya mereka akan segera mulai, jadi aku akan kembali ke kelas. Nagasaka, jangan menyeret semua orang ke bawah."

...Dan, saat aku sedang memikirkan semua ini, Uenohara dengan cepat mengakhiri obrolan dan pergi.

"Sampai jumpa, Ayano-chan! Seriusan, Ketua Kelas, mestinya kamu bilang padaku sebelumnya kalau kamu kenal dengan cewek yang cantik!"

"Kami bertukar ID LINE!" kata Tokiwa, benar-benar jatuh cinta. Kayaknya ia sudah benar-benar jatuh cinta.

"Iya, aku setuju. Nagasaka-kun, kamu bilang kalau kamu tidak punya teman di sekolah kita. ...Ah, jadi kamu menyembunyikannya agar masa lalumu yang memalukan itu tidak terungkap?"

Kiyosato-san menatapku sekilas dengan ekspresi nakal di wajahnya.

"Eh, a-anu... Begini, kami masuk ke SMP yang berbeda, dan kami tidak cukup berteman. Aku kira sesuatu semacam itu?"

Euh, sebuah raba-raba yang halus. Kayak yang sudah aku duga, kondisiku masih belum kembali normal. S*alan.

"... Hmm?"

Mata Kiyosato-san berubah jadi curiga, dan dia mendekatiku, mencondongkan tubuhnya ke depan.

Ah, ini buruk. Dia terlalu dekat. Terlalu dekat. Lebih dari itu dan dadanya yang bulat akan bersentuhan. Kesedihan pemudi ini akan di luar kendali. Hah! Tetapi apa jangan-jangan ini yang disebut sebagai momen "enak-enak yang beruntung"?!

Saat aku merenungkan pilihan terakhir, apa akan mendekat atau menunggu, Kiyosato-san dengan cepat menarik diri.

S*alan, aku sudah begitu dekat! Aku tahu kalau aku tidak bisa mendapatkan momen enak-enak yang beruntung dengan mudah. S*alan!

"Tetapi tetap saja, Nagasaka-kun, kamu memberikan aura yang sama sekali berbeda saat berada di sekitar Ayano."

...Hmm?

"Ah, itu benar. Aku juga berpikir begitu. Ketua Kelas, kamu selalu tampak kaku saat berbicara. Aku penasaran apa kamu gugup karena kamu jadi Ketua Kelas meskipun kamu belum mengenal siapa-siapa."

Kata Tokiwa sambil menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Iya, aku sangat setuju dengan itu. Yang barusan itu jauh lebih baik ketimbang bersikap sembrono, loh?"

Kata Torisawa sambil mengangkat kedua tangannya ke udara.

"...Apa aku benar-benar tampak kayak gitu?"

Mereka bertiga menganggukkan kepala mereka serempak.

...Apa-apaan ini?

Memang aku akui, kalau aku secara sadar berusaha buat tidak tampak aneh.

Meskipun begitu, aku sudah mencoba yang terbaik untuk bersikap santai dan berpikir bahwa aku bergerak dengan cara yang tidak membuatku tampak kayak orang yang sulit untuk berinteraksi.

Meskipun begitu, fakta bahwa ketiga karakter ini punya pandangan yang sama, sungguh tidak terduga.

"Sama kayak sebelumnya, kamu mesti lebih santai. Tidak usah terlalu khawatir!"

"Bersikaplah lebih kayak yang kamu mau, Kawan. Dengan begitu kamu tidak akan bosan."

—Apa jangan-jangan?

Aku melihat ke arah Uenohara di kejauhan, mengobrol dengan teman sekelasnya.

Apa jangan-jangan dia sudah meramalkan hal ini akan terjadi?

Apa dia sengaja menciptakan kejanggalan buat membuatku mengungkapkan sifat asliku dan mengaturnya jadi ajang komunikasi yang akan semakin memperdalam hubungan...?

Saat aku memikirkan hal ini, seakan-akan dia telah meramalkan bahwa aku akan menatapnya, mata Uenohara bertemu dengan mataku.

Lalu dia mengangkat bahunya.

"Sudah aku bilang, bukan? Aku tidak akan melakukan hal yang buruk."

Suara kayak gitu secara alami bergema di kepalaku.

─Euh, aku tidak tahu bagaimana menangani kaki tangan yang terlalu bagus buat jadi kenyataan ini.

Kalau aku memukulnya dengan ajang yang dapat memajukan Proyek kayak gini, aku tidak punya pilihan selain menyetujui tindakan sewenang-wenangnya. S*alan.

*

Latihan lanjutan berjalan lebih mudah ketimbang yang diharapkan.

Kayaknya satu-satunya saat kami mesti khawatir dikelilingi oleh anggota Panitia Sorak-Sorai Ouen memang saat latihan sorak yang dilakukan secara keseluruhan, dan kami diajari koreografi dengan cara yang sangat tenang.

Selain itu, aku juga ditertawakan oleh semua orang karena aku beberapa kali tidak selaras dengan "pengaturan nada tuli" yang ditambahkan oleh Uenohara. Akar segala kejahatan telah membuat wajah yang acuh tak acuh. Cih, kamu akan menyesal!

"Oke, aku akan pergi ke ekskul sekarang."

"Aku pergi juga. Sampai jumpa."

Setelah selesai, Tokiwa dan Torisawa berpamitan dan segera pergi. Sisa kelas juga dengan cepat meninggalkan Balai Pertemuan Byakko, seakan-akan senang dapat terbebas dari kegiatan yang mengganggu.

Kebetulan, Uenohara sudah menghilang dari tempat kejadian perkara. Aku hendak menyuarakan beberapa keluhan padanya, tetapi kayaknya dia sudah mengetahuinya dan melarikan diri.

Setelah jeda sejenak, aku beralih ke hal berikutnya, berbicara pada Kiyosato-san, yang tetap berada di sampingku.

"...Bagaimana denganmu, Kiyosato-san? Apa kamu akan pergi ke ekskul saat ini?"

"Ah, aku sudah bilang pada mereka kalau aku akan libur. Aku akan pulang ke rumah."

Sambil menjawab, dia membuka ikatan rambutnya, yang dia kuncir ke belakang.

Oke, aku rasa begitu. Aku sudah menduga banyak hal saat melihatnya berseragam sekolah, tetapi dengan begini, sudah terkonfirmasi.

Pertama-tama, Ekskul Tenis kami tidak terlalu ketat, jadi ada kemungkinan besar Kiyosato-san akan langsung pulang ke rumah. Baru-baru ini juga ada informasi yang bilang kalau "ekskul itu kayak hobi," dan prediksiku tepat. Kayak yang aku duga, data itu memang sesuatu yang dapat dipercaya.

Dan karena aku sudah memperkirakan hal ini, aku juga sudah mempersiapkan rencana buat ajang pulang bersama Kiyosato-san. Kali ini pasti, aku akan membuatnya berjalan sesuai rencana.

Saat ini, aku akan mengajaknya dengan cara yang biasanya, dan─

"Apa kamu juga sudah selesai buat hari ini, Nagasaka-san?"

...Saat aku kepikiran begini, dia menyelaku.

"Ah, iya... ...Cukup sampai di situ saja buatku hari ini."

Hmm, permulaannya memang dirusak oleh kemunduran yang agak tidak terduga ini. Tetapi ini masih dalam tingkat toleransi.

Iya, saat ini, sebelum dia akhirnya bilang padaku, "Sampai jumpa besok!", waktunya untuk memulai ajang perpisahan─

"Ah, itu sempurna! Mau pulang bareng?"

Baca-RabuDame-Jilid-1-Bab-3-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

─Eh?

"...Maaf, apa yang barusan kamu bilang?"

"Aku bertanya apa kamu mau pulang bareng. Kamu tidak punya rencana apapun, bukan?"

...

...

Ah. Ah?!

Mus-Mustahil... ...Kiyosato-san yang mengajakku?!

Tubuhku menegang karena terkejut.

Ada beberapa kejadian di masa lalu di mana aku memanfaatkan kepulanganku ke rumah buat memulai sebuah ajang, tetapi itu semua memang sesuatu yang aku buat dengan kedok kebetulan. Tentu saja, tidak pernah sekalipun dia mengajakku kayak gini.

Ini bukanlah suatu kebohongan, bukan?

Saya tidak salah dengar, kan? Ini bukan salah satu dari momen "Apakah kimchi akan enak? "*, kan?

[TL Note: Referensi dari kisah romansa komedi populer, seri manga harem Nisekoi.]

"Halo, Nagasaka-kun? Kalau kamu mau ikut, cepatlah bersiap-siap!"

Ten-Tentu saja, itu bukanlah sebuah kesalahan! Aku tidak mengaktifkan kemampuan kehilangan pendengaran!

Dengan kata lain, ini kesempatan besar! Mustahil aku membiarkan kesempatan ini lewat begitu saja!

"Oke! ...Ah, dan selagi kita melakukannya, bagaimana kalau kita mengambil jalan memutar dalam perjalanan pulang? Apa kamu masih punya waktu?"

Ah?!

Sang heroin utama menyarankan jalan memutar? Memangnya ini kisah komedi romantis? Ini memang kisah komedi romantis, bukan? Ini pasti kisah komedi romantis!

Meskipun aku melakukan yang terbaik buat menghentikan gairah yang melonjak di hatiku agar tidak lepas kendali, aku tidak dapat menghentikannya merembes keluar, dan secara tidak sengaja menanggapi dengan nada teatrikal.

"Tidak usah khawatir. Aku akan menemanimu ke mana pun kamu pergi, Tuan Putri."

"Ma-Maaf, maafkan aku. Okelah kalau begitu, mari kita pulang setelah mengambil barang-barang kita dari ruang kelas."

"Ahaha, kamu berbicara dengan lebai lagi."

—Wah, aku tidak dapat berhenti tersenyum.

Aku memastikan buat tidak membiarkan Kiyosato melihat wajahku saat kami menuju ruang kelas, sambil mencoba yang terbaik untuk mencegah langkahku berubah jadi lompatan.

*

Setelah mengambil barang-barang kami, kami meninggalkan gerbang utama dan berbelok mengikuti rute bus.

Kiyosato-san, yang berjalan sedikit di depanku, langsung melewati halte bus yang biasa dilewati. Kayaknya dia memang merencanakan jalan memutar yang sebenarnya.

Aku takut kalau dunia nyata akan menciptakan satu atau dua halangan dalam perjalanan, tetapi ternyata tidak terjadi apa-apa. Kebetulan, aku juga sudah bersiap-siap kalau-kalau Kiyosato-san menolakku dengan bilang, "Tentu saja, aku berbohong. Kamu sangat menjijikkan, dasar bodoh" atau semacamnya. Namun hal itu pun tidak ada maknanya. Hmm, aku terlalu bersemangat dan bertingkah agak aneh di sini, bukan?

"Jadi, di mana kita akan mampir?"

Sambil berusaha agar tetap tenang lebih dari biasanya, aku bertanya pada Kiyosato-san, yang terus berjalan.

"Hmm... ...Kayaknya aku belum memutuskan ke mana kita akan pergi."

Dia lalu berhenti dan meletakkan jari telunjuknya ke pipinya, tampak gelisah.

Apa maksudnya...?

"Bukannya kita akan mampir ke sebuah toko atau semacamnya?"

"Iya, begini, aku tidak punya tujuan khusus yang mau aku tuju... ...aku cuma berpikir mungkin masih terlalu dini buat pulang."

Kiyosato-san bergumam dalam hati sambil melihat waktu di ponsel pintarnya.

Ah...?

"Jadi kamu bilang kalau kamu cuma mau menghabiskan waktu. Apa maksudnya itu?"

"Iya, aku rasa kamu bisa bilang begitu? Aku lelah karena terlalu banyak berteriak... ...Aku berharap bisa menemukan tempat yang tenang buat beristirahat sejenak."

Hmm hmm. Begitu ya, jadi begitu.

Aku mengeluarkan tawa yang teredam.

"...Tunggu sebentar. Aku akan mencari tempat yang tampak bagus saat ini."

"Ah? Kamu sudah punya tempat yang kamu pikirkan?"

Iya, iya, tentu saja. Kita punya banyak pilihan di toko, Nyonya.

Aku pikir hal kayak gini akan terjadi, jadi aku sudah mempersiapkannya dengan rajin. Basis Data Kisah Komedi Romantisku No. 2... Sekarang saatnya kamu bersinar!

─ Sebuah taman yang kosong. Dataran banjir berumput. Dek observasi dengan suasana romantis.

Tempat-tempat yang dipenuhi dengan perasaan masa muda yang sering muncul dalam kisah komedi romantis muda-mudi ─ "tempatnya muda-mudi".

Tempat-tempat ini memang sering digambarkan sebagai tempat yang biasa saja. Namun pada kenyataannya, tempat-tempat itu penuh dengan banyak ketidakpastian.

Saat berjalan-jalan ke taman terdekat untuk mengobrol dengan sang heroin utama ─ digoda oleh anak-anak di sekitar kalau kami itu pasangan dan mesti berciuman. Saat berbaring di tepian sungai, menatap langit malam bersama teman-teman ─ kami hampir ditangkap oleh petugas polisi yang sedang berpatroli. Saat kami dengan penuh semangat pergi ke dek observasi untuk membuat pengakuan cinta sambil memandangi pemandangan malam hari ─ itu di luar jam kerja dan tutup.

Dalam dunia nyata ini, di mana ada begitu banyak masalah yang tidak asyik, secara kebetulan aku menemukan tempat muda-mudi yang menunjukkan efek yang diinginkan, merupakan hal yang nyaris mustahil.

Jadi, apa yang mesti kita lakukan?

Kalian sudah bisa menebaknya. Yang mesti kita lakukan yaitu membuat daftar terlebih dahulu soal tempat-tempat yang memenuhi tujuan tersebut.

Inilah basis data kisah komedi romantis yang diciptakan buat memenuhi keinginan untuk menyediakan tempat muda-mudi yang optimal untuk segala waktu dan kebutuhan.

Selama aku punya waktu luang, aku akan memandangi peta, berparade keliling kota dengan menggunakan "Tinjauan Jalan." Ada kalanya aku tidak puas cuma dengan begitu saja, jadi aku akan mendorong kakiku dan sepedaku sampai batasnya buat mengumpulkan lebih banyak lagi. Dari segi kuantitas saja, aku merasa kalau ini melampaui "Catatan Teman-Teman"-ku. Inilah Senjata No.2-ku.

Mengenai namanya... ...Aku menyebutnya "Catatan Tempat".

...Rasanya kayak sedang mengomentari teknik yang mematikan. Mungkin aku terlalu bersemangat.

Iya, bagaimanapun juga, waktunya buat memulai basis data!

Dengan berpura-pura meluncurkan Aplikasi Peta, aku mengetuk pintasan Catatan Tempat yang sudah aku siapkan di ponsel pintarku.

"Ngomong-ngomong, apa yang kamu mau? Tempat di mana kita dapat mengeteh? Atau mungkin taman atau semacamnya?"

"Hmm... ...Di antara keduanya, aku rasa aku lebih suka pergi ke taman yang tenang. Aku lelah berteriak-teriak, dan uang sakuku bulan ini sangat terbatas, jadi aku tidak mau menghabiskan terlalu banyak uang."

"Dimengerti."

── MASUKKAN KRITERIA PENCARIAN

KATEGORI:「Taman / Alun-Alun」

KATA KUNCI PENCARIAN:「Tenang, Tempat Ternama, Santai」

LALU LINTAS PEJALAN KAKI:「Tidak Ada」 ~「Sangat Sedikit」

WAKTU YANG DITEMPUH: Dari 「Sekolah」 via 「Jalan Kaki」 「20 Menit」 「Jarak Jalan Kaki」

── Hasil Pencarian: 5 Kecocokan

Sekarang, kalau aku mengurutkan ini dalam urutan "poin muda-mudi", maka...

Ah, ada yang satu itu dengan nilai 4.2. Benar, ada juga koreksi musiman, jadi sempurna.

"Oke, mari kita pergi."

"Ah, cepat sekali. Mau ke mana?"

"Tempat yang agak laen... ...aku rasa?"

Dengan begitu, aku melangkah keluar di depan Kiyosato-san.

─ Sekarang, saatnya membuktikan bahwa Catatan Tempat-ku bukan kaleng-kaleng.

*

Setelah sekitar 10 menit berjalan ke arah barat daya di jalan yang membentang di sepanjang sekolah kami.

"Aku memang belum pernah ke tempat ini sebelumnya, tetapi ini cuma area perumahan biasa di belakang, ya?"

Kata Kiyosato-san sambil melihat sekelilingnya dengan rasa penasaran, mengagumi lingkungan sekitar.

"Sisi timur Kyou-Nishi telah dibangun kembali dan dibersihkan saat jalan pintas dibangun, tetapi sisi ini masih kayak dulu. Beberapa rumah di sini sudah cukup tua."

Di sepanjang jalan yang kami lalui, ada pemandangan kota tradisional dengan ladang dan bangunan apartemen tua.

Meskipun aku menyebutnya tidak berubah, namun, ketimbang suasana kota kuno, ini lebih mirip lanskap kota yang tidak menarik, penuh dengan bangunan anorganik zaman Showa.

Dibandingkan dengan situasi di sepanjang jalan utama, tempat ini jauh lebih disukai karena ada dedaunannya. Tetapi paling tidak, berjalan kaki di sini tidaklah sempurna.

"Nagasaka-kun, meskipun bukan berasal dari sekitar sini, kamu pasti tahu banyak hal, bukan? Kamu benar-benar berwawasan luas, ya?"

Kata Kiyosato-san dengan nada terkesan.

Merasa hobiku diakui, aku pun menjawab dengan suasana hati yang gembira.

"Sudah jadi sifat alamiku buat menyelidiki apapun yang membuatku penasaran. Sangat menyenangkan dapat mengetahui berbagai hal."

Hobi menelitiku sudah ada sejak aku masih duduk di bangku SD. Pada waktu itu, aku tanpa henti menyelidiki sejarah dan geografi suatu wilayah untuk proyek penelitian selama liburan musim panas.

Membandingkan peta saat ini dengan peta lama dan menguraikan asal-usul suatu tempat berdasarkan nama lamanya, sungguh seru, dan aku menghabiskan banyak waktu di perpustakaan setempat, hampir setiap hari.

Kebetulan, aku menerima penghargaan dari prefektur buat proyek penelitianku pada waktu itu. Itulah salah satu dari sedikit prestasi yang dapat aku banggakan.

"Ah? Nagasaka-kun, apa mungkin kamu itu tipe orang yang cukup antusias yang bergerak tanpa ragu-ragu?"

"Iya... ...aku akan menyerahkan sisanya pada imajinasimu."

Hmm... ...Tadinya aku mengira kalau akting yang biasa aku lakukan akan diterima dengan buruk, tetapi tampaknya para karakter lebih menyukainya... ...Mungkin aku mesti perlahan-lahan beralih dari karakter cowok yang agak keren.

Memutuskan buat memikirkan semua itu nanti, aku memanggilnya untuk menyela obrolan.

"Ayolah, kita hampir sampai."

Di sisi lain dari trotoar, yang dipagari oleh berbagai macam pepohonan hijau, aku dapat melihat terowongan jalan layang yang melintasi jalan pintas.

Tempat tujuan kami ada di seberang sana.

"Di dalam sana gelap, jadi berhati-hatilah."

Kami berdua melangkah masuk ke dalam terowongan.

Mungkin karena jaraknya yang pendek, tidak ada lampu di dalamnya. Hal itu tidak jadi masalah di siang hari, tetapi pada malam hari kayak gini, cukup gelap sampai-sampai kita mesti berhati-hati dalam melangkah.

"Ah, kamu benar. Aku rasa aku mesti melihat ke bawah saat berjalan."

Kiyosato-san tampak tersandung sejenak, matanya tertunduk ke tanah saat dia dengan hati-hati melanjutkan perjalanannya.

Meskipun begitu, sangat mengasyikkan mendapati dia menunduk. Dengan begitu, setelah kita keluar dari terowongan... ...Tidak, aku tidak akan membocorkannya.

Kami berdua terdiam dan perlahan-lahan berjalan melewati terowongan.

Setelah cuma beberapa menit dalam keheningan, kami mendekati pintu keluar terowongan.

Dan setelah itu...

"Wah...!"

─Di sepanjang sungai, pohon-pohon sakura bermekaran.

"Mustahil, bunga sakura...? Kok bisa? Bukannya bulan April sudah berakhir...?"

Penglihatannya tiba-tiba dipenuhi dengan dunia lain dari bunga sakura. Mulut Kiyosato-san ternganga.

Reaksinya persis kayak yang aku duga, dan aku tidak dapat menahan perasaan "Kena kamu!"

"Kamu pasti tahu soal pohon sakura Somei Yoshino. Itulah varietas berbunga tunggal. Yang ada di sinilah Yaezakura."

Deretan pohon sakura biasanya berjajar dengan Somei Yoshino. Faktanya, itulah jenis pohon yang kami lihat di sepanjang pinggir jalan sebelum memasuki terowongan.

Yaezakura (varian pohon sakura berbunga ganda) mekar lebih lambat ketimbang Somei Yoshino, biasanya mekar penuh pada waktu ini. Hal ini ditandai dengan bunganya yang mekar berkelompok dalam bentuk lentera kertas bonbori, dan daunnya yang tumbuh pada waktu yang sama.

"Aku tidak tahu kalau ada tempat kayak gini di dekat sekolah kita. Kok bisa kamu menemukannya?"

"Iya, aku tahu itu memang jalan yang dipenuhi pepohonan dari peta, tetapi aku rasa aku mendapati bahwa itu bunga sakura memang sebuah kebetulan."

Hal ini tidak serta-merta merupakan kebohongan. Aku telah memeriksa keberadaan tempat ini sebelum mendaftar di sekolahku, tetapi baik foto udara maupun Tinjauan Jalan tidak menunjukkan apapun selain deretan pepohonan hijau. Aku tidak tahu jenis pohon apa itu.

Saat aku datang ke sini untuk melakukan investigasi langsung, belum ada satu bunga pun, dan aku memang pernah mengabaikan tempat ini... ...Tetapi saat aku lewat lagi, aku menyaksikan itu dipenuhi dengan bunga-bunga, dan secara resmi memasukkannya ke dalam daftar tempat muda-mudi.

"Namun, kalau tempat ini begitu indah, mestinya ada lebih banyak orang di sini. Tetapi tidak ada siapa-siapa, ya?"

"Itu karena lokasinya agak buruk. Tidak ada tempat buat memarkir mobil di dekatnya, dan tidak ada tempat yang cukup luas buat melihat bunga sakura Hanami. Bahkan tidak ada lampu penerangan."

Cuma ada beberapa lampu listrik yang bertebaran di sekitar bangku, yang tidak cukup buat menyinari seluruh pemandangan.

Selain itu, meskipun pada awalnya tempat ini merupakan jalur pejalan kaki yang dapat kalian lalui, namun saat ini, ujungnya buntu akibat pembangunan jalan. Pintu masuk lainnya juga ditandai dengan rambu bertuliskan "Awas Ada Konstruksi," sampai-sampai menjadikan ini sebagai tempat yang jarang dilewati orang.

"Kami cuma berjarak tidak jauh dari jalan raya. Namun, ini sangat berbeda."

Kiyosato-san tetap dalam keadaan linglung saat dia berjalan dengan mantap, selangkah demi selangkah, di depan deretan pohon sakura.

"Kamu bahkan tidak dapat mendengar suara mobil. Dan kamu dapat mendengar dengan jelas aliran sungai yang deras, bukan?"

"Iya, ini benar-benar tempat yang agak laen."

Lalu, sambil menahan rambutnya yang tertiup angin, ia menatap bunga sakura yang bermekaran dan menyipitkan matanya.

Melihat sosoknya, aku tiba-tiba menyadari.

Deretan pohon sakura yang sedang mekar penuh.

Langit saat senja mulai menunjukkan sedikit kegelapan malam, dan cahaya merah tua turun.

Rambut hitamnya berayun tertiup angin musim semi yang lembut, berkilauan dalam cahaya itu.

Mata yang agak lembap dan tahi lalat yang sensual, yang berfungsi untuk menonjolkan kecantikan itu.

Melihat sosoknya, aku tiba-tiba menyadari.

Deretan pohon sakura yang sedang mekar penuh.

Langit saat senja mulai menunjukkan sedikit kegelapan malam, dan cahaya merah tua turun.

Rambut hitamnya berayun tertiup angin musim semi yang lembut, berkilauan dalam cahaya itu.

Mata yang agak lembap dan tahi lalat yang sensual, yang berfungsi untuk menonjolkan kecantikan itu.

Inilah gambaran sang heroin yang tampak dalam manga dan novel ringan.

Kalau saja aku dapat menghentikan situasi ini sekarang. Sungguh. Tanpa diragukan lagi.

Aku dapat bilang dengan pasti bahwa itu merupakan adegan dari kisah komedi romantis ─ adegan semacam itu.

Itu membuatku merasa hangat dan kabur di dalam.

Aku berpura-pura mengagumi bunga sakura dan mendongak ke atas.

Hal-hal yang aku mau, dan hal-hal yang mau aku capai.

Aku merasa kayak itu telah mendapatkan sedikit hasil dari usaha kerasku sampai saat ini.

"...Hei, Nagasaka-kun."

Di dunia lain, kenyataan ini, di mana waktu seakan-akan berhenti.

"Sang Heroin Utama" menatapku dengan mata yang terangkat, dan perlahan-lahan memutar kata-katanya sambil menarik rambutnya ke belakang telinga kanannya.

"Apa ada yang mau kamu bilang padaku?"

Angin malam musim semi yang dingin berhembus di antara kami.

Baca-RabuDame-Jilid-1-Bab-3-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

*

─Aku tidak menyangka pertanyaan itu.

"A-Ada yang mau aku bilang?"

S*alan, aku tergagap.

Di dunia lain, dunia nyata ini yang telah aku usahakan dengan susah payah buatku raih kembali ke dunia nyata yang biasanya.

Baca-RabuDame-Jilid-1-Bab-4-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

"Iya. Apa ada sesuatu yang mau kamu bilang?"

Sesuatu yang mau aku bilang pada Kiyosato-san?

"...Eum."

Apa itu? Apa yang dia mau dariku?

"Kamu lebih cantik ketimbang bunga sakura"? Apa dia mencari pujian kayak gitu?

Tidak, bukan itu konteks ceritanya... ...Iya, eh, lalu apa? Apa yang mesti aku bilang pada Kiyosato-san, di bawah pohon sakura, di tempat kayak gini dengan suasana hati yang baik?

Ah, apa jangan-jangan itu?

"Eum..."

Tunggu, tunggu sebentar.

Yang itu tidak bagus.

Kalau dipikir-pikir, aku memang pernah mencoba melakukan itu beberapa waktu yang lalu. Tetapi itu memang ajang yang dimaksudkan untuk gagal, bukan ajang yang serius.

Pertama-tama, aku menaruh surat itu di loker sepatu yang salah waktu itu, dan Kiyosato-san akhirnya tidak terlibat dalam ajang tersebut sama sekali.

Sekarang, dalam suasana kayak gini, dan yang lebih parah lagi, dia yang menanyakan padaku langsung? Kalau aku melakukan itu? Apa yang akan terjadi?

...Apa yang akan terjadi!?

"Nagasaka-kun?"

"Tunggu— Minta waktu. Tunggu sebentar."

S*alan. Ini gawat.

Jantungku yang berdebar-debar hampir copot dari dadaku. Sakit sekali, kayak jantungku ada di tenggorokanku.

Apa jangan-jangan, memang itu niat awalnya? Apa itu sebabnya dia menginginkan tempat tanpa manusia?

Tidak, mana mungkin kayak gitu! Di mana pertanda itu? Tidak ada, bukan? Tidak ada perkembangan cerita yang nyaman, kayak ikatan dari masa lalu, bukan? Atau, apa ada sesuatu yang terjadi di balik layar yang tidak diperlihatkan dalam kisah utama? Apa ini tipe yang dilengkapi dengan Sudut Pandang Cewek atau semacamnya?

Tenanglah. Tenanglah, Nagasaka Kouhei. Berpikirlah dengan tenang. Dengan tenang.

Tidak, tidak, tidak. Memang benar kalau aku telah bekerja keras untuk meningkatkan kesukaanku, tetapi apa klimaksnya benar-benar mudah dicapai? Mana mungkin ajang perjalanan sampingan ini cukup untuk membuat daya pikatku padanya hilang, bukan? Apa itu berarti dia sebenarnya sederhana? Kok bisa hal itu terjadi dalam dunia nyataku?

─Tidak ada gunanya, aku tidak dapat berpikir jernih.

Dunia berputar di sekelilingku.

Aku sama sekali tidak tahu apa yang mesti aku lakukan, atau bahkan apa yang baik.

"Nagasaka-kun."

"I-Iya!"

Seakan-akan lelah menunggu, Kiyosato-san memanggilku dengan nada yang lebih keras dari sebelumnya.

Hentikan, tunggu, hatiku masih belum siap!

Rasanya hal itu akan segera terjadi. , apa yang harus saya lakukan?

"Apa kamu yakin tidak ada yang mau kamu ceritakan padaku? Misalnya... ...soal Ayano?"

─Eh?

"Mengapa Uenohara...?"

Hal yang tidak terduga meluap, dan aku tidak sengaja mengatakan pikiranku dengan keras.

Kiyosato-san secara ironis mengangkat alis matanya, lalu menurunkan matanya dan menghela napas kecil.

"...Tidak, maafkan aku. Sudahlah kalau begitu."

Dengan begitu, kali ini dia memutuskan obrolan dan dengan cepat berdiri.

Tanpa mempedulikan aku yang sama sekali tidak dapat mengikuti situasi sambil membiarkan rambut hitam halusnya menari-nari, Kiyosato-san memberiku senyuman yang ramah.

"Terima kasih sudah menunjukkan tempat yang begitu indah."

Dia lalu melanjutkan dengan senyuman pahit, aura yang membuatnya merasa agak kesepian.

"Tetapi... ...aku rasa ini terlalu dramatis buatku. Datang ke tempat kayak gini dapat memberikan ide yang salah, loh?"

"Ah, eum..."

Pikiranku terhenti, dan aku tidak dapat memahami satu hal pun yang dikatakan Kiyosato-san.

"Ayolah, kita mesti pergi."

Kali ini, dia tersenyum manis dengan ekspresinya yang biasanya dan dengan cepat berbalik. Dia lalu berjalan melewatiku dan mulai berjalan kembali ke arah kami datang.

"Ah, Kiyosato-san..."

Dia berjalan semakin jauh menjauh dari deretan pohon sakura.

Saat aku mengulurkan tanganku untuk mengejarnya, menoleh ke belakang cuma dengan menoleh ke arahnya, Kiyosato-san berbicara.

"Ayolah, buruan~ Kalau tidak, hari akan semakin gelap, loh?"

Wajah yang tersenyum dengan sangat ceria...

Kayak yang aku duga, aku tidak bisa melihatnya sebagai sesuatu yang lain, kecuali sebagai heroin utama yang biasanya.

*

"Hmm, begitu ya."

Suara Uenohara terdengar dari telepon di meja samping ranjangku.

Panggilan konferensi setelah aku tiba di rumah. Aku menjatuhkan diri di ranjangku dan selesai menceritakan kejadian hari itu.

─Aku berpisah dengan Kiyosato-san setelah itu.

Alih-alih naik bus pulang, dia pergi ke arah yang sama sekali berbeda begitu kami sampai di jalan pintas.

Saat dia pergi, dia bilang kalau dia ingat ada sesuatu yang mesti dia urus. Tetapi pada saat itu, aku pun tidak tahu apa itu sungguhan atau bohongan.

...Buat saat ini, ada satu hal yang dapat aku bilang.

"Bukannya pikiran cewek-cewek itu terlalu rumit...?"

Tidak peduli seberapa banyak data yang kamu kumpulkan, itu bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah disimpulkan.

"Iya... ...kalau itu mudah dipahami, tidak ada yang akan mengalami kesulitan."

Menjawab pertanyaanku melalui telepon, Uenohara juga punya nada suara yang agak bijaksana.

"Tidak peduli berapa kali aku memikirkannya, aku tidak dapat membaca maksudnya. Pertama-tama, mengapa tiba-tiba mengajakku untuk mengambil jalan memutar? Apa itu cuma iseng? Ataukah ada alasan lain...?"

Aku begitu gembira dengan undangan tak terduga dari Kiyosato-san, sang heroin, sampai lupa diri. ...Gawat kalau kita terlalu gembira dengan suatu kasus yang melebihi ekspektasi. Ini bukan sesuatu yang mau aku pikirkan, tetapi ada juga kemungkinan kalau dia cuma menggodaku dengan berakting dengan cara yang berarti.

"Ah, ayolah. Satu-satunya hal yang dapat aku pahami yaitu dia tampak terlalu mengkhawatirkanmu, Uenohara..."

Aku mengusap wajahku ke bantalku.

Mengingat bahwa dia telah menyebutkan nama Uenohara, tidak salah lagi. Tetapi apa yang membuatnya begitu khawatir soal Uenohara? Apa yang dia mau aku bilang? Pikiranku juga tidak dapat menjawabnya.

Kiyosato-san diam-diam menyukaiku, dan merasa terancam dengan kemunculan Uenohara yang akrab, lalu mengambil langkah drastis? Penafsiran kayak gitu sempat terlintas dalam benakku, tetapi aku langsung menyangkalnya.

Dalam dunia nyata ini, mustahil perkembangan kisah komedi romantis yang nyaman kayak gitu dapat terjadi.

Dunia nyataku tidak begitu murah hati.

"...Ini sangat menyedihkan."

Aku membenamkan wajahku ke bantalku dan bergumam sendiri.

Aku pun tidak perlu berpikir keras soal ini... ...Aku masih belum mencapai apapun. Meskipun aku telah membuat kemajuan yang baik sejauh ini, rencana ini baru saja dimulai.

Selain itu, semakin mudah ajang itu muncul dengan sendirinya, semakin aku mesti waspada. Aku sungguh malu pada diriku sendiri atas kegembiraanku yang terlalu dini, mengingat bahwa aku mestinya sudah mengetahui hal ini dengan baik.

"Itu tidak biasanya. Kamu biasanya penuh dengan kepercayaan diri. Apa kamu tidak terlalu terpuruk?"

Kata Uenohara dengan nada ragu.

"...Akulah yang paling cocok jadi seorang protagonis pecundang. Bagaimana menurutmu? Apa itu membuatmu kagum?"

"Tidak, aku rasa kalau kamu bilang begitu dengan sangat percaya diri maka itu punya efek yang sebaliknya."

"Aku memang orang bodoh yang mudah melakukan kesalahan setelah menemukan kejanggalan. Ayolah, tertawakan aku, Uenohara."

"Wah, sungguh interaksi yang menyebalkan..."

Mendengar suara Uenohara yang kayaknya merasa repot dengan hal ini, aku tiba-tiba teringat dengan apa yang telah terjadi di siang hari dan secara impulsif membuka mulutku.

"Hei, Uenohara... ...Mengapa kamu membantuku dalam Proyek-ku?"

"Hah? Mengapa kamu tiba-tiba mengungkit hal itu?"

Mau tidak mau aku bertanya, tetapi aku tidak mau mendapatkan jawaban negatif. Jadi, aku menggumamkan sebuah penghalang pertahanan buat berjaga-jaga.

"Maksudku... ...pertama-tama, aku kayak menyeretmu, dan akan sulit kalau kamu bilang kamu cuma dengan enggan melakukan hal ini..."

"...Kamu benar-benar terlalu tertekan. Jangan terbawa suasana. Astaga."

Uenohara menghela napas dengan jengkel, lalu menjawab dengan nada bicara yang biasanya.

"Tidak ada alasan yang mendalam. Aku cuma melakukannya karena aku bilang kalau aku akan melakukannya. Bukan sifatku buat tidak melakukan apa-apa setelah itu dan membiarkan segala sesuatunya terjadi."

"Apa kamu tidak menyukainya? Apa kamu tidak memaksakan diri?"

"Ah, kamu sangat menyebalkan."

Uenohara menghembuskan napas lagi, lalu bergumam dengan suara pelan.

"...Kalau aku tidak suka, aku pasti sudah berhenti saat ini. Biasanya. Aku pun tidak berpikir itu terlalu merepotkan. Bagaimanapun, kamu terlalu khawatir."

Tidak terlalu merepotkan, ya?

...Aku cemburu.

"Kalau aku punya spesifikasi tinggi kayak kamu, aku dapat mewujudkan semua kisah komedi romantis yang aku mau..."

"...Kalau saja kamu itu Nagasaka yang berspesifikasi tinggi, kamu tidak akan berpikir untuk mewujudkan kisah komedi romantis, bukan? Maksudku, Nagasaka yang tidak bodoh? Memangnya siapa itu?"

Uenohara tampak kehilangan kata-kata buat sesaat, tetapi lalu dia menertawakanku dengan caranya yang biasanya.


"Jadi, apa tidak apa-apa buat tidak memikirkan apa yang mesti kita lakukan selanjutnya? Ataukah... ...apa kamu sudah menyerah pada tahap ini?"

─Menyerah di tengah jalan.

Itu... ...itu satu-satunya hal yang mustahil.

Kata-kata provokatif Uenohara menyalakan api di hatiku.

...Itu benar.

Aku tidak punya waktu buat berdiri di sini.

Bukannya mestinya aku belajar kalau tidak ada gunanya memikirkan sesuatu selamanya?

Aku menampar pipiku buat memotivasi diriku sendiri dan bangkit dari ranjang.

"Seakan-akan. Aku ini sang protagonis, loh. Satu-satunya hal yang tidak dapat dimenangkan oleh sang protagonis yaitu serial ini dibatalkan."

"Iya, iya."

Uenohara menghembuskan napas kecil dan melanjutkan dengan nada suaranya yang biasanya.

"Jadi, apa yang mesti kita lakukan saat ini?"

"Tidak ada gunanya memikirkan sesuatu yang tidak dapat kita pahami. Kita tunda dulu pemikiran kita soal masalah ini. Ini bukan kayak ada masalah besar saat ini, jadi mari kita lanjutkan rencana kita sambil meningkatkan penyelidikan kita padanya."

"Hmm, kedengarannya masuk akal?"

"Ah, ngomong-ngomong, bagaimana hasil investigasi pada Hinoharu-senpai? Begini, penyelidikan yang aku minta kamu lakukan terakhir kali, soal perilakunya di kelas dan sikapnya pada kegiatan OSIS."

"Kalau itu, aku bertanya pada seorang senpai kenalanku hari ini. Informasi itu sudah diunggah ke Catatan Teman-Teman."

"Ah, aku harap itu tidak kurang. Kamu benar-benar bekerja dengan cepat. Tunggu sebentar, aku sedang memeriksanya saat ini..."

Apapun masalahnya... ...aku cuma mesti melakukan yang terbaik yang aku bisa.

Lagipula, pada saat kita berpikir nanti bahwa kita mestinya menyelidiki lebih teliti, itu akan terlambat.

*

"Iya, itu saja buat latihan sorak-sorai! Bubar!"

Dengan kata-kata dari Ketua Pemandu Sorak, Ouen Danchou, suasana di Balai Pertemuan Byakko langsung terasa santai.

Mengingat semua siswa-siswi kelas sepuluh berdesakan di dalam ruangan, ruangan itu terasa panas dan pengap.

Aku menyeka keringatku dengan kerah kausku. Setengah dari keringat itu berasal dari panas, dan setengahnya lagi keringat dingin.

"Fiuh, sudah berakhir. Sudah berakhir."

Di sebelahku, Kiyosato-san mengembuskan napas. Rambutnya yang menempel di pipinya karena keringat sangat seksi.

─Pada akhirnya, sikap Kiyosato-san kayaknya belum berubah sejak saat itu.

Aku telah meninjau informasi yang ada dan melakukan lebih banyak penelitian soalnya, tetapi aku belum bisa mendapatkan data apapun buat menjelaskan apa yang telah terjadi saat itu.

"Lenganku terasa berat karena mengangkat bahu sepanjang hari."

...Dengan begitu, dari sudut mataku, Kiyosato-san menegakkan tubuhnya. Pada saat yang sama, bagian dada pakaiannya yang membentang mengikuti garis-garis tubuhnya membentuk setengah lingkaran yang indah.

Sambil melihat sekilas agar tidak ketahuan, aku itu seorang pengecut yang menangis tersedu-sedu di dalam hatiku, berpikir, "Seandainya saja inilah ilustarasi dalam novel ringan, maka aku dapat menatapnya."

(TL Note: Dan inilah novel ringan, tetapi kenapa gak digambar Bang Illustrator, hah?)

"Iya, aku bekerja keras. Aku sangat berharap ekskul bisa kayak gini."

Inilah Tokiwa, tampak cukup tenang.

Iya, aku membayangkan kalau itu mudah dibandingkan dengan latihan Ekskul Bola Basket. Baik secara fisik maupun mental.

"Tetapi tetap saja, pakaian formal Danchou mitu hakama, ya? Fakta bahwa ini bukan gakuran memberikan kesan kalau ini memang bekas sekolah khusus putri."

Inilah Torisawa, tampak sekeren biasanya. Meskipun mungkin tidak setingkat dengan ekskul olahraga, namun aku rasa, bermain dalam sebuah band juga merupakan ujian stamina. Sebenarnya, berhentilah menyeka keringatmu dengan ujung pakaianmu. Kamu memberi cewek-cewek sekilas soal tubuhmu yang ramping dan maco, kamu memang cowok tampan yang terkutuk.

"Keren sekali, bukan!? Aku juga terkejut kalau seorang cewek yang menjadi Ketua Ouendan, tetapi itu tradisi juga, bukan?"

"Kayaknya begitu. Aku rasa satu-satunya tempat di mana kalian akan menemukan regu pemandu sorak di mana cowok merupakan minoritas yaitu di sini, di Kyou-Nishi."

"Atau lebih tepatnya, Senpai Danchou memang keren dan imut. Aku mau lebih dekat dengannya... ...tetapi aku mungkin merasa agak takut."

Benar-benar berbalik dari suasana yang menyengat dan menegangkan tadi, lingkungan sekitar kami terasa hidup dan ramai.

Latihan Ouen Cheer sangat menuntut fisik kayak yang terkenal. Tidak peduli seberapa bergaya itu, akan sulit buat mereka yang tidak dapat mentolerirnya.

Cukup sulit buatku juga, karena mesti melakukannya di barisan depan. Aku ada tepat di bawah hidung Danchou, para senpai anggota Panitia Sorak-Sorai sangat keras, dan aku mesti sengaja melakukan kesalahan, karena pengaturan nada yang tuli. Sangat sulit buat seorang pecundang untuk diteriaki dari jarak sedekat itu, jadi abaikan aku sebentar saja.

Iya, bagaimanapun juga ─ itu saja buat latihan sorak-sorai.

"Ajang Pesta Penutupan" resmi telah ditetapkan buat setelah liburan panjang, setelah reli perpisahan Soukoukai selesai, tetapi bukan berarti aku tidak dapat memanfaatkan waktu luang yang kita punya hari ini.

Mengingat aku sudah mengkonfirmasi sebelumnya kalau semua orang tidak punya rencana apapun, mungkin ini saatnya buat mengusulkan "Ajang Jalan-Jalan Kelompok" yang telah aku kerjakan.

Saat aku memikirkan hal ini dan menoleh untuk melihat yang lainnya, tiba-tiba aku melihat Katsunuma Ayumi dari sudut mataku, sedang menatap ke arah kami.

Baca-RabuDame-Jilid-1-Bab-3-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

Itu tidak bagus. Akan merepotkan kalau aku diganggu kayak biasanya.

Mari kita panggil mereka dengan cepat selagi kerumunan orang masih menghalangi jalannya.

"Hei, teman-teman, ada rencana setelah—"

"Hei, kerja bagus!"

"A-Apa-?!"

Kemunculan Uenohara yang tiba-tiba membuatku berteriak kaget.

"Teriakan makhluk macam apa itu? Lucu sekali."

Lucu sekali! S*alan, rencana awalnya itu bertemu denganmu nanti! Apa kamu benar-benar menikmati membuatku bertingkah mencurigakan kayak gitu?!

"...Ah, Ayano, kerja bagus!"

"Ah, Ayano-chan, kerja bagus!"

"Kerja bagus, semuanya. Apa kalian sudah mau pulang? Atau kalian berencana buat mampir ke suatu tempat?"

Sambil melambaikan tangannya di depan dadanya, Uenohara menatapku.

Ah, ayolah. Jadi, kamu akan membantuku memulai ajang ini, ya? Kamu mestinya bilang padaku sebelumnya.

"Eh... ...teman-teman, kalau kalian bebas setelah ini, mengapa kita tidak mengambil jalan memutar sedikit? Aku menemukan tempat yang bagus."

"Ah, kalau begitu aku mau makan yang manis-manis. Terima kasih atas traktirannya."

Uenohara dengan cepat memberikan tembakan perlindungan.

Tindak lanjut itu sendiri sudah sempurna, tetapi... tunggu sebentar.

"Hei, kamu yang di sana, mengapa kamu membuatnya terdengar kayak aku yang akan mentraktirnya?"

"Hah? Maksudku, Nagasaka yang akan mentraktir kita semua, bukan? Sebagai permintaan maaf karena telah mengundi undian."

"Gununu...!"

"Kamu mesti membayar denda dengan benar."

S*alan, dia dengan terampil menggunakan alasan buat menurunkan rintangan psikologis buat semua orang! Siapa sangka, dia pun menggunakan komentar Kiyosato-san soal denda itu sebagai "pertanda"! Itu bagus, teruskan! Tunggu, tetapi tetap saja, tidak ada alasan buatku buat mentraktirnya minuman, bukan?

Aku akan menagihnya nanti... ...Kesampingkan dendamku buat sementara waktu, memang benar kalau aku sebenarnya mau meminta maaf atas undian itu di suatu tempat. Aku akan mengizinkan mengambil dari pengeluaran khusus buat kelebihan anggaran bulan ini.

Buat memaksimalkan tugas kaki tanganku, aku memutuskan buat mencari kesimpulan sesegera mungkin.

"...Itu mungkin terdengar kayak lelucon. Tetapi kenyataannya, aku sudah membuat semua orang mengalami banyak hal. Bagaimana kalau aku traktir kalian makanan penutup atau semacamnya?"

Bilang begini, aku melihat ke sekeliling mereka bertiga.

Kalau begitu. Setelah aku mendapatkan persetujuan mereka, aku kira aku akan menelepon buat membuat reservasi sebelum kami mengganti seragam ini.

Tetapi, saat aku yakin kalau ajang ini akan segera dimulai...

"Ah, eum... ...maaf, Nagasaka-kun. Aku ada janji lain setelah ini."

Setelah menjawab kayak gitu, Kiyosato-san menangkupkan tangannya di depan dadanya sebagai permintaan maaf.

"...Hah? Janji sebelumnya?"

"Iya... ...Aku berencana nongkrong dengan seorang cewek dari kelompok lain. Jadi, aku akan bertemu dengan mereka sekarang."

Tunggu, tunggu, tunggu.

Kelompok lain?

Aku tidak tahu apa-apa soal itu!

"Ah, tetapi aku akan memastikan buat menjaga jadwalku tetap terbuka buat pesta! Sampai ketemu nanti!"

Sambil tersenyum, Kiyosato-san berbalik menghadap pintu keluar.

"Kalau begitu, selamat bekerja hari ini! Sampai jumpa lagi!"

Lalu, dengan lambaian tangannya yang besar, dia mengusap rambutnya di belakang kepalanya dan pergi.

Tertegun, aku menatap ke arah di mana Kiyosato-san menghilang.

"Eh, Ketua Kelas."

Kali ini, suara Tokiwa datang dari samping, terdengar agak canggung.

"Maafkan aku, tetapi aku juga punya rencana lain. ...Ajak aku lain kali, oke?"

"Hah? Ah, benarkah?"

Se-Seriusan? Tokiwa juga?!

"Sampai jumpa kalau begitu! Kamu juga Ayano-chan, sampai jumpa!"

Begitu saja, Tokiwa buru-buru mengikuti Kiyosato-san keluar dari Balai Pertemuan Byakko.

"Hah...? Apa jangan-jangan, kamu juga, Torisawa?"

Aku memaksakan diri buat bertanya, hampir tidak dapat berpikir jernih.

Tampak bosan, Torisawa mengangkat bahunya dan membuka mulutnya.

"Aku tidak benar-benar punya apa-apa. Tetapi... dengan keadaan kayak gini, aku rasa kita mesti berpisah saja buat hari ini."

"Hei, tunggu."

"Sampai jumpa."

Sambil mengangkat satu tangan, Torisawa meninggalkan tempat itu tanpa menoleh ke belakang.

Aku dan Uenohara ditinggalkan sendirian di tengah hiruk pikuk yang bising.

"...Buat apa itu tadi?"

Aku begitu basah kuyup oleh kejanggalan sampai-sampai bahkan suara Uenohara yang bergumam sambil menutup mulutnya dengan tangan, tidak sampai padaku.

*

"...Sekali lagi, situasinya bukan kayak yang aku duga."

Di "Ruang Konferensi M" yang sepi pengunjung.

Di bangkuku yang biasanya, jauh di dalam, aku menatap kosong ke arah tabletku yang menampilkan Catatan Teman-Teman sambil tetap dalam keadaan tidak antusias.

Baik gerakan Kiyosato-san maupun gerakan Tokiwa jelas-jelas merupakan kejanggalan – sesuatu yang tidak ada dalam informasi yang aku kumpulkan sampai saat ini.

"Kalau itu memang janji yang dadakan, aku bisa paham... ...Tetapi bagaimana mungkin mereka berdua melakukannya pada saat yang sama? Tidak, pertama-tama, apa yang dia maksud dengan 'kelompok lain'?"

Menurut analisisku — pengetahuan umum, Kiyosato-san tidak termasuk dalam kelompok tertentu, dan dia tidak punya siapapun yang biasa diajak nongkrong. Makanya, melalui undian, aku menciptakan sebuah kelompok yang dengannya dia dapat melakukan kontak secara setengah paksa.

Jangan bilang kalau dia tiba-tiba membentuk sekelompok teman dekat? Tanpa ada tanda-tanda sebelumnya?

"Tidak, kalau ada gerakan kayak gitu, aku mestinya sudah tahu... ...Dan meskipun tidak begitu, kita telah meningkatkan jumlah penyelidikan. Jadi mengapa aku tidak menangkapnya...?"

Jangan bilang padaku... ...apa investigasiku salah?

"S*alan, aku tidak tahu lagi deh!"

Aku melemparkan tablet ke atas meja dengan frustrasi.

Melihat hal ini, Uenohara menghela napas.

"Aku sudah bilang untuk tenang. Mereka mungkin telah berkomunikasi secara langsung di aplikasi perpesanan. Kayak yang sudah kita duga, tidak ada cara buat mengetahui hal itu, bukan?"

"Itu memang benar, sih..."

Meskipun begitu, hal itu tidak mengubah fakta bahwa pergerakan Kiyosato-san sendiri tidak dapat diprediksi. Pada akhirnya, kayak halnya pohon sakura waktu itu, itu tidak dapat dijelaskan dengan informasi dan data yang telah aku kumpulkan.

Aku mengepalkan tanganku erat-erat. Tanpa aku sadari, telapak tanganku mulai berkeringat, dan rasanya tidak enak.

"Kamu begitu cepat panik kayak gitu. Berpikirlah dengan tenang. Dengan tenang."

"Biarkan saja."

Aku menjawab blak-blakan pada Uenohara, yang nada suaranya sama kayak biasanya.

Sebagai balasannya, Uenohara memiringkan kepalanya dengan raut wajah yang bingung.

"...Ada apa?"

"...Tidak, tidak ada, kok. Tetapi bagaimanapun juga, kamu tidak akan membiarkannya begitu saja, bukan?"

Pada akhirnya, Uenohara tidak menjelaskan lebih lanjut, melainkan mendesakku buat melanjutkan dengan nada suaranya yang biasanya.

...Iya, itu memang benar.

Bagaimanapun, aku mesti melakukan apa yang aku bisa.

"Kali ini, ini memang fakta bahwa dia punya orang lain. Mungkin kita dapat menemukan sesuatu di sekitarnya. Pertama-tama, mari kita cari tahu kelompok mana saja yang pernah berhubungan dengannya, dan selidiki dari sana."

"Dan bagaimana cara yang tepat buat melakukannya?"

"Investigasi Lapangan... ...tidak akan mungkin dilakukan untuk sementara waktu karena liburan, aku rasa. Kayaknya tidak ada pilihan lain selain fokus pada Investigasi Desktop..."

Ada kemungkinan besar kalau seseorang akan memberikan komentar atau mengunggah foto di media sosial yang mengisyaratkan kontak.

Namun karena kita tidak tahu siapa targetnya, maka kita mesti melacak semua akun yang potensial.

Ini berarti, ini akan jadi tugas yang cukup berat, tetapi... ...aku tidak akan mengeluh soal itu.

Selama masih ada kemungkinan, hal-hal yang dapat aku lakukan, mesti aku lakukan.

"Kalau kita mengingat bahwa ada kontak lain sebelumnya, aku mungkin dapat melihat sesuatu dalam data riwayat... ...Aku mesti memeriksanya juga, buat memastikan... ...Ini berarti kita mesti menjadwal ulang investigasi Catatan Tempat setelah liburan panjang..."

Saat aku bergumam pada diriku sendiri, Uenohara menyela.

"Jadi, bagaimana denganku?"

"Hmm, iya..."

Kalau dipikir-pikir, aku belum mengajarinya cara melakukan Investigasi Desktop.

Tetapi ini jauh lebih rinci dan berulang ketimbang Investigasi Lapangan, dan beberapa di antaranya membutuhkan pengetahuan khusus soal pemrosesan data... ...Kalau aku mesti mengajarkannya dari awal, mungkin akan memakan waktu liburan panjang.

"Tidak, aku akan mengurus semua itu. Nikmati waktu liburmu selama Pekan Emas."

"Ah, oke."

Tetapi tetap saja, ini memang Uenohara, jadi mungkin tidak ada yang tidak dapat dia lakukan.

Hanya saja, ini memang hari libur panjang dan dia mungkin punya rencana dengan teman-teman lainnya kayak yang lal.  Lingkungan kerja proyek perusahaan kami bukanlah tempat kerja keras, jadi aku mesti memastikan kalau dia mengambil cuti dengan benar.

Iya... ...Aku mulai merasa sedikit lebih santai sekarang karena aku sudah punya rencana kerja.

Dengan keputusan itu, saatnya buat melanjutkan.

"Oke, aku rasa kita sudah selesai buat hari ini. Aku akan memberi tahumu kalau ada kemajuan."

"Hmm... ...Dimengerti."

Aku memasukkan tablet ke dalam tasku dan bangun dari bangkuku.

"Hei, Nagasaka."

Saat aku mulai berjalan untuk menyimpan nampanku, Uenohara berbicara padaku dari belakang.

"...Apa kamu yakin ini tidak apa-apa?"

Mendengar kata-kata keprihatinan yang luar biasa lembut itu, aku menoleh.

Wajah Uenohara datar kayak biasanya, tetapi... ...aku yakin dia mengkhawatirkanku.

Aku tersenyum dan mengangguk.

"Iya. Investigasi Desktop merupakan spesialisasiku. Tenang saja dan serahkan padaku."

"...Benarkah begitu?"

Uenohara cuma memberikan jawaban singkat.

Kami meninggalkan "Ruang Konferensi M" dan melanjutkan liburan kami masing-masing.

*

Dari sana, aku menghabiskan hari-hariku dengan melakukan Investigasi Desktop.

Aku memeriksa data semua akun obrolan, akun hobi, dan akun rahasia yang berhasil aku dapatkan, tidak peduli apa mereka ada di kelas kami atau kelas lain. Kalau ada di antara mereka yang mengisyaratkan rencana buat pergi ke suatu tempat atau nongkrong, aku menggunakan hubungan orang tersebut buat melihat apa itu merupakan kegiatan kelompok. Selain itu, aku memperluas cakupan data dengan memasukkan anggota kelompok mereka dan memeriksa apa mereka telah membuat komentar terkait. Buat berjaga-jaga, aku juga kembali ke data sebelumnya dari bulan April.

Selain itu, aku juga secara bersamaan melacak media sosial berbagi foto dan video serta umpan TwitCasting dan mengorganisir data sambil menghubungkannya dengan informasi lain.

Begitu saja, waktu terus berjalan hingga malam terakhir Pekan Emas.

Duduk di depan komputer di kamarku, sambil mengucek-ngucek kelopak mataku, aku membaca sekilas data yang telah selesai aku kumpulkan.

"Informasinya tentu saja ada di sana. Tetapi..."

Apa maksud dari semua ini...?

Tidak peduli berapa kali aku melihatnya, isinya tetap sama. Tidak ada yang dapat mengubah fakta, bahwa semua data di sini sangat andal dan sudah dikuatkan dengan baik.

Ponsel pintarku bergetar di atas meja kerjaku saat aku mencoba memahami situasi yang semakin membingungkan ini.

Dia tidak ada di rumah saat aku menelepon Uenohara sebelumnya, jadi mungkin itu memang panggilan telepon balik.

"...Apa kabar?"

"Maaf, tadi aku sedang makan. Apa kabar?"

Suara Uenohara, yang sudah lama tidak aku dengar, terdengar acuh tak acuh kayak biasanya.

Dengan berat hati, aku menggerakkan tetikus untuk mengunggah data yang telah aku kumpulkan.

"Aku barusan menyusun ringkasannya. Bisakah kamu melanjutkan dan melihatnya?"

"Hmm, dimengerti... ...Ah, tunggu sebentar."

Suara seseorang meletakkan telepon bergema, dan aku mendengar suara ketukan sandal yang samar-samar berjalan di lorong.

"Ayano, kamu kamu mau berbicara di telepon, kamu mesti melakukannya setelah kamu mengambil cucian. Kamu sudah berbicara panjang lebar akhir-akhir ini."

"Makanya aku mengeluarkannya sekarang. Berisik sekali."

"Hei, apa kamu yakin itu bukan pacarmu?"

"Ibu begitu ngotot. Aku tidak bisa diganggu buat menyangkalnya setiap saat, tinggalkan aku sendiri."

"Oke, oke. Juga, Ibu akan membaca skripsi sekarang, jadi diamlah."

Dalam perjalanan, aku mendengar obrolan kayak gitu yang bocor.

Apa itu ibunya? Sebenarnya, itu semacam obrolan kisah komedi romantis. Betapa beruntungnya...

Dengan sebuah bantingan, pintu terdengar lebih keras ketimbang biasanya. Lalu, Uenohara berbicara dengan suara yang lebih datar dari biasanya.

"Jadi, apa aku cuma mesti melihat Catatan Teman-Teman?"

"Hmm, iya. Aku telah membuat halaman baru, jadi silakan periksa itu."

Selama beberapa saat, aku terdiam, menunggu Uenohara selesai membaca.

"...Cuma buat memastikan saja, ini semua merupakan informasi yang nyata, bukan?"

"Iya, sayangnya begitu."

"Bukannya ini terlalu berlebihan? Aku tidak menyangka akan muncul sebanyak ini."

"Itu benar..."

Aku menghela napas.

Aku sudah bersiap-siap akan kemungkinan bahwa tidak ada informasi yang akan muncul, tetapi... ...ternyata malah sebaliknya, dan informasi mengenai segala macam orang yang berhubungan dengan Kiyosato-san, muncul begitu saja. Khususnya, ada banyak sekali laporan soal dirinya yang nongkrong dengan orang lain selama liburan panjang.

"Ada tiga kelompok di Kelas X-D, kelas kami saja. Kalau kamu memasukkan teman-temannya dari ekskul dan kelas lain, dari frekuensinya, kamu akan mengira dia nongkrong dengan seseorang setiap hari."

Selain itu, karakteristik kontak dekat dan isi ajang sama sekali tidak berhubungan. Ada hari-hari saat dia pergi ke karaoke dengan sekelompok orang yang genit, tetapi ada juga saat-saat saat dia menghadiri ajang kayak upacara minum teh dengan sekelompok orang yang pendiam. "Bakat Kisah Komedi Romantis" orang-orang yang terlibat, juga bervariasi.

"Pada titik di mana dia tampak kayak berkeliling memanggil orang secara acak. Satu-satunya tren yang nyaris tidak dapat aku deteksi yaitu, bahwa kelas kami punya lebih banyak teman dekat ketimbang kelas lainnya, dan persentase yang agak lebih besar, yaitu cowok."

Meskipun begitu, wajar saja kalau banyak orang yang berkenalan dengannya itu teman sekelasnya, dan meskipun lebih banyak dari mereka itu cowok, namun perbedaan rata-ratanya cuma sekitar 10%, dan masih dalam batas galat.

"Mungkin begitu. Acak... ...Rasio jenis kelamin..."

Tanggapan Uenohara juga terputus-putus, dan tidak ada kata-kata lebih lanjut setelah itu.

Aku menekan dahiku ke meja dengan bunyi gedebuk.

"Di sini aku kepikiran kalau kita dapat menggolongkan kelompok tempat dia nongkrong, maka kita dapat menggali lebih dalam. Tetapi... sayangnya, ada terlalu banyak target yang mesti diselidiki..."

Bahkan dengan semua informasi ini, aku tidak dapat sepenuhnya mempersempit kelompok mana yang pertama kali nongkrong dengannya pada hari latihan pemandu sorak. Pertama-tama, mustahil buat menentukan apa itu salah satu kelompok yang nongkrong dengannya selama Pekan Emas, atau apa ada orang lain yang berhubungan dekat dengannya.

Jumlah penelitian yang diperlukan akan sangat banyak kalau aku mesti membahasnya satu per satu.

Meskipun begitu.

"...Tetapi meskipun itu mungkin benar, bukan berarti kita mesti berhenti menyelidiki."

Mustahil aku menyerah.

Pasti masih banyak yang dapat kita lakukan.

"Saat sekolah dibuka kembali, kita juga dapat menggunakan Investigasi Lapangan. Sambil menyertakan investigasi khusus kelompok, kita juga dapat mengerjakan Kiyosato-san... ...Tidak, kita juga tidak dapat mengabaikan Tokiwa, dan ada juga investigasi harian... ...Selama kita tidak tahu apa yang sedang terjadi, aku juga mau terus memantau media sosial... ...S*alan, kayak yang aku duga, tidak ada cukup sumber daya..."

Pikirkan, pikirkan. Pasti masih ada sesuatu yang dapat kita lakukan, sesuatu yang dapat kita rancang.

Mesti ada tempat di mana aku dapat menghemat waktu.

Yang terpenting, kalau aku tidak melakukan yang terbaik yang aku bisa buat menyelidiki...

Aku mungkin akan gagal lagi.

"Nagasaka. Hei, Nagasaka. Apa kamu mendengarkanku?"

"...Ah, apa kamu bilang sesuatu?"

Panggilan teleponnya padaku tiba-tiba menyadarkanku.

Di seberang telepon, Uenohara terdengar agak bingung.

"Kamu tahu tidak? Memang kembali ke awal, sih... apa ini sesuatu yang mesti kita perhatikan dengan seksama?"

"...Apa maksudmu?"

"Pergerakan Mei memang tampak aneh, dan juga tidak pada tempatnya kalau dia tiba-tiba mendekati begitu banyak kelompok yang berbeda. Tetapi kita tidak tahu apa kita bisa sampai pada dasarnya dengan menyelidikinya. Dan kayak yang aku duga, tidak masuk akal buat berpikir bahwa kamu dapat dengan sempurna memahami kecenderungan orang lain, bukan?"

"..."

Itu memang argumen yang masuk akal.

Tetapi itu bukanlah alasan buat menyerah.

Pasti ada sesuatu yang dapat aku lakukan, sesuatu yang belum aku selesaikan sampai tuntas.

"Ada batas buat apa yang dapat kamu pahami dari investigasi. Jadi jangan cuma menyelidiki, ada baiknya secara langsung—"

Kata-kata itu diucapkan dengan santainya, dan mau tidak mau aku merasakan aliran darah ke kepalaku.

"Investigasi ini memang satu-satunya hal yang dapat aku lakukan! Jangan bandingkan aku denganmu yang dapat melakukan segalanya dengan mudah."

Mungkin karena nada suaraku lebih kuat ketimbang yang aku duga, Uenohara menarik napas dan terdiam.

Merasakan hal itu, aku tiba-tiba jadi tenang.

Apa yang aku lakukan, melampiaskannya pada Uenohara...

"Maaf... ...Aku agak berisik tadi."

"...Tidak apa-apa, kok."

Tiba-tiba, kata-kata itu berakhir.

Keheningan di antara kami berlanjut selama beberapa saat, dan cuma terdengar suara dengungan alat elektronik.

"...Hei, Nagasaka."

Setelah suara rambut yang digosok-gosokkan, Uenohara memanggil namaku sambil berbisik.

Lalu, setelah hening beberapa saat, dia diam-diam membuka mulutnya seakan-akan dia ragu-ragu.

"Sejak beberapa hari yang lalu, kamu bertingkah aneh kayak orang yang tertekan dan mudah tersinggung... ...Apa ada sesuatu yang terjadi padamu di masa lalu?"

Jantungku berdegup kencang karena pengejaran yang tiba-tiba.

"Demi argumen, anggap saja tidak ada masalah kalau kamu mau mewujudkan kisah komedi romantis. Tetapi menurutku, obsesimu pada investigasi, yang mestinya cuma menjadi alat buat mencapai tujuanmu, itu memang gila."

"..."

"Dan juga... ...kamu tahu cukup banyak soal metode investigasi dan analisis data. Ini jelas bukan cuma sedikit mencoba-coba."

Dengan cara yang menyelidik, Uenohara menumpuk kata-kata tersebut.

"Paling tidak, Nagasaka, kalau kamu, sesuai dengan kata-katamu sendiri, yaitu seorang cowok SMP A... ...aku yakin kamu tidak akan bisa sampai sejauh ini, dan mustahil kamu akan mencobanya."

"..."

"Apa tidak ada alasan mengapa kamu bisa sampai ke titik ini...?"

Aku tidak dapat menjawabnya dan tenggelam dalam keheningan.

...Uenohara telah menemaniku sejauh ini dan membantuku.

Tetapi anggap saja aku menceritakan semua yang terjadi saat itu.

Apa Uenohara akan tetap memperlakukanku dengan cara yang sama?

"...Tidak. Cuma itu yang bisa aku lakukan. Tidak ada cara lain selain berspesialisasi di bidang itu, jadi aku bekerja keras buat itu. Itu saja."

"...Begitukah?"

Uenohara tanpa emosi menanggapi cuma dengan beberapa patah kata itu.

Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan saat ini. Aku tidak tahu.

"Iya... aku memang tidak terlalu peduli dengan masa lalu. Maksudku, kalau kamu mulai membicarakan masa lalumu, Nagasaka, itu akan jadi sangat buruk. Akan sangat sulit buat mendengarkan itu di tengah malam."

Lalu, Uenohara segera kembali ke kebiasaannya yang biasanya dengan nada acuh tak acuh. Kayaknya dia tidak berniat melanjutkan obrolan ini lebih jauh.

Tubuhku, yang tanpa sadar jadi tegang, jadi rileks. Namun sebagai gantinya, aku dapat merasakan jantungku jadi lebih berat ketimbang sebelumnya.

"...Begini, dari perspektif kisah komedi romantis, bagian narasi masa lalu sangat penting buat membuat kisah jadi lebih menarik. Apa gunanya kalau ajang semacam itu tidak digambarkan secara dramatis?"

"Iya, iya. Oke, tidak ada yang namanya terlalu banyak investigasi, bukan? Mulai besok, aku akan mengurus Investigasi Lapangan. Jadi kamu dapat fokus pada Investigasi Desktop, Nagasaka."

Hah?

"Kamu akan membantuku...?"

"Apa, setelah sekian lama? Kamu sudah memaksakan segala macam hal padaku, bukan?"

Uenohara berusaha membantuku secara alami, dan perasaan bersalah muncul di dalam dirinya.

"Tidak... ...mana mungkin aku dapat membebanimu dengan semua ini."

"Begini, secara fisik mustahil buatmu untuk melakukan semuanya, Nagasaka. Kalau memang mesti dilakukan, akan lebih masuk akal dan efisien kalau membagi tugas dari awal. Apa aku salah?"

Di luar bahasa kasarnya yang biasanya, aku dapat merasakan kekhawatiran Uenohara, dan aku mengertakkan gigiku.

"...Buat saat ini, aku cuma mau kamu melakukan Investigasi Patroli harian. Itu akan membantu menemukan banyak waktu. Bisakah aku mengandalkanmu buat melakukan itu?"

"Hmm, dimengerti."

"Maaf... ...aku berhutang budi padamu."

"Ah, sudah cukup dengan tindakan serius. Itu tidak cocok buatmu, jadi hentikan. Datang ke lingkaran penuh, sebaliknya, itu menjijikkan."

"...Inilah masalahnya dengan para amatir! Datanglah lagi setelah kamu mempelajari kata 'gap moe'!"

Aku memaksa diriku untuk kembali ke alur yang biasa aku lakukan, lalu menampar pipiku buat menenangkan diri.

─Benar juga.

Semua karena sikapku yang setengah hati ini.

Aku akhirnya menyodorkan kenyataan yang tidak perlu pada Uenohara.

TL Note: Jangan lupa berkomentar di kolom Disqus yang sudah disediakan ya sobat LNT. 🙏

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama