Genjitsu de Rabukome Dekinai to Dare ga Kimeta? [LN] - Prolog Jilid 2 - Lintas Ninja Translation

Prolog
Siapa yang Memutuskan Bahwa Kisah Komedi Romantis Dimulai dari Jilid 2?

"Ah, Uenohara!"

Pada hari Minggu pagi. Di bawah langit bulan Mei yang cerah.

Aku memarkir sepeda motorku dan bergegas menghampiri "teman masa kecil"-ku yang sedang berdiri di depan plakat bertuliskan "Perpustakaan Kota Kyougoku."

Saat Uenohara menyadari kedatanganku, dia memasukkan ponsel pintarnya ke dalam tasnya dan berbalik menghadapku.

"Maaf, aku terlambat, aku terjebak macet. Apa kamu sudah menunggu lama?"

"Tidak, tidak juga."

Baca-Rabudame-LN-Prolog-Jilid-2-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

Membalas dengan ekspresi kosong yang sama kayak yang selalu ada di wajahnya, dia menyibakkan rambutnya ke bahunya.

Terlepas dari apa yang dia bilang, dia mungkin tiba paling tidak lima belas menit yang lalu. Saat itulah satu-satunya bus yang dapat dia naiki tiba. Astaga, dasar Tsundere.

"Pasti panas sekali. Mestinya kamu menunggu di dalam. Tulus kayak biasanya, ya?"

"Bukannya akan terlalu sulit buat menemukan satu sama lain kalau aku masuk ke dalam? Kamu pasti akan melihatku kalau aku menunggu di sini. Aku juga tidak mau membuang-buang waktuku."

Dia bilang begitu dengan suara datar. Iya, iya. Terserah apa katamu, Tsundere.

Tiba-tiba ada angin sepoi-sepoi, dan rambutnya berkibar.

Uenohara mengenakan parka tipis di atas kaus sederhana dan tas jinjing besar yang disampirkan di bahunya. Di bawahnya, dia mengenakan celana lebar yang berwarna biru sebiru langit. Persis kayak pakaian yang akan dikenakan seseorang pada hari yang cerah.

"...Yoi. Kamu tampak cantik dengan pakaian itu."

"Pujianmu tidak akan berpengaruh apa-apa padaku, loh."

"Aku cuma bilang apa yang ada di dalam benakku. Kamu pasti sudah tahu kalau saat kamu memberikan pujian, kamu mesti memberikannya dengan benar, bukan?"

"Tentu, apapun katamu."

Sambil menjawab, Uenohara memainkan rambutnya. Tsun — Hadeuh.

Aku mengangkat bahuku, lalu berbalik menghadap ke arah gedung.

"Kalau begitu, mari kita masuk ke dalam. Kita mesti mencari bangku."

"Kalau itu yang kamu khawatirkan, aku sudah memesan ruang pribadi buat kita. Mestinya itu lebih bagus, bukan?"

Dia diam-diam melirik ke arahku, menghindari kontak mata.

"Hmm, aku rasa itu benar... ...Kamu akan merasa lebih nyaman kalau tidak ada yang memperhatikan kita. Aku sih tidak terlalu peduli siapa yang melihat."

"Dasar bodoh. Itu jelas mustahil, bukan?"

Uenohara menggelengkan kepalanya dengan raut wajah enggan. Tidak perlu malu, dasar kamu—

"Oke. Mari kita pergi."

"Iya."

Kami sedang ada di perpustakaan, di hari libur.

Kami berpakaian santai, bukan pakaian kami yang biasanya, dan telah ketemuan satu sama lain tanpa memberi tahu orang lain.

Saat ini cuma ada kami berdua di ruang pribadi...

"Mari kita lanjutkan persiapan kita buat Rencana Perwujudan Kisah Komedi Romantis di Dunia Nyata!"

"Tuh kan? Kamu membuat masalah besar dari hal yang tidak penting. Bukannya itu sebabnya kita mesti memesan ruang pribadi?"

*

Di sebelah timur kota, Perpustakaan Kota Kyougoku merupakan fasilitas dengan nuansa modern. Selama hari libur, perpustakaan ini bukan cuma ramai dikunjungi oleh warga setempat, tetapi juga oleh siswa-siswi yang datang buat belajar mandiri.

Meskipun aku bilang siswa-siswi, tidak ada yang berasal dari SMA kami — SMA Kyougoku Nishi, yang biasa dikenal sebagai Kyou-Nishi. Jaraknya cukup jauh dari sekolah kami. Perpustakaan prefektur yang barusan dibuka di depan stasiun lebih indah dan luas, jadi siswa-siswi kami biasanya pergi ke sana.

Selain itu, kalau kalian mau ketemuan dengan teman, kalian dapat menyewa ruang rapat kecil yang dilengkapi dengan proyektor dan fasilitas lainnya. Aku kadang-kadang menggunakan ruang itu sebagai tempat rapat di hari libur.

Kebetulan, alasan besar lainnya yaitu, tempat ini punya semua bahan yang kami perlukan buat investigasi hari ini.

"Fiuh. Buat saat ini, aku sudah membawa semua yang mereka punya."

Aku menutup pintu di belakangku dan meletakkan bundel Majalah Komunitas Kota Kyougoku di bawah lenganku di atas meja dengan bunyi gedebuk.

Lalu, aku dengan santainya mengambil salah satunya dan membolak-balik halamannya.

"Mestinya ada di suatu tempat di sini... ...Ah. Itu dia."

Setelah membukanya ke halaman yang relevan, aku menunjukkannya pada Uenohara, Dewi Gula yang Jahat, yang sudah mengemil makanan manis.

"...Laporan Kegiatan Kerja Bakti Komunitas Nishiji-ku?"

"Itu benar. Aku kepikiran buat merangkum hasilnya hari ini."

Uenohara menyesap sebungkus susu stroberi, dan dengan suara Ah, menganggukkan kepalanya.

"Aku kurang lebih sudah paham intinya. Jadi, ini merupakan investigasi buat digunakan dalam Kegiatan Kerja Bakti Komunitas berikutnya?"

"Ah, kayak yang diharapkan dari seorang kaki tangan yang terkemuka. Kamu sudah mendapatkan kejadian-kejadian yang penting buat sebuah kisah komedi romantis."

"Aku tidak tahu sama sekali apa yang penting, tetapi itulah satu-satunya ajang yang akan datang."

Sebuah ajang di seluruh sekolah diadakan menjelang akhir bulan Juni setiap tahunnya.

Kegiatan Kerja Bakti Komunitas.

Inti dari ajang ini, kayak namanya, yaitu buat berkontribusi pada komunitas lokal dengan memungut sampah di sekitar Kyou-Nishi. Ini merupakan ajang tahunan yang memakan waktu sepanjang sore di hari masuk sekolah, dan sudah jadi kebiasaan kalau seluruh siswa-siswi akan ikut serta.

"Tetapi tetap saja, kamu akan merasakan perasaan, apa kita benar-benar mesti memotong waktu belajar kita buat hal ini? Belum lagi saat ini sedang musim hujan."

"Itu karena itu satu-satunya waktu saat ada jeda dalam jadwal. Selain itu, kayaknya mereka pura-pura mengaku berkontribusi pada masyarakat; mereka sebenarnya cuma berusaha menyenangkan warga sekitar. Lagipula, kita menyebabkan banyak masalah buat mereka, kayak kebisingan dari ekskul dan pengaturan lalu lintas buat festival budaya sekolah. Lalu, sedikit hujan, sampah, atau kotoran? Kita cuma diminta buat menghadapinya."

"Meskipun menurutku, latar belakangnya jauh lebih kotor."

"Aku yakin ada banyak hal serupa yang terjadi di latar belakang yang memungkinkan Kyou-Nishi jadi sekolah festival. Dari membangun pendukung sampai memanipulasi opini publik, kalau kamu tidak meletakkan dasar-dasarnya, kamu tidak akan dapat mewujudkan kisah komedi romantis."

"Pemahamanku mengenai kisah komedi romantis semakin lama semakin buruk..."

Uenohara meletakkan tangannya di dahinya dan menghela napas.

Kamu tidak terlalu rajin, bukan? Astaga. Cepatlah baca novel ringan yang sudah aku promosikan.

"Tetapi tugasnya tetap memungut sampah, bukan? Apa hubungannya dengan Rencana?"

Uenohara bertanya padaku sambil menyodorkan monaka* mini ke mulutnya. Kayak biasanya, tingkat konsumsinya sangat mengerikan. Sudah berapa banyak yang kamu makan? Untung saja aku beli paket hemat.

(TL Note: Monaka merupakan makanan manis Jepang yang terbuat dari pasta kacang azuki yang diapit di antara dua wafer tipis renyah yang terbuat dari mochi.)

"Itu mungkin benar kalau itu cuma kegiatan kerja bakti biasanya, tetapi ini agak berbeda di Kyou-Nishi. Atas perintah OSIS, yang menyelenggarakan ajang ini, mereka mengubahnya jadi kompetisi antar kelas di mana pemenangnya ditentukan oleh jumlah sampah yang terkumpul."

Kayak sekolah festival pada umumnya, SMA kami suka menambahkan unsur seru-seruan pada setiap ajang. Tanpa terkecuali dengan kegiatan Kerja Bakti Komunitas tahun ini.

"Setiap kelas ditanya terlebih dahulu blok mana yang mau mereka tangani, dan mereka berkompetisi buat melihat seberapa banyak sampah yang dapat mereka kumpulkan dalam batas waktu yang ditentukan. Aku dengar bahwa kelas yang mendapat peringkat pertama akan mendapat hadiah kecil, dan karena ini kayak pemanasan buat Festival Budaya dan Festival Olahraga, biasanya lumayan menarik."

Tidak ada ajang antarkelas kayak gini selama semester pertama. Ini mungkin juga merupakan cara yang bagus buat bersantai.

"Selain itu, tidak perlu dibilang lagi, bahwa Festival Budaya dan Festival Olahraga merupakan ajang penting dalam kisah komedi romantis. Dan karena ada ajang serupa yang terjadi lebih dulu, tidak ada alasan buat tidak memanfaatkannya."

"Hmm... ...jadi maksudmu kamu mau menggunakannya sebagai jalan buat berlatih sebelum yang sebenarnya?"

"Itu benar."

Sambil menganggukkan kepalaku, aku mengalihkan pikiranku ke ajang tersebut.

"Saat kelas bertanding sebagai satu kesatuan demi meraih kemenangan, hal ini memupuk persahabatan dengan Karakter Teman. Lalu ada perkembangan pesat dalam hubungan dengan Sang Heroin Utama! Ini merupakan jalan cerita yang tepat buat kisah komedi romantis!"

"Meskipun menurutku, memungut sampah tidak terlalu bagus buat perkembangan cerita."

"Belum lagi kemungkinan bahwa Sang Heroin Utama, Kiyosato-san, tersandung tumpukan sampah dan hampir terjatuh, mewujudkan momen enak-enak yang beruntung saat kamu menangkapnya. Atau bahkan kemungkinan momen tembus pandang yang beruntung saat dia terhempas ke genangan air!"

"Itu tidak akan terjadi. Dan juga, cara berpikir terburuk yang pernah ada."

"Iya, kayak yang aku duga, kita tidak dapat membuat penguntitnya muncul dan lalu dihajar sampai babak belur kayak dalam beberapa kisah komedi romantis..."

"Ah... ...Kalau begitu, Kouhei, tidak bisakah kita minta kamu saja yang memainkan peran itu?"

"Peranku, sebagai sang protagonis bukan buat jadi seorang penguntit, loh?!"

Kayak yang aku bilang, kita menyelidiki dengan benar dalam batas-batas hukum!

Aku kesal dengan wajah acuh tidak acuh Uenohara saat dia meminum jusnya. Namun, aku menenangkan diri, menganggapnya sebagai kejadian sehari-hari. Kayaknya kami juga sudah terbiasa dengan interaksi kayak gini, oke.

"Uhuk. Pokoknya, demi membuat kompetisi semenarik mungkin, yang terbaik yaitu menjadikannya sebagai pertarungan demi meraih kemenangan. Dalam kasus ajang ini, faktor penentunya yaitu jumlah sampah — Dengan kata lain, semuanya tergantung pada apa kamu dapat mengambil alih blok yang tampak punya banyak sampah atau tidak."

Akan ada perbedaan dalam jumlah sampah antara blok yang berisi fasilitas yang dibersihkan dengan bagus kayak galeri seni dan blok dengan banyak ruang yang dapat digunakan secara bebas kayak taman dan dasar sungai. Tentu saja, yang terakhir yaitu yang mau kalian pilih.

Menurut hasil dari tahun-tahun sebelumnya, blok tepi sungai memang tempat yang paling populer dan selalu jadi pemenang. Tetapi blok barat, yang tidak baik ataupun buruk, tampaknya merupakan area yang tidak populer yang diperlakukan kayak sisa makanan.

"Ah, begitu ya. Jadi itu sebabnya kamu mau menggunakan ini buat mengumpulkan data terlebih dahulu."

Ting-tong, dia mengetuk-ngetuk tumpukan majalah humas setempat.

Kayak yang sudah aku duga, dia memang benar-benar seorang kaki tangan yang luar biasa. Sangat membantu karena dia cepat tanggap.

"Laporan Kegiatan Kerja Bakti dari RT merupakan data yang paling mendekati kondisi sebenarnya. Selain itu, kami juga mengacu pada volume pengumpulan sampah yang diterbitkan di situs web resmi kota, kami akan menghitung Nilai Potensi Sampah dan mencoba mencari tahu blok mana yang terbaik."

"Iya, memang tidak ada yang salah dengan metodologinya, tetapi kamu menganggapnya terlalu serius sampai-sampai itu menjijikkan."

"Bahkan disksimu pun sama kayak biasanya, dasar kamu tsundere."

"Benar-benar menjengkelkan, kok kamu memasang wajah seakan-akan kamu telah memenangkan argumen dengan satu kata."

Uenohara mengernyitkan alis matanya dengan jijik, lalu meneguk sebungkus susu stroberi yang kayaknya dia beli dari mesin penjual otomatis. Namun, susu stroberi dengan manisan wagashi* Jepang? Mari kita pikirkan lagi kombinasinya, oke?

(TL Note: Manisan wagashi merupakan makanan tradisional Jepang yang sering disajikan dengan teh hijau, terutama jenis yang terbuat dari mochi, anko (pasta kacang azuki), dan buah-buahan.)

"Kalau begitu, mari kita mulai. Aku telah mengirimkan lembar data buat input, jadi silakan gunakan ponsel pintarmu buat memasukkan angka-angkanya."

"Itu semua memang bagus dan rapi, tetapi... ...Pertama-tama, apa kamu ada dalam posisi buat mengambil alih blok yang kamu mau?"

"Hmm? Maksudmu bagaimana ada kemungkinan konflik dengan kelas lain?"

Karena ini merupakan sistem yang didasarkan pada preferensi, tentu saja ada kemungkinan tumpang tindih dengan blok yang disukai kelas lainnya. Dalam kasus kayak gitu, pemenangnya ditentukan melalui undian. Dan kalau kalian tidak terpilih, biasanya kalian akan dilimpahkan ke pilihan kedua atau ketiga.

"Kayak yang sudah aku duga, mustahil buat mengontrol undian OSIS. Jadi aku kepikiran buat mengatasinya dengan mengumpulkan informasi soal preferensi kelas lain terlebih dahulu dan memilih tempat yang tidak tumpang tindih."

Itulah alasan lain buat melakukan investigasi jumlah sampah. Ketimbang disesatkan oleh kesan yang tidak jelas, memverifikasi sesuatu berdasarkan angka-angka, ada kemungkinan menemukan sebuah blok yang berlubang di dinding.

Uenohara terdiam sejenak, seakan-akan sedang berpikir, lalu membuka mulutnya.

"Aku rasa ini lebih merupakan masalah apa orang-orang di Kelas X-D akan setuju ataupun tidak. Kalian akan bekerja sebagai sebuah kelas, jadi ada kebutuhan buat membuat keputusan kolektif sebelum mengajukan pilihan kalian, bukan?"

"Ah... ...kamu ada benarnya."

Aku kira itu merupakan kekhawatiran yang sah.

"Kemudian lagi, mayoritas kelas menerima alur kisah komedi romantis. Skenario terburuknya, selama aku membawanya ke pemungutan suara mayoritas, itu akan lolos."

Menilai cuma berdasarkan reaksi terhadap Ajang Pembuatan Teman Masa Kecil Uenohara beberapa hari yang lalu, dan hasil investigasi pada kesan orang-orang padaku, paling tidak aku dapat memperkirakan bahwa mayoritas kemungkinan besar akan setuju denganku.

"Hmm, benarkah begitu?"

Uenohara menjawab, masih tampak gelisah.

Apa ada masalah lain? Ah, apa cuma itu?

"Atau apa kamu khawatir soal pergerakan Kelompok Katsunuma?"

Kelompok Katsunuma, dipimpin oleh Katsunuma Ayumi dengan Bakat Kisah Komedi Romantis E.

Sudah cukup lama sejak aku masuk ke sekolah ini, tetapi aku masih belum membina hubungan yang baik dengan mereka. Bagaimanapun juga, terlalu banyak yang dapat diharapkan saat aku dibenci oleh Katsunuma, tokoh sentral.

Aku telah mencoba menghindari konfrontasi sebisa mungkin. Aku belum pernah diganggu atau disela sejak Ajang terakhir, tetapi fakta bahwa itu merupakan faktor risiko memang masih belum berubah.

"Katsunuma-san...? ...Tidak juga. Eh, iya, aku rasa ada itu juga."

Entah mengapa, Uenohara sempat menyangkalnya, lalu mengoreksi dirinya sendiri, sambil menganggukkan kepalanya.

Hmm?

"Iya, tentu saja ada kemungkinan besar kalau Katsunuma akan menolak, jadi aku setuju kalau kita perlu mengawasinya."

"Hmm..."

"Kelompoknya mungkin memang fraksi terbesar, tetapi meskipun begitu, totalnya cuma sekitar sepuluh orang. Meskipun seluruh anggota kelompoknya akhirnya menentang mosi tersebut, aku rasa itu akan baik-baik saja."

Persetujuan dengan suara bulat yaitu yang terbaik, tetapi dalam praktiknya, hal itu akan jadi tantangan pada tahap saat ini.

Tanpa menjawab, Uenohara menutup mulutnya dan menunduk.

"Pertama-tama, kita tidak tahu bagaimana dia akan bereaksi pada aksi kelompok. Kita bahkan tidak tahu seberapa besar pengaruhnya. Aku rasa tidak ada yang dapat didapatkan dari mengacaukan suasana, tetapi..."

Dia bergumam pada dirinya sendiri, mengangguk-anggukkan kepalanya tanpa henti.

Ah, ini merupakan cara berpikirnya yang serius. Aku memang penasaran dengan apa yang dia pikirkan, tetapi dia mungkin tidak akan memberi tahuku apa-apa kecuali kesimpulannya meskipun aku menanyakannya. Karena dia tidak bilang sesuatu yang secara fundamental salah, aku rasa itu tidak apa-apa...

Bagaimanapun, kayaknya ada beberapa hal yang perlu dikhawatirkan. Aku rasa tidak ada salahnya buat berhati-hati.

"Dimengerti. Bagaimanapun, masih ada waktu sebelum tenggat buat mengirimkan preferensi, jadi aku akan memasukkannya ke dalam agenda buat Pembinaan Wali Kelas berikutnya dan melihat bagaimana hasilnya. Bagaimana menurutmu?"

"Oke, aku rasa itu ide yang bagus."

Dia memberiku anggukan persetujuan yang jelas.

Okelah kalau begitu, itulah rencana kami buat saat ini.

"Kalau begitu, saatnya buat mulai bekerja. Ada juga waktu penyewaan ruang rapat yang mesti dipertimbangkan, jadi mari kita lakukan dengan segera."

"Ah, sebelum itu, aku akan pergi ke toko swalayan buat membeli lebih banyak makanan manis terlebih dahulu."

"Jadi, bahkan paket hemat pun masih belum cukup, ya...?"

*

Hari berikutnya yaitu hari Senin, awal pekan.

Aku tiba di sekolah pada waktu yang sama kayak biasanya dan segera bersiap-siap ke kelas.

Di dalam kelas, aku dapat mendengar suara tawa di mana-mana. Suasana pendiam yang ada di awal tahun ajaran sudah hampir hilang, dan frasa Wali Kelas akhirnya jadi frasa yang lazim.

"Apa kabar, Ketua Kelas."

"Hmm. Hei, Tokiwa."

Setelah tiba di sekolah setelah menyelesaikan latihan paginya, Karakter Sahabat — Tokiwa Eiji — menepuk pundakku dan menyapaku.

"Ah, aku benar-benar lapar. Waktunya sarapan pagi."

"Hei, apa pilihan daging b*bi pagi-pagi begini...?"

Kotak bekal sarapan pagi yang ia bentangkan di bangku sebelahnya terdiri dari irisan daging yang padat dengan telur orak-arik, gaya tamago toji. Tidak masalah kalau kamu menyukai daging, tetapi kamu tidak boleh makan sesuatu yang berat di pagi hari, loh.

"Ini merupakan sisa makanan kemarin! Ibu membawanya ke rumah, lihat?!"

"Ah, itu benar. Kamu bekerja di restoran set menu, bukan?"

Aku dengan cepat mengambil informasi dari Catatan Teman-Teman di otakku dan menjawab. Itu karena topik tersebut muncul sesaat selama Ajang Jalan Memutar (IV) yang terjadi pekan sebelumnya. Tidak ada yang luput dari ingatanku.

"Iya, itu memang benar... ...tetapi kemarin irisan dagingnya tidak datang dari kantor, kami mendapatkan sisa mujin punya saudara kami..."

"Ah...?"

Ngomong-ngomong, istilah mujin mengacu pada pesta minum atau makan yang biasanya diadakan terutama dengan teman dekat atau kolega. Para peserta akan menyisihkan anggaran setiap bulannya. Kalau mereka telah menabung cukup banyak, mereka bahkan dapat melakukan perjalanan bersama. Tampaknya ini merupakan kebiasaan yang unik di daerah kami karena kalian tidak akan mendengar istilah ini digunakan di prefektur lain, di tempat lain.

Tetapi tetap saja, reuni keluarga, ya. Aku merasa bahwa hal semacam itu tidak biasanya di zaman sekarang, tetapi keluarga Tokiwa berasal dari pedesaan, jadi mungkin itu kayak peninggalan masa lalu?

"Iya, bagaimanapun juga, kamu sebaiknya makan dengan segera. Makanan sebanyak itu akan sulit dihabiskan kalau kamu tidak cepat-cepat, bukan begitu?"

"Icyu benyar—"

Sebelum aku selesai bicara, Tokiwa sudah mulai menyuapkan kotak bekalnya ke dalam mulutnya.

"Mau coba juga, Ketua Kelas?"

Dengan begitu, Tokiwa mengambil potongan daging dengan sumpitnya dan mengulurkannya padaku.

"Tidak, terima kasih, tetapi aku menghargai sikapmu. Dan juga, jangan lakukan hal menyuapi Ah itu pada sesama cowok."

"Tunggu, tetapi bukannya kamu mendapat giliran makan di tempat ramen tempo hari?"

"Itu tidak sama. Ada perbedaan besar antara Ah dan berbagi mangkuk yang dibagikan."

Dengar, genrenya itu berbeda. Kalau kamu melakukan hal kayak gitu, kamu akan diganggu oleh cewek-cewek busuk, loh. Mereka akan mulai bilang hal-hal kayak Toki x Naga. Iya, bukan berarti tidak ada yang namanya fujoshi cantik di kelas sungguhan, kelasku!

Melihat Tokiwa dengan senang hati memonyongkan pipinya, mulutku terasa sepi. Jadi, aku memilih permen karet berkafein.

"Maaf, satu buatku juga."

"Ah... ...selamat pagi, Torisawa." 

Orang yang mengusap permen karet dari botolnya saat ia lewat yaitu karakter Cowok Tampan yang Mampu, Torisawa Kakeru.

Karena ia mengucek matanya dengan mengantuk, ia pasti sudah begadang semalaman.

"Kamu begadang sampai pagi lagi hari ini, ya? Bukannya kamu sering melakukannya akhir-akhir ini?"

"Kalau tidak, aku tidak akan datang tepat waktu... aku masih punya dua lagu lagi yang mesti aku tulis."

"Buat penampilan langsung berikutnya, bukan?"

"Ada juga pertunjukan buat ekskul. Mereka memintaku buat tampil setelah lagu baruku jadi viral."

Torisawa menjawab dengan suara cowok tampan yang lesu sambil menguap.

Pekan lalu, Torisawa telah mengunggah video YouTube soal lagu baru yang ia tulis. Ia menulis, menampilkan, dan menyanyikannya sendiri. Video ini diterima dengan baik dan ditonton lebih dari 10.000 kali dalam waktu kurang dari satu hari. Secara kebetulan, kolom komentar dipenuhi dengan kalimat-kalimat satu baris dari cowok-cowok tampan. Sungguh meresahkan, betapa tampak kayak cowok-cowok tampannya kalimat-kalimat itu.

"Pokoknya, tidak usah khawatirkan hal itu. Kalau ada hal lain yang dapat aku bantu, beri tahu aku. Aku akan dengan senang hati membantu mengetikkan skor atau detail lainnya."

"Tentu..."

Torisawa berjalan dengan goyah ke bangkunya.

Hmm, jarang sekali melihatnya tampak begitu lelah. Aku penasaran apa ia terlalu memaksakan diri...

"Aku agak khawatir soal Torifawaa."

"Benar begitu, bukan?"

Mungkin aku mesti memberinya beberapa Minmin Daha* nanti.

(TL Note: Minmin Daha merupakan minuman obat yang digunakan buat mencegah orang yang sibuk agar tidak tertidur.)

Saat aku sedang mempertimbangkan buat melakukan itu...

"Selamat pagi, Nagasaka-kun!"

Sebuah suara terdengar dari belakangku, terdengar jelas kayak lonceng.

Sang Heroin Utama dalam Rencana-ku, Kiyosato Mei, memasuki kelas.

"Selamat pagi, Kiyosato-san."

"Mee-shan. Seyamat Pajji!"

"Selamat pagi, Tokiwa-kun. Kotak bekal yang lezat sekali pagi ini."

Dia memamerkan senyuman bidadarinya kayak biasanya.

"Permen karet, Nagasaka-kun? Apa itu buat membantumu tetap terjaga?"

"Ah, aku cuma mau mengunyahnya setelah melihat kotak bekal punya Tokiwa. Aku tidak punya makanan lain buat dimakan, jadi aku rasa aku akan menggunakan ini buat bertahan."

"Ah-ha-ha, aku paham. Ah, aku punya beberapa biskuit, mau coba?"

"Eh, apa kamu yakin?"

"Iya. Cuma seratus yen masing-masing!"

"Bukannya itu sangat mahal?!"

Namun harganya cukup murah sampai-sampai itu terjangkau, sungguh kejam!

"Aku kehabisan uang saku setelah membeli buku kemarin. Jadi ini merupakan satu-satunya barang mewah yang tersisa buat bulan ini."

"Ah, benarkah? ...Aku rasa membayar Obrolan Super, dengan sedikit uang memang tidak ada salahnya..."

"Ha-ha-ha, cuma bercanda! Tetapi, begini, aku akan menerima berapapun kalau kamu mau menyumbang."

Sambil menyeringai, Kiyosato-san mengaduk-aduk tas sekolahnya.

Mengambil sekotak biskuit dari dalam tasnya, diapun membuka segelnya. Biskuit itu merupakan salah satu biskuit yang dijual dalam kemasan kecil yang masing-masing berisi tiga buah.

"Ini, silakan ambil satu. Aku membelinya dalam perjalanan ke sini, jadi masih segar!"

"Biskuit? Segar? Sebenarnya, ini lebih dari satu potong. Apa kamu yakin?"

"Iya, aku tidak dapat menghabiskan seluruh kotak itu. Aku sudah berencana buat membaginya dengan seseorang sejak awal."

Sambil memiringkan kepalanya sedikit, dia dengan sopan menawarkan kotak itu padaku, yang diletakkan dengan tenang di atas kedua telapak tangannya yang terentang.

Ah, pose kayak karakter 2 Dimensi itu sangat imut... ...Aku menyukainya...

Aku mengucapkan terima kasih, mengambil bungkusan itu, dan segera membukanya.

Kiyosato-san tersenyum padaku sekali lagi, lalu menyimpan kotak itu dan pergi.

Astaga, dia benar-benar seorang Heroin yang alami sepanjang waktu. Selalu tersenyum, dan selalu peduli.

Lebih dari segalanya, sungguh luar biasa bagaimana dia dapat berbicara dengan orang lain tanpa membuat mereka merasa malu. Dan itu belum termasuk bagaimana dia melakukan hal ini buat semua teman sekelasnya.

Sebagai contohnya...

Saat berhadapan dengan cowok-cowok alfa dari kelompok otaku:

"Ah, Kiyosato-san. Selamat pagi!"

"Selamat pagi, Anayama-kun. Ah! Ini, aku akan mengembalikan manga yang aku pinjam darimu kemarin!"

"Yei! Bagaimana menurutmu? Itu merupakan manga pilihan nomor satu buat manga pertarungan baru-baru ini, loh?"

"Iya, itu sangat seru! Pertempuran di neraka itu sangat gila dan membuatku merinding. Aku sangat menyukai karakter dengan kepang."

"Aku benar-benar paham itu! Okelah kalau begitu. Buat lain kali, ada satu lagi dari majalah yang sama yang sangat aku rekomendasikan..."

Saat berhadapan dengan cewek yang kayak pemimpin di ekskul olahraganya:

"Mei. Aku menemukan bola tenis tergeletak di depan ruang ekskul kita. Aku sudah menyuruhmu buat merapikannya dengan benar, bukan?"

"Ah, Izumi! Terima kasih sudah memungutnya! Hmm, mungkin bola itu terjatuh dari keranjang?"

"Tentu saja, pasti ada yang terjatuh kalau kamu menjejalkan semuanya kayak gitu. Kamu memang sangat ceroboh."

"Aku ada di usia di mana kamu mau menyelesaikannya dalam satu kali perjalanan, loh... ...Maksudku, lapangan tenis itu sangat jauh."

"Memangnya berapa usiamu?"

Apabila dia dihadapkan dengan cowok-cowok yang merupakan pencipta suasana hati dalam kelompok genit:

"Ah, Mei-chan! Kamu tampak sangat imut pagi ini!"

"Kamu juga Ide-kun, kamu tampak sangat tampan pagi ini!"

"Tidak, tidak, tidak. Aku masih sama kayak biasanya, bukan? Apa aku benar-benar tampak berbeda?"

"Kamu mengubah gaya rambutmu! Itu tampak bagus, kerja bagus!"

"Mustahil, kamu serius? Luar biasa, mestinya aku tahu kalau Mei-chan akan menyadarinya!"

"Ah-ha-ha, tentu saja aku akan menyadarinya. Kalau kamu perhatikan dengan seksama, kamu bisa langsung tahu!"

Jadi, iya, memang kayak gitu.

Dia satu-satunya orang yang berteman baik dengan semua orang dan dapat berinteraksi secara alami dengan semua teman sekelasnya. Meskipun begitu, dia tidak bersikap sok penting ataupun merendahkan diri, yang membuatnya sangat disukai.

"Mei-chan kayaknya sangat berbaur ke mana pun dia pergi, ya..."

Tokiwa tiba-tiba bergumam sambil meletakkan sumpitnya.

Iya, memang kayak gitulah dia.

Tidak peduli dengan siapapun dia berbicara, tidak peduli di kelompok manapun dia berada, dia sangat cocok melakukan semua itu.

Mungkin itu sebabnya meskipun dia punya kecantikan dan karakteristik yang baik, entah mengapa dia tidak tampak menonjol.

Mungkin karena dia terlalu berbaur di mana saja, tetapi tampaknya kesan Kiyosato-san sendiri sudah semakin tidak jelas tanpa aku sadari.

Kalau aku menggunakan analogi, dia bagaikan udara yang kita tahu itu ada, tetapi biasanya tidak kita sadari.

"Hei, bisakah kamu menyingkir? Senpai."

Tiba-tiba, sebuah suara datang dari sampingku, menusuk telingaku dengan tajam.

Ah, ayolah.

Perkembangan cerita ini benar-benar terasa kayak déjà vu.

"...Hei, Katsunuma. Selamat pagi."

"Cih, apa kamu tidak mendengarku? Aku bilang kalau kamu menghalangi jalanku."

Dia dengan sengaja mendecakkan lidahnya, lalu menyilangkan tangannya dan menatapku dengan kesal.

Rambut pirang panjangnya dengan pengeritingan yang rata. Mekapnya dilakukan dengan sempurna. Seragam sekolahnya yang tidak resmi dan ditata dengan santainya serta cara bicaranya yang tidak berkelas.

Bakat Kisah Komedi Romantis: E. Pertama dalam daftar Orang yang Tidak Cocok, Katsunuma Ayumi pun muncul.

Aku menghela napas.

Kamu agak pendiam akhir-akhir ini, tetapi saat ini kamu kembali cerewet, bukan? Kalau kamu terus mendatangiku dengan waktu kayak gini, aku akan bosan dengan semua pengulangan ini.

"Kamu bilang kalau aku menghalangi, tetapi... ini memang bangkuku."

"Hah? Terus apa? Aku bilang kalau kamu mesti minggir agar aku dapat bicara dengan Eiji."

Iya, kamu itu sangat lancang, bukan?!

"Dengar, aku saja bertanya dengan sopan. Kayak seriusan, ayolah. Dan juga, mengapa aku mesti menggunakan bahasa yang tidak sopan dengan seseorang di kelasku? Menyebalkan sekali."

Aku tidak punya apa-apa selain tsukkomi buatmu, dasar cewek!

Aku sedang memikirkan sesuatu buat menanggapinya yang begitu lancang saat Tokiwa menyela lamunanku dengan raut wajah yang bermasalah.

"Sudah aku bilang Ayumi, itu tidak baik. Kamu tidak boleh bersikap kayak gitu."

"Apa-apaan ini?! Eiji, kamu selalu... ...selalu memihak cowok ini!"

"Kayak yang aku bilang, tidak ada yang namanya teman ataupun lawan. Aku pun sudah bilang begitu padamu kemarin."

"Ah, tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Aku akan mengambil selebaran kayak yang diminta Ibu Guru."

Aku menghela napas sekali lagi dan bangkit dari bangkuku.

Bagaimanapun, dalam situasi ini, apapun yang aku bilang cuma akan berdampak sebaliknya. Tindakan yang paling tidak menyerang yaitu meninggalkan area tersebut.

Katsunuma mendecakkan lidahnya lagi dan lalu dengan keras menjatuhkan diri di atas meja yang barusan aku kosongkan.

Hei. Karena aku sudah bersusah payah menyingkir, paling tidak duduklah di bangku, oke?

"Okelah kalau begitu, Tokiwa, sampai jumpa lagi."

"Buruan pergi sana, dasar ronin s*alan. Kamu itu bau kayak cumi-cumi."

"Cumi-cum...!"

Itu merupakan provokasi terburuk yang pernah ada! Paling tidak buatlah itu masih perawan atau semacamnya, karena itu masih belum memenuhi syarat buat kategori kisah komedi romantis!

Aku menuju pintu keluar ruang kelas sambil merasa agak pusing, sambil penasaran apa Bakat Berbicara-nya mesti turun satu tingkat lagi.

Entah mengapa, hiruk pikuk itu terdengar lebih tenang ketimbang sebelumnya.

*

"Sekarang, aku mau berbicara dengan kalian semua soal Kegiatan Kerja Bakti Komunitas  yang akan datang."

Pada saat Sesi Pembinaan Wali Kelas singkat terakhir hari itu, aku membuat pengumuman dari podium guru.

Wali Kelas kami, Ibu Tooshima, tidak ada di kelas, karena telah menyelesaikan pertemuan akhir hari sebelumnya. Karena itulah, kelas dipenuhi dengan suasana santai.

"Kayak yang mungkin beberapa dari kalian sudah ketahui, ajang ini berbasis di kelas. Hasilnya akan ditentukan oleh jumlah sampah yang terkumpul."

"Ini sama kayak Classroom of the Elite*! Kalau kita kalah, kita dapat dikeluarkan!"

(TL Note: Mungkin ini dimaksudkan sebagai referensi buat seri novel ringan populer Youkoso Jitsuryoku Shijou Shugi no Kyoushitsu e (Classroom of the Elite). Namun makna harfiahnya yaitu sistem supremasi berbasis kemampuan.)

Aku bisa mendengar Ketua Otaku di kelas, Anayama Shun, sedang mendiskusikan pergantian ajang dengan teman-teman otaku sebelahnya dari bangkunya di dekat dinding. Mereka berbicara dengan suara berbisik, tetapi kayaknya mereka menikmatinya.

Yoi, sama sekali bukan suasana yang buruk.

Aku dengan santainya mengambil topik obrolan dan melanjutkan.

"Meskipun begitu, ini semacam kontes santai di mana kelas yang menang akan mendapatkan hadiah kecil dari OSIS, jadi tidak ada hukuman."

"Tidak ada yang namanya kontes santai, loh?"

Kali ini, aku mendengar komentar yang kuat dan beropini dari bangku di dekat jendela. Itu merupakan sosok sentral dari Ekskul Olahraga Atletik, Koizumi Ao-san.

Lalu muncul komentar-komentar yang tersebar dari orang-orang yang bilang hal-hal kayak Koizumi, kamu terlalu pemarah dan Koizumi sendiri tidak menahan diri di mapel Penjasorkes.

Bagus sekali. Mengapa kita tidak mengikuti arus saja?

"Sebenarnya, bukannya memungut sampah itu sangat membosankan? Itu merupakan sesuatu yang dilakukan oleh sekelompok orang tua di RT, bukan?"

Tanggapan berikutnya datang dari seorang yang duduk di tengah ruangan, berbicara dengan nada suara yang santai. Itu merupakan pembuat suasana hati terbesar di antara cowok-cowok yang genit, Ide Masanari.

"Ngomong-ngomong, hadiah pemenang akan diserahkan oleh seorang Senpai super cantik anggota OSIS. Ide, kalau kamu mau, bagaimana kalau jadi Ketua?"

"Eh, kamu serius? Aku memang lupa bilang, tetapi aku selalu tertarik dengan acara kerja bakti."

Sambil menarik-narik poninya yang agak panjang, ia menjawab dengan santainya.

Lalu datanglah ejekan "Sangat jelas kalau kamu mengincar Senpai dan berapa banyak penolakan yang akan terjadi?" dari orang-orang di sekelilingnya.

Yoi. Untungnya ia selalu berpikiran sederhana. Lagipula, karakter kayak gitu punya nilai yang cukup tinggi, buat sebuah kisah komedi romantis. Pasti dapat acungan jempol.

Dengan begini dan begitu, setiap teman sekelas memperluas topik ini dengan teman-teman dekat mereka. Suasana di dalam kelas sangat positif, dan tampaknya tidak ada masalah apa-apa.

Oke, kayaknya ini akan berhasil. Mungkin aku dapat langsung ke intinya.

"Sekarang, kita mesti mengajukan blok pilihan kita ke OSIS. Kayaknya setiap tahun, tim yang mengincar posisi nomor satu biasanya meminta blok di sepanjang dasar sungai."

Kebetulan, dasar sungai juga menerima Nilai Potensi Sampah tertinggi. Aku kira ini berarti rekam jejak tahun-tahun sebelumnya tidak salah.

"Namun, permintaan itu datang dengan persaingan yang cukup ketat, jadi... ...aku rasa kita mesti memilih blok yang secara diam-diam jauh lebih unggul."

Sebagian dari kelas berdengung mendengar kata-kata itu. Heh-heh-heh, mereka terkejut. Bagus.

Karena investigasi awal dengan Uenohara, aku mendapati sebuah blok yang luar biasa dengan Nilai Potensi Sampah yang sangat tinggi meskipun tidak populer, dan di mana ajang tertentu telah dijadwalkan buat diadakan pada hari sebelum kerja bakti. Ini merupakan tempat yang tidak biasanya buat mengadakan ajang semacam itu, dan kayaknya ini merupakan kasus khusus buat tahun ini, jadi kemungkinan seseorang mengetahuinya sebelumnya cukup rendah.

Ini merupakan tempat rahasia yang bukan cuma akan lolos sebagai pilihan pertama, tetapi juga akan cukup bagus buat membuat kita jadi penantang kejuaraan.

"Saat ini, soal blok itu..."

Tetapi, saat aku hendak mengungkapkan hasil investigasi dengan sombongnya...

"Ah. Ini sungguh menyebalkan."

Mendengar suara yang jelas-jelas tidak puas itu, kelas langsung hening.

Mata semua orang secara bersamaan berputar buat fokus pada sang pembicara.

"Sebenarnya, jelaskan padaku mengapa kita mesti dipaksa jadi sukarelawan?"

S*alan.

Jadi, kamu telah memilih buat menyelaku saat ini, bukan begitu, Katsunuma?!

Menyandarkan dagunya pada tangannya, Katsunuma menyilangkan kakinya dan membuat ekspresi tegas.

"Bukannya kamu juga berpikir begitu, Hibiki?"

"Yoi, kayaknya, itu sangat menyebalkan."

Orang yang dengan lesu menanggapi panggilannya yaitu orang yang paling dekat dengan Katsunuma — Hibiki Tamahata.

Lalu, dengan kata-kata itu bertindak sebagai seruan, beberapa orang lain dari seluruh ruangan mengajukan keberatan mereka.

"Mengapa kita tidak dapat membiarkan orang-orang yang mau jadi sukarelawan saja yang pergi?" "Paling-paling, imbalannya cuma sebungkus jus, bukan?" "Berapa bayarannya per jam?" "Jadi, lebih baik kita bekerja paruh waktu saja, ya." "Aku benar-benar tidak mau kotor-kotoran memungut sampah." "Hari ini sangat panas, bagaimana kalau kita terkena sengatan panas?" "Itu dia! Bagaimana kalau kita memilih tempat yang menyediakan karaoke agar kita dapat menghabiskan waktu?" "Ide bagus!"

Tunggu, seluruh kelompok?

Kayak yang sudah aku duga, jumlah suara itu terlalu banyak buat diabaikan. Meskipun ada kegelisahan dalam diriku, aku tetap melanjutkan.

"Eum, kayak Latihan Sorak-Sorai Ouen, ini merupakan ajang sekolah buat semua angkatan dan semua kelas, jadi kalian tidak dapat melewatkannya begitu saja."

"Lalu bagaimana dengan ini? Tidak bisakah kita pergi ke karaoke dan mengambil sampah dari sana? Aku ini jenius, bukan?"

Katsunuma memandang sekeliling kelompok dengan raut wajah yang seakan-akan dia baru saja mendapatkan ide cemerlang.

Setelah dia melakukan ini, mereka semua menyatakan persetujuan mereka secara serempak.

Tentu saja, mengambil sampah dari toko ataupun perumahan pribadi tidak diperbolehkan, karena hal itu bertentangan dengan tujuan ajang. Setiap kelas juga akan diawasi oleh OSIS, dan siapa saja yang ketahuan melakukan hal semacam itu akan langsung didiskualifikasi.

"Tidak, kalau kita melakukan itu, kita akan didiskualifikasi—"

"Ah, kamu sangat menyebalkan! Diam saja, deh dan mereka tidak akan tahu!"

Seakan-akan menghalangi kata-kataku, sebuah suara keras meraung-raung di dalam kelas.N

Udara seakan-akan retak.

Tidak baik. Ini bukanlah suasana hati yang bagus.

Mendapat firasat buruk soal ini, aku menepukkan kedua tanganku dua kali buat menarik perhatian mereka.

"Oke, tenanglah! Bagaimanapun, aku mau kita melakukan pemungutan suara."

Ini bukan lagi waktunya buat ngalor-kidul. Kita mesti memutuskan dan cepat.

Melihat reaksi sampai saat ini, tidak ada seorangpun di luar Kelompok Katsunuma yang secara jelas menentang gagasan itu. Kalau aku dapat mendorongnya dengan suara mayoritas, pasti akan lolos!

"Pertama-tama, mereka yang mendukung memilih blok di mana kita dapat mengincar kemenangan, silakan angkat tangan!"

Tetapi...

"..."

Ruang kelas jadi hening, dan tidak ada seorangpun yang berusaha mengangkat tangan mereka.

Hah? Mengapa?

"Ah, eum..."

Tidak ada respons? Seriusan, tidak ada respons?

Aku melirik ke arah Anayama, tetapi ia cuma meringkuk di bangkunya, melihat ke arah ponsel pintarnya dengan ekspresi yang agak pasrah.

Seakan-akan menyatakan bahwa dia tidak bilang apa-apa dan tidak akan bilang apa-apa.

"Hadeuh... ...Ini sungguh menyebalkan."

Sewaktu aku sedang bingung, bagaimana menghadapi kejadian yang tidak terduga ini, aku mendengar suara dari bangku di dekat jendela.

"Ko-Koizumi-san?"

"Sudah waktunya buat ekskul. Aku tidak keberatan dengan apa saja, jadi silakan putuskan tanpa aku."

Dia berdiri dari bangkunya dengan menenteng tasnya.

Apa? Tunggu, kok bisa jadi kayak gitu?

"Eum, aku mohon tunggu—"

"Sampai jumpa."

Kayaknya tidak tertarik dengan apa yang aku bilang, dan setelah itu, dia berjalan keluar dari ruang kelas.

Seakan-akan menanggapi peringatannya, para anggota ekskul olahraga berdiri satu demi satu. Mereka semua tampak mengembuskan napas dingin, dan antusiasme mereka yang tadinya terpancar, seakan-akan tidak pernah ada.

"Hei... ...Hei, teman-teman, kita masih belum memutuskan..."

"Ayumi luar biasa! Aku sudah tahu kalau berkaraoke akan jauh lebih seru!"

Dengan suara gemerincing, Ide berdiri dari bangkunya dan meninggikan suaranya seakan-akan mau menyemangati.

Ah, ayolah. Inilah masalahnya dengan orang-orang yang bodoh! Jangan terlalu cepat berubah pikiran!

Katsunuma melirik ke arah Ide. Dia punya ekspresi acuh tak acuh di wajahnya.

"Aku cuma bilang yang sudah jelas. Selain itu, suaramu terlalu keras. Itu mengganggu."

"Ah, maafkan aku soal itu..."

Setelah dipotong-potong, Ide mengernyitkan hidungnya dan merosot ke bangkunya dengan semangat yang menurun.

Suasana di kelas benar-benar mengempis, dan cuma Kelompok Katsunuma saja yang masih mengobrol. Anggota kelas yang lain tampaknya sudah kehilangan minat, tampak kayak mau segera pulang.

Tokiwa menatap Katsunuma dengan ekspresi bingung dan bimbang, Torisawa berbaring telungkup di mejanya, menarik dan menghembuskan napas sambil tertidur pulas, dan Kiyosato-san cuma tersenyum canggung.

Tentu saja, ini bukanlah waktunya buat memilih suara terbanyak saat ini.

Ah, s*alan.

Kayak yang sudah aku duga, dunia nyataku... ...tidak akan membiarkanku menampilkan kisah komedi romantis dengan mudahnya.

TL Note: Jangan lupa berkomentar di kolom Disqus yang sudah disediakan ya sobat LNT. 🙏

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama