Genjitsu de Rabukome Dekinai to Dare ga Kimeta? [LN] - Jilid 1 Bab 1 - Lintas Ninja Translation

Bab 1
Siapa yang Memutuskan Kalau Para Karakter Akan Menjadi Teman Baik Sejak Awal?

Pagi hari setelah membuat kontrak dengan Uenohara.

Aku membuka pintu ruang kelas dan melangkah masuk. Saat itu masih dua puluh menit sebelum bel masuk, tetapi sudah cukup banyak orang yang hadir.

...Dan di situlah aku menemukan seseorang yang tidak biasa buat saat ini.

"Selamat pagi, Tokiwa."

"Ah, selamat pagi, Ketua Kelas."

Aku menyapanya dengan nada santai, dan ia menjawab dengan suara yang lebih pelan dan santai.

"Kamu datang lebih awal hari ini. Apa yang terjadi dengan latihan pagi yang biasanya?"

Bahkan di antara ekskul-ekskul yang berorientasi pada cabang olahraga lainnya, Ekskul Bola Basket tempat Tokiwa bernaung punya rutinitas latihan yang intens. Biasanya, latihan pagi mereka berlangsung sampai bel hampir berbunyi.

"Ah... ...pagi ini ada hal yang terjadi. Mereka sedang mempersiapkan rapat umum siswa-siswi atau semacamnya, jadi kami tidak bisa menggunakan gelanggang olahraga."

Karena itulah, Tokiwa mulai melahap kotak bekal yang sudah setengah dimakan di atas mejanya. Sebenarnya, ini bukanlah sarapannya, melainkan kotak bekal khusus untuk mengganjal perut setelah latihan pagi.

"Bagaimanapun, itulah makanya kami menyelesaikannya setelah cuma joging saja. Terapi karena itulah, latihan sepulang sekolah hari ini akan jadi dua kali lebih sulit..."

"Hahaha."

Tokiwa mengeluarkan tawa kering. Tubuh kekarnya tampak menyusut. Aku merasa agak kasihan padanya.

"Haha, aku turut berduka cita. Ah, begitu, jadi rapat umum siswa-siswi hari ini."

Aku bicara begitu seakan-akan aku baru saja mengingatnya, tetapi tentu saja, aku sudah tahu soal itu. Pertama-tama, alasan mengapa pintu atap tidak dikunci kemarin yaitu karena mereka memindahkan barang-barang untuk rapat.

Tokiwa berhenti menyantap kotak bekal-nya dan dengan lantang meneguk air dari botol plastik berukuran 2 liter. Mhm, perilaku yang sangat cocok dan sesuai dengan karakter Ekskul Olahraga.

"Pwah. Apa ada makna dari mengadakan rapat umum siswa-siswi?"

Dengan "Hmm," Tokiwa memiringkan kepalanya dengan nada gelisah.

Hmm, aku penasaran. Bagaimanapun, itu merupakan sesuatu yang menurutku cukup menarik. Kayak menentukan kekuatan relatif yang dimiliki oleh masing-masing ekskul dari alokasi anggaran, atau menebak rincian pengeluaran yang tidak tercatat di rekening khusus, atau melakukan perbandingan visual terhadap data masa lalu untuk melihat apa mungkin untuk mengurangi pemborosan. Namun, mungkin bilang semua itu dengan lantang akan agak berisiko.

Saat ini kami masih tidak lebih dari "teman sekelas yang duduk di bangku yang sama," dan kalau disalahartikan, hal ini dapat jadi penghalang buat hubungan kami di masa mendatang.

Dengan mempertimbangkan data pribadi yang dipelajari, sanggahan ringan mestinya punya kemungkinan kurang dari 20% untuk memberinya kesan buruk, tetapi saat ini, aku mesti membatasi diriku pada reaksi kategorikal umum, cuma buat titik amannya.

"Iya, begitulah keadaannya, jadi mau bagaimana lagi. Yang lebih penting lagi, bukannya ada baiknya kamu menghabiskan makananmu?"

Tokiwa menjawab "Dimengerti" dengan suara riang, lalu melanjutkan makan kotak bekal-nya.

─ Teman sekelasku dan teman sebangku di sebelah kiriku, Tokiwa Eiji.

Kelas X-D, siswa nomor absen 18, dan anggota Ekskul Bola Basket. Lahir pada tanggal 9 Juli, dan dulu bersekolah di SMP Kyougoku Shiritsu Shinonami.

Bertinggi badan 176 sentimeter, berambut hitam pendek, dengan tubuh tegap khas Ekskul Olahraga. Ia punya tipe atlet, wajah yang bersih, dan dalam arti kata yang luas, termasuk dalam kategori "cowok tampan". Punya kepribadian yang tulus dan lembut, ia merupakan tipe cowok yang agak angkuh, mudah diajak bicara, dan disukai.

Orang yang bersangkutan bilang kalau ia tidak terlalu jago dalam bidang akademis, tetapi ia punya potensi yang tinggi, mengingat ia terdaftar di salah satu SMA terbaik di prefektur ini ─ yaitu, SMA persiapan kami, SMA Kyougoku Nishi.

Dengan menggabungkan kepribadiannya dan fakta bahwa ia merupakan seorang anggota Ekskul Bola Basket yang sangat dikagumi, ia merupakan sosok sentral di kelas di antara tipe Ekskul Olahraga. Meskipun begitu, karena ia bukan tipe cowok yang secara proaktif mengambil peran kepemimpinan, jadi, kalau aku mesti bilang, maka, ia lebih berperan sebagai seorang "maskot".

Ia bahkan populer di kalangan cewek-cewek dan pernah menjalin beberapa hubungan di masa lalu. Tetapi kayaknya, tidak ada satu pun yang bertahan lama dan berakhir dengan penolakan. Mengenai penyebabnya, tidak ada informasi yang tersedia, dan perlu penyelidikan lebih lanjut. Saat ini masih lajang.

Peringkat Bakat: Bakat Visual B. Bakat Kompetensi Dasar B. Bakat Kepribadian A. Bakat Perilaku A. Bakat Berbicara A.

Evaluasi Bakat Kisah Komedi Romantis-nya saat ini: A. Ia merupakan calon kuat buat "Karakter Sahabat."

Akhir kutipan dari "Catatan Teman-Teman".

Sambil mengingat informasi dasar yang telah aku hafal, aku merenungkan bagaimana cara berinteraksi dengannya.

Tokiwa memang sangat cocok buat posisi "Karakter Sahabat". Ia punya gabungan yang solid dari kualitas yang diperlukan buat posisi tersebut, kayak jadi pencipta suasana hati, mendukung karakter utama dalam situasi penting, dan sesekali saling bicara satu sama lain dengan kepalan tangannya.

Selain itu, ia merupakan cowok SMA yang polos dan alim, jadi ia punya bakat yang tinggi buat memicu ajang yang agak seksi atau tipe bab layanan penggemar.

Cuma dengan punya satu karakter yang berotak dan berkepala dingin, kisah ini jadi semakin dalam. Dapat dibilang, keberadaan yang memberikan cita rasa pada sup. Aku sangat menyukai karakter tipe pelawak kayak gitu ─ atau begitulah yang dapat aku banggakan, tetapi memang benar, kalau dari segi spesifikasi biasa, karakterku jauh lebih rendah.

Bagaimanapun, ia merupakan salah satu orang penting yang mau aku bawa ke dalam "Rencana" tanpa gagal. Aku mau secara proaktif meningkatkan pemikatku dan mengurangi jarak di antara kami.

Saat aku sedang asyik mengobrol, mengeluarkan topik dari stok bahan obrolan lawan Tokiwa, aku mendengar suara lirih dari atas kepalaku.

"Yo."

Ini juga merupakan cowok yang tidak biasa ada di sekolah pada jam-jam kayak gini.

"Selamat pagi, Torisawa. Apa kamu datang ke sini dari latihan band lagi?"

Aku memanggil Torisawa, yang hendak melanjutkan perjalanannya melewati kami, dan menyinggung masalah itu. Berdasarkan kecenderungan di masa lalu, membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan band, mestinya punya peluang 60% buat mendapatkan respons.

"Iya... langsung ke sini setelah bermain sepanjang malam. Ketimbang pulang ke rumah, lebih baik tidur di sekolah."

Torisawa berhenti sejenak dan menjawab, melihat ke arahku cuma dengan matanya. Saat ia melakukan itu, kotak gitar usang di punggungnya mengeluarkan suara denting.

Bagus sekali. Upaya komunikasi itu berhasil.

─ Juga teman sekelasku, Torisawa Kakeru.

Siswa nomor absen 20, dan anggota Ekskul Musik Ringan. Lahir pada tanggal 16 Oktober, dan dulu bersekolah di SMP Kyougoku Shiritsu Hokutou.

Dengan tinggi badan 180 sentimeter, rambut yang dikeriting secara alami dan tungkai yang panjang dan ramping, memberikan kontribusi pada bentuk tubuh yang bagaikan seorang model. Dengan mata yang lesu dan sayu serta suara yang rendah dan menarik jadi ciri khasnya, ia merupakan tipe "cowok yang sangat tampan" yang menjadi anggota band. Meskipun terkadang ia mengenakan kacamata secara pribadi, kacamata itu cuma untuk fesyen, dan ia punya penglihatan 20/10.

Musik merupakan pekerjaan hidupnya, dan ia juga bekerja keras di luar ekskul, tampil di luar sekolah dengan sebuah band rok dan kadang-kadang melakukan pertunjukan siaran langsung di internet. Dalam kedua kasus tersebut, ia berperan sebagai vokalis gitar. Kayaknya, akhir-akhir ini, ia juga mencoba membuat komposisi. Pada pandangan pertama, ia tampak sebagai cowok yang santai dan sembrono, tetapi ia merupakan tipe orang yang cerdas, tenang, dan pintar. Meskipun ia tidak menghabiskan banyak waktu untuk belajar, namun nilainya termasuk dalam 20 besar.

Tidak perlu dikatakan lagi, ia sangat populer di kalangan cewek-cewek, dan beberapa di antaranya telah mendekatinya. Namun, orang yang bersangkutan cuma menghindari mereka tanpa ragu-ragu. Ada informasi yang bilang kalau itu karena ia punya pacar di sekolah lain, tetapi karena saat ini itu tidak lebih dari sekadar rumor, maka perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Paling tidak, yang pasti, tidak ada cewek di sekolah ini yang dekat dengannya.

Meskipun ia sering bertindak sendiri di kelas, ketimbang jadi penyendiri yang membenci keramaian, ia diduga sebagai seseorang yang tidak peduli dengan posisinya dalam kelompok. Baik atau buruk, ia merupakan seorang yang berjiwa bebas yang berjalan di jalurnya sendiri.

Peringkat Bakat: Bakat Visual B. Bakat Kompetensi Dasar A. Bakat Kepribadian B. Bakat Perilaku B. Bakat Berbicara B.

Evaluasi Bakat Kisah Komedi Romantis-nya saat ini: B. Ia merupakan calon kuat buat "Karakter Cowok Tampan yang Mampu."

Akhir kutipan dari "Catatan Teman-Teman."

Torisawa punya watak sebagai karakter pendukung yang mumpuni dan sangat cocok untuk peran yang mengencangkan kisah, terkadang memberikan petunjuk yang berfungsi buat memandu sang protagonis, atau membuat komentar tajam yang langsung menuju ke inti permasalahan.

Meskipun ada dalam posisi mandiri di kelas kami, tanpa afiliasi kelompok tertentu, ia sudah jadi pemandangan yang menarik buat dilihat dua pekan setelah dimulainya sekolah, dan sesekali petunjuknya yang akurat punya pengaruh yang cukup untuk membuat siapapun mendengarkan dengan seksama.

Selain itu, karena karakter semacam itu menunjukkan perilaku kayak cowok tampan yang bahkan membuat cowok-cowok pingsan dengan teriakan, "Keren sekali! Gendong aku!", aku telah menetapkannya sebagai "Karakter Cowok Tampan yang Mampu", dan percaya padanya.

Tentu saja, ia merupakan seseorang yang mau sekali aku ajak dalam rencanaku, tetapi kepribadiannya yang berjiwa bebas membuatnya sulit buat mengetahui caranya akan berubah, jadi aku mau memperdalam persahabatan kami dan mendapatkan lebih banyak informasi soalnya terlebih dahulu.

Namun, jarang sekali melihat mereka berdua hadir bersama pada saat kayak gini, di mana bel pulang sekolah belum berbunyi.

Mereka berdua selalu datang ke sekolah pada menit-menit terakhir, dan sepulang sekolah mereka punya kegiatan ekskul, sampai-sampai kesempatan buat meningkatkan pemikatku sangat sedikit.

Aku sudah kepikiran untuk segera mengadakan semacam "Ajang", jadi ini merupakan kesempatan yang sempurna buat membangun pijakan!

Iya, sekarang, apa aman membicarakan soal ekskul secara mendasar, atau mestikah aku meluaskan obrolan dari sudut hobi dan kehidupan pribadi?

...Hmm, aku penasaran apa yang mesti aku lakukan di sini.

"Hah? Eiji, bukannya kamu datang lebih awal hari ini?"

Sementara aku ragu-ragu dengan pilihannya, suara seorang cewek kasar datang dari belakangku. S*alan, kamu juga ada di sini?

Cih. Aku mendecakkan lidahku dalam hati dan cuma mengalihkan pandangan ke arah suara itu.

"Ah, Ayumi, selamat pagi!"

Disapa kayak gitu oleh Tokiwa, pemilik suara itu mendekatinya dengan mata berbentuk kacang kenari sambil mengerutkan kening.

"Wah, ini jarang terjadi. Apa yang terjadi dengan ekskulmu? Citramu berubah jadi pemalas? Itu lucu sekali!"

"Hmm? Itu mustahil, loh?"

"Hei, jangan bicara sambil makan! Makananmu bisa beterbangan ke mana-mana!"

Orang yang bilang "Euh, ini menyebalkan" atau semacamnya tetapi tidak tampak membencinya merupakan orang yang paling tidak cocok dalam daftar "Orang yang Tidak Cocok" versi "Rencana Proyekku".

─ Katsunuma Ayumi.

Siswi nomor absen 8. Ekskul Pulang Pergi. Lahir pada tanggal 2 Desember. Dulu bersekolah di SMP yang sama dengan Tokiwa, dan juga satu kelas.

Ciri-cirinya yaitu rambut pirang panjangnya yang dikeriting, mata kecil berbentuk kacang kenari, dan mekap wajah yang agak tebal, memberinya jenis visual "gyaru".

Memanfaatkan sepenuhnya peraturan sekolah yang longgar buat merias wajahnya dengan sempurna, sekilas dia tampak kayak seorang cewek cantik yang tegas, tetapi wajah alaminya diperkirakan berkulit putih dan tidak terlalu bagus atau jelek. Dia ada di urutan ke-19 dalam "Peringkat Cewek Kelas Sepuluh yang Imut di Kyou-Nishi", di mana Uenohara ada di urutan ke-7, tetapi itu merupakan evaluasi dengan mekap.

Baik atau buruk, karakternya jujur dan keras kepala, serta kata-kata dan sikapnya kurang anggun. Dia tidak takut buat menceritakan lelucon jorok, dan dia lebih mirip dengan anak nakal di pedesaan ketimbang "gyaru" lainnya. Dia cenderung melewatkan mata pelajaran Penjasorkes karena menganggapnya sebagai "hal yang menyebalkan". Bahkan selama mata pelajaran lain, dia akan memainkan ponselnya secara diam-diam atau mengobrol dengan teman di dekatnya, jadi dia bukan tipe orang yang aktif.

Tepat setelah masuk ke SMA ini, dia mengumpulkan sekelompok cewek dengan tipe yang sama dan sekarang bahkan menambahkan cowok-cowok pemangsa cewek ke dalam lingkaran itu, membentuk kelompok terbesar di kelasku. Dia menunjukkan keberadaan yang kuat dengan jadi pemimpin kelompok itu. Dia relatif toleran pada teman-temannya, tetapi memusuhi orang lain, dan cenderung membuat perbedaan yang jelas antara teman dan musuh.

Peringkat Bakat: Bakat Visual C. Bakat Kompetensi Dasar E. Bakat Kepribadian E. Bakat Perilaku E. Bakat Berbicara E.

Evaluasi Bakat Kisah Komedi Romantis-nya saat ini: E. Peringkat pertama dalam daftar "Orang yang Tidak Cocok".

Akhir kutipan dari "Catatan Teman-Teman".

Katsunuma merupakan tokoh anti-kisah komedi  romantis terkemuka di kelas kami, dan kami sering berselisih satu sama lain. Sebagian karena pada dasarnya dia tidak punya kepribadian yang cocok, pada awalnya, tetapi juga karena kebijakannya merupakan supremasi kelompokku, sampai-sampai situasi di mana aku diserang dengan berbagai cara, sering terjadi.

Khususnya, Tokiwa yang berasal dari SMP yang sama tampaknya jadi seseorang yang mau dia pertahankan dalam kelompoknya, dan saat aku melakukan obrolan dengannya kayak gini, ada kemungkinan besar, lebih dari 70% kemungkinan dia menghalangi.

Kalau dia cuma sekadar seorang "gyaru," maka akan ada cara buatnya buat bertahan sebagai posisi "Ratu". Tetapi unsur positif kayak punya kepribadian keibuan atau punya titik lemah buat para otaku tidak ada, jadi dia cuma "Karakter Pengganggu".

"Selamat pagi, Katsunuma. Bukannya kamu juga datang lebih awal hari ini?"

Aku mencoba yang terbaik untuk berbicara dengannya dengan sikap genit. Hanya saja, karena saat aku mengadopsi sikap cowok yang sedikit jutek dengan tipe ini, aku diremehkan, dasar kamu.

"Hah? Aku tidak punya urusan denganmu, Nagaoka."

Membuat wajah kayak melihat kecoa, Katsunuma berbicara dengan rasa jijik di depan matanya. Aku yakin dia sudah tahu namaku, tetapi dia berusaha keras untuk salah menyebutnya untuk menekankan ketidaktertarikannya padaku. Sungguh menyedihkan.

"Namaku Nagasaka, Nagasaka. Paling tidak ingatlah aku sebagai Ketua Kelas di sini, oke?"

"Payah. Begini, jangan bicara denganku begitu santainya, itu menjijikkan."

Tuh lihat? Lihatlah reaksi kandungan garam 100% itu. Ini juga bukan tsundere atau semacamnya, karena ini merupakan penolakan yang agak kaku.

"Cukup cukup, tenanglah kalian berdua. Begini, Ayumi, aku akan memberikanmu tamagoyakiku. Itu kesukaanmu, kan?"

Sementara aku dalam hati kehilangan keberanian karena serangan verbal langsung itu, Tokiwa menawarkan telur gulung dengan suara yang menenangkan.

"Hei, itu baru setengah dimakan, Eiji! Tidak-ah, mustahil."

Katsunuma langsung mengubah sikapnya dan terkekeh sambil tertawa.

Astaga, perbedaan suhunya cukup ekstrem. Apa tidak terlalu banyak perbedaan perlakuan yang kamu sukai dan tidak kamu sukai?

Kayaknya Katsunuma berniat untuk terus bercakap-cakap dengan Tokiwa. Karena dia benar-benar pergi dan memposisikan tubuhnya di antara aku dan Tokiwa, secara fisik tidak ada ruang buatku buat ikut campur.

Sungguh orang yang merepotkan, pikirku.

"Selamat pagi!"

Sebuah suara yang jelas kayak lonceng terdengar dari belakangku, menyita perhatianku.

─ Ah, aku sudah tahu siapa orangnya tanpa melihat.

Kemungkinan besar, itu merupakan "Doi".

Baca-RabuDame-Jilid-1-Bab-1-Bahasa-Indonesia-

"Ah, Mei-chan, selamat pagi! Kamu juga cantik hari ini, s*alan!"

Tampak bersemangat, Tokiwa bilang begitu dengan suara yang satu nada lebih keras ketimbang biasanya. Lalu suara sepatu dalam ruangan yang ringan perlahan-lahan menghampiri kami.

"Selamat pagi, Tokiwa-kun. Meskipun kamu menyanjungku, itu tidak akan membuatmu senang, loh?"

Tidak terganggu oleh kata-kata pujian Tokiwa, dia dengan lancar menjawab dengan suara berseri-seri.

"Dan selamat pagi juga buatmu, Ayumi. Hari ini kamu datang lebih awal ketimbang biasanya, bukan?"

"...Aku cuma mengikuti keadaan orang tuaku."

Tampak agak gentar, Katsunuma berpaling saat menjawab. Sambil menghela napas, "Doi" meletakkan tangan ke mulutnya dan menjawab.

"Maaf, maaf. Apa aku mengganggu obrolan kalian? Kalian berdua benar-benar rukun, bukan?"

"Itu tidak benar-benar... ah, Hibiki~. Begini, aku sudah mencoba krim tangan itu, dan..."

Dengan itu, setelah melihat salah satu anggota kelompoknya datang, Katsunuma buru-buru pergi.

"Ah, jarang sekali kamu ada di sini, Torisawa. Langsung dari band? Kamu pasti bekerja keras setiap hari."

"Tidak juga. Lagipula, apa yang membawamu kemari pagi-pagi begini?"

"Ahaha, aku cuma datang ke sekolah kayak biasanya, loh. Lagipula, aku tidak ada latihan pagi atau semacamnya."

"Ah, begitu."

Menjawab dengan menguap, Torisawa menuju ke arah mejanya dengan wajah tidak tertarik.

Doi mengangkat bahunya dan tersenyum kecut.

"Ah, ia kelihatannya sangat mengantuk... mungkin kita mesti membiarkannya beristirahat?"

"Ah, kalau begitu Mei-chan, bicaralah denganku sebentar!"

"Hmm? Itu tidak masalah buatku, tetapi apa tidak masalah buatmu untuk tidak makan, Tokiwa? Tidak ada banyak waktu sebelum bel berbunyi, loh?"

"Ah, hmm, kalau begitu aku akan menelannya dengan cepat!"

"Ah, tetapi makan terlalu cepat tidak bagus buat kesehatanmu! Kamu itu ace dari Ekskul Bola Basket berikutnya, jadi kamu mesti jaga tubuhmu dengan baik!"

"Ba-Baik sekali! Kalau begitu, aku akan meluangkan waktuku buat menelannya dengan cepat!"

Bilang begini, Tokiwa mulai menelan kotak bekal-nya dengan perlahan.

Doi, cewek yang duduk di sebelah kananku. Rambut hitam yang halus. Senyumannya yang bersinar bagaikan bidadari. Ciri khasnya, tahi lalat di bawah mata kanannya. Di antara semua orang yang pernah aku temui sebelumnya, doi merupakan orang yang paling alamiah jadi personifikasi heroin utama dalam kisah komedi romantis.

Setelah mengatur napas, aku menatapnya, dan dengan sekejap, kami bertatapan. Matanya yang besar dan cerah berkedip sekali. Lalu, dia perlahan membuka mulutnya.

"Selamat pagi, Nagasaka-kun!"

"Selamat pagi. Kiyosato-san."

Kiyosato Mei.

Doi merupakan gebetan asli dari "Ajang Pengakuan Cinta". Serta sosok paling penting dalam "Rencana Proyek"-ku ─ "Tokoh Utama".

"Bangun pagi kayak biasanya, Nagasaka-kun. Mengesankan buat seseorang yang datang dengan kereta api."

Dia duduk di bangkunya dan menatapku dengan mata yang terangkat. Sebuah gerakan yang cenderung tampak licik di dunia nyata, tetapi karena kecantikannya yang fiksi, dia tampak sangat cocok dengan itu sampai-sampai aku akan memberikan persetujuan dengan alasan bahwa dia merupakan karakter 2 Dimensi. Aku tertawa, karena sadar bahwa aku memberikan kesan yang menyegarkan.

"Haha, bukan kayak gitu. Aku selalu jadi orang yang suka bangun pagi, jadi aku terbiasa bangun pagi."

"Eh... ...Sedangkan aku, aku lemah di pagi hari. Aku berharap dapat membuka pintu kamarku dan sudah berada di dalam ruang kelas!"

"Kalau begitu, bukannya kamu tidak akan dapat pindah ke ruangan lain?"

"Ah, itu benar. Kalau begitu, di tempat yang tidak berbahaya, pintu kamar ayahku!"

"Kalau begitu, bukannya ayahmu akan datang ke sekolah setiap pagi?"

"Hmm, aku mesti menyampaikannya. Kayaknya dunia ini tidak begitu baik..."

Kiyosato-san berbicara dengan cara yang ringan, beralih dari satu ekspresi ke ekspresi berikutnya. Tidak ada keraguan dalam cara bicaranya. Dia berbicara sesuai keinginannya, dan dengan cara yang alami.

"...Ah, benar. Aku membawa beberapa novel yang direkomendasikan yang aku bicarakan terakhir kali. Karena aku melewatkan kesempatan untuk memberikannya padamu... ...kemarin."

"Eh, benarkah?! Terima kasih, aku sudah menantikannya!"

"...Ini dia! Ah, aku tahu kamu bilang kamu tidak baca novel misteri, tetapi aku sudah menyertakan salah satu yang menurutku pasti menarik, jadi silakan mencobanya!"

"Ah, kayak yang diharapkan dari "Perpustakaan Manusia." Aku percaya pada penilaianmu!"

"Begitu lagi... ...Aku ini normal, loh, normal. Ah, biaya sewanya 300 yen per hari, oke!"

"Jadi kamu itu karyawan TSUTAYA*!"

(TL Note: Jaringan toko penyewaan video dan toko buku di seluruh Jepang dan Taiwan yang dioperasikan oleh perusahaan Culture Convenience Club Company, Limited.)

Aku menepuk dahiku. Melihat reaksiku, Kiyosato-san meletakkan tangan ke mulutnya dan tertawa kecil.

"Kamu benar-benar punya reaksi yang dramatis, Nagasaka-kun... ...Benar sekali, bagaimana kalau kita mencoba membentuk kombo dan melakukan manzai*? Kayak meoto-manzai atau semacamnya?"

(TL Note: Manzai merupakan jenis komedi stand up tradisional Jepang yang menampilkan seorang pria yang lurus, yang dikenal sebagai "tsukkomi", dan seorang cowok yang lucu, yang dikenal sebagai "boke", yang saling bertukar lelucon dengan kecepatan tinggi. Formatnya sering dibandingkan dengan rutinitas Abbot dan Costello, duo komedi Hollywood yang populer di tahun 1940-an.)

"Hmm? A-Apa kamu tahu maknanya?"

"Kira-kira begitu? Itu merupakan rutinitas komedi manzai kayak pasangan suami-istri, bukan?"

"I-Iya."

"Itu saja, kita bercerai!"

"Kombinasi sudah dibatalkan?!"

Kefasihan bicara teatrikal semacam ini meluap-luap dengan komedi. Ini bukan sesuatu yang dikembangkan melalui latihan, kayak yang aku lakukan, melainkan, daya bicara yang benar-benar alami.

Ah, betapa serunya. Ini dia. Ini merupakan jenis realitas interaksi kisah komedi romantis yang mau aku jalani.

Ting tong ting tong.

Namun tanpa ampun, suara lonceng elektronik membawaku kembali ke realitas sehari-hari.

"Ah, itu bunyi bel. Aku cuma akan keluar sebentar buat membeli minuman, oke!"

Akhirnya, dengan senyuman manisnya yang khas, dia melambaikan tangannya dan berdiri. Aroma bunga sakura menari-nari lembut mengikuti gerakannya, menggelitik hidungku.

Sepanjang perjalanan singkat menuju lorong, sambil bilang, "Anayama-kun, aku mohon pinjamkan aku jilid berikutnya dari manga itu, ya?" "Izumi, getah pinusnya sudah mulai lepas, jadi aku membuangnya di dalam kelas!" "Kamu juga terlihat cantik hari ini, Ide-kun!" dan seterusnya, Kiyosato-san berjalan keluar kelas sambil menaburkan beberapa kata ramah dan senyuman pada teman-teman sekelas yang lain.

"Cewek itu benar-benar bagaikan bidadari, ya... Lucu, energik, dan baik hati..."

"...Iya, dia memang begitu."

Dengan ekspresi melamun, Tokiwa menyuarakan persetujuannya.

─ Aku sudah tahu kalau doi memang sangat diperlukan dalam "Rencana"-ku.

Aku mungkin telah gagal kemarin... tetapi aku tidak akan menyerah cuma karena begitu saja. Jadi dengan tekad yang baru, aku mengeluarkan ponsel pintarku dan mengirim pesan ke "Kaki Tangan" yang baru aku daftarkan.

*

"...Jadi, aku datang karena kamu mau bicara secepatnya. Ada apa hari ini?"

Sepulang sekolah hari itu, di restoran hamburger yang sama dengan hari sebelumnya ─ selanjutnya, Ruang Konferensi "M" ─ aku mengadakan pertemuan tatap muka dengan Uenohara.

Karena masih terlalu dini untuk makan malam, tidak banyak pelanggan yang datang saat itu. Paling-paling, ada siswa-siswi dari sekolah lain yang sedang belajar, atau pekerja kantoran dengan dokumen-dokumen yang berserakan di atas meja, mempersiapkan rapat. Dengan cara ini, kami mungkin tidak perlu khawatir akan tampak oleh orang lain.

Aku duduk di bangku yang sama kayak kemarin, mempersiapkan tablet komputer yang aku bawa. Adapun Uenohara yang telah tiba lebih awal, dia sedang memilih M*Fl*rry dengan wajah acuh tidak acuh yang sama kayak biasanya. Bagian atas nampannya juga masih dipenuhi dengan rasa manis.

"...Aku sudah penasaran soal ini, tetapi tidak peduli seberapa besar kamu menyukai makanan manis, bukannya mestinya itu ada batasnya? Kamu bisa menambah berat badan, loh?"

"Aku itu tipe orang yang tidak akan bertambah gemuk, tidak peduli seberapa banyak yang aku makan. Bentuk tubuhku tidak berubah sejak kelas 6 SD."

"Ah... ...bagaimana aku bilangnya ya... ...aku turut berduka cita."

"Itu pelecehan seksual. Sangat jelas tampak di mana kamu melihat."

"Aku bicara soal tinggi badanmu, tinggi badanmu!"

Hampir saja. Tanpa sadar aku menatap ke arah dadanya.

"Ehem. Pokoknya, untuk memulai semuanya. Ini merupakan dokumen yang kita bahas hari ini."

Aku menepis tatapan dingin Uenohara dengan batuk, lalu mengeluarkan sebuah buklet setebal delapan halaman.

"Ngomong-ngomong, aku akan mengambil ini kembali setelah sesi hari ini. Data aslinya diunggah ke cloud, jadi silakan telusuri itu kalau kamu mau melihat lebih jauh. Aku akan mengirimkan kata sandinya ke ponsel pintarmu nanti."

"...Apa kisah komedi romantis biasanya dimulai dengan tugas kayak gini?"

"Kamu yang di sana, kita akan memulai rapat serius. Kalau ada yang mau aku sampaikan, angkat tanganmu. Kamu boleh bicara padaku kalau ditunjuk."

Sambil menyodorkan dokumen-dokumen itu pada Uenohara, yang tampak sudah tidak sabar, aku melanjutkan penjelasan.

"Pertama-tama, tujuan utama dari "Proyek"-ku, "Rencana Mewujudkan Kisah Komedi Romantis di Kehidupan Nyata", yaitu untuk menciptakan kisah komedi romantis dalam kehidupan nyata, kayak namanya. Kayak yang aku bilang kemarin soal definisi kisah komedi romantis, ini bukan cuma soal cinta-cintaan dengan cewek-cewek cantik, tetapi lebih pada jalur yang lebih luas dari sinetron mencari jati diri."

Misalnya, karya besar di mana seekor cewek harimau kecil dan sang protagonis rumah tangga dengan penampilan yang garang menjalani kehidupan SMA di puncak masa remaja dengan teman-teman sekelas mereka yang bersemangat, atau di sepanjang karya legendaris di mana protagonis yang kesepian dan tercela mencari hubungan yang benar-benar terhubung secara emosional dan istimewa. Sungguh, aku telah menangis ratusan kali pada adegan "Festival Malam Natal" dan gemetaran ribuan kali pada adegan di mana pikiran-pikiran yang sebenarnya diungkapkan pada kedua heroin itu. Aku tidak akan mengizinkan pendapat lain.*

(TL Note: Referensi dari kisah LN ToraDora, yang nantinya dapat kalian baca di Rewards Trakteer Lintas Ninja Translation melalui tautan berikut.)

Selain itu, beberapa orang memperlakukan kisah komedi romantis arustama sebagai tipe harem cewek cantik atau tipe kasmaran yang manis, tetapi karena produksi massal heroin yang unik dengan berbagai ciri khas dan kebutuhan untuk melampaui hukum fisika dan hukum pada saat-saat tertentu, aku dengan berlinang air mata telah menyerah pada jalan itu. Yang aku mau cuma hidup bersama dengan mantan pacar, atau makan malam yang disiapkan oleh cewek cantik di sebelah rumah...

"Jadi, aktivitas utamanya yaitu mengendalikan orang atau lingkungan sedemikian rupa agar ini jadi kisah semacam itu. Yang berarti melakukan hal-hal kayak mengumpulkan berbagai informasi, atau secara proaktif membuat ajang terjadi. Apa kamu mengikuti sejauh ini?"

Dengan dokumen di satu tangan, Uenohara mengangguk. Paling tidak dia tampak membacanya dengan serius.

Aku melanjutkan penjelasanku.

"Rencana ini dibagi jadi beberapa tahap, tergantung pada keadaan kemajuannya. Saat ini, ini merupakan tahap pertama ─ tahap pemilihan pemeran. Tujuannya yaitu untuk menemukan "pemeran" yang akan jadi pusat perhatian di masa mendatang, dan membangun hubungan yang akan memungkinkan terbentuknya sebuah kisah komedi romantis."

Ada banyak kasus akhir-akhir ini di mana ada kemistri yang baik dengan heroin utama, sebagai permulaan, atau ada karakter sahabat yang dapat diandalkan. Dalam hal karya yang banyak dibahas, mudah untuk memahami kisah di mana seorang idola sekolah yang terang dan teman masa kecil yang gelap yang penuh perhatian, mereka menyukai sang protagonis karena suatu alasan, atau di mana adik cewek yang menjengkelkan dari teman dan sepupu yang jutek perlakuannya, sekali lagi, menyukai tokoh utama... Sebenarnya, bukannya karakter utama terlalu banyak disukai? Aku sangat cemburu, s*alan.

(TL Note: Ini referensi dari LN ImoUza, yang nantinya bisa kalian baca di Lintas Ninja Translation, melalui tautan berikut ini.)

Aku menyesal bilang begini, dan aku benar-benar menyesal bilang begini, tetapi aku tidak punya siapa-siapa yang akan bersekutu denganku sejak awal. Selain itu, rumahku sangat terpencil sampai-sampai untuk sampai ke sekolah mesti melewati gunung. Aku tidak tinggal di daerah yang sama kayak yang aku lakukan sampai SMP, jadi aku tidak punya satu kenalan pun, dan buat hubunganku, aku benar-benar memulai dari awal.

Di sini, Uenohara mengangkat tangannya. Sungguh tidak terduga patuh.

"Lanjutkan, Uenohara-san."

"Nagasaka, kayak yang aku duga, kamu tidak punya teman, bukan?"

"...Apa kamu sedang ngajak aku berantem? Dan juga ada apa dengan 'kayak yang aku duga'?"

"Kamu tidak perlu 'berakting' atau bilang sesuatu yang menjijikkan. Tidak bisakah kamu berteman dengan santai sambil mewujudkan kisah komedi romantis?"

Aku menghela napas panjang. Orang-orang amatir yang berpikiran dangkal memang meresahkan.

"Begini, apa kamu pikir kamu bisa tanpa syarat mewujudkan kisah komedi romantis dengan semua temanmu? Gunakan akal sehatmu, akal sehatmu!"

"...Aku tidak mau diberi tahu oleh orang nomor satu yang tidak punya akal sehat."

"Kalau kamu tidak memahaminya dalam istilah kisah komedi romantis, maka cobalah menggantinya dengan yang lain. Apa teman yang kamu kenal secara kebetulan sama tampannya dan berkarakter kayak pemeran dalam sinetron? Apa kamu pikir kamu bisa punya hubungan cinta yang besar, kayak manga shoujo dengan mereka semua? Dan juga... ...anggap saja sang calon heroin itu sebenarnya punya hubungan rahasia dengan seorang cowok. Apa yang akan kamu lakukan kalau masalah kayak gitu muncul?"

"...Iya, kalau dipikir-pikir. Pertama-tama, Nagasaka, visualmu tidak terlalu bagus."

Kamu benar-benar ngajak aku berantem, bukan? Itulah kebenaran jadi aku tidak akan bilang apa-apa, tetapi aku rasa kamu dapat sedikit lebih perhatian, oke?

"Begini, buat kisah komedi romantis, ada yang namanya bakat. Ini berbeda buat pemeran pembantu atau figuran, tetapi kalau kamu tidak memilih dengan cermat orang-orang yang akan jadi pusat dari segala sesuatunya, tidak ada yang tahu bagaimana ceritanya akan berubah."

Tentu saja, kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu dalam novel ringan ataupun manga, tetapi pada kehidupan nyata, masih ada orang-orang dengan genre yang berbeda. Yang aku mau aku bilang di sini yaitu, dengan orang-orang kayak mereka yang bilang "Berbicara kayak gitu dalam kehidupan nyata merupakan hal yang sangat menjengkelkan" soal cara sang protagonis berbicara, atau "Bukannya agak payah buat jadi sangat serius soal sesuatu kayak gini?" soal upaya untuk membuat festival budaya sekolah jadi lebih menarik, atau "Ketimbang itu, kamu mesti belajar atau kamu akan kesulitan di masa depan, loh?" saat kamu menyusun rencana perjalanan, apa aku akan benar-benar dapat menikmati kisah mencari jati diri di sekolah?

"Dan, seandainya pun tidak begitu, tidak ada satu pun orang di sekelilingku yang punya ciri khas karakter templat. Tidak peduli bagaimana kamu melihatnya, bukannya itu kejam?"

"Eh, bukannya tidak seru punya seorang teman masa kecil? Biasanya kamu akan membencinya kalau ada seseorang yang mengetahui masa lalumu."

Uenohara agak mengerutkan keningnya saat dia berbicara.

"Ah, inilah mengapa aku tidak tahan dengan orang-orang yang bilang kalau teman masa kecil itu kalah atau cuma menghalangi saja! Kayaknya kamu tidak paham nilai simbolis dari kehidupan sehari-hari di mana kamu bangun di pagi hari dan mendapati mereka sedang makan di ruang tamu dengan wajah polos, atau betapa mengagumkan dan sungguh-sungguhnya mereka menjaga kado yang pernah kamu berikan pada mereka dengan aman selama bertahun-tahun, atau kesetiaan yang tidak ternilai saat aku diganggu oleh ketua anak itu, mereka bilang "Aku akan melindungi Kouhei-kun!" sambil gemetaran, berusaha sekuat tenaga untuk membelaku! Ah, aku benar-benar tidak tahan dengan keadaan saat ini..."

"Eh, mengapa kamu tiba-tiba mulai mengoceh...?"

"Begini, teman masa kecil itu orang luar yang paling dekat, orang yang paling banyak menghabiskan waktu di dalam hidupmu selain keluarga. S*alan, apa kamu benar-benar akan menyangkal keberadaan yang istimewa itu, bagaimana pun kamu melihatnya, ya?"

"Tidak, oke... Kalau itu yang kamu maksud, maka aku bisa paham... mungkin?"

Mungkin dikuasai oleh kata-kataku yang berasal dari jiwa, Uenohara tampak mundur saat dia menjawab.

S*alan, makanya aku menemukan orang yang tidak tahu apa-apa begitu... ...Sangat mengganggu betapa tidak terdidiknya mereka soal ciri khas karakter.

"Pokoknya. Lingkungan sekitarku itu gurun yang tandus dengan karakter-karakter dari kisah komedi romantis, jadi mesti lebih berhati-hati dalam memilih pemeran."

Uenohara menghela napas, dan setelah melipat tangannya, dia melanjutkan.

"Tetapi dalam hal ini... ...mesti memeriksa bakat teman itu... ...Ah, aku paham, jadi itu dia. Jadi, di sinilah letak pentingnya hal itu."

Seakan-akan telah memikirkan sesuatu, Uenohara mengangkat sebuah jari di tengah-tengah ucapannya.

"Kamu menangkapnya dengan baik. Iya, itulah alasan dari 'Catatan Teman-Teman'."

"Catatan Teman-Teman"-ku bukan cuma sekadar basis data informasi pribadi. Ini juga merupakan alat analisis untuk memilih pemeran.

Aku meminta Uenohara untuk melihat dokumen yang aku serahkan.

"Ada bagian yang berisi kutipan informasi pribadi para calon kuat. Apa kamu melihat bagian yang berlabel "Peringkat Bakat"?"

"Yang ada nilai A dan B-nya?"

"Itu dia. Peringkat tersebut dibagi jadi lima kategori, kayak kepribadian dan kecenderungan perilaku, dengan skala E sampai A. Peringkat keseluruhan yang menggabungkan semua itu yaitu "Bakat Kisah Komedi Romantis." Kalau seseorang punya nilai B atau lebih, maka mereka memenuhi syarat untuk jadi karakter kisah komedi romantis, kurang-lebih."

Kebetulan, Uenohara terdaftar sebagai peringkat C. Visualnya bagus, tetapi semua kategori lainnya biasa saja, jadi dia masih ada di ranah yang bisa diterima atau tidak bisa diterima.

Aku menyesap minumanku sebelum melanjutkan.

"Namun, mungkin di sinilah aku mesti bilang kalau Kyou-Nishi memang mengesankan... ada lebih banyak siswa-siswi yang berprestasi ketimbang yang aku bayangkan. Di kelasku saja, ada sekitar tiga puluh persen yang menunjukkan potensi. Senang rasanya sekolah ini sesuai dengan reputasinya."

SMA Kyougoku Nishi ─ biasa disebut Kyou-Nishi. Ini merupakan sekolah tradisional yang dibuka sebagai sekolah khusus putri pada Zaman Meiji. Setelah berubah jadi sekolah umum di era Showa, sekolah ini juga terkenal sebagai sekolah persiapan, dan saat ini membanggakan beberapa prestasi akademis terbaik di prefektur ini.

Di saat yang sama, Kyou-Nishi juga terkenal sebagai sekolah festival.

Alasannya, sekolah ini punya budaya sekolah yang bebas dan terbuka yang menghargai otonomi siswa-siswi, dengan OSIS yang selalu aktif. Secara khusus, mereka berusaha keras untuk mengadakan ajang sekolah, dan hari festival budaya sekolah yang terbuka untuk umum menarik banyak pengunjung.

Dalam kasusku, ada kebutuhan untuk menyeberangi gunung untuk sampai ke sini... tetapi tidak ada sekolah lain dengan lingkungan yang lebih bagus, dan aku memutuskan bahwa aku mesti masuk ke sini meskipun itu agak sulit.

"Hah, kayaknya ada yang namanya peringkat S?"

Begitu kata Uenohara, yang membolak-balik halaman dokumen. Itu mungkin halamannya.

"Peringkat-S merupakan peringkat khusus yang ditetapkan cuma untuk para heroin. Orang-orang yang dievaluasi jadi peringkat A yang memenuhi "persyaratan heroin" akan jadi orang-orang yang mendapatkannya."

"Hmm... jadi, bagaimana evaluasi ini dilakukan? Mustahil diputuskan secara acak, bukan?"

"Tentu saja. Ini agak mendetail, jadi aku tidak memasukkannya ke dalam dokumen tersebut, tetapi kriteria perhitungannya kayak gini."

Aku memunculkan dokumen itu di layar tabletku, lalu memutarnya buat menunjukkan padanya.

Uenohara mulai membacanya sambil mengunyah pai apel... ...atau begitulah menurutku, tetapi tiba-tiba, mulutnya berhenti bergerak, dan matanya jadi semakin tajam. Lalu, dia bergumam dengan sikap tertegun.

"...Apa semua ini? Ada banyak rumus yang tertulis di sini."

"Tentu saja, itu karena aku menanganinya dengan benar secara numerik. Kalau kamu melakukan ini, kamu mesti melakukannya dengan cara yang bermakna."

"Pengujian hipotesis? Tingkat signifikansi?"

"Ah, oke, kamu tidak perlu khawatir dengan hal-hal yang mendetail itu. Kalau kamu dapat menganggapnya sebagai cara untuk mengukur dan mengurutkan berbagai kumpulan data, dari sudut pandang operasi praktis tidak ada masalah."

Lagipula, semua itu tidak akan masuk akal kalau kamu tidak mempelajari bidang ini pada tingkat teknis.

"Pokoknya, mengenai orang-orang yang tercantum dari halaman dua dan seterusnya... hah, apa ada sesuatu?"

Aku hendak melanjutkan tetapi menyadari kalau Uenohara masih terdiam di posisi yang sama kayak sebelumnya.

"...Hei. Apa ada sumber yang kamu gunakan buat semua ini?"

Uenohara berbicara dengan nada suara yang sangat serius. Buat sesaat, aku tidak yakin bagaimana menjawabnya, tetapi aku memutuskan kalau ini bukanlah sesuatu yang mesti disembunyikan dan dengan cepat menjawabnya.

"Tidak, itu semua asli."

"Mustahil, bukan? Semua ini? Kamu buat sendiri?"

"Iya, aku mendapat bantuan buat sebagian, tetapi selain itu, aku melakukan yang terbaik untuk membaca apa yang perlu aku baca."

Ini benar-benar kebenarannya. Tidak ada satu pun dari semua itu yang merupakan kebohongan.

"Hmm..."

Dengan ekspresinya yang masih tanpa emosi, Uenohara menatap mataku. Mata pucat itu kayaknya dapat melihat ke dalam isi hatiku, dan aku secara tidak sengaja menciut. Matanya ini, matanya sangat menakutkan.

"Aku mohon jangan menatapku dengan mata penuh gairah itu. Aku bisa jatuh cinta, loh."

"Bahkan buat sebuah lelucon, itu terlalu menjijikkan."

"Euh, kayakaku duga, bertindak tangguh tidak berhasil buatku..."

Kayaknya, kalimat semacam itu cuma berhasil kalau aku itu ikemen bernama Chitose* yang alim dalam tubuh, jiwa dan narasi. Aku tahu kalau sikap protagonis otaku tertentu lebih cocok buatku, tetapi aku mau mendekati dunia keilahian, sedikit saja...

(TL Note: Referensi untuk protagonis utama dari seri novel ringan berjudul Chitose-kun wa Ramune Bin no Naka.)

Ehem. Setelah batuk untuk menutupinya, aku mengambil kembali tablet komputer.

"...Kayaknya kita teralihkan. Tidak peduli seberapa sedikit siswa-siswi yang ada di tempat ini, menetap terlalu lama akan meningkatkan risiko terungkap. Mari kita kembali ke topik utama."

Meskipun cuma berjarak lima belas menit berjalan kaki dari sekolah kami, "Ruang Konferensi M" ini terletak di lokasi yang sulit ditemukan di luar jalan utama. Kemungkinan untuk bertemu dengan seorang kenalan memang kecil, tetapi ada baiknya tetap waspada mengenai isi rapat.

Uenohara memejamkan matanya, menarik napas dalam-dalam, dan mulai mengunyah pai apel lagi. Diam-diam aku menghela napas lega dan melanjutkan.

"Jadi. Calon utama yang akan ditangkap saat ini yaitu tiga orang yang sudah aku cantumkan dalam dokumen. Mereka semua ada di kelasku."

Langsung saja, targetnya yaitu "Heroin Utama" Kiyosato-san, "Karakter Sahabat" Tokiwa, dan "Karakter Cowok Tampan yang Mampu" Torisawa.

Ada juga beberapa calon utama di kelas lain, dan suatu hari nanti aku mau memperluas cakupannya sampai mencakup seluruh sekolah, termasuk para senpai dan para kouhai. Tetapi prioritasnya yaitu untuk mendapatkan tempat di angkatanku.

Uenohara bergumam sambil terkejut.

"Jadi ada dua orang cowok dan seorang cewek. Dan di sini aku kira akan lebih banyak ceweknya."

"Berhentilah jadi orang bodoh, mustahil semudah itu untuk mendapatkan nilai S. Aku tidak akan ada dalam masalah ini kalau ada banyak cewek di kelas yang sama. Berpikirlah secara rasional... ...secara rasional."

"Hasutan itu benar-benar membuatku jengkel."

Menatapku dengan penuh cela, Uenohara selesai memakan pai apelnya dan menyeka mulutnya dengan serbet kertas yang ada di atas meja.

"Jadi, cewek inilah target dari surat cinta yang kamu kirimkan kemarin?"

"Itu benar. Aku benar-benar mau menyeretnya ke dalam hal ini. Makanya aku bahkan mengkoordinasikan kelas mana yang akan ditugaskan padaku."

"...Seriusan?"

Di sekolah kami, kelas secara kasar ditentukan oleh nilai ujian masuk dan aspirasi jalur karier.

Ini agak bervariasi tergantung pada jumlah siswa-siswi yang terdaftar pada tahun itu dan preferensi mereka, tetapi biasanya diatur sedemikian rupa sampai-sampai kelas A hingga D untuk humaniora dan kelas E hingga H untuk sains, Di mana kelas D dan H diperuntukkan buat siswa-siswi yang mau masuk ke universitas swasta "shiritsu-daigaku" (dikenal sebagai kelas shiri) dan kelas A dan E merupakan kelas dengan kemampuan tinggi untuk siswa-siswi yang mau masuk ke universitas negeri atau publik "kokkouritsu" yang sulit (dikenal sebagai kelas E, yang tampaknya merupakan singkatan dari kelas atama ii).

Mengetahui apa yang terjadi dalam hal itu, berdasarkan informasi yang aku peroleh dalam penyelidikan pra-masuk, aku telah menyatakan keinginanku untuk masuk ke kelas humaniora ditambah universitas swasta, jadi Kelas X-D yang kemungkinan besar akan diambil oleh Kiyosato-san.

"Jadi, kamu mengarang jalur kariermu cuma untuk berada di kelas yang sama dengan cewek yang kamu mau... ...apa kamu akan baik-baik saja saat mengikuti ujian masuk universitas?"

"Dalam skenario terburuk, aku bisa belajar dengan sangat keras sendirian dan mungkin akan berhasil dengan baik. Ketimbang begitu, akan jauh lebih bermanfaat untuk meningkatkan titik kontak dengannya."

Dengan berada di kelas yang sama, pasti akan ada lebih banyak kontak. Karena aku jarang sekali mengalami ajang kenaikan peringkat kesukaan yang tidak disengaja, maka, lingkungan kayak gitu merupakan sesuatu yang mau aku dapatkan, meskipun itu berarti agak ceroboh.

"...Jadi dia merupakan seseorang yang mau kamu wujudkan sejauh itu?"

Penasaran, Uenohara mengalihkan pandangannya pada dokumen-dokumen itu dan mulai membaca dengan seksama.

Itu benar. Cewek cantik 2 Dimensi di kehidupan nyata yang mau aku dekati dengan cara apapun.

Itulah Kiyosato Mei, "Heroin Utama."

*
Kiyosato Mei. Kelas X-D, siswi nomor absen 10. Anggota Ekskul Tenis. Lahir pada tanggal 2 April. Sebelumnya bersekolah di SMP Akagara yang terletak di luar prefektur. Sekolah ini merupakan gabungan SMP dan SMA, namun karena pekerjaan orang tuanya, dia pindah ke Kota Kyougoku saat masuk SMA. Saat ini, dia pergi ke sekolah dari rumah orang tuanya di bagian timur laut kota.

Tinggi badannya mencapai 160 sentimeter. Rambutnya yang hitam halus ditata jadi bob sebahu dan sering diikat ke belakang jadi satu simpul saat berolahraga, kayak saat ekskul.

Mata besar, bulu mata panjang, dan tahi lalat di bawah mata kanannya. Hidung dan mulutnya kecil, dan semua bagian wajahnya tertata rapi. Selain itu, dia punya bentuk tubuh yang bagus, dengan anggota tubuh yang fleksibel dan perkembangan yang membuatnya sulit untuk membayangkan kalau dia merupakan seorang siswi kelas sepuluh SMA, yang membuatnya menempati posisi pertama dalam peringkat "cewek-cewek kelas sepuluh yang imut" Kyou-Nishi dan "cewek-cewek kelas sepuluh Kyou-Nishi yang mau aku pacari" dengan skor dua kali lipat dari runner-up.

Penampilannya dewasa dan bertipe Yamato nadeshiko, tetapi kepribadiannya ceria dan lincah, dan dia merupakan karakter bidadari tipe genki yang baik hati pada semua orang. Dia itu ceria dan punya banyak kosakata obrolan, yang memungkinkannya untuk melakukan obrolan bergaya kisah komedi romantis dalam sekejap mata.

Sebagai anggota Ekskul Tenis sejak SMP, dia telah berpengalaman berkompetisi di Kejuaraan Nasional Tunggal. Nilai-nilai mata pelajaran Bahasa Jepangnya termasuk yang terbaik, dan dia menduduki peringkat kelima di angkatan dalam bidang humaniora.

Tidak ada batasan untuk kepopulerannya di kalangan cowok-cowok, dan para penggemarnya muncul satu demi satu, tidak hanya di antara siswa-siswi kelas sepuluh, tetapi juga para senpai. Pengalaman masa lalunya dengan lawan jenis tidak jelas, tetapi tampaknya tidak ada seorang pun yang secara terbuka berhubungan dengannya. Paling tidak, ada bukti yang pasti bahwa saat ini, setelah memasuki SMA, dia tidak punya pacar.

Dia bersahabat dengan teman-teman sekelasnya, tetapi tidak termasuk dalam kelompok tertentu. Meskipun diajak untuk pergi bersama mereka ke suatu tempat, dia akan menolaknya dengan alasan ekskul, dan tidak ada catatan kalau dia pernah pergi ke suatu tempat dengan siapapun. Bahkan di dalam ekskulnya, tidak ada tanda-tanda bahwa dia punya hubungan yang baik dengan seseorang, dan saat ini, baik atau buruk, dia membangun hubungan antarmanusia yang biasa-biasa saja.

Membaca merupakan hobinya, dan genre favoritnya yaitu novel misteri dan non-fiksi. Di sisi lain, rupanya, dia belum pernah membaca novel hiburan, novel romansa, ataupun novel ringan.

Di rumah, dia merupakan orang yang suka mengenakan piyama, dan dia itu tipe orang yang suka mandi sebelum makan malam. Buat pasta gigi, dia suka rasa hijau mentol. Punya kulit yang kering, kekhawatirannya baru-baru ini yaitu jari-jarinya yang kasar setelah kegiatan di eksul. Dia secara teratur menggunakan casing tipe saku untuk ponsel pintarnya, dan tas mekap wajahnya selalu menyediakan pelembab bibir, deodoran, dan krim tangan.

Peringkat Bakat: Bakat Visual A. Bakat Kompetensi Dasar A. Bakat Kepribadian A. Bakat Perilaku A. Bakat Berbicara A.

Evaluasi "Bakat Kisah Komedi Romantis" saat ini ─ Posisi S. "Heroin Utama" dikonfirmasi.

Akhir kutipan dari Catatan Teman-Teman.

"...Ini cukup mengesankan."

Uenohara bergumam sambil menyipitkan matanya. Kebetulan, semua yang ada di halaman ketiga dan seterusnya merupakan informasi yang berkaitan dengan "doi."

"Aku tahu, bukan? Dia sudah memenuhi syarat jadi 'Heroin Utama 2 Dimensi,' bukan?"

"Iya, cewek ini juga merupakan satu hal, tetapi jumlah informasi dan isi penelitian ini yang tidak ada habisnya, sungguh gila."

"Sebenarnya, aku pun mau menindaklanjuti setiap detail dari masa SMP-nya. Tetapi, kayak yang kamu duga, ada batasan untuk apa yang dapat dilakukan buat hal-hal di luar prefektur..."

"Kalaupun sebanyak ini masih terlalu sedikit, lalu akan seberapa jauh...?"

Uenohara menggelengkan kepalanya sambil memegangi dahinya. Hmm, itu merupakan pose yang sering kalian lihat dalam iklan obat sakit kepala.

(TL Note: Pancen Oye!)

"Sebenarnya, kok kamu bisa mengenalnya? Dia berasal dari luar prefektur. Kamu bilang kamu sudah memastikan untuk bergabung dengan kelas yang sama dengannya, tetapi itu mustahil kalau kamu belum mengenalnya sebelum masuk ke sini, bukan?"

"Itu benar, pertama kali aku memperhatikannya saat ujian masuk. Tahukah kamu, bagaimana ruangan di pusat ujian biasanya dibagi berdasarkan wilayah? Minoritas yang berasal dari luar prefektur atau dari SMP yang jauh dikelompokkan di ruang kelas yang sama."

Namun, bangku kami ada di sudut yang berlawanan dan berjauhan, jadi aku tidak dapat berbicara dengannya.

"Dan tahukah kamu, saat dia muncul di ruang kelas, dia tampak sangat tidak pada tempatnya, dan suasananya kayak, 'Hah, apa ini tempat untuk audisi idola? Semua orang mendongak dari belajar untuk menatapnya."

"...Itu benar. Mengingat levelnya yang kayak gitu, bukan hal yang aneh kalau hal itu terjadi."

"Hmm. Hah, apa kamu sudah mengenalnya?"

"Belum, aku cuma melihat sekilas dari kejauhan. Aku membaca ini dan nama serta penampilannya cocok."

Uenohara mengetuk-ngetuk dokumen di tangannya. 

"Selain itu, ada rumor soal dia di kelasku juga. Sesuatu soal adanya seorang cewek cantik yang luar biasa di kelas X-D."

"Kayak yang aku duga, bahkan peringkat 7 di angkatan kita juga berpikir begitu?"

"Dia tampak kayak seseorang yang mestinya dibandingkan dengan selebriti ketimbang orang biasa. Dan juga, lain kali kalau kamu menyebutkan 'peringkat 7' lagi, aku akan melaporkanmu."

Setelah itu, dia menunjukkan padaku layar ponsel pintarnya, yang menampilkan frasa "panggilan darurat" di sana!

Aku takut kalau dia akan benar-benar melakukannya, jadi aku diam. Uenohara menyesap susu kocoknya dan melanjutkan.

"Ah ya, jadi maksudmu, kamu memutuskan untuk menjadikannya 'Heroin' karena dia sangat cantik?"

"Bukan, cuma punya visual yang bagus saja tidak cukup untuk jadi 'Heroin Berperingkat S'. Yang lebih penting yaitu perilaku dan kepribadiannya. Dalam hal ini, dia menunjukkan potensinya pada saat ujian masuk."

"Potensi?"

Mengingat kembali kejadian pada waktu itu, aku memutuskan untuk menceritakan kisahnya dari awal hingga akhir.

"Itu terjadi tepat sepuluh menit sebelum ujian berakhir... ...Cewek yang duduk di sebelah Kiyosato-san mulai menggunakan penghapusnya dengan cepat dan penuh semangat. Aku rasa dia mungkin membuat kesalahan di kolom jawaban atau semacamnya. Dan lalu, dia bergerak terlalu cepat dan menjatuhkan penghapusnya."

Dia tampak agak kebingungan, jadi, dia pasti salah memperhitungkan, seberapa besar tenaga yang mesti digunakan. Penghapusnya terus menggelinding setelah jatuh dan tampaknya sudah cukup jauh.

"Cewek itu tampak gelisah. Yang perlu dia lakukan cuma memberi tahu salah satu penguji yang sedang berpatroli, tetapi dia tetap saja duduk tanpa daya di sana."

Akhir ujian sudah semakin dekat, dan dalam skenario terburuk, dia bisa saja gagal. Aku tahu bagaimana rasanya kalau pikiranmu kosong.

"Pada saat itu, Kiyosato-san mengambil tindakan. Dia mengeluarkan penghapus cadangannya, dan setelah mengerjakannya sebentar, memberikannya pada cewek itu. Setelah menerimanya, cewek itu menundukkan kepala beberapa kali dan segera kembali ke ujiannya."

Kayaknya, setelah itu, sang cewek dapat fokus dan berhasil menuliskan seluruh jawaban yang tersisa sebelum waktunya habis.

Aku penasaran dengan perubahan dramatis setelah diberikan penghapus itu, jadi, setelah ujian selesai, aku berbicara dengan cewek itu dan menanyakan apa yang terjadi.

"Ada tulisan di penghapus itu yang berbunyi 'Tenanglah, kamu masih baik-baik saja'. Dia bilang kalau berkat tulisan itu, dia dapat mendapatkan kembali ketenangannya. Meskipun dia mungkin akan didiskualifikasi kalau hal itu diketahui, tentu saja."

Tindakan itu sama sekali tidak menguntungkan buat Kiyosato-san. Malahan, itu merupakan tindakan berbahaya yang penuh risiko.

Melihatnya bertindak atas nama orang asing tanpa mempedulikan dirinya sendiri, aku merasa yakin.

"Kalau saja dia seorang cewek baik hati yang dapat membantu orang lain secara mendadak... ...maka dia pasti merupakan calon utama yang sempurna untuk jadi heroin utama dalam 'Rencana'-ku. Itu merupakan pemikiranku."

Itu cuma firasat, bukan sesuatu yang didasarkan pada data, yang tidak biasa buatku, tetapi... tentu saja, aku tidak salah. Aku sangat yakin akan hal itu.

Sebenarnya, perasaan itu tidak salah, dengan penelitian selanjutnya yang mengkonfirmasi kecocokannya dari sudut pandang numerik, dan rencana saat ini dengan dia yang secara resmi ditetapkan sebagai heroin utama telah selesai.

"Tuh lihat? Saat ini kamu sudah paham mengapa aku begitu putus asa untuk mengamankannya, bukan?"

Aku memperhatikan wajah Uenohara dengan tatapan penuh kemenangan.

Tetapi... ...setelah mendengarkanku dalam diam, entah mengapa dia memasang ekspresi yang rumit di wajahnya.

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang kamu khawatirkan?"

Uenohara menggelengkan kepalanya menanggapi pertanyaanku.

"Tidak, tidak ada apa-apa, kok. Aku cuma sedang memikirkan hal lain."

"Hal lain?"

"Iya... ...aku kepikiran kok kamu bisa menatap itu sepanjang waktu selama ujian, Nagasaka. Apa jangan-jangan kamu benar-benar pintar?"

"Hei, dasar kamu. Jadi pada akhirnya, kamu akan melakukan pembelaan? Itu karena prediksiku tepat, jadi aku punya banyak waktu."

"Kebetulan, bagaimana hasil ujian masukmu?"

"Hah? Secara keseluruhan peringkat kesepuluh, jadi itu dua peringkat di bawahmu. Maaf soal itu."

"...Seriusan? Sekecil itu jaraknya dengan cowok yang kayak gini?"

Hah, dia kayak melihat ke luar ke kejauhan. Eum, itu sangat menjengkelkan.

Tampak agak tidak puas, Uenohara menghabiskan sisa susu kocoknya dan melanjutkan.

"Meskipun begitu, kamu punya keberanian buat menyatakan cinta pada cewek yang kayak gitu. Aku tidak yakin apa aku mesti menyebut itu sembrono, atau tragis."

"Apa maksudmu, tragis? Sebenarnya, pertama-tama, tidak apa-apa ditolak di 'Ajang Pengakuan Cinta'!"

"Hah, ditolak membuatmu bahagia? Apa kamu seorang masokis?"

"Yoi, cuma mengabaikan semua pembelaan. Dalam kasus cewek itu, aku tahu bahwa kalau aku tidak melakukan ajang dengan dampak kayak gitu, aku tidak akan dapat melepaskan diri dari status 'Teman Sekelas A' dalam waktu dekat. Kalau kamu mendapati ada seorang cowok yang duduk di sebelahmu, menyatakan cintanya padamu cuma dalam waktu dua pekan setelah tahun ajaran dimulai, bukannya kamu akan jadi sadar akan dirinya?"

Bagaimanapun juga, kalau ada kesempatan, ada beberapa cowok yang mendekati Kiyosato-san dengan maksud untuk berkenalan. Dipimpin oleh mereka yang mencolok, berbagai kelompok di kelas berusaha untuk memenangkan hatinya.

Karena belum ada langkah Kiyosato-san buat bergaul dengan siapapun, khususnya, aku memutuskan bahwa untuk membawa hubunganku dengannya selangkah lebih maju, aku membutuhkan ajang dramatis, meskipun itu agak sembrono.

Menanggapi jawabanku, Uenohara mengeluarkan suara "Wah" yang langka, bercampur dengan kekaguman.

"Ah, begitu ya. Jadi sejak awal, kamu beranggapan bahwa kamu akan ditolak, dan sebaliknya, kamu mengincar 'mustahil jadi sepasang kekasih, tetapi mungkin kita dapat jadi teman'. Aku percaya itu disebut 'pintu di depan mata'?"

"Ah, aku terkesan kamu tahu soal itu. Kalau kamu berpikir kayak gitu, itu bukan rencana yang buruk, bukan?"

"Tetapi menurutku situasi itu tetap menyeramkan. Memanggil seseorang ke atap dengan sepucuk surat di zaman sekarang ini, merupakan tindakan yang terlalu lebai dan sangat mematikan. Selain itu, menggunakan nama aslimu dalam puisi yang kamu tulis sendiri yang penuh dengan baris-baris yang kikuk dan menaruhnya di kotak sepatu? Kalau itu aku, aku akan merasa malu untuk keluar rumah."

"Kalau dipikir-pikir! Keluarlah, aku akan membuatnya sampai-sampai tubuhmu tidak dapat tidak menyanyikan pujian untuk templatnya!"

Dengan marah aku membawa es kopi ke mulutku dan meringis karena rasa encer dari es yang telah mencair. Susu kocok yang terakhir kali aku buat gagal, tetapi kayaknya yang ini juga tidak enak. Lain kali aku akan memilih kopi panas.

Tepat saat aku mengira kalau Uenohara menghela napas dan meletakkan dokumen-dokumen itu di atas meja. Dia lalu bergumam pelan.

"...Astaga, mengapa aku masih melakukan hal ini? Kalau aku pikir-pikir lagi, itu cuma sebuah hal yang aneh."

"Hei, itu sudah cukup seni membangkang, bisakah kamu—"

Berhenti. Atau begitulah yang hendak aku bilang, tetapi pada saat itu, mulut Uenohara mengendur jadi senyuman kecil.

"Aku benar-benar... melakukan hal yang bodoh."

Ekspresinya pada waktu itu tidak terlalu berbeda secara drastis. Meskipun begitu. Mungkin karena dia tidak kayak biasanya, dia tampak kayak sedang menikmati dirinya sendiri, dan aku tidak dapat berkata-kata.

Lalu, Uenohara menepuk lututnya dan berdiri.

"Oke, menanggapi dengan serius telah membuatku lelah, jadi aku akan menambahnya dengan sesuatu yang manis."

"Kamu sudah makan sebanyak ini dan masih belum cukup?!"

"Meskipun kelihatannya kayak gini, aku sudah menahan diri, loh."

"Jumlah konsumsi gulamu merupakan satu-satunya hal yang mirip karakter 2 Dimensi soalmu!"

Jangan membuat karaktermu menonjol di area yang tidak bermakna kayak gitu!

*

"...Oke. Kalau begitu, mari kita lanjutkan."

Aku memutuskan untuk berpura-pura tidak melihat tumpukan kue krim yang ditambahkan ke nampan Uenohara dan melanjutkan.

"Bagaimanapun juga, tujuanku saat ini yaitu memperdalam hubunganku dengan Kiyosato-san dan yang lainnya. Paling tidak, aku mau mencapai titik di mana aku dapat membuat mereka berkumpul saat aku memanggil mereka."

Dalam situasi saat ini, sulit untuk mendapatkan kesempatan memulai obrolan.

"Bagaimanapun juga, terus mengobrol dengan cara yang sama kayak yang aku lakukan pagi ini, tidak terlalu efektif. Kayak yang aku duga, saat ini aku mau memicu semacam ajang untuk mendekatkan diri sekaligus..."

"Kalau begitu, buat saat ini, bagaimana kalau kita mengulang Ajang Pengakuan Cinta itu?"

"Hmm, aku sangat beruntung dengan waktu untuk itu. Mungkin sudah terlambat untuk mencoba lagi."

Atap biasanya terlarang, dan tidak ada lokasi lain yang cocok buat Ajang Pengakuan Cinta. Di samping itu, aku juga mau lebih dekat dengan kedua orang cowok itu, jadi, mungkin aku mesti mempertimbangkan strategi yang berbeda.

"Aku memang punya ajang lain, tetapi... hmm, itu benar. Mungkin kamu punya ide bagus? 'Kaki tangan-kun'."

Tiba-tiba penasaran, aku bertanya padanya. Mungkin ini akan jadi kesempatan yang sulit, tetapi tidak ada salahnya bertanya. Maksudku, dia mungkin dapat sedikit bekerja keras dan menghabiskan semua kandungan gulanya.

Menanggapi kata-kataku, Uenohara meletakkan siku kanannya di tangan kirinya, menutup mulutnya dengan tangan kanannya, dan tenggelam dalam keheningan.

"...Buat mengkonfirmasi. Apa sudah cukup untuk memulai dengan semacam hubungan di mana kalian bisa bersama? Kayak ada dalam satu kelompok atau semacamnya."

Dengan begitu, setelah kurang dari satu menit hening, Uenohara mendongak.

"Iya, benar juga. Lebih baik lagi kalau tidak ada orang yang tidak perlu di dalamnya."

"Ah, begitu ya. Kalau begitu, bagaimana dengan ini?"

Lalu, dia merogoh tas sekolahnya dan mengeluarkan sebuah cetakan. Aku melihat selembar kertas itu dan menyadari bahwa aku pernah melihat isinya sebelumnya.

"...Latihan Ouen?"

Itu merupakan hasil cetakan yang sama yang telah dibagikan di kelas hari ini.

Judulnya yaitu Kompetisi Olahraga Antarsekolah Soukoukai Send-Off: Panduan Pelaksanaan Latihan Ouen.

"Kamu sudah mendengar soal itu, bukan? Latihan Ouen yang digosipkan itu."

"Ah, tentu saja. Hal yang menyebabkan cewek-cewek menangis setiap tahun. Itu cukup terkenal."

Latihan Ouen merupakan sebuah tradisi pada saat ini buat Kyou-Nishi. Ini merupakan ajang sederhana di sekolah yang membuat siswa-siswi baru yang galau jadi bugar.

Idenya yaitu bahwa ada Soukoukai ─ reli semangat yang diadakan oleh seluruh sekolah sebelum kompetisi ─ di mana untuk latihan sorak-sorai Ouen yang dilakukan sebelumnya, siswa-siswi kelas sepuluh yang belum terbiasa akan dilatih koreografi oleh para senpai sukarelawan dari Regu Ouendan dan Komite Ouen.

Jangan meremehkannya sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar latihan sederhana. Ini memang hal yang cukup atletis, dan cukup menguras tenaga secara mental, karena kalian mungkin akan ditegur dengan keras oleh para senpai di sekitar kalian, atau mungkin kalian akan diteriaki oleh para senpai yang marah karena tidak melakukannya dengan serius.

Sebagian orang tampaknya melihatnya sebagai masalah, karena bertentangan dengan tren saat ini, tetapi ini merupakan ajang tradisional dengan sejarah yang panjang, dan tampaknya, sebagian besar senpai berpose, sehingga tetap ada.

"Jadi, bagaimana kamu berencana menggunakannya sebagai 'Ajang'."

Aku tentu saja mengetahui cara kerjanya, karena ini merupakan ajang di sekolah kami. Meskipun begitu, aku tidak menaruh perhatian secara khusus, karena aku menilai bahwa hal itu tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini.

"Menurut ini, perwakilan-perwakilan dari tiap kelas mesti menghadiri sesi pelatihan sebelumnya buat koreografi, bukan?"

Uenohara menelusuri sebagian dari hasil cetakan itu.

Di sana tertulis "Empat orang perwakilan dari setiap kelas akan menerima pelatihan sebelumnya dari anggota Ouendan dan membagikannya di antara teman-teman sekelas mereka sebelum latihan skala penuh. Pada hari Soukoukai, mereka mesti bersorak dari barisan depan."

Ah, begitu ya. Jadi itu yang dia maksud.

"Bagaimana kalau kamu mengumpulkan para perwakilan dengan menggunakan 'Pemeran'-mu? Paling tidak, kamu akan punya alasan yang logis untuk membentuk sebuah kelompok, bukan?"

Bilang begitu, dia mengangkat jari telunjuknya.

"Kalau kalian berada dalam kelompok dengan tujuan yang sama, kalian dipaksa untuk bekerja sama, dan ada lebih banyak kesempatan untuk mengobrol. Ini juga merupakan ajang yang menegangkan, jadi kalian juga bisa mengharapkan efek jembatan gantung."

Efek jembatan gantung mengacu ke, bahwa apabila kalian merasa cemas ataupun takut, kalian cenderung menyukai orang yang bersama kalian. Sebenarnya, cewek ini cukup fasih dalam istilah psikologi, bukan?

"Ini merupakan ajang sekolah, jadi ini dapat jadi pengelompokan yang sah, dan ada juga keuntungannya, karena dapat menarik perhatian seluruh kelas. Tidak perlu menyesuaikan jadwal secara terpisah, karena waktu kegiatannya sudah ditetapkan dan diprioritaskan di atas ekskul. Kalau kamu mengambil kesempatan ini untuk mengikat mereka sebagai sebuah kelompok, bukannya itu akan memperjelas langkah pertama?"

Dengan lancar menutup perkataannya, Uenohara memiringkan kepalanya ke samping seakan-akan menanyakan pendapatku.

Ah. Ah, begitu ya... ...Begitu ya. Aku memang berniat buat mendengarkannya saja, tetapi ini...

"...Luar biasa!"

Aku spontan bertepuk tangan.

Kalau aku lengah, aku mungkin akan menangis. Itulah betapa aku sangat terharu.

"Tunggu, mengapa kamu bertepuk tangan?"

Uenohara dengan panik melihat sekeliling, bingung dengan tingkahku yang tiba-tiba.

"Tidak ada kerugian yang perlu disebutkan, dan ada peluang besar untuk sukses juga. Ini sempurna!"

Validitas, spontanitas, dan ketepatan. Ini merupakan ajang yang luar biasa, yang menampilkan rangkaian yang lengkap!

Ah, betapa frustrasinya bahwa aku tidak mencetuskannya sendiri. Tetapi, aku akan mengizinkannya. Saat ini, aku mestinya memuji rekanku, yang telah melakukan lebih baik ketimbang yang diharapkan.

"Uenohara, kamu luar biasa. Kamu punya bakat untuk membuat ajang!"

Aku menggenggam erat tangan Uenohara yang tergeletak begitu saja.

"Hah? Hei, hentikan-"

"Aku benar-benar terharu! Ini pasti dapat berhasil! Kamu jago dalam hal ini!"

Aku mengayunkan tangannya ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke kanan.

"Hen-Hentikan itu, itu menyakitkan. Aku bilang itu sakit!"

"Ah, maafkan aku."

Aku langsung melepaskannya. Kayaknya aku sangat senang, aku akhirnya menggenggamnya terlalu erat. Uenohara memijat kedua tangannya dengan ekspresi bingung di wajahnya.

"Ya ampun... ...tergantung pada orangnya, biasanya, tiba-tiba menyentuh tangan seseorang itu mustahil. Ini benar-benar tidak sopan."

"Maaf, maaf. Aku terlalu bersemangat dan bereaksi berlebihan. Namun, aku mengharapkan yang tidak kalah dari kaki tanganku yang menjanjikan. Lagipula, itu merupakan keputusan yang tepat untuk mengajakmu."

"Aku tidak... ...benar-benar bilang sesuatu yang hebat."

Uenohara bicara dengan suara bingung sambil memainkan rambut di belakang kepalanya. Bagaimanapun juga, itu merupakan saran "Ajang" yang luar biasa. Yang tersisa cuma tinggal melaksanakannya.

"Baiklah, mulai saat ini akan disebut 'Ajang Latihan Ouen'. Kita mesti segera menyusun detailnya, bukan!?"

Sekarang, skenario mana yang akan kita pilih? Sulit untuk mengendalikan "Latihan Ouen" itu sendiri, jadi kita mesti memanfaatkan waktu sebelum dan sesudahnya. Ini berarti kalau secara teoritis, metode terbaik yaitu setiap orang mampir ke suatu tempat setelah latihan, atau mengadakan pesta penutup.

"Hei, eum, aku benci mengganggu saat kalian sedang bersenang-senang. Tetapi ada satu masalah."

Saat aku membiarkan khayalanku jadi liar, Uenohara memanggilku, yang kini telah menenangkan diri.

"Kamu bicara soal mengumpulkan para perwakilan dengan menggunakan 'Pemeran', tetapi bagaimana tepatnya kamu akan menangani pemilihannya?"

Bilang begini, dia melipat tangannya dan bersandar di bangkunya.

"Pada dasarnya, tidak ada seorang pun yang mau jadi perwakilan, bukan? Kamu akan jadi sukarelawan jadi tidak ada masalah di sana, tetapi kamu mesti menemukan cara untuk menarik anggota lain ke dalam barisan."

Apa, cuma itu saja? Sungguh antiklimaks. Di sini aku kepikiran kalau hal ini akan jadi masalah yang lebih serius.

"Kalau kalian tidak dapat mengharapkan sukarelawan di tempat, maka aku pikir akan melalui nominasi atau undian, tetapi yang pertama dapat menyinggung perasaan orang, sementara yang terakhir menyerahkan sepenuhnya pada keberuntungan. Sebagai alternatif, ada kemungkinan untuk menawarkan beberapa persyaratan yang menguntungkan buat membujuk orang-orang yang bersangkutan..."

"Tidak, tidak apa-apa."

Seakan-akan mau menepis kekhawatiran Uenohara, aku memberinya jaminan.

"Lagipula, aku itu Ketua Kelas. Itu membuatku bebas buat memutuskan proses seleksi."

Di saat-saat kayak ginilah aku jadi Ketua Kelas — seseorang yang punya otoritas. Untung saja aku yang jadi Ketua Kelas.

"Hah, Nagasaka, apa kamu benar-benar seorang Ketua Kelas?"

"Ini bukan waktunya, tolong tahan dirimu, oke?"

"...Jadi, apa yang kamu rencanakan?"

Aku berdeham.

Masalah yang benar-benar sederhana.

"...Ketimbang undian yang diputuskan dengan pemilihan acak, aku cuma perlu membuatnya jadi undian yang memilih para pemeran tanpa gagal."

Itu benar. Buatku, kebetulan merupakan sesuatu yang tercipta karena kebutuhan, sih.

*
Sedikit waktu telah berlalu sejak rapat dengan Uenohara. Saat itu hari Senin, hari pertama dalam sepekan. Selama sesi pembinaan Wali Kelas singkat di penghujung hari.

"Okelah kalau begitu. Akhirnya, soal Latihan Ouen. Ketua Kelas, ambil alih dari sini."

Wali Kelaskami, berbicara kayak biasanya dengan nada suaranya yang anehnya lamban ─ Ibu Tooshima ─ bilang begini dan memberi isyarat padaku.

Kebetulan, beliau merupakan guru Bahasa Jepang, tetapi entah mengapa beliau mengenakan jas lab putih yang khas. Sekadar memberi tahu kalian, beliau bukanlah guru muda yang cantik, tetapi seorang wanita paruh baya, jadi jangan terlalu berharap.

"Oke?"

Dengan cepat aku menjawab, mengikuti karakterku sebagai seorang cowok yang agak keren, dan berdiri di mimbar guru tempat dia mundur.

Tidak perlu dibilang lagi, persiapanku sudah sempurna.

"Kalau begitu, langsung saja, mari kita bicarakan soal para perwakilan kelas untuk latihan sorak-sorai Ouen."

Seluruh kelas terdiam mendengar kata-kataku.

Bukan suasana yang baik. Iya, mau bagaimana lagi karena pada dasarnya ini merupakan ajang yang negatif, tetapi tidak ada yang tampak secara terbuka mengekspresikan penolakan mereka.

"Euh, ini sungguh merepotkan. Apa memang ada kebutuhan buat itu zaman sekarang?"

...Tidak, cuma ada satu orang.

Yaitu Katsunuma Ayumi yang, meskipun berbicara pada dirinya sendiri, namun dengan frustrasi meninggikan suaranya dengan volume yang menggema ke seluruh kelas.

"Bukannya bersorak-sorai itu tidak bagus? Itu merusak mekapmu dan sebagainya."

"Aku setuju."

Seakan-akan mengikuti kata-kata Katsunuma, para pengikutnya mulai menyuarakan keluhan satu demi satu.

Cih, karena manipulasi opini publik itulah, bakat perilakunya begitu rendah. Hal ini mungkin juga akan menimbulkan suasana yang buruk pada kelompok netral berperingkat C.

Menganggap ucapan Katsunuma sebagai "monolog", aku mengabaikannya dan cuma menyatakan faktanya.

"Kayak yang sudah diketahui semua orang, sekolah mengadakan latihan sorak-sorai Soukoukai sebelum liburan. Jadi sebelum itu, kita mesti memilih para perwakilan... ...Ngomong-ngomong, apa ada yang mau mengajukan diri?"

Sekali lagi, kelas jadi hening. Dengan ekspresi yang seakan-akan bilang begitu bukan urusan mereka, mereka semua menghindari kontak mata denganku.

Satu-satunya orang yang dapat aku ajak bertatapan mata yaitu Kiyosato-san, tetapi dia membalas dengan senyuman kecut.

Hmm. Jadi dia juga tidak akan tahan, ya. Ada sekitar 50% kemungkinan dia jadi sukarelawan cuma untuk membantu orang lain, tetapi mungkin dugaanku meleset kali ini. Iya, kalau begitu, bahkan mereka yang motifnya tampak jelas, dapat saja dipilih, jadi tidak apa-apa.

Aku berhenti sejenak dan terus berbicara dengan nada yang bilang "Aku tidak menyalahkan kalian."

"Hmm..., aku sudah menduga akan begini jadinya. Meskipun begitu, mengingat ini merupakan ajang sekolah, kita tidak dapat membiarkan kelas kita jadi satu-satunya yang tidak mengirimkan perwakilan... Oke, kalau begitu. Buat saat ini, aku akan jadi sukarelawan. Lagipula, itulah peran yang tidak menguntungkan sebagai Ketua Kelas."

Saat aku bercanda sambil tersenyum pahit, ada beberapa orang yang berseru kagum.

Pencalonanku di sini merupakan tindakan yang sudah ditentukan, tetapi bagaimanapun juga, mari kita gunakan untuk meningkatkan stok nyawaku juga.

"Maaf, tetapi kita masih mesti memutuskan para perwakilan yang tersisa. Karena tidak ada calon kuat, kita mesti melakukannya secara adil dengan undian. Apa semua orang setuju dengan itu?"

Buat ketiga kalinya, keheningan menyelimuti kelas.

Namun, tidak ada yang menolak usulan ini. Meskipun mungkin ada ketidakpuasan, semua orang tahu kalau tanpa itu, tidak ada cara buat menyelesaikan masalah ini. Selain itu, mereka juga ragu-ragu untuk menyuarakan keluhan mereka secara sepihak padaku, orang pertama yang menawarkan diri sebagai calon utama.

Mungkin tidak akan ada saran lain, jadi semua orang tidak punya pilihan selain menerimanya.

...Atau begitulah yang aku pikirkan, tetapi di sini, Tokiwa melihat ke sekeliling kelas, lalu mengangkat tangannya.

"Hei, Ketua Kelas, tidak bisakah ada pengecualian untuk orang-orang yang punya ekskul?"

Menanggapi pertanyaan itu, beberapa anggota Ekskul Olahraga menganggukkan kepala tanda setuju.

Hmm, mungkin itu kayak ia bertanya atas nama semua orang? Ia mungkin lebih perhatian ketimbang yang aku duga. Bagus buatmu, itu merupakan perilaku yang sesuai dengan Karakter Sahabat.

"Sayangnya, tidak akan ada pengecualian kayak gitu. Lain halnya kalau kalian ikut serta dalam kompetisi antarsekolah itu sendiri."

"Eh..." kata Tokiwa, tampak kecewa. Namun, itu merupakan ciri khas Tokiwa bahwa tidak ada perasaan tidak seru buat itu.

"Aku paham... Kayak yang aku duga, kelas sepuluh belum bisa ikut serta, jadi aku rasa itu tidak dapat dihindari."

"Hmm, sebagai gantinya, ini akan jadi prioritas sampai Soukoukai selesai, jadi kalian mungkin dibebaskan dari semua pelatihan yang keras itu, loh?"

"Ah, benarkah? Itu mungkin agak menggoda?"

Wajah Tokiwa langsung berbinar. Iya, melihatmu memang membuatku merasa nyaman.

Cuma untuk memastikan saja, aku memeriksa apa ada orang lain yang punya pertanyaan atau komentar. Tidak ada yang khusus, jadi aku melanjutkan ke topik yang sedang dibahas.

"Kalau begitu, karena tidak ada gunanya menunda-nunda ini lebih lama lagi, kita akan melanjutkan dengan undian."

─Nah, sekarang, di sinilah permainan dimulai.

Aku mengeluarkan sebuah kotak kardus kecil yang telah aku siapkan sebelumnya dari balik meja guru dan meletakkannya di atas meja. Lalu, dari dalamnya, aku mengambil seikat kertas kecil yang sudah dipotong-potong.

"Pertama-tama, tolong tuliskan nama kalian di kertas yang akan aku bagikan."

Setelah bilang begini, aku membagikannya pada orang-orang di barisan depan dan menginstruksikan mereka untuk meneruskannya ke belakang.

Bersama dengan judul "Nama Lengkap" yang horizontal, setiap lembar kertas punya bingkai vertikal yang dicetak untuk menuliskan nama kalian. Format penulisan yang sama dengan kertas suara untuk Pemilihan OSIS.

"Beberapa orang punya nama keluarga yang sama, jadi silakan gunakan nama lengkap kalian. Ah, dan tidak ada gunanya menulis nama orang lain. Aku akan memeriksa setiap kertas suara sebelum memasukkannya ke dalam kotak, jadi tolong serahkan dan tulis nama kalian."

Tidak ada gunanya memperingatkan mereka, tetapi untuk berjaga-jaga, loh.

"Setelah kalian mengisinya, tolong bawa ke aku satu per satu. Setelah memeriksa nama-nama, aku akan melipatnya jadi dua dan memasukkannya ke dalam kotak ini."

Setelah bilang begini, aku membuka tutup kotak kardus untuk menunjukkan bagian dalamnya. Bagian tengah tutupnya sudah dipotong untuk membentuk lubang melingkar, tetapi selain itu, ini cuma kotak polos tanpa trik lainnya.

"Setelah nama semua orang masuk, aku akan menggoyang-goyangkan kotak itu dan mengeluarkan tiga lembar kertas. Orang-orang yang namanya tertulis di kertas itu akan jadi para perwakilan. Kalau kalian terpilih, silakan terima saja hasilnya."

Aku tertawa sambil bercanda, tetapi mata semua orang dengan sungguh-sungguh tertuju pada potongan-potongan kertas itu. Seakan-akan mereka sedang memanjatkan doa.

Setelah semua kertas dibagikan, aku menepukkan kedua tanganku.

"Kalau begitu, tolong isi kertas-kertas itu?"

Setelah aku mengumumkan hal ini pada mereka dengan suara lantang, mereka semua dengan pasrah dan enggan mulai menulis nama mereka.

— Oke, sejauh ini, bagus sekali.

Aku sempat penasaran, apa yang mesti aku lakukan kalau aku ditantang untuk menggunakan metode undian itu sendiri, tetapi untungnya, tidak ada seorang pun yang keberatan.

Satu per satu orang selesai menulis nama mereka dan mereka mulai mengembalikan surat suara mereka. Aku memeriksa nama-nama itu sambil memastikan bahwa orang lain juga dapat melihatnya, lalu melipatnya jadi dua dan melemparkannya ke dalam kotak dengan cara yang berantakan.

Di antara mereka, Tokiwa muncul dengan raut wajah yang bermasalah.

"Hmm, aku lebih suka tidak terpilih, tetapi aku juga merasa akan seru kalau aku yang memenangkan undian... hmm, pada akhirnya, aku rasa itu tergantung pada keberuntungan. Aku serahkan padamu, Ketua Kelas!"

Lalu ia tertawa kecil dan bilang, "Aku tidak akan marah kalau kamu mengundi namaku" sebelum pergi.

Ah, kayak yang diharapkan dari seorang cowok berperingkat A. Benar-benar cowok yang baik. Aki akan membuat ini jadi kisah komedi romantis dan membalasnya, jadi nantikan saja.

Torisawa datang berikutnya, dan dengan raut wajah yang lesu, ia diam-diam menyerahkan surat suaranya dan kembali.

Mungkin ia pikir itu tidak masalah, atau mungkin ia berpikir bahwa kalau ia yang terpilih, ia akan menghadapinya ketika saatnya tiba. Aku tidak dapat membaca pikirannya. Sebenarnya, mengapa cowok tampan tampak sangat seksi bahkan saat mereka tidak melakukan sesuatu yang istimewa? Kalau aku kayak gitu, itu akan jadi kisah komedi romantis yang berlimpah. Betapa irinya.

Saat aku sedang memikirkan hal ini, Katsunuma dan para pengikutnya datang, memelototiku.

"Kamu akan mati kalau aku terpilih."

Iya, iya, aku tidak akan memilihmu, jadi aku tidak akan mati*. Jangan membuatku mengatakan lelucon yang terlalu tua untuk dimengerti oleh siapapun.

(TL Note: Sebuah referensi untuk Drama TV Jepang tahun 1991 "The 101st Proposal" (101回目のプロポーズ).)

"Ayolah semuanya, jangan membenciku. Mari kita buat perkumpulan korban bersama-sama, oke?"

Sambil melontarkan lelucon kayak gitu, aku segera mengumpulkan surat suara.

Yang terakhir dalam antrean yaitu Kiyosato-san.

"Pasti sulit memainkan peran yang tidak populer, Nagasaka-kun. Tetapi akan ada denda kalau aku terpilih, loh?"

Ha! Itu berarti aku pasti akan didenda!

Sama kayak deskripsi pekerjaannya, heroin utama dalam kisah ini tidak akan membiarkan kalian memilihnya secara gratis, ya...?

Kiyosato-san menatapku sekilas, lalu tersenyum dan pergi.

"Oke~ Aku akan mengocoknya sekarang."

Lalu, sambil menutup lubang pada tutupnya dengan tanganku, aku mengocoknya ke atas dan ke bawah serta ke kiri dan ke kanan semampuku, membuat suara kertas yang nyaring melompat-lompat seakan-akan tidak ada hari esok.

Setelah menggoyang-goyangkannya beberapa saat, aku meletakkannya kembali di atas meja guru dengan bunyi gedebuk.

Lalu, dengan ekspresi serius, aku perlahan-lahan menegakkan postur tubuh dan memasang ekspresi serius.

Kelas jadi tegang.

─ Ini dia!

"Mengundi tiga buah undian!"

Dari posisi berdiri, dalam satu gerakan, aku mengangkat tangan kananku dan memasukkannya ke dalam kotak. Selama beberapa saat, terdengar suara gemerisik kertas yang diaduk, lalu tiba-tiba berhenti. Setelah mengulangi gerakan itu tiga kali, aku dengan penuh semangat menarik tanganku keluar dari lubang.

"Yang tiga ini!"

Aku membuka lembaran kertas yang dipegang di tangan kananku, satu per satu, dan mengacungkannya ke arah semua orang dengan cara yang mudah tampak.

"Yang pertama, Tokiwa Eiji-kun!"

"Gya! Aku menang, yippi!"

Tokiwa berteriak kegirangan. Itu reaksi yang cukup kontradiktif, Pak.

"Yang kedua, Kiyosato Mei-san!"

"...Hmm, oke. Jadi aku yang terpilih, ya."

"Ketiga, Torisawa Kakeru-kun!"

"...Hah?"

Dengan wajah yang keren, Torisawa mengangkat sudut mulutnya. Buat para cowok tampan, bahkan senyuman nihilistik pun tetap menawan, ya.

"Itu tiga orang! Tepuk tangan buat semua anggota yang akan mewakili kita!"

Kali ini tepuk tangan meriah memenuhi ruang kelas. Melakukan hal itu setelah berhasil lolos dari bahaya, mereka itu kelompok yang mementingkan diri sendiri.

"─Sebenarnya, bukannya itu agak mencurigakan? Kayak, ada yang tidak beres dengan para anggota itu. Mengapa itu orang-orang kayak Eiji dan Mei─?"

Saat aku dengan santai melihat ke arah Katsunuma, dia sedang membisikkan sesuatu pada para pengikutnya, memiringkan kepalanya dengan ragu.

Kayak yang aku duga, dia punya penglihatan yang tajam. Kayaknya dia bahkan menyadari bahwa ada bias pada anggota yang terpilih.

Tidak mengherankan kalau seseorang yang punya kepekaan yang tajam mengenai hubungan antarmanusia di kelas akan menyadari hal ini. Lagipula, cuma orang-orang yang secara aktif aku coba untuk terlibat, yang terpilih.

Meskipun begitu, bukan berarti mereka secara langsung terpengaruh. Kalau ada yang mempertanyakan keanehan undian, setelah ditanya, "Kalau begitu, bagaimana kalau kita mengulanginya?", mereka tidak punya pilihan lain, selain diam.

Supaya aman, aku akan segera melanjutkan ke tugas administrasi dan mengakhiri topik ini.

"Kalau begitu, kalian yang telah terpilih sebagai para perwakilan, harap berkumpul di Aula Pertemuan Byakko, Senin depan sepulang sekolah. Kalau kalian berada di ekskul, tolong beri tahu pembimbing kalian..."

Pada akhirnya, sampai semuanya selesai, tidak ada yang mengajukan keberatan.

Maka, bersamaan dengan salam penghujung hari, kemenanganku ─ atau lebih tepatnya, kemenangan "Rencana" ─ dikonfirmasi.

*

"Nagasaka. Ada waktu sebentar?"

Saat itu, setelah sesi pembinaan Wali Kelas yang singkat, semua orang mulai bubar untuk ekskul atau pulang ke rumah.

Saat aku sedang menyimpan kotak undian di belakang meja guru, Torisawa muncul.

"Ah, Torisawa. Maaf karena kamu akhirnya mesti mewakili kelas kita."

"Tidak, aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Komitmen waktunya dapat diabaikan. Lagipula, mau bagaimana lagi kalau kamu kebetulan menang undian, bukan?"

Lalu ia tersenyum dengan ekspresi "yare yare" di wajahnya.

...Hah, apa ini cuma imajinasiku, atau ia menekankan bagian "kebetulan"?

Aku punya firasat buruk soal ini, tetapi aku terus merapikannya dengan cepat agar tidak menunjukkan kegelisahanku. Bagaimanapun, ada baiknya aku bergegas dan menuntaskannya...

"Aku cuma mau memeriksa satu hal."

Saat aku meletakkan tanganku di atas tiket undian yang tertinggal di meja guru, Torisawa angkat bicara.

Jantungku berdegup kencang.

"Memeriksa?"

Aku memiringkan kepalaku dengan ekspresi polos di wajahku.

"Bolehkah aku melihat-lihat kertas suara itu sebentar?"

Aku menelan ludah. Torisawa menyeringai penuh makna.

Mus-Mustahil, kalau ia menyadari... Tidak, tidak apa-apa, tenanglah. Aku mestinya tidak melakukan kesalahan yang jelas, jadi ini memang bukan situasi yang fatal.

"...Eh, apa jangan-jangan kamu juga mencurigai sesuatu, Torisawa?"

"Hah, apa maksudnya itu?"

"Iya, kayaknya ada beberapa orang yang bilang kalau itu dicurangi, jadi..."

Tidak apa-apa buat bilang begini.

Katsunuma dan yang lainnya sudah membicarakannya, dan sejak awal, aku sudah siap untuk mencurigai adanya bias dalam hasil undian ini. Sebaliknya, dengan mengangkat topik ini sendiri, aku dapat menekankan kalau tidak ada masalah apapun, meskipun ada kecurigaan.

Torisawa bilang, "Ah, begitu ya." dengan raut wajah yang sangat ceria, dan tiba-tiba mengulurkan tangan kanannya.

Baca-RabuDame-Jilid-1-Bab-1-Bahasa-Indonesia-

"Kalau begitu, itu membuat segalanya lebih mudah. Bisakah kamu menunjukkannya padaku sebentar? Aku terlalu jauh untuk memastikan apa itu benar-benar namaku di sana, loh?"

Itu pasti bohong. Aku punya data yang menunjukkan bahwa penglihatan Torisawa itu 20/10.

"Ah, hahaha. Aku yakin aku tidak akan salah membaca namamu. Bahkan tidak ada orang lain yang namanya mirip denganmu."

"Tidak ada salahnya untuk memeriksanya, bukan?"

"...Kamu mungkin curiga kalau tiket undian itu palsu, bukan? Kamu tidak perlu repot-repot memeriksanya, aku bisa pastikan kalau itu asli, jadi..."

"Hei, saat ini, jangan bilang begitu. Ini, buka saja tangan kananmu, oke?"

Bilang begitu, ia kemudian menunjuk kepalan tanganku yang terkepal.

...Ah, s*alan.

Jadi aku tidak bisa lepas dari ini, ya?

"..."

"Ada apa?"

"Aku paham..."

Bilang begitu dengan sikap pasrah, aku perlahan-lahan membuka tanganku. Dari sana, Torisawa mengambil sebuah tiket undian dengan namanya tertulis di atasnya.

"Mari kita lihat..."

Jantungku berdegup kencang.

Tolong, tolong, tolong. Jangan perhatikan. Aku tidak bisa mengalami kemunduran pada saat ini, cuma karena sesuatu yang setingkat ini!

"...Hmm?"

Keheningan terasa kayak keabadian.

Aku meremas tangan kiriku yang ada di sakuku.

"...Bagaimana menurutmu?"

Aku tidak tahan lagi, jadi aku dengan hati-hati bertanya padanya, yang kemudian...

"Tidak, aku cuma berpikir... ...itu pasti tulisan tanganku."

IYA!

"...Kamu sudah puas?"

"Iya, maafkan aku, kawan. Apa aku membuatmu takut?"

"Ahaha, semacam itu. Maaf atas kes*alanku dengan undian ini."

"Kayak yang sudah aku bilang, aku tidak mempermasalahkan hal itu. Aku semakin menantikannya. Apa yang terjadi dari saat ini, yaitu."

Torisawa menepuk pelan pundak kiriku, lalu pergi begitu saja.

Ah, jadi entah bagaimana aku berhasil melaluinya. Orang yang teliti benar-benar menakutkan. Kamu tidak dapat terlalu berhati-hati saat berhadapan dengan Karakter Cowok Tampan yang Mampu, ya.

"Hei, hei, apa yang terjadi dengan Torisawa-kun?"

"Wah... ...Ah, Kiyosato-san?"

Tanpa aku sadari, Kiyosato-san, yang mestinya berbicara dengan teman sekelasnya, muncul tepat di sampingku.

Dia membawa tas sekolah dan raket tenisnya, jadi dia pasti akan pergi ke ekskulnya.

"Ia tampak dalam suasana hati yang lebih baik ketimbang biasanya. Apa ada sesuatu yang menarik yang terjadi?"

Kiyosato-san menatapku dengan mata yang terangkat.

Tidak, tidak sama sekali. Malahan, aku takut setengah mati.

"Ahaha, aku penasaran. Tetapi kayaknya ia jadi semakin positif dengan latihan bersorak."

"Ah, itu keren. Ini merupakan sesuatu yang aku dengar dari seorang senpai di ekskulku, tetapi tampaknya, itu cukup sederhana."

Setelah bilang begitu, Kiyosato-san menggembungkan pipinya.

"Tetapi aku agak buruk dengan hal semacam itu... ...Astaga, aku mesti mendendamu, you know."

"Eh, maafkan aku..."

Kalau itu uang, aku akan membayarnya. Aku akan memastikan untuk membayarnya. Aku mohon padamu, tolong maafkan aku karena mempertimbangkan kisah komedi romantis.

Ah, tetapi wajah marah itu juga bagus. Caranya menggembungkan pipinya, bukannya itu merupakan ekspresi kemarahan? Aku mengharapkan yang tidak kalah dari sang heroin utama. Kayak biasanya, dia itu seorang karakter 2 Dimensi yang terlahir alami.

"Iya, seseorang mesti melakukannya, jadi mau bagaimana lagi, aku rasa. Ini tidak akan berlangsung selamanya, jadi mari kita coba untuk melewatinya!"

Kiyosato-san mengepalkan kedua tangannya untuk memotivasi dirinya sendiri.

Ekspresi wajahnya begitu imut dan cocok buat seorang heroin. Hihihi. Aku sangat menyukainya ♡.

"Oke, kalau begitu aku pergi ke ekskul dulu! Sampai jumpa besok!"

"Ah, iya. Semoga sukses dengan ekskulmu."

Lalu, sambil menebarkan senyumannya yang khas, dengan langkah penuh semangat, dia meninggalkan ruang kelas.

Aroma bunga sakura yang samar-samar tercium di udara.

*
"Ahaha. Ah, itu sangat menyenangkan."

Sepulang sekolah hari itu. Di "Ruang Konferensi M."

Suasana hatiku sedang gembira saat aku melaporkan hasil kerja hari itu.

"...Jadi itu benar-benar berhasil?"

Sambil menghela napas, Uenohara menunjukkan kekagumannya.

"Hahaha, pujilah aku lebih banyak lagi, oke?"

"Tidak, aku terkejut."

Mengapa itu bukan kekaguman?

"Itu merupakan kemenangan strategi yang sempurna! Dan aku tidak melewatkan satupun!"

"Tidak, tidak apa-apa. Tetapi itu menjijikkan karena rencana itu berhasil sejak awal."

"Berhentilah bilang kalau aku menjijikkan!"

Kejam sekali, kata itu!

"Tetapi biasanya, kamu tidak akan berpikir itu akan berhasil... ...Menelusuri tulisan tangan seseorang, maksudnya."

Uenohara masih tampak setengah skeptis saat dia bergumam, "Mustahil."

─Faktor penentu dalam operasi ini.

Yaitu, memalsukan tiket undian dengan meniru tulisan tangan orang.

"Aku telah berlatih untuk berjaga-jaga kalau hal kayak gini terjadi. Karena peranku sebagai Ketua Kelas, aku sering melihat tulisan tangan semua orang."

Kecurigaan Torisawa memang benar.

Tiket undian yang aku keluarkan pada kesempatan itu, memang tiket palsu yang sudah aku siapkan sebelumnya dan aku sembunyikan.

"Dengan metode ini, yang mesti aku lakukan yaitu menyiapkan tiket undian terlebih dulu dengan nama target, lalu berpura-pura mengundi tiket tersebut pada saat ajang berlangsung. Ini sederhana dan dapat diandalkan."

Meskipun begitu, seandainya saja itu cuma sekadar pemalsuan sederhana, aku pasti akan mati kutu kalau diminta untuk menunjukkan tiket undian yang asli. Jadi, aku menyiapkan tiruan sempurna dari tulisan tangan mereka, supaya tidak ada masalah, meskipun diperiksa.

"Pada dasarnya itu merupakan undian untuk menentukan peran negatif, dan tidak begitu jelas apa karakternya akan mengeluh atau tidak, jadi aku penasaran apa aku mesti melangkah sejauh ini, tetapi... ...itu cuma buat berjaga-jaga."

Aku menilai bahwa Kiyosato-san dan Tokiwa tidak akan bilang apa-apa secara terbuka, tetapi ada ketidakpastian soal bagaimana Torisawa akan bereaksi. Semua kriteria penilaiannya unik, sampai-sampai prediksinya cenderung keliru.

Pada akhirnya, tindakan yang aku lakukan membuahkan hasil, dan aku sangat senang karena telah mempersiapkannya terlebih dulu. Namun, aku memerlukan buku catatan seukuran buku catatan kuliah untuk menguasainya.

"Sebenarnya, dengan metode itu, tiket undian yang asli akan tertinggal di dalam kotak, bukan? Apa yang akan kamu lakukan kalau mereka memintamu untuk menunjukkan apa yang ada di dalamnya?"

Poin yang valid. Memang, kekhawatiran terbesarku yaitu, mereka akan meminta untuk melihat bagian dalam kotak.

"Karena struktur trik ini, tidak ada cara buat mencegahnya secara pasti. Makanya, dengan memandu jalur tindakan, aku meniadakan opsi untuk memeriksa bagian dalam kotak."

Iya, makanya aku sengaja meninggalkan tiket undian yang menang di atas meja.

Aku telah mengindikasikan sebelumnya kalau tidak ada tipu daya di dalam kotak, dan malahan tipu daya dalam metode yang patut dicurigai, maka akan normal untuk mencurigai tiket undian.

Jadi, dengan menaburkan sesuatu yang mudah tampak mencurigakan sebagai umpan, aku memancing perhatian untuk mengarah ke sana.

Sementara itu, yang asli dari kotak segera diambil dari kotak, disembunyikan di balik meja guru. Diungsikan ke sakuku untuk pemusnahan barang bukti, begitulah kira-kira.

"Namun, menurutku, tidak semudah itu menyalin tulisan tangan seseorang. Dan ada juga kemungkinan bahwa orang-orang itu sendiri mungkin menulis dengan cara yang aneh saat saatnya tiba, bukan?"

"Kalau tulisan biasa, iya, tetapi kali ini cuma nama mereka. Sampai batas tertentu, setiap orang punya cara yang tetap dalam menulis nama mereka, dan kalau ditulis secara tidak sadar, semuanya akan tampak sama."

Meskipun begitu, kalau nama-nama itu cuma ditulis secara acak pada selembar kertas, memang akan ada banyak variasi.

Makanya tiket undian yang aku bagikan, punya format yang sama kayak surat suara, dengan bingkai untuk tulisan vertikal. Dengan begitu, aku memastikan bahwa nama-nama akan ditulis secara vertikal dalam bingkai, sehingga tulisan tangan lebih konsisten.

Jika sebagian huruf menonjol keluar dari bingkai, atau kalau ditulis dengan pulpen, atau kalau terdapat tanda-tanda melenceng, aku akan menyerah dengan metode ini, tetapi aku sudah memastikan kalau tidak ada masalah apapun saat aku memeriksa nama-nama tersebut. Setelah menetapkan bahwa ada peluang untuk berhasil, aku memutuskan untuk mencobanya.

"Hmm, dalam skenario terburuknya, bukan berarti aku tidak dapat menggunakan 'metode teknik lipat'. Namun, aku senang segala sesuatunya dapat diselesaikan tanpa itu, karena metode itu lebih merupakan sebuah pertaruhan."

Metode teknik melipat yaitu metode di mana cuma tiga undian target yang dilipat secara berbeda, dan peserta dicari dengan tangan. Metode ini punya keuntungan karena tidak ada bukti yang tertinggal, tetapi membutuhkan banyak waktu untuk menemukan tiket undian yang sesuai, dan ada kemungkinan besar untuk mengambil tiket undian lain secara tidak sengaja.

Setelah sekitar seratus kali percobaan latihan, tingkat keberhasilan akhir sekitar 30%. Karena aku cuma punya waktu yang terbatas untuk mempersiapkan, sulit untuk meningkatkan akurasi lebih jauh, jadi aku tidak mau melakukannya kalau bisa.

"Kalau begitu, adakah hal lain yang mau kamu sampaikan?"

"...Tidak ada, aku rasa."

Uenohara, yang telah mempertanyakan beberapa kekurangan potensi, akhirnya terdiam. Itu merupakan kemenangan yang lengkap buatku.

"Iya, aku mesti menyeberangi banyak jembatan berbahaya, tetapi mengingat hasilnya, itu sepadan dengan tantangannya. Selain itu, kalau aku takut akan risiko sebesar ini, membuat 'Rencana' jadi kenyataan akan jadi kayak mimpi di dalam mimpi."

"Namun, kamu melakukannya dengan bagus untuk tidak mengacaukannya. Aku rasa kamu akan mengacaukan segalanya kayak sebelumnya."

"Sungguh tidak sopan. Kali ini semuanya terjadi sesuai dengan dugaanku. Bahkan insiden dengan Torisawa merupakan masalah yang dapat diprediksi, dan tidak ada yang berjalan salah."

"Ah, begitu ya... ...Kamu bilang kalau selama kamu mempersiapkan diri dengan baik, kamu tidak akan salah. Jadi apa kecanggungan itu cuma terjadi saat ada celah, kalau begitu?"

"Hmm... ...Maaf soal kecanggungannya."

Kalau aku punya spesifikasi untuk dapat secara fleksibel menghadapi situasi apa pun, aku tidak akan mengalami banyak masalah.

"Tetapi, dari perspektif rasional, masuk akal buat dibilang, kalau semakin banyak alasan buat mempersiapkan diri terlebih dahulu untuk menghindari kesalahan. Namun, apa yang kamu lakukan itu gila, sih."

Uenohara menganggukkan kepalanya ke atas dan ke bawah sebagai tanda setuju.

Cewek ini punya aura cewek SMA zaman sekarang, tetapi dia cukup masuk akal. Lagipula, dia itu anggota kelas X-E jurusan sains. Ini merupakan hal di mana orang tidak selalu kayak yang tampak.

Aku mendapati diriku memperhatikan Uenohara saat dia menyeruput minumannya.

Hari ini, rambutnya diikat ke belakang dengan ikat rambut, menggantung di depan bahu kirinya. Dasinya telah dilonggarkan, dan rantai kalung atau sesuatu mengintip dari pangkal lehernya yang putih dan tipis.

Kalau dilihat-lihat, kalian dapat melihat bulu matanya yang panjang dan tipis, serta bibirnya yang tipis dan kecil, lembut dan agak dilembabkan oleh pelembab bibir.

Hmm... ...Bagaimanapun juga, aku rasa si posisi ke-7 dalam 'Visual' bukan cuma buat pamer. Seandainya saja bakat lainnya lebih tinggi...

"...Apa?"

Setelah menyadari tatapanku, Uenohara memasang wajah yang meragukan.

"Ah, tidak, bukan apa-apa... ...Itu benar, aku merekam audio ajang hari ini dari awal sampai akhir. Apa kamu mau mendengarnya?"

Aku agak malu ketahuan menatapnya, jadi aku segera mengalihkan obrolan.

"Direkam, katamu. Itu sudah termasuk penyadapan."

"Ini bukan penyadapan, ini merupakan rekaman rahasia. Tidak ada yang kriminal soal itu."

"Tidak, bukan itu masalahnya di sini... ...Euh, ini mulai konyol bagaimana kamu tsukkomi dengan sangat serius. Sungguh, semua yang kamu lakukan berjalan ke arah yang sama sekali tidak terduga, Nagasaka."

Setelah memberiku tatapan tercengang, Uenohara menghembuskan napas ─ mulutnya agak terkatup dan tersenyum lembut. Melihat ekspresi wajah yang langka di wajahnya membuatku terkejut.

"...Wajah langka yang muncul di waktu yang tidak terduga itu agak moe, ya?"

"Begini, mengapa kamu mesti begitu menjijikkan setiap kali kamu berbicara?"

"Oke, itu keluar jalur!"

Paling tidak merasa malu atau semacamnya. Kamu menanggapinya dengan wajah datar!

Dengan santai aku menyerahkan penyuara telinga dan membuka data audio yang terekam di ponsel pintarku.

"Astaga... ...semuanya berjalan dengan bagus. Khususnya, interaksiku dengan Torisawa sangat sempurna... ...Tunggu, aku akan mencari bagian yang tepat."

Eh, kira-kira jam berapa saat ini? Aku membiarkannya berjalan sejak awal, jadi cukup lama...

"Maaf, setelah dipikir-pikir, bisakah kamu mengembalikannya. Aku akan mengatur isyaratnya."

"Ah, oke. Oke, ini."

...Eh, kayaknya dia cuma memberiku sisi kanan.

Tentu saja, sisi yang lain ada di telinga Uenohara.

"...Tunggu. Kamu mau aku menaruhnya di telingaku, satu sisi saja?"

"Iya, tentu saja. Bagaimana kamu dapat memasukkan benda itu ke dalam kedua telingamu?"

Jawaban yang acuh tak acuh. Aku berteriak sambil gemetar.

"Tidak, dasar bodoh! Menggunakan satu set penyuara telinga untuk dua orang? Bukannya itu kayak pasangan lugu yang barusan mulai berpacaran?!"

Uenohara terdiam sejenak, lalu mata mencelanya semakin menyipit.

"Euh, ada apa dengan itu? Apa orang-orang bahkan peduli dengan hal semacam itu zaman sekarang?"

"Bukan begitu! Maksudku yaitu, jangan sia-siakan ajang kisah komedi romantis yang berharga pada waktu yang sama sekali tidak romantis ini!"

"Ah, jadi itu idenya, ya... ...Tidak, cara pandang kayak gitu lebih konyol lagi."

"Ini tidak konyol! Caraku jelas lebih mirip dengan kisah komedi romantis!"

"Benar-benar menjijikkan kalau itu responsmu."

"Jadi akhirnya kita sudah melampaui menjijikkan?!"

*
Buat sementara waktu, aku menghindari penyuara telinga sang kekasih, dan dengan Uenohara yang bilang hal-hal kayak, "Suaramu bahkan bergetar di sini" dan "Wah... ...kamu menutupi kegagapan," dan "Kamu bernapas melalui hidung dengan sangat keras di sini, itu buruk sekali," sambil mencaci-makiku di sepanjang ajang, pemutaran audiopun berakhir.

Uenohara melepaskan penyuara telinga dan dengan hati-hati menggulung kabelnya sebelum menyerahkannya kembali padaku. Kayaknya dia cukup jujur dalam hal detail-detail kecil ini.

"Selain fakta bahwa Nagasaka sangat menjijikkan sepanjang waktu, ini berhasil dengan baik, jadi itu hal yang bagus, bukan?"

"Aku penasaran mengapa orang ini selalu menyangkalku. Jujur saja dan akui saja."

"Namun, aku rasa kamu tidak boleh lengah cuma karena segalanya berjalan dengan baik kali ini. Sangat mudah untuk tersandung saat kamu sedang dalam keadaan baik."

"Aku tidak perlu kamu bilang begitu padaku. Aku siap untuk lebih teliti dalam persiapanku ketimbang sebelumnya."

"Hmm... ...Aku penasaran apa aku paling tidak dapat mengetahui persiapanmu di bagian itu..."

"Eh... ...apa ini? Apa kamu cuma bersikap 'dere'?!"

"Dan... ...kamu terbawa suasana setelah aku bilang begitu. Makanya kamu benar-benar menjijikkan."

"Ah, bukan pertanyaan yang mengarahkan, itu kotor! Dasar Iblis, dasar setan, dasar Nyonya Hinami*!"

(TL Note: Sebuah referensi untuk Aoi Hinami dari seri novel ringan populer berjudul Jaku-chara Tomozaki-kun (Karakter Tingkat Bawah Tomozaki). Meskipun jadi heroin utama dalam serial ini, ia sering dianggap oleh para penggemar sebagai "maou" (raja iblis dalam bahasa Jepang) karena karakternya. Buat yang mau membaca LN ini, bisa dibaca melalui Rewards Trakteer Lintas Ninja Translation, yang dapat kalian akses melalui tautan berikut.)

"Contoh macam apa yang terakhir itu? Apa kamu bilang aku bukan manusia?"

"Kamu — Jangan datang padaku meskipun kamu kehilangan tempatmu di kelas! Minta maaflah! Minta maaflah saat ini! Minta maaflah!"

Jadi, bahkan kami berdua bertengkar terus dan terus, aku terus berbagi rencana mulai dari sini.

Dengan ini, "Rencana Proyek" selangkah lebih dekat ke penyelesaian.

Melihat hasil aktual kayak gini, jujur saja membuatku senang.

Kayak yang aku duga, aku mesti melakukan apa yang dapat aku lakukan ─ mempersiapkan diri secara menyeluruh terlebih dahulu melalui penelitian dan latihan berulang-ulang ─ untuk mewujudkan rencanaku.

Inilah satu-satunya cara untuk menentang kenyataan yang tidak akan membiarkanmu mewujudkan kisah komedi romantis.

— Itu benar.

Bagaimanapun juga.

Waktu itu, satu setengah tahun yang lalu.

Kayak yang aku duga, kurangnya usahaku pasti penyebabnya.

TL Note: 

• Banyak banget referensi yang mengarah ke proyek LNT Classics dan Regular, hehe, silakan dibaca ya, yang ke Trakteer, cukup 2 cendol langsung dapat akses ke semua yang sudah kami update selama sebulan, hitung-hitung membantu kami agar tetap bertahan ya, guys. 🙏

• Lanjut lagi gak, Nih? Sepi banget gak ada yang komentar, hehe.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama