Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 4 Bab Pra-91 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-ch-pre-91-di-lintas-ninja-translation

Bab Pra-91
Terkejut

(TL Note: Bab ini sebenarnya hanya ada di versi Light Novel tetapi tetap kami terjemahkan. Tentu saja, bab ini hanya tersedia di bahasa Indonesia, tidak akan kami terjemahkan ke Bahasa Inggris.)

Itu merupakan siang pada musim panas biasa saja. Biasanya, aku akan menjalani kehidupan yang memanjakan diri sendiri tanpa satu pun kekhawatiran di dunia ini, namun, jantungku berdebar kencang sampai-sampai jadi terasa menyakitkan. Meskipun aku ada di rumah dan duduk di ranjangku sendiri. Aku tidak pernah merasa sangat terpojok sepanjang hidupku.

Dengan dimulainya liburan musim panas, aku mulai bekerja paruh waktu, lalu seorang teman sekelasku bersujud tepat di depanku. Apa itu benar-benar terjadi? Aku tidak mengira kalau itu ceramah — atau argumentasiku semata? Akan membuahkan hal itu. Sebaliknya, aku merasa sangat bersalah saat ini. Rasanya seperti ingin mencoba tradisi sadis Jepang yang menarik. Belum lagi aku bisa menghindari PR liburan musim panasku berkat itu.

[Sajocchi! Mari kita berkunjung ke rumah Aichi dan Ai-chan hari ini!]

Meskipun aku dipenuhi dengan kebencian terhadap diriku sendiri kayak gitu, Natsukawa dan Ashida mengajakku untuk datang dan nongkrong bersama mereka. Perkembangan ini memang terlalu mendadak buatku untuk diikuti dengan seksama. Rasanya kayak, apa ini karena Dewa memberi tahuku kalau aku melakukan sesuatu yang baik? Aku merasa mereka akan mengeluarkan kamera dan memberi tahuku bahwa aku sedang direkam oleh pihak televisi...

"...Apa yang mesti aku kenakan?"

Dan meskipun aku memikirkan semua itu, aku sebenarnya bertingkah seperti cewek belia sebelum berkencan. Memangnya aku seekor kera? Mungkin saja. Sejauh ini, aku cuma menghabiskan hari-hariku mengejar Natsukawa, tetapi jalan-jalan di hari libur kayak gini cuma terjadi pada cowok. Saat itu, aku benar-benar tidak peduli dengan apa yang aku kenakan. Itu cuma menunjukkan betapa lainnya orang-orang ini ketimbang Natsukawa. Aku rindu jersi jelekku. Aku tidak pernah lebih berterima kasih pada SMA-ku untuk meminjamkan aku pakaian sebelumnya. Aku akan mencucinya dengan benar di lain waktu.

Tetapi, cukup itu saja. Ini bukan waktunya untuk berterima kasih, aku mesti memilih pakaian yang bagus. Mari kita mulai sekarang.

"...Heup..."

Aku membuka lemariku. Sekali ini saja, saat aku benar-benar sadar akan penampilanku itu sangat membantu. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tampil bergaya dan aku pun punya beberapa pakaian bergaya yang bisa aku kenakan. Saat itu, aku benar-benar mencari tampilan yang paling bergaya, tetapi... apa boleh aku mengenakan pakaian ini?

"Haha... aku tidak tahu."

Eh, aku punya barang yang kayak gini...?

Setelah menderita berulang kali, aku akhirnya menemukan kombinasi yang aku sukai. Rasanya sudah lama sekali sejak aku habis-habisan kayak gini. Ini jadinya kalau kamu mengutamakan tampil bergaya, hehe. Seluruh tubuhku dibalut dengan gaya zaman modern. Kaus dowel dengan celana sarouel, itu saja sudah cukup. Tidak ada celah yang ditemukan di sini. Berjalan-jalan dengan pakaian kayak gini pasti akan membuatku dipuji bahkan oleh Mbak-Mbak yang paling bergaya, dengan kalimat seperti 'Orang itu sangat bergaya— Mengesampingkan wajahnya'... ...Iya, mungkin ada celah.

Di saat-saat kayak gini, tidak bagus melebih-lebihkan kemampuanmu. Aku sudah lain dari dulu, karena aku pada dasarnya punya kepercayaan diri yang tidak terbatas. Aku mesti mendapatkan pendapat orang lain soal ini. Aku yakin Kakak masih mengunyah bakpao dagingnya di ruang tamu, sambil duduk-duduk di sofa. Aku yakin Kakak tidak akan memujiku secara langsung, tetapi mendengar 'Hah, jadi kamu mau pergi keluar' cukup banyak itulah yang aku minta. Kalau itu tampak mengerikan, Kakak tetap akan menghinaku.

Saat aku melirik ke dalam ruang tamu, aku mendapati Kakak sedang berbaring di sofa, sudah aku duga. Meskipun Kakak datang ke bimbel, Kakak yakin tidak terasa kayak gitu sama sekali... ...Kakak mungkin akan bertindak dengan cara yang sama meskipun dia tidak sibuk dengan urusan OSIS.

"Kakak."

"Hmm...?"

"..."

"..."

Kakak memeriksa pakaianku dengan cermat. Bagaimana menurut Kakak? Tampak modern, bukan? Aku ada di level seorang peramal cuaca yang tampak sempurna dengan seringai pemakan kotoran, bukan? Itu saja, aku itu penyiar acara hiburan bulanan. Sekarang, katakan itu! Satu dua-

"—Kakimu pendek sekali."

Baiklah, saatnya aku mundur. Itu sedingin es. Harusnya aku sudah tahu jadinya akan kayak gitu. Meminta kesan dari Kakak memang salahku. Kalau dipikir-pikir, Kakak tidak pernah sekali pun memujiku soal koordinasiku dalam hal berpakaian. Aku pun tidak bisa melihat ketertarikannya padaku. Karena Kakak tidak menghinaku untuk beberapa lama, aku benar-benar lupa.

Dulu waktu aku masih SMP, ada masa di mana aku tidak bisa menerima sikap Kakak, dan melemparkan keluhan padanya.

'Kalau begitu, apa yang akan tampak bagus untukku?!'

'Rantai.'

Apa Kakak ini semacam pegulat profesional? Sejenak, aku kira Kakak cuma bercanda, tetapi dia sebenarnya tampak cukup serius soal itu. Saat itu, Kakak terpikat pada gulat dan sebagainya. Kakak bahkan menggunakanku sebagai samsak untuk mencoba tekniknya... ...Ibu, aku mungkin sudah tumbuh sedikit berkat hal itu. Belum lagi Kakak menyembuhkan punggungku yang bengkok.

"Hah...?"

Aku kembali ke kamarku, mengevaluasi kembali pilihan pakaianku. Kalau dipikir-pikir, celana sarouel ini memang tidak akan pernah tampak cocok buatku. Malahan, cowok jangkung kayak Yamazaki dan anggota Ekskul Bola Basket lainnya akan tampak jauh lebih cocok. Kalau seseorang dengan tinggi rata-rata mengenakan celana itu, itu cuma akan tampak timpang. Aku mungkin mesti menjual ini ke toko pakaian bekas... Mengapa aku sampai membelinya...?

"...Baiklah..."

Mencari-cari sambil melihat-lihat lemariku, aku mendapati sesuatu yang sangat familier di sudut mataku. Aku merasa seperti aku membeli kembali celana pergelangan kaki itu di SMP dengan upahku selama dua bulan, dan aku tidak tahu betapa berharganya uang itu. Cukup banyak pilihan pakaian mulai dari yang formal hingga santai, serta pilihan yang aman. Itu membuatku merasa aman dengan pesonaku. Sangat mudah untuk dipadankan dengan kemejaku juga, dan aku pun dapat memakainya dalam perjalanan ke tempat kerja paruh waktuku—

"—Tolong, jangan berhentikan aku...!"

"Aduh...!?"

Wa-Waaah! Itu merupakan suara Ichinose-san, yang merupakan teman sekelasku sekaligus kouhai di tempat kerja paruh waktuku. Dia kayak binatang kecil yang membangkitkan insting indukmu, yang lebih ditekankan lagi saat dia bersujud di depanku. Cuma karena kata 'bekerja', adegan itu muncul dalam benakku bagaikan kilas balik. Hatiku jadi sakit, dadaku jadi sesak... Mengapa aku menderita kayak gini?

Itu benar, ini bukan waktunya untuk bersemangat mengunjungi rumah Natsukawa. Wajah macam apa yang mesti aku pasang saat aku bertemu Ichinose-san besok... ...Aku mesti memikirkan hal itu... ...Eh? Mengapa aku malah pergi ke rumah Natsukawa saat ini...?

Di bawah teriknya sang surya, aku berusaha yang terbaik untuk tetap ada dalam bayang-bayang, saat aku berangkat menuju rumah Natsukawa. Rasa bersalahku yang menggangguku berusaha keras untuk memaksaku di bawah matahari, tetapi berpikir kalau aku akan bertemu dengan adiknya Natsukawa, Airi-chan, aku benar-benar tidak mau berbau keringat.

"..."

Iya, begitulah. Meskipun aku jelas bersalah, ini terasa seperti semua dosaku telah diampuni dan aku diberi uang dalam jumlah besar cuma karena itu. Apa Engkau benar-benar tidak apa-apa dengan ini, Dewa? Keringat dingin dan tidak nyaman mengalir di punggungku, kesehatan mentalku perlahan memburuk karena perasaan menyesal yang misterius. Aku tahu kalau apa yang aku lakukan ini salah, namun tidak ada yang menyalahkanku untuk itu, yang ada cuma akan memperburuk keadaanku. Malahan, aku hampir meminta tamparan pada Natsukawa ataupun Ashida, bahkan Airi-chan.

...Tidak, tenanglah. Pikirkan hal ini secara masuk akal. Itu bukanlah hukuman, tetapi hadiah. Tunggu tidak, bukan begitu. Orang mesum macam apa aku, meminta tamparan ke wajahku dari teman sekelas. Itu cuma akan membuat rasa bersalahku semakin bertambah. Kemudian lagi, aku bicara soal beberapa hal buruk dengan Yamazaki pada dasarnya berarti aku memang orang mesum. Lebih dari itu, aku belum cukup rentan untuk hancur cuma karena aku disebut orang mesum. Aku benar-benar tidak mesum... Belum lagi aku dilatih dalam ketahanan fisik berkat gerakan ahli gulat profesional, Kakak. Apa aku sebenarnya... ...cowok yang terkuat?

Kalau begitu, mungkin aku mesti mengenakan celana sarouel sebelumnya. Bertingkah kayak aku ini cowok tampan meski penampilanku tumpang tindih, tetapi bertingkah tangguh kayak b*jingan untuk menerima tatapan jutek dari orang-orang, dan menerima hukumanku kayak gitu. Dalam perjalanan, aku berjalan melewati pasar swalayan yang jarang aku kunjungi.

"...Aku mesti membeli banyak permen, ya?"

Natsukawa sangat baik, dan Ashida tidak akan bilang apa-apa yang benar-benar akan menyakiti hatiku. Karena sudah begitu, aku sendiri cuma bisa melompat-lompat ke jalan yang penuh duri. Ah benar, dompetku. Iya, biarkan aku mengeluarkan semua isinya. Aku akan membeli semua jenis permen yang tidak akan tersisa setelah itu, membuatku berpikir kalau 'Aku harusnya tidak beli itu', ya? Ini akan seperti membeli dudukan ponsel pintarku seharga 350 yen di toko aneka barang dan merasa menyesal karena hal itu.

"Biarkan aku lihat..."

Aku berjalan menuju pasar swalayan, dan berbaur dengan anak-anak kecil untuk memilih permen. Permen apa yang enak untuk membuat hati anak kecil senang... ...Mungkin cokelat yang berbentuk karakter? Tetapi, apa Natsukawa akan marah kalau aku membeli permen yang bisa membuat gigi Airi-chan mudah berlubang? Jadi mungkin permen karet saja? Mudah digigit, dan tidak benar-benar menyebabkan gigi berlubang dari apa yang aku dengar. Malahan, ada banyak kolagen di dalamnya, yang tampaknya bagus untuk kulit, jadi mungkin itu pilihan yang lebih tepat?

Natsukawa pasti akan senang kalau Airi-chan mempertahankan kulit pipinya yang licin. Mungkin beberapa HimoQ? Aku akan membelinya. Dulu saat aku masih SD, aku selalu beli itu saat aku melakukan perjalanan. Aku yakin dia akan senang soal itu.

...Ha-Hah? Kalian tidak jual HimoQ? HimoQ itu sekutu semua anak kecil, ditawarkan di hampir semua toko permen di planet ini. Dan itu sudah tidak dijual, apa itu benar-benar terjadi? Kalian memaksaku untuk membeli makanan masam sekarang! Bagaimana kalau Natsukawa menjewer telingaku karena aku buat Airi-chan menunjukkan wajah masam! ...Glek.

"Eum, permisi, di mana kalian menyimpan permen karet?"

"Hah...? Iya, kalau itu tidak ada di sini, maka..."

Mbak-mbak pramuniaga itu menunjukkan padaku ekspresi 'Mengapa seorang siswa SMA membeli permen?'. Anda tidak salah, oke. Apa mungkin stoknya sudah habis? Seperti gim konsol, dan calo yang menjual segalanya dengan harga yang jauh lebih mahal nanti? Seperti yang diharapkan dari HimoQ. Tidak, serius, apa itu sudah tidak ada lagi? Mungkin itu cuma ada di belakang beberapa rak? Itu membuatku ingat, aku sudah jarang menemukan makanan itu akhir-akhir ini... Biarkan aku mencarinya secara daring... ...Hi-Mo-Q... ...cari...

"Eh?"

Tunggu, itu sudah tidak diproduksi lagi? Itu tentu membuatku terkejut. Aku tidak akan bisa makan HimoQ lagi? Halo? Pemerintah?

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama