KuraKon - Jilid 5 Bab 4 Bagian 5 - Lintas Ninja Translation

Bab 4
Perang
(Bagian 5)

Saat memasuki kelas, Akane mendapati teman-teman sekelasnya sedang gelisah. Mereka telah berpencar menjadi beberapa kelompok, tetapi mereka semua mengeluarkan ponsel mereka, menatap layar dengan penuh rasa ketagihan.

"Asta…"

"Ini cukup gila, bukan?"

"Tangkapan gambar yang sangat indah!"

"Foto ini bagaikan lukisan!"

"Sepertinya Himari yang melakukan ini, bukan?"

"Himari tidak sepenuhnya buruk!"

Akane mendengar nama temannya di antara suara-suara itu, sehingga membuatnya penasaran. Akane mendekati salah satu siswi dan bertanya.

"Ada apa dengan Himari?"

"Kamu tidak tahu? Ini dikirim ke grup obrolan  kelas kita kemarin."

Siswi itu memperlihatkan ponselnya pada Akane. Tampil di layar ada satu foto. Itu berlokasi di depan stasiun kereta, menunjukkan adegan mutlak kalau Saito dan Himari saling berbagi ciuman. Saito menatap Himari dengan mata terbuka, lalu rambut Himari terjerat dengan wajah Saito.

"Ap..."

Suara tercengang tetapi samar keluar dari mulut Akane. Untuk sesaat, Akane salah mengira mereka berdua itu orang lain. Namun, begitu Akane sampai pada kesimpulan kalau kedua orang itu memang Saito dan Himari, dia merasakan detak jantungnya semakin cepat. Itu berdetak begitu keras hingga mencapai telinga Akane. Tidak lama kemudian, Akane merasakan sesuatu mengalir di pipinya. Setetes kecil cairan yang hangat mendarat di telapak tangan Akane. Semakin banyak tetes cairan itu mengikuti, karena penglihatan Akane menjadi kabur. Rasa sakit yang tajam di dalam dada Akane membuatnya merasa pusing.

Mengapa aku... menangis…?

Akane tidak mengerti. Namun, berdiri di sekitar juga bukan pilihan yang tepat, dan Akane tidak tahan melihat foto itu lebih lama lagi, makanya dia berlari keluar dari ruang kelas. Berlari di lorong, Akane berpapasan dengan Himari.

"…Kalau kamu masih belum menyadarinya juga, maka aku akan merebutnya sungguhan, kamu tahu?" Himari bergumam saat mereka berdua berpapasan.


Akane tersungkur ke lantai saat dia tiba di ruang tamu. Sejak kejadian itu, materi mata pelajaran bahkan tidak kunjung sampai ke otak Akane, dan dia sudah melupakan sebagian besar dari materi itu setelah dia tiba di rumah. Semuanya yang dapat terpikirkan oleh Akane hanyalah foto Saito dan Himari yang berbagi ciuman. Akane ingin melupakan foto itu secepat mungkin, namun rasanya seakan-akan itu telah membara jauh ke dalam hatinya, dan menyala setiap kali dia lengah.

Mengapa Akane mulai menangis saat melihat foto itu? Apa yang mereka berdua lakukan seharusnya bukanlah urusan Akane. Satu-satunya alasan Saito dan Akane menikah adalah demi masa depan mereka, dan apa yang mereka lakukan selain itu dengan siapapun bukanlah urusan pihak lain. Himari merupakan teman Akane yang penting, dan dia ingin Himari bahagia, apapun yang terjadi. Mendukung Himari dalam cintanya dengan Saito…Namun, Akane tidak dapat melakukan itu. Akane tidak bisa memberi selamat pada Himari. Apa itu karena hati Akane terpelintir?

"Akane?"

"I-Iyah?!"

Sebuah suara tiba-tiba memanggil Akane, sehingga membuat Akane berbalik kaget. Saito yang menawari Akane sekantung plastik tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Hah…? Apa ini?"

"Emm… makanan ringan. Kamu tampaknya sedang sedih, jadi aku harap kamu akan ceria lagi setelah makan makanan ini."

Akane membuka kantung plastik dan mendapati ada kue sus. Kue sus itu berisi krim yang lezat, dan ada stroberi besar di atasnya. Sekali lagi, air mata mengalir ke pipi Akane.

"A-Ada apa?! Apa mungkin kamu tidak suka, ya?! Aku kira kamu lebih suka yang ada stroberinya, jadi…" Saito panik.

"Tidak apa-apa. Aku suka ini, kok."

"Kalau begitu mengapa kamu…"

"Karena aku bahagia."

Memang bukan hal besar yang dilakukan Saito ini, namun Akane dipenuhi dengan kegembiraan. Bagian dalam hati Akane menghangat seperti api yang lembut, pipinya memerah semerah stroberi, dan Saito tampak seperti berkilau di sekelilingnya. Dan kalau itu masih belum cukup, Akane belum pernah melihat halusinasi ini untuk pertama kalinya. Yaitu, kembali saat di pesta kelulusan Saito, dan apa yang Akane rasakan saat itu sama seperti yang dia rasakan sekarang. Yang pasti, itu…

Saito keluar dari ruang tamu, meninggalkan Akane sendirian dengan pikirannya.

Aku harus menghadapi perasaanku sendiri… untuk selamanya.

Akane tidak bisa menyangkalnya lagi. Akane menangis tanpa alasan, bingung, dan menderita begini…dia tidak bisa menahannya lagi. Mengapa Akane mulai terus menerus bertengkar dengan Saito setelah mereka masuk SMA? Itu karena Akane frustrasi karena Saito tidak pernah mengingatnya. Akane malu karena rasa cintanya bertepuk sebelah tangan, dan tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena terlalu berharap. Tentu saja, kehilangan posisinya sebagai murid terbaik di angkatan juga membuat Akane frustrasi, jadi dia ingin membalas Saito, dan ingin Saito menerimanya.

Namun, Saito tidak pernah sekalipun menatap Akane. Tidak peduli berapa banyak Akane berusaha, seberapa banyak dia berjuang untuk nilainya, Saito selalu memandang rendah Akane. Menyadari kalau Saito bahkan tidak peduli dengannya, Akane meledakkan semangatnya dengan bertengkar dengan Saito setiap hari. Akane menimpa rasa cintanya dengan permusuhan, sehingga membuat mereka berakhir dalam hubungan mereka yang saat ini.

Akane ingin membenci Saito. Akane mengatakan ini pada dirinya sendiri kalau dia membenci Saito. Tetapi pada akhirnya, Akane tidak bisa meyakinkan dirinya sendiri untuk pergi jauh-jauh. Dengan menikah dengan Saito, Akane belajar tentang kebaikan Saito, sentuhannya, sehingga membangkitkan kembali perasaan yang terkubur di dalam dirinya, dan dia tidak dapat menahannya lagi. Saito yang Akane temui saat pesta itu merupakan citra indah dari diri Saito yang Akane ciptakan, tetapi Saito yang selalu dia lawan di sekolah hanyalah sisi lain dari diri Saito. Saat ini, Akane tahu segala macam sisi yang tidak dia harapkan dari Saito.

Saito jauh lebih bodoh dari yang awalnya diasumsikan Akane, jauh lebih dapat diandalkan daripada yang dia harapkan, selalu arogan tetapi juga perhatian, ceroboh tetapi juga teliti. Akane menikmati memasak untuk Saito dan melihat senyuman Saito saat Saito memujinya. Akane suka saat Saito berterima kasih padanya. Menonton film bersama, pergi berbelanja, dan tidur bersebelahan…bahkan hal-hal kecil ini menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari menjadi sesuatu yang Akane hargai. Mereka memang masih sering bertengkar, tetapi itu jauh lebih baik daripada diabaikan.

Saat ini, Akane sudah mengerti perasaannya terhadap Saito. Dan di saat yang sama, Akane tahu apa yang dia rasakan terhadap Himari. Menelan semua hal ini dan berpura-pura seakan mereka tidak pernah ada mungkin jauh lebih mudah bagi Akane. Itu akan memungkinkan buat Akane untuk terus terlibat dalam kehidupan sehari-hari yang belum pernah berubah ini. Namun, itu cuma pemikiran cetek. Di dalam dada Akane, badai masih mengamuk. Akane mesti mengakhiri semua ini dengan jelas.

"…Aku tidak bisa terus-terusan begini." Akane menyeka air matanya dan berdiri.


←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama