KuraKon - Jilid 5 Bab 3 Bagian 7 - Lintas Ninja Translation

Bab 3
Suara
(Bagian 7)

Akane berguling-guling di ranjangnya. Bukannya memeluk bantal, Akane mati-matian berpegangan pada boneka miliknya, menyimpan penggorengan sebagai alat pertahanan diri di samping bantalnya. Akane juga memakai jimat pelindung tipuan yang dibuat Saito untuknya.

Aku tidak bisa tidur… Sudah berapa lama sejak aku tidur sendirian ya…

Ketika Akane masih tinggal dengan keluarga aslinya, dia selalu tidur sendirian, namun sekarang dia sudah terbiasa tidur di sebelah Saito. Ranjang dengan ukuran ini terasa terlalu besar buat dia tidur sendiri, dan tidak ada kehangatan Saito seperti biasanya. Tiba-tiba, dia mendengar suara yang berderit dari langit-langit.

Aku tidak tahan lagi! Semua suara aneh ini…

Akane memakai penyuara jemalanya (headphone), memainkan musik yang membuatnya tidur nyenyak dengan volume yang maksimal. Hantu itu tidak ada, begitu juga dengan tikus. Apa yang Akane tidak dapat dengar itu tidak ada. Akane terus mengatakan itu pada dirinya sendiri, memaksa matanya untuk tertutup. Akane membuka matanya lagi, berpikir kalau dia mungkin juga minum cokelat panas...saat dia melihat bayangan di luar jendela.

Apa?! Hah?! Maling?!

Akane bangun dari ranjang, melepas penyuara jemalanya. Bayangan di luar berusaha membuka jendela. Bagaimana dia bisa naik ke lantai dua begini? Mana ada manusia yang akan menerobos masuk ke kamar orang lain. Itu bisa jadi seorang penyusup, pencuri, atau pembunuh... Akane bahkan tidak punya waktu untuk menelepon polisi. Pelaku itu akan berhasil masuk terlebih dahulu. Dan Akane juga tidak memiliki kepercayaan diri untuk menangkapnya saat melarikan diri.

Kalau saja Saito ada di sini, ia pasti akan menyelamatkanku...!

Akane gemetaran ketakutan, lalu dia menggenggam penggorengannya. Akane merasa takut. Ketakutan, malah. Pada saat ini, Saito tidak ada di sini untuk melindungi Akane. Saito memang sombong dan sering tidak berguna, tetapi ia tidak akan pernah kalah melawan beberapa penyusup. Akhirnya, jendela dibuka, gorden dibuka, dan tangan seorang pria terulur ke dalam kamar.

"Dasar kamu maling sialan...!" Akane mengayunkan penggorengannya, mencoba membantingnya ke cowok itu.

"Wah?!"

Orang yang diduga maling mengangkat suara kaget, menghindari penggorengan itu, dan kehilangan keseimbangan. Dan kemudian, wajahnya menjadi tampak.

"Saito?!"

Akane dengan panik menggenggam tangan Saito  lalu menariknya ke atas. Tubuh cowok Saito mungkin hampir terlalu berat buat Akane, teyapi dia tetap tidak melepaskan Saito tidak peduli seberapa besar itu akan mencabik-cabiknya. Akane akhirnya berhasil membawa Saito masuk ke kamar. Mereka berdua terengah-engah lalu mereka terkapar ke lantai. Pakaian Saito menjadi kotor di sana-sini, dan beberapa bagian bahkan ada yang robek.

"Apa yang sudah kamu lakukan?!" Akane bertanya dengan sangat bingung.

Saito, yang seharusnya berada di kediaman utama keluarga Houjo, sekarang tiba-tiba muncul di depan Akane, hampir terjatuh dari lantai dua. Akane tidak dapat mengerti apa yang baru saja terjadi.

"Pintu depan dikunci dengan rantai, jadi aku tidak bisa masuk."

"Kalau begitu bunyikan saja bel pintunya!"

"Aku sudah membunyikannya. Beberapa kali, sebenarnya."

"Ah…Aku tidak mendengarnya karena aku memakai penyuara jemala…"

"Kamu juga tidak menjawab teleponku, jadi aku kira kamu sudah tidur."

Tetapi itu bukan berarti Saito dapat naik begitu saja ke lantai dua.

"Aku kira kamu akan tidur di kediaman utama hari ini?" Akane bertanya.

"Itu niatku, tetapi… aku naik bus untuk pulang."

"Jadi busnya masih beroperasi?"

"Cuma setengah jalan saja, jadi sisanya aku mesti berjalan kaki."

"Kamu berjalan kaki?! Berapa lama yang kamu habiskan untuk ke sini?!"

"…Sekitar dua jam?"

"Apa kamu ini bodoh?!"

Saito dengan canggung menggaruk pipinya.

"Em… Tepat seperti yang kamu katakan, aku merasa gelisah saat kita berdua tidak bertengkar."

"…!" Akane merasakan dadanya sesak.

"Aku banyak berkeringat, jadi biarkan aku mandi dulu."

"O-Oke."

Saito menuju ke lantai satu, meninggalkan Akane di kamar tidur. Dari lantai bawah, Akane dengan cepat mendengar suara air mengalir. Cuma karena dengan adanya Saito di dalam kamar, rasa dingin yang samar yang Akane rasakan tiba-tiba menghilang, dan itu membuatnya merasa tenang. Bahkan suara berderit dari langit-langit tidak mengganggu Akane lagi. Akane juga menuruni tangga, memasuki area ganti baju kecil sebelum mandi. Melalui kaca berkabut, Akane dapat melihat gerakan Saito. Saito akan berkeramas, dan akan meluncur di sepanjang lantai yang basah, menyenandungkan melodi asli sendiri.

Lantai tempat Akane berdiri ada pakaian Saito yang berserakan di mana-mana. Biasanya, dia akan marah karena hal ini, namun Akane sekarang santai dan baik-baik saja.

Seceroboh biasanya…

Akane mengambil pakaian Saito dan memasukkannya ke dalam keranjang cucian. Pakaian itu benar-benar kotor di manapun Akane melihatnya dan berbau keringat. Namun, Akane tidak terlalu mempermasalahkan hal ini. Akane mengambil handuk mandi dari rak terdekat dan meletakkannya ke depan ruang mandi. Karena Saito sepertinya sudah mau selesai mandi, Akane bergegas kembali ke kamar tidur mereka. Tidak lama setelah itu, Saito memasuki kamar. Akane duduk di ranjang, menyapa Saito seakan-akan dia telah duduk di sini selama ini.

"Ce-Cepat sekali, ya?"

"Bukankah kamu di kamar mandi beberapa menit yang lalu?"

"Aku tidak kok! Apa kamu mau bilang kalau aku melihatmu mandi?!"

"Tidak pernah bilang begitu…Tetapi mengapa kamu seperti orang yang kehabisan napas?"

"Ka-Karena… aku sedang menari!"

"Ini sudah larut malam?! Kamu masih punya banyak tenaga yang tersisa, ya! Kalau begitu tunjukkan tarian itu padaku." Saito sangat tertarik.

"Aku lebih suka tidak! Dan aku juga tidak akan menunjukkannya padamu!" Akane merasa seperti dia akan mati karena malu.

Lagipula, Akane sendiri tidak tahu mengapa dia pergi ke kamar mandi. Karena Akane kesepian? Ataukah karena dia ingin bersama Saito secepat mungkin? Itu seharusnya tidak mungkin, namun…

"He-Hei…Bagaimana kalau kita mengobrol sebentar? Apa yang terjadi di perjamuan, dengan siapa saja kamu mengobrol, maukah kamu memberi tahuku sedikit?"

"…Zzz."

Ajakan Akane disambut dengan keheningan karena Saito telah tertidur. Saito bahkan hampir tidak menarik selimut sampai ke bahunya. Akane menghela napas tidak percaya dan menariknya buat Saito.

Ia pasti kelelahan. Sungguh, benar-benar bodoh…

Tetap di kediaman akan jauh lebih mudah bagi Saito, namun ia bergegas pulang karena Akane merasa kesepian. Saito pulang ke rumahnya. Fakta itu saja sudah membuat Akane senang tak terkira. Jauh di dalam dada Akane, kehangatan mulai terbentuk, saat jantungnya deg-degan, hampir membuatnya memeluk Saito. Namun, Saito akan bangun kalau Akane melakukan itu. Akane akan merasa malu kalau Saito mengetahuinya, dan dia ingin membiarkan Saito beristirahat dengan nyenyak. Sebaliknya, Akane mendekat ke telinga Saito, berbisik lembut.

"…Selamat datang kembali."


Aku mendengar sesuatu yang gila…

Saito merasa seluruh tubuhnya memanas. Saito kebetulan terbangun sesaat, penasaran mengapa Akane terasa sangat dekat dengannya. Dan bukan cuma itu, Saito tiba-tiba mendengar suara lembut dan ramah yang tidak pernah ia duga datang dari Akane. Saito tidak tahu apa ini waktu yang baik atau buruk, tetapi ia yakin kalau ia akan mati kalau Akane tahu kalau ia mendengar suara itu. Itu, tentu saja, merupakan sesuatu yang ingin Saito hindari, terutama karena ia sudah merasa lelah karena semua tekanan dari pesta. Oleh karena itu, satu-satunya pilihannya yaitu berpura-pura tidur, seperti hidupnya bergantung pada hal itu. Saito tidak bisa membiarkan Akane tahu. Bahkan saat rambut Akane menggelitiknya, Saito tidak dapat menunjukkan reaksi apapun.

—-Tetapi suara barusan itu, dan cara bicaranya…kedengarannya sangat akrab…

Memang, kedengarannya persis seperti cewek itu yang Saito temui bertahun-tahun yang lalu di pesta itu.


←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama