KuraKon - Jilid 5 Bab 3 Bagian 6 - Lintas Ninja Translation

Bab 3
Suara
(Bagian 6)

Perjamuan di kediaman utama keluarga Houjo berlanjut.

"Ah, Kan-chan keluar!"

"Betapa tidak sesuai dengan usianya!"

"Aku akan membalaskan dendam untuk Kan-chan!"

"Seseorang membawa tong anggur baru!"

"Ume-yan juga keluar!"

Para tamu undangan yang sudah tua perlahan namun pasti tumbang. Para orang jenius dari keluarga Houjo, memegang cengkeraman besi pada perusahaan mereka seperti penguasa yang menakutkan dan meneror, sekarang mabuk sampai tepat, berteriak dan menari bersama para anggota keluarga lainnya. Setiap hari, mereka mengeluarkan tekanan dengan cuma berada dalam ruangan yang sama dengan yang lainnya, tetapi sekarang semua belenggu sudah terlepas. Sementara itu, para pelayan membawa lebih banyak alkohol dan makanan, menyiapkan seorang dokter untuk berjaga-jaga. Pekerjaan Saito saat ini yaitu menyerahkan orang-orang yang mabuk pada sopir mereka.

"Aku belum mau pulang! Aku masih ingin minum lebih banyak!"

"Iya, iya. Pulang saja sana dan minumlah air, oke?"

Saito mendorong pimpinan yang berpengaruh  dari sebuah perusahaan berskala besar itu ke dalam mobil mewahnya dan menutup pintunya sebelum pemabuk itu dapat merangkak keluar lagi. Karena sopir itu tidak akan berani memperlakukan bosnya sedemikian rupa, tugas jaga-jaga ini merupakan tugas Saito. Setelah kembali ke aula perjamuan, Saito duduk dan menghela napas. Shisei sudah memakan semua yang ada, sekarang tidur di bantal lantai Saito.

Semakin banyak makanan datang ke piring, tetapi Saito sudah bosan bahkan cuma dengan melihat piringnya. Saito merindukan makanan sehat dan sederhana Akane di rumah. Saito menatap ke ponsel pintarnya, memikirkan apa ia mesti mengirimkan pesan pada Akane.

Mungkin dia cuma akan kesal kalau aku menghubunginya? Aku rasa Aku tidak harus menghubunginya…

Akane pasti sedang sibuk bermain dengan Himari atau belajar, jadi selama itu tidak penting, pesan apapun cuma akan mengganggu Akane. Belum lagi Saito dan Akane belum pernah berhubungan baik dalam mengobrol. Saat Saito memelototi ponsel pintarnya, Tenryuu meletakkan tangannya ke atas bahu Saito.

"Kamu juga, ayo minum beberapa lagi!"

Napas Tenryuu berbau alkohol. Penguasa mutlak dalam keluarga itu sekarang tidak lebih dari seorang kakek-kakek.

"Aku masih di bawah umur."

"Kakek tahu itu, apa yang Kakek suruh kamu minum itu…" Tenryuu menyediakan Saito satu gelas berisi cairan misterius.

"Teh ulong sayur!"

"Apa saja yang Kakek campur di sana?"

Cairan tersebut berwarna kuning kecoklatan. Cairan itu mengeluarkan bau yang mengocok perut, tampak lebih dari mencurigakan.

"Itu akan baik buat kesehatanmu! Kakek khawatir dengan cucu Kakek, jadi betapa teganya dirimu kalau kamu tidak mau menerima rasa terima kasih dari Kakek?"

"Kakek cuma mencoba menari di atas penderitaanku, bukan?"

Tenryuu mengangkat jempolnya.

"Tentu saja."

"Aku tidak keberatan kalau Kakek menjadi sedikit lebih mendukungku."

Kalau Saito mau minum minuman spesial yang sehat, ia bisa saja bergantung pada protein kocok nabatinya. Lagipula, Akane tidak mengerti pemikiran di baliknya, dan dengan masakan rumahan Akane, Saito tidak punya alasan untuk meminum minuman yang misterius ini.

"Sekarang, menderitalah demi Kakek, cucuku!"

"Aku menolak!"

Saito melarikan diri dari genggaman kakeknya, menggotong Shisei, dan berlari keluar dari aula perjamuan. Berjalan melalui koridor luar, mereka menuju ke dalam kamar yang disiapkan untuk Shisei. Kamar itu terdiri dari suar gaya barat dengan ranjang mewah dan kubah yang terpasang, diisi dengan boneka-boneka yang cocok dengan selera Shisei. Sopir pembantu yang terkenal itu duduk di kursi, dan membaca majalah otomotif.

"Terima kasih banyak. Sepertinya Nona Muda itu cukup lelah." Dia menerima Shisei dari Saito, meletakkan tubuh kecil Shisei ke ranjang.

Cara dia menutupi Shisei dengan selimut itu membuatnya tampak kurang seperti seorang pembantu dan lebih seperti seorang ibu.

"Mengapa Anda tidak beristirahat bersamanya? Saya yakin Nona Muda itu akan bahagia begitu dia bangun."

"Dan kalau begitu kamu tidak akan punya tempat untuk tidur, bukan?"

"Saya tidak keberatan menikmati Anda berdua pada saat yang sama, Tuan Saito."

"Apa sih sebenarnya yang akan kamu nikmati?!"

Pelayan itu sama sekali tidak menunjukkan ekspresi dengan kenampakan wajahnya yang halus.

"Saya sedang membicarakan tentang harem. Seharusnya menjadi impian seorang pria untuk menikmati putri dan pelayan pada saat yang sama, bukan?"

Saito sayangnya cuma melihat mereka sebagai adiknya dan seorang pengemudi yang kejam saja.

"Ranjangnya terlalu sempit untuk itu, jadi aku akan tidur di kamar sebelah saja."

"Hormat saya, inilah mengapa perjaka seperti Anda…"

"Kamu bilang sesuatu?"

"Tidak ada sama sekali. Saya tidak bisa apa-apa selain menghormati Anda, itu membuat dada saya bergetar. Sungguh, Anda itu orang yang luar biasa." Kata pelayan itu, tetapi suaranya sama monotonnya dengan mesin penjawab.

"Sangat jelas kalau kamu cuma mengada-ada, kamu tahu?"

"Selamat malam, Tuan Saito. Saya berharap Anda bermimpi indah." Pelayan itu dengan samar mengangkat di samping dasi kupu-kupunya yang bersahaja dan mengantar Saito keluar.

Tepat setelah itu, Saito mendengar sopir pelayan itu meringkuk ke ranjang Shisei, diikuti oleh suara gemerisik aneh yang mencapai telinga Saito ke luar pintu.

"Bikin kesal saja…"

Saito memasuki kamar di sebelah kamar Shisei. Kamar ini sudah didekorasi atas perintah Tenryuu agar sesuai dengan preferensi Saito. Kamar itu punya konsol gim yang lebih tua, bersamaan dengan rak yang penuh dengan gim dan buku. Ketika Saito masih muda, ia selalu datang ke sini untuk menikmati semua koleksi ini, tetapi sekarang ia sadar kalau kakeknya kemungkinan besar cuma mencoba untuk merayu Saito. Karena masih terlalu dini untuk tidur, Saito bergerak maju dan mengambil sebuah buku dari rak buku. Susunannya juga telah berubah dari terakhir kali Saito datang berkunjung.

Menurut apa yang diberitahukan pada Saito, para pembantu dari keluarga utama secara teratur memeriksa preferensi Saito untuk terus memperbarui pilihan di sini. Bagaimana mereka mendapatkan data itu masih menjadi misteri bagi Saito. Setelah menemukan sebuah buku yang menarik minatnya, Saito berbaring di ranjang. Tepat saat Saito akan mulai membaca, ponselnya bergetar. Muncul di layar ponsel itu ada nama Akane. Dengan tergesa-gesa, Saito menjawab panggilan itu.

"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?"

'Ti-Tidak ada apa-apa...'

"Apa kamu mau mendengar suaraku?" Saito mengatakannya sambil bercanda.

'A-Ap...Tidak, tentu saja tidak!' Akane dengan panik menyangkalnya, dan kemudian keheningan mengiringi.

Saito dapat mendengar napas Akane yang hangat. Meskipun mereka berjauhan, keberadaan Akane terasa seperti dia berada tepat di sebelah Saito.

'A-Aku tidak dapat tenang kalau kita belum bertengkar.'

"Kamu tidak dapat tenang…?"

'Itu benar. Kita kan sudah bertengkar sejak masa kelas sepuluh kita, jadi saat sehening ini, aku tidak dapat bersantai sama sekali.'

"Aku kira kamu akan lebih senang kalau aku tidak ada?"

'Memang begitu, tetapi itu cuma...' Akane melanjutkan dengan suara yang akan menghilang ke udara tipis. "Cepatlah pulang, oke?"

"…Iya."

Akane menutup panggilan, membawa kesadaran Saito kembali ke situasi saat ini. Saito masih bisa mendengar suara-suara sorak dari aula perjamuan. Suara ikan berenang di kolam, dipasangkan dengan cahaya yang tampak melalui pintu geser.

"Pulang, ya…"

Saito melirik ke rak buku besar, menggigit kata-kata itu. Pada awalnya, tempat itu cuma penjara yang Saito cuma diseret masuk untuk tinggal bersama dengan teman sekelas yang paling ia tidak sukai. Namun, bagi Akane dan Saito sendiri, tempat itu telah berubah menjadi rumah mereka. Keluarga asli Saito tidak pernah menunggunya pulang. Mereka tidak ada di rumah ketika Saito pulang sekolah, apalagi menjemputnya, mereka tidak memberinya perhatian seperti Akane, dan mereka bahkan tidak mau repot-repot memasak buatnya. Saito tidak dibutuhkan oleh siapapun. Namun, Akane menunggu Saito. Cuma dengan memikirkan fakta itu, Saito merasa dadanya menjadi hangat.

"…Satu hal lagi yang aku pelajari tentang dia, ya?"

Akane itu sosok yang keras kepala, pekerja keras, dan selalu merasa malu. Dan mulai hari ini, Saito tahu kalau Akane itu orangnya mudah kesepian.


←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama