Bab 4Perang(Bagian 1)
Tidak bangun lebih awal pada hari Minggu pagi dan tidur sesuka hati merupakan harta karun yang mutlak. Karena sudah berjalan jauh kemarin, Saito merasa pulih karena dapat tidur selama itu. Tetapi tiba-tiba, Saito merasakan kehadiran di dekatnya, jadi ia membuka matanya. Matahari telah terbit dan cahaya yang menyenangkan masuk dari jendela di antara gorden. Di tengah suasana yang menyenangkan ini, Akane meletakkan kedua tangannya ke sudut tempat tidurnya, dan tersenyum pada Saito. Akane memasang ekspresi lembut bak seorang dewi, yang membuat Saito merinding. Semua rasa kantuk Saito segera hilang, lalu ia bangun dari ranjang.
"A-Apa yang kamu lakukan…?"
"Aku cuma menikmati wajah tidurmu yang bodoh. Mulutmu itu terbuka lebar, dan meneteskan air liur seperti pegas, berguling-guling seperti seekor babi di kubangan lumpur. Ini buruk, setidaknya."
Lupakan senyuman lembut bak seorang dewi tadi, Akane segera menembakkan serangan hinaan tanpa henti pada Saito di pagi hari. Seperti yang kamu harapkan dari "Si Cantik selama dia tetap diam." Karena itu, setiap kali dia berbicara, kata-katanya selalu sedingin es.
"Kalau kamu punya masalah dengan itu, jangan melihatnya?" Saito menggerutu.
"Tetapi itu seru saat melihat wajah seekor babi yang sedang tidur saat berada di kebun binatang, bukan?"
"Baiklah, aku serius akan membawa masalah ini ke pengadilan. Dan aku punya pengacara yang hebat, kamu dengar aku?"
"Dan aku yang akan menjadi hakimnya!"
"Kalau begitu, bagaimana kamu akan bersikap netral?!" Saito meninggalkan ruang tamu untuk mencuci muka.
Sarapan sudah disiapkan, dengan Akane menuangkan nasi dan lauk pauk ke dalam mangkuk sup. Uap yang mengepul membawa rasa yang lezat, dan Saito tidak mau membuang waktu sedetikpun untuk mengisi pipinya dengan sendok porselen. Lobak bergaris tipis yang telah direbus hingga setengah transparan, sehingga mudah dikunyah. Telur itu terbuka dengan indah di mulut Saito, cocok dengan kepahitan tanaman honeywort dengan indah. Garam dan kaldu sup itu memang sederhana, tetapi itu menyembuhkan semua sisa kelelahan yang dimiliki Saito.
"…Ini lezat."
"Bagus. Aku kira kamu sudah banyak makan makanan enak tadi malam, tetapi perutmu mungkin sakit dan lelah."
"Iya. Aku berpikir untuk melewatkan sarapan, tetapi aku masih bisa makan beberapa mangkuk sup ini."
"Jangan makan terlalu banyak. Kamu akan mati."
"Apa kamu meracuninya?!"
"Tidak sama sekali, makan terlalu banyak itu tidak baik buat tubuhmu."
—Dia mengkhawatirkan kesehatanku…?
Saito bingung, tetapi ia ingat kalau Akane selalu memperhatikan kesehatan mereka. Dan nyatanya, Saito merasa jauh lebih sehat sekarang ketimbang saat ia masih tinggal bersama orang tua kandungnya, dan karena kebiasaan higienis Akane yang ketat, mereka jarang sekali batuk dan bersin. Seperti yang kamu harapkan, Akane benar-benar bertujuan untuk menjadi dokter.
"Apa kamu punya rencana buat hari ini, Saito?"
"Tidak juga. Cuma kepikiran buat baca buku saja, mungkin."
"Kalau begitu bagaimana kalau kita menonton banyak film bersama? Kita mungkin tidak bisa keluar rumah, tetapi kita pasti tidak akan apa-apa kalau di dalam rumah kita saja."
"Kamu mau kita menghabiskan waktu bersama?"
Biasanya, Akane akan langsung menyangkal pertanyaan seperti itu, namun…
"Iya, aku juga tidak akan keberatan menonton beberapa film yang ingin kamu tonton." Jawab Akane tanpa ragu, sambil mengisi mangkuk di tangannya dengan nasi lagi.
—Mengapa dia sangat baik hari ini...? Apa dia mencoba untuk membuatku lengah…?
Tingkat kewaspadaan Saito naik menjadi sepuluh, tetapi Akane tidak mengeluarkan niat membunuh, apalagi rasa permusuhan. Sebaliknya, Akane tampak dalam suasana hati yang murni, menatap Saito dengan senyuman yang enak dipandang di wajahnya. Mungkin Akane sangat senang karena Saito telah pulang lebih awal tadi malam?
"…Dimengerti. Kita juga dapat menonton beberapa film yang kamu mau tonton."
"Oke, kalau begitu mari kita tonton 'Nyamannya! 365 Hari Bersama Kucing – Versi Tanpa Dipotong'…"
"Mari kita tetapkan kedua pilihan kita dengan durasi yang sama! Kita akan lulus pada tingkat ini!" Saito menekankan cuma untuk memastikan.
Mereka menyelesaikan sarapan mereka dan menuju ke sofa. Saito membuka keripik yang dibelinya tempo hari dan meletakkannya di atas meja. Sementara itu, Akane membawa piring dengan beberapa kukis berbentuk kucing.
"Aku membuat kukis-kukis ini pagi ini. Mari kita memakannya sambil menonton film."
"Kamu benar-benar menyiapkannya, ya?"
Kalau saja Saito menolak tawaran untuk menonton film bersama, ia mungkin akan melihat piring itu dari dekat.
"Satu dari sepuluh kukis ini itu kukis yang spesial, jadi berhati-hatilah."
"…Spesial dalam hal apa?"
"Karena di dalamnya ada…Tidak, aku tidak bisa memberi tahumu!"
"Sekarang kamu membuatku berada di ujung kursiku... karena rasa ngeri dan takut."
"Nyawamu tidak akan ada dalam bahaya, jadi tenang saja."
"Fakta kalau kamu mesti menekankan itu cuma akan membuatku semakin takut."
Saito menyalakan televisi, mengoperasikan konsol gim untuk membuka layanan lansiran (streaming service) lalu ponselnya bergetar. Itu merupakan pesan dari Himari.
'Yahoooo! Apa yang sedang kamu kamu sekarang? Bolehkah aku menelponmu?'
'Aku agak sibuk sekarang.'
'Membaca?'
'Tidak juga, tidak.'
Akane melihat Saito bertukar pesan, memberi Saito tatapan bersalah.
"Bermesraan dengan Himari lagi?"
"Sama sekali tidak. Tetapi aku juga tidak bisa mengabaikannya, bukan?"
"Memang begitu katamu, tetapi kalian saling mengirim stiker kemarin, bukan?"
"Ka-Kamu melihat itu?"
Saito merasa Akane telah mengungkapkan rahasia terdalam Saito. Saito baru saja terjebak dalam kesenangan Himari sehingga ia menggunakan beberapa stiker yang ia punya, tetapi ia tahu kalau itu tidak sesuai dengan citranya.
"Aku melihatnya! Kalian terlihat seperti pasangan yang serasi!"
"Kami cuma mengirim stiker satu sama lain, kamu melebih-lebihkan, ah."
"Iya, cukup dekat! Da-Dan ada foto mesum yang terlibat!"
"Aku tidak mengirim satupun!"
"Tetapi Himari yang mengiriminya! Kamu tidak menyimpannya, bukan?!"
"Siapa yang mau melakukan itu?!"
Wajah Akane menjadi merah padam saat dia meraung.
"Aku yakin kamu menggunakan foto itu untuk sesuatu yang keterlaluan saat aku tidak melihatnya!"
"'Keterlaluan' apa yang kamu maksud?!"
"Se-Seperti memanggil iblis…?"
"Maksudmu aku akan menggunakan teman sekelasku sebagai tumbal?!"
"Kamu kan memang tipe cowok yang seperti itu!"
Tampaknya Akane kembali ke sikapnya yang biasa. Akane mengunyah kukis yang dia buat seperti monster yang memakan sisa-sisa manusia. Saito menjadi khawatir kalau Akane mungkin akan memakannya secara keseluruhan saat Akane sedang mengunyah kukis itu.
—Dia tidak… cemburu, bukan?
Mengetahui ini Akane, seharusnya itu tidak mungkin. Akane mungkin tidak tahan dengan kenyataan kalau Saito mungkin akan mencuri sahabatnya darinya. Karena Saito tidak mau menyodok sarang tawon lebih jauh lagi, Saito memutuskan untuk meletakkan ponselnya di atas meja. Suara lembut Akane yang Saito dengar kemarin pasti cuma imajinasinya belaka. Saito merasa Akane itu mirip dengan cewek itu, jadi mungkin lebih baik bertanya langsung pada Akane tentang hal itu.
"Kita pertama kali bertemu di SMA, bukan?"
"Hah…? I-Iya…?"
"Kalau begitu saat kamu menyapaku di hari pertama kita, Mengapa kamu bilang 'Sudah lama sekali ya, Houjo-kun'…?"
"…Hah? Kamu ini bicara apa? Aku tidak ingat itu." Ekspresi Akane jadi menegang.
"Tidak, aku yakin kalau aku mendengarnya. Aku tidak meragukan ingatanku."
"Mungkin aku mengira kalau kamu itu orang lain? Kamu tidak terlalu menonjol, jadi meskipun aku sudah mengenalmu sebelumnya, aku tidak akan mendekatimu." Akane berdiri dan membalikkan punggungnya ke arah Saito.
"Kamu mau pergi ke mana?"
"Aku sedang merasa tidak enak badan, sekarang. Aku akan beristirahat di ruanganku." Akane tidak berbalik dan cuma melangkah keluar dari ruang keluarga.
—Aku rasa sepertinya dia itu bukan Akane…
Kalau itu memang benar, kalau begitu siapa cewek itu? Di mana dia sekarang? Saito tidak tahu.
Akane menerobos masuk ke ruang belajarnya, karena hatinya sedang kacau.
"Mengapa… kamu ingat itu…"
Wajah Akane terasa panas seperti terbakar. Kalau Akane tetap di ruang keluarga bersama Saito lebih lama lagi, Saito akan melihatnya, dan dia takut akan hal itu.
"Meskipun kamu tidak ingat apa yang lebih penting…" Akane menggigit bibirnya.