KuraKon - Jilid 5 Bab 3 Bagian 1 - Lintas Ninja Translation

Bab 3
Suara
(Bagian 1)

Setelah mereka selesai makan malam, waktu yang menyenangkan tiba bagi mereka. Saito sedang membaca buku di sofa, dan Akane duduk di sebelahnya, memelototi buku paketnya. Ini mengejutkan karena mereka sedikit bertengkar pada malam sebelumnya, namun Akane sekarang tidak kabur ke ruang belajarnya, tetapi tetap berada di ruang bersama mereka. Makan malam juga tidak terdiri dari ramen gelas dan ternyata menu yang cukup membuatnya tampak seakan-akan Akane telah berusaha keras untuk itu. Saito juga tidak merasakan niat membunuh atau permusuhan apapun yang terpancar dari Akane. Anehnya, ini membuat Saito jauh lebih gelisah dari biasanya.

Rumor-rumor seputar mereka berdua yang tinggal bersama mulai mereda lewat kencan palsu Saito dengan Himari, tetapi mereka masih tidak bisa bersantai. Kalau teman sekelas kebetulan melihat Akane dan Saito sedang bersama, itu akan merusak segalanya. Mereka bahkan tidak dapat mengobrol ketika mereka berada di luar. Saito menutup bukunya dan berbicara pada Akane.

"Oh iya, kita masih belum bertukar informasi kontak kita. Kamu keberatan memberi tahuku?"

"A-Apa kamu mau menggebetku…?" Akane dengan erat memeluk buku paketnya dan menjauh dari Saito.

"Buat apa aku menggebet istriku sendiri?!"

"Memangnya kamu mau melakukan apa…?" Akane tampak ketakutan.

"Tidak ada apa-apa! Aku cuma mau bilang kalau kita tidak dapat berkomunikasi saat kita berada di luar rumah!"

"Kamu benar… Akan lebih baik kalau kamu dapat memberi tahuku kalau kamu mau menginap di rumah Himari…" Akane memberi Saito tatapan bersalah.

"Aku tidak menginap! Aku pulang kemarin malam, ingat?"

"Tetapi kamu sebenarnya tidak mau pulang, bukan?! Aku yakin kamu pasti lebih suka masakan Himari ketimbang masakanku!"

"Siapa dan apa yang kamu tandingkan di sini…?"

Mungkin Akane benar-benar tidak tahan dengan kenyataan bahwa Saito pulang dalam keadaan sudah makan. Akhir-akhir ini, Akane bertingkah aneh.

"Karena kita tidak akan bisa pergi berbelanja bersama untuk sementara waktu, aku rasa berkomunikasi melalui obrolan akan lebih nyaman buat kita. Kamu dapat memberi tahuku kalau kamu mau aku membeli sesuatu, bukan?"

"Begitu, alasan semacam itu pasti berhasil..."

"Sekali lagi, aku tidak akan menggebetmu. Aku bersikap realistis di sini."

"Ba-Baiklah, kalau begitu…" Akane tampaknya masih belum yakin sepenuhnya, tetapi dengan enggan mengeluarkan ponselnya agar mereka bisa bertukaran identitas (ID). "…Mengapa baru sekarang kita bertukaran identitas…?"

Salah satu alasannya itu karena mereka tidak menganggapnya perlu sampai saat ini, tetapi di luar itu…

"Aku rasa kamu akan merasa jijik kalau aku memintamu." kata Saito.

"Iya, aku memang merasa agak jijik."

"Kamu tidak mesti mengatakan itu!"

"Aku kepikiran buat melaporkanmu ke polisi."

"Aku bukan penyusup mencurigakan yang berjalan di sekitar sekolah pada malam hari, oke."

Mereka mungkin musuh bebuyutan, tetapi diperlakukan seperti sesuatu yang lebih rendah dari tahi oleh cewek seusianya memang menyengat buat Saito.

"Tetapi…" Akane menatap ponselnya, dan pipinya memerah. "Ini pertama kalinya aku bertukaran identitas dengan seorang cowok."

"A-Aku mengerti."

Tiba-tiba, sikap Akane berubah 180 derajat, karena dia sekarang tampak bahagia karena suatu alasan, sehingga membuat Saito bingung  harus bereaksi bagaimana. Mengetahui bahwa nama dan foto Akane terdaftar di ponselnya membuat Saito gelisah.

"Akan buruk kalau seseorang dari kelas kita melihat namamu muncul saat kamu meneleponku, jadi aku akan mengganti namanya."

"Dimengerti."

Akane mengerahkan lebih banyak tenaga ke jari-jarinya yang memegang telepon.

"B-o-d-o-h, yap."

"Jangan panggil aku begitu!" Saito memprotes.

"D-u-n-g-u, kalau begitu."

"Jangan begitu juga."

"Aku tidak bisa memikirkan hal lain, jadi tolong kasih aku saran."

"Pasti ada banyak pilihan lain lagi, kan! Seperti 'Si Jenius Terhebat dalam Sejarah' atau 'Penguasa Luhur dan Mutlak', bukan?!"

"Kalau begitu... 'Sang Jenius Seksi Terhebat yang Melampaui Waktu dan Ruang'?"

"Lupakan saja, itu terlalu memalukan."

Mengembalikan kata-kata ironi pada lelucon langsung menunjukkan kalau serangan Akane semakin jauh lebih fleksibel. Daripada serangan verbal buta, Akane mulai merencanakan strateginya.

"Jadi, kamu punya emosi yang mirip dengan rasa malu, kalau begitu?"

"Bisakah kamu tidak membuat itu terdengar seperti aku tidak tahu malu?"

"Aku kira kamu itu tipe orang yang hobinya berkeliaran sambil telanjang."

"Hobiku itu membaca, mengerti?!" Saito mencoba membaca bukunya lagi lalu ponselnya bergetar.

Memeriksa isinya, Saito mendapatkan pesan dari Akane.

'Selamat malam.'

Akane memegang ponsel pintarnya dengan kedua tangannya, memberi Saito tatapan antisipasi dan kegembiraan.

Apa dia ini ingin mengobrol atau semacamnya…?

Kalau Saito mengabaikan pesan itu dan membiarkan Akane menerima status dibaca, Akane akan segera melihat itu, dan Saito menilai kalau ini merupakan satu langkah bagi mereka untuk akur dengan lebih baik. Jadi, Saito memilih untuk menjawab.

'Malam.'

'Apa kabar?'

'Baik-baik saja.'

'Siapa namamu?'

'Houjo Saito.'

Saito merasa seperti sedang mengobrol dengan bot. Namun, yang mengejutkannya, orang yang mengirim pesan ini yaitu istri Saito, yang saat ini menyeringai sendiri. Namun Akane seharusnya menjadi orang yang berada di urutan kedua setelah Saito dalam hal nilai. Akane mengirim pesan lagi.

'This is a pen.'

'Mengapa kamu beralih ke bahasa Inggris?'

Belum lagi itu bahasa Inggris di tingkat SMP.

'I am a pen.'

"Sejak kapan kamu berubah menjadi alat tulis?"

Saito sudah mendapat kesan yang salah selama ini.

'Apa kamu sudah makan malam?'

'Kita memakannya bersama, ingat? Tahanlah dirimu.'

Saito menambahkan stiker dengan gambar kucing dan tatapan jahat, menanyakan 'Kamu baik-baik saja?'. Akane memegang ponselnya dengan kedua tangannya, dan bahunya bergoyang ke kiri dan ke kanan dengan gembira.

'Apa yang kamu makan, malam ini?'

'Kamu yang membuatnya, ingat? Itu steik hamburger.'

'Menurutmu, steik hamburger jenis apa itu?'

'Ap...Err...Daging sapi...?'

'Daging sapi?'

Saito merasa merinding cuma karena Akane mengulangi kata-katanya, tetapi Akane dalam suasana hati yang baik seperti biasanya. Mengapa Akane tersenyum sendiri begitu?

KuraKon-5-3-1

'Beri aku sebuah petunjuk. Aku akan coba menebaknya.’

'Sebuah petunjuk... Ia punya 50 kaki, dengan 90 mata.'

'Sekarang aku jadi semakin bingung.'

Ini tidak terdengar seperti makhluk hidup yang berjalan di bumi ini. Akane berdiri dari sofa dan bersembunyi di balik pintu ruang tamu. Segera setelah itu, Saito menerima panggilan telepon dari Akane . Saito menjawab lalu ia mendengar Akane berbisik seperti mata-mata.

'…Halo? Ini aku. Bisakah kamu mendengarku?'

'Kita tinggal di bangunan yang sama, jadi mari kita berbicara saja seperti biasa!" Saito merasakan kesemutan.

'Itu tidak akan terjadi. Ini itu latihan.'

"Latihan buat apa?!"

'Jika kamu terjebak dalam beton, ini merupakan satu-satunya cara kita dapat menghubungi satu sama lain.'

"Dan aku yakin kamulah yang membuatku terjebak di sana dari awal!"

'Aku tidak akan melakukan hal semacam itu, aku ini kan orang yang baik.'

"Akane dan kata baik itu tidak bisa dicampur…"

Saito tahu kalau Akane mungkin tidak akan ragu sedetikpun untuk memasukkannya ke dalam beton.


←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama