Bab 3Suara(Bagian 2)
"Maaaaas!"
Saito sedang sibuk makan siang bersama Shisei di halaman sekolah lalu Maho melompat ke arah Saito dari belakang. Saito meletakkan kotak makan siangnya dengan kecepatan kilat dan menghindari rudal yang masuk. Bertemu dengan udara kosong, Maho berguling-guling di tanah dengan senyuman yang lebar di wajahnya. Maho berbalik arah dan berdiri, menatap Saito dengan tajam.
"Mas, Mas sudah semakin jago dalam menghindar…"
"Karena kamu menyerang Mas setiap hari, Mas tentu saja akan terbiasa."
Saito bahkan tidak dapat makan siang dengan tenang. Dan karena Saito tidak dapat menikmati makanan buatan Akane di sekolah, ia mesti puas dengan kotak makan siang yang ia beli dalam perjalanan ke sekolah. Dan meskipun begitu, itu hampir tidak cukup untuk mengisi perut Saito. Sebagai tanggapan, Maho cuma menunjukkan tanda damai yang jahat lainnya.
"Aku berusaha meningkatkan kemampuan menghindar Mas, makanya aku terus-terusan menyerang Mas."
"Mas tidak setuju sama sekali."
"Aku ketahuan! Aku cuma terangsang!"
"Jaga bahasamu!"
"Sebagai permintaan maaf karena telah membohongi Mas, aku akan memeluk Mas dengan erat!"
"Tidak usah, terima kasih…" Saito menolak mentah-mentah tawaran itu, tetapi Maho tidak mau mendengarkan dan menempel pada Saito sekali lagi.
Maho mengusapkan pipinya ke arahnya dengan sekuat tenaga, sehingga menimbulkan aroma wangi melayang ke hidung Saito. Shisei menggunakan kesempatan ini untuk menyantap habis sisa makanan Saito.
—Apa mereka berdua kongkalikong…?!
Saito menjadi ketakutan. Namun, Shisei segera memisahkan mereka berdua.
"Jangan menempel pada Abang begitu. Berhentilah menandai Abang dengan aromamu."
"Apa masalahnya? Kamu juga biasanya menandai Mas dengan aromamu juga, bukan?" Maho memberikan bantahan.
"Itu kewajiban seorang adik."
"Tetapi Abang belum pernah dengar argumen itu sebelumnya?!"
"Nah, hari ini giliranku! Mas sendiri yang bilang begitu!"
"Mas tidak ingat pernah bilang begitu!"
Terkunci dari kedua sisi oleh serangan ganda adik cewek, Saito tidak dapat bergerak sedikitpun dan bahkan tidak dapat memakan makan siangnya. Diamati oleh para penggemar cewek Shisei dan para penggemar cowok Maho, Saito merasa seperti akan dieksekusi setiap saat sekarang. Oleh karena itu, Saito menyingkirkan mereka dan menyuruh mereka duduk di bangku taman.
"Shii-chan, A--'.~" (*Pakai nada mau nyuapin ya!)
"Nyam."
Maho mengeluarkan pangsit dari apa yang tampak misterius dan melemparkannya ke udara, yang kemudian ditangkap oleh mulut Shisei. Dilihat dari itu, sepertinya mereka berdua berhubungan baik.
"Tetapi, Mas senang kamu datang hari ini. Ada sesuatu yang ingin Mas tanyakan padamu."
"Oh, mau tahu siapa yang aku taksir? Itu mudah, karena jawabannya itu kamu, Mas! Tehe~." Maho meletakkan kedua tangannya ke pipinya dan dengan liar menggoyangkan tubuhnya.
Kalau kamu menganggap Maho serius bahkan untuk sesaat, kamu akan berakhir sebagai pecundang.
"Kamu pasti sudah tahu siapa cewek yang Mas temui di pesta itu, bukan?"
"…!"
Bahu Shisei berkedut. Maho membuka telapak tangannya untuk menutupi mulutnya.
"O-Oh? Iya, aku mungkin saja tahu, aku mungkin saja tidak tahu, aku rasa?"
Maho tidak memberikan jawaban yang jelas, tetapi menjadi jelas kalau dia setidaknya tahu sesuatu. Agar Maho tidak dapat melarikan diri, Saito segera meraih tangan Maho.
"Ma-Mas…?" Maho bingung.
"Bisakah kamu beri tahu Mas? Mas tidak keberatan menuruti permintaanmu sebagai gantinya."
"Hah? Ka-Kalau begitu…apa yang mesti aku minta, ya…Mungkin sesuatu yang gila?"
"Apa yang Abang rencanakan setelah Abang tahu?" Shisei bertanya.
"Tidak ada. Abang tidak bermaksud untuk bertemu dengannya, abang juga tidak berencana untuk mengganggu Maho atau cewek itu. Hanya saja… Abang tidak tahan ingin tahu secepatnya, cuma itu."
Saito punya hipotesis tertentu. Kedengarannya tampak mustahil, tetapi peluang kalau memang begitu juga tidak sepenuhnya nol. Karena pesta untuk merayakan kelulusan SD ini juga sampai membuat Tenryuu bukan cuma menelepon anggota keluarga tetapi juga kenalannya, Saito punya gagasan kalau mungkin cewek itu merupakan cucu Chiyo, yaitu Maho. Namun, orang lain juga akan cocok dengan spesifikasi itu adalah—Akane.
Saito merasakan kemiripan tertentu dengan cewek itu saat ia melihat Maho, jadi itu mungkin dapat menjelaskan karena mereka berdua itu kakak beradik. Kalau cewek itu memotong rambutnya yang panjang, dia akan tampak mirip dengan Akane. Iya, tidak seperti Akane, cewek itu penurut dan lembut, bertingkah seperti bidadari yang terlahir kembali.
"Mas…jadi Mas benar-benar ingin tahu?"
"Iya."
"Apa Mas akan melakukan apa saja? Walaupun aku minta dipeluk sekarang?"
"Kalau segitu saja tidak masalah." Saito mendekati Maho untuk memeluknya.
Maho tampaknya tidak menduga hal itu, karena dia terhuyung mundur dengan wajah yang merah.
"Tung-Tunggu sebentar! Sejak kapan Mas jadi sangat berani?!"
"Kamu tidak pernah menahan diri saat memeluk Mas, bukan?"
"Karena aku tidak masalah dengan itu! Tetapi… ini memalukan, atau semacamnya!" Maho mengepakkan tangannya dengan panik.
Melihat Maho yang malu begini tampak sedikit berbeda dari tindakannya yang biasa, tetapi itu juga imut. Maho menarik napas dalam-dalam dan menatap Saito.
"Si-Silakan!"
"Kalau begitu…" Saito mendekat, dan Maho memejamkan matanya.
Tepat saat Saito hendak merangkul Maho, Shisei memisahkan mereka berdua dan meraih lengan Maho.
"Maho, berkencanlah dengan Shisei. Sekarang juga."
"Hah?! Sekarang juga?!" Mata Maho terbuka lebar karena terkejut.
"Iya. Sekarang juga."
"Ehh, apa yang merasukimu, Shii-chan?! Apa kamu akhirnya jatuh hati pada pesonaku?! Kamu sangat menyayangiku sehingga kamu akhirnya ingin menjadi boneka dandananku?!"
"Sama sekali tidak. Cuma ingin mengobrol denganmu."
"Wuuuhu, berkencan dengan Shii-chan! Aku akan melakukannya! Mari kita bolos sekolah sekarang juga!"
Maho meraih tangan Shisei dan pergi.
"Hei, bagaimana dengan Mas…?" Saito ditinggal.
Saito tidak tahu mengapa Shisei tiba-tiba menawarkan hal ini pada Maho, tetapi jelas kalau cewek itu tidak dapat menolak pesona Shisei. Saito menghela napas panjang lalu ponselnya bergetar. Tampil di layar ponselnya ada pesan masuk dari Akane.
'Kamu membiarkan gorden terbuka di ruang tamu! Berapa kali lagi aku mesti memberi tahumu? Aku tidak mau orang lain melihat masuk ke dalam, jadi tutup gordennya begitu kamu meninggalkan rumah!'
'Maaf, aku kelupaan.'
Karena cuacanya sangat cerah di pagi hari, Saito memutuskan untuk menikmati pemandangan dan melupakan panasnya saat itu.
'Aku juga melihat beberapa benang di lantai lorong! Itu bukan dari salah satu pakaianku, jadi kamulah yang meninggalkannya di sana, bukan?!'
'Bagaimana kamu bisa menemukannya?! Iya, salahku, aku akan membersihkannya begitu aku sampai ke rumah. Nanti.'
'Tunggu sebentar! Aku juga menemukan sehelai rambutmu di kamar mandi! Seprai di bagianmu juga tidak dirapikan, cangkirmu ditinggal di atas meja, dan remote televisi tidak diletakkan di tempat yang biasanya, dan juga, dan juga…'
'Sekarang kamu cuma mengajukan keluhan padaku karena masalah itu!'
Saito kewalahan dengan serangan yang tak berujung keluhan. Akane telah berevolusi dari seorang ibu rumah tangga menjadi seorang istri komputer. Pesan yang masuk tidak pernah berhenti, yang merampas waktu istirahat makan siang Saito yang berharga.
—Iya, mana mungkin kalau Akane ini merupakan cewek itu.
Saito menatap pesan masuk dan tersenyum pahit.