Bab 1.5
10 Juli (Sabtu)
Hari ini merupakan hari pertemuannya. Aku bertemu dengan pasangan pernikahan kedua ibuku dan putranya.
Untuk saat ini, aku rasa mereka baik-baik saja. Mereka itu bukan orang-orang jahat.
Om itu tampaknya bekerja sebagai penata seni untuk beberapa film dan sinetron. Beliau bilang kalau beliau bertemu dengan ibuku di sana.
Beliau bilang padaku kalau Ibu itu orang yang baik hati dengan etika kerja yang hebat. Aku rasa Ibu itu tertarik pada orang-orang yang seperti Ayah. Aku sedikit khawatir kalau langkah kami akan bersilangan lagi.
Ryouta, orang yang akan menjadi abangku, sangat baik hati!
Aku terkejut ketika ia mendekatiku ketika aku kebetulan tersesat, dan awalnya aku waspada karena aku kira ia itu tipe orang yang akan melakukan Nanpa*, tetapi ternyata ia cuma mau mengantarku ke restoran.
(TL English Note: Nanpa – juga ditransliterasikan sebagai nampa, dalam budaya Jepang merupakan sebuah tipe cara merayu dan menggoda yang populer di kalangan para remaja dan orang-orang yang berumur dua puluh sampai tiga puluh tahunan. Ketika para wanita Jepang mendekati pria dengan gaya yang serupa dengan nanpa, itu disebut gyakunan.)
Setelah itu, aku bahkan lebih terkejut saat mengetahui kalau ia akan menjadi abang baruku.
Ia itu orangnya baik, tetapi ia itu sedikit aneh.
Aku kira kalau itu bukan urusanku kalau ibu menikah lagi.
Ia bilang kalau ia ingin akrab denganku.
Ia memberi tahuku kalau menjadi sebuah keluarga tidak sama dengan tinggal bersama.
"Hukum Pewarisan Mendel tidak punya kesamaan dengan darah, bukan?"
Ini bukan tentang ikatan darah, ini bukan tentang hubungan darah, ini tentang hubungan hati.
Fakta bahwa ia mengatakan itu dengan sangat cepat menunjukkan kalau ia orang yang sedikit aneh.
Satu-satunya hal yang menggangguku adalah mata Ryouta saat itu... Matanya itu gabungan dari beberapa perasaan yang aneh.
Aku menjabat tangan Ryouta. Tangan Ryouta itu besar dan hangat... itu tampak seperti tangah ayahnya. Tangan ayahnya itu kekar dan berkulit tebal, tetapi itu membuatku merasa nyaman.
Jadi, aku merasa sedikit malu.
Tetapi jujur saja, memang sulit untuk menerima orang lain selain ayah dan ibuku sebagai keluarga...
Aku ingin jadi lebih jujur, kali berikutnya aku bertemu dengan mereka, tetapi itu masih sulit buatku...