Bab 1Rumor(Bagian 1)
Ruang kelas 3-A seketika heboh dengan kekacauan seperti sarang semut yang baru saja meledak.
"Akane-chan dan Saito-kun tinggal bersama?!"
"Yang benar saja?!"
"Dua orang jenius di kelas yang selalu bertengkar satu sama lain!?"
"Dan karena mereka jago dalam hal belajar, mereka mungkin akan jago juga dalam melanjutkan keturunan, bukan!?"
Dengan segudang pernyataan ini, seluruh siswa-siswi sangat bersemangat melampaui batas keyakinan mereka. Di tengah-tengah kejadian itu ada Akane, yang tersipu dengan warna merah cerah saat dia menggelengkan kepala sambil marah, dengan Saito yang terdiam kaku karena ketakutan. Tidak ada yang tahu kapan Akane akan mengamuk. Ketika saat itu datang untuk menenangkan situasi dan memanaskan amarahnya, Akane tidak boleh jadi orang yang terburuk yang dibayangkan.
"A-A-Aku dan Saito tidak tinggal bersama! Kalau aku tinggal dengan cowok yang berlendir sepertinya, aku sendiri pasti sudah berubah jadi lendir!"
Saito biasanya akan tampak mengeluarkan bantahan terhadap penghinaan itu, tetapi ia sedang berusaha untuk tidak menambah minyak ke dalam api. Menunggu badai berlalu merupakan tindakan terbaik yang paling mungkin untuk dilakukan.
"Tetapi, aku sudah pernah melihat mereka berduaan sebelumnya! Mereka berjalan ke pusat perbelanjaan bersama-sama."
"Wah, mereka sedang berkencan?"
"Ini tidak terbantahkan lagi!"
Tertekan dengan bukti yang lebih lanjut, Akane berteriak.
"Aku keberatan, itu cuma desas-desus! Dan juga, itu bukan kencan! Ia menguntitku! Aku juga sudah mempertimbangkan untuk segera melaporkannya ke polisi!"
"Houjo-kun itu seorang penguntit?"
"Betul sekali! Ia mengikutiku ke rumahku, melihat-lihat melalui kulkasku saat aku sedang tidak menyadarinya!"
"Houjo-kun itu gila…"
"Ia bahkan mengintipku melalui celah-celah tembok ubin!"
"Benar-benar iblis..."
Itu beberapa tuduhan gila yang kamu tujukan untukku. Apa lagi, hah, ia akan memotong jariku?—Saito mengutuk di dalam hati. Walaupun Akane berusaha meredam segalanya demi mereka berdua, pencemaran yang Saito terima terlalu besar. Saito sudah dapat merasakan celah yang melebar antara dirinya dan para siswi lain di kelasnya. Beberapa dari mereka bahkan sudah mulai berbagi informasi menggunakan ponsel pintar mereka. Ini sudah mencapai tingkat yang dapat dituntut ke pengadilan dalam kasus pencemaran nama baik. Saito memutuskan untuk melihat pilihannya untuk memastikan kalau ia mendapatkan tim kuasa hukum yang tepat yang benar-benar tahu apa yang mereka lakukan. Untungnya, seorang siswa benar-benar memberikan kesaksian yang tepat yang mematahkan tuduhan Akane yang tidak sah.
"Aku ragu kalau ia seorang penguntit. Aku pernah melihat mereka berdua ketemuan di gerbang belakang beberapa hari yang lalu."
"Ketemuan…?!" Akane menjadi pucat.
Saito juga mulai bercucuran keringat. Saito yakin kalau mereka sudah waspada dengan sekeliling mereka, namun ternyata salah satu dari teman-teman sekelas mereka malah kebetulan melihat mereka.
"Ketemuan? Itu pasti kencan!"
"Mereka pacaran!"
"Mana mungkin mereka tidak tinggal bersama!"
Siswa-siswi lain jadi lebih bersemangat.
"Kami tidak pacaran!"
"Tetapi kalian berdua itu sangat dekat, bukan?"
"Sama sekali tidak! Kami selalu ingin mencekik satu sama lain! Betul kan, Saito?!"
"Aku tidak berusaha membunuhmu, jangan halangi jalanku!" Saito masuk.
"Iya, kalau aku sih sama sekali tidak akan menahan diri!" Akane menggeram.
"Aku juga tahu soal itu dengan sangat baik!"
Saito melihat ini sebagai keajaiban karena ia masih hidup. Di saat yang sama, teman-teman sekelas mereka saling memandang.
"Mereka itu cukup dekat sebagai orang yang bertengkar setiap hari, bukan?"
"Iya, iya. Dan mereka itu selalu mengobrol."
"Aku rasa mereka itu pasangan yang cocok!"
"Ka-Kami itu bukan… pasangan yang cocok…!"
Akane tampaknya telah mencapai batasnya karena dia bahkan tidak berusaha untuk membantahnya lagi. Akane cuma menutup genggaman tangannya erat-erat, gemetaran karena marah. Saito memutuskan kalau ialah yang mesti meredakan situasi ini dan angkat bicara.
"Tenang, semuanya. Mana mungkin aku pacaran dengan cewek yang seperti dia."
"Haaah?! Maksud kamu apa bilang begitu?!" Akane memelototi Saito.
"Persis seperti apa yang aku bilang. Aku tidak akan pernah dapat jatuh cinta dengan cewek yang ngawur sepertimu."
"Kamulah yang ngawur! Kamu itu selalu saja bertingkah seakan-akan rumah kita itu ru—"
Saito dengan panik menutup mulut Akane sebelum dia dapat menyelesaikan kalimatnya.
"Bisakah kamu tidak membuat situasinya semakin buruk?"
"Itu karena kamu mencoba merendahkanku!"
"Aku tidak begitu kok. Aku berusaha untuk membebaskan kita dari kekacauan ini."
"Aku tidak mau! Coba bilanglah dengan sesuatu yang akan memujiku, sebagai gantinya! Panggil aku cewek yang akan sia-sia kalau dipacari olehmu!"
(TL Note: Gitu banget Mbak, tadi suamimu lu jelek-jelekin, doi biasa aja.)
"Kalau begitu, mereka malah cuma akan semakin meragukan kita!"
Tetapi bahkan saat mereka berdua ini berdebat sambil marah tentang itu, teman-teman sekelas mereka menyeringai pada mereka.
"""Lihat, kalian itu sangat dekat, bukan!""" Seluruh teman-teman sekelas mereka berkata dengan serempak.
"~~~?!"
Akane sudah mencapai batasnya dan berlari keluar kelas. Saito kehilangan kesempatan untuk melarikan diri dan langsung dikepung oleh teman-teman sekelasnya.
"Houjo-kun…? Aku harap aku bisa dengar seluruh detail menarik darimu..."
"Untuk memperjelas detail Akane barusan, tentu saja."
"Sudah seberapa jauh kalian berdua...?"
Karena ruangnya untuk melarikan diri tertutup, Saito cuma bisa mengencangkan tubuhnya untuk melunakkan dampak ini.