Bab 3Memikat(Bagian 5)
Setelah selesai bersih-bersih setelah makan malam, Saito segera mandi dan menuju ke kamar tidurnya. Karena mereka jalan-jalan sepanjang hari, Saito belum membaca sama sekali. Saito ingin tahu tentang pengungkapan sang pembunuh dalam cerita misteri yang ia baca, tetapi ia tidak punya tenaga lagi untuk fokus pada cerita itu.
Di ranjang, tertutup oleh selimut, Saito melihat seseorang, bernapas dengan ritme yang samar dengan selimut itu bergerak naik turun. Pasti itu Akane yang sudah tertidur. Agar Saito tidak membangunkannya, ia dengan hati-hati menyelinap ke bawah selimut ke tempat tidur. Di dalam selimut itu, Saito dapat merasakan kehangatan cewek yang baru saja selesai mandi. Saito menyerah pada kehangatannya, ia perlahan-lahan sudah terbiasa dengan itu setelah sekian lama tinggal bersama dengan Akane, dan menutup matanya.
Segera setelah itu, Saito merasakan tubuh ramping menggosok punggungnya. Saito mengira kalau itu cuma Akane yang berbalik arah dalam tidurnya, tetapi tidak terasa begitu. Cewek itu mendorong selimutnya, dan duduk di pinggang Saito, dan menatapnya.
"Kamu–."
"Ssst…"
Satu jari diletakkan ke bibir Saito. Mata itu bersinar dalam kegelapan, seperti vampir yang mencari mangsanya—itu matanya Maho.
"Jangan berteriak. Kalau Mbak melihat ini, Mas akan mendapat masalah, bukan?" Maho tertawa terbahak-bahak, seperti sedang memanjakan anak kecil.
"Apa yang kamu lakukan di sini…?"
"Seharusnya sudah jelas, bukan~ aku di sini untuk menyerang Mas~."
Seperti yang dibisikkan oleh kata-katanya, Maho tidak mengenakan apa-apa selain pakaian dalam yang mesum. Itu adalah tipe babydoll dengan tali di mana-mana. Area dada cukup itu tembus pandang, dan sangat memperlihatkan lekuk tubuh Maho. Dari bagian dada Maho sampai ke bagian bawah, babydoll itu terbelah dua, memperlihatkan pinggangnya yang bahkan lebih ramping daripada manekin. Bagian tubuh bawah Maho ditutupi dengan kain, tetapi itu tampak seperti dia tidak mengenakan apapun di bawahnya. Pemandangan Maho itu mirip kupu-kupu yang turun pada malam yang diterangi oleh cahaya bulan. Tulang selangka Maho yang sempurna, bahunya yang menggambarkan bukit yang menawan, lengannya yang tampak lembut, dan bahkan aroma erotisnya itu pemandangan yang harus dilihat. Dan, cara Maho melepaskan ikatan rambutnya, yang cuma menggantung di tubuhnya, itu sangat mirip dengan cewek waktu itu.
Jelas saja, Maho tampak seperti cewek yang Saito temui saat pesta kelulusannya, mengobarkan perasaannya yang bergairah yang tidak akan hilang tidak peduli berapa lama waktu telah berlalu. Kalau bukan karena ingatan Saito yang sangat kuat, ia mungkin sudah melupakan cewek itu.
"…Ada sesuatu yang ingin Mas tanyakan padamu."
"Iya?" Cewek itu sedikit memiringkan kepalanya—dan menunjukkan senyuman yang sama seperti cewek yang ada dalam ingatan Saito.
Di pesta itu, kakek Saito, Tenryuu, mengundang banyak orang. Karena beliau dan Chiyo sudah saling mengenal selama berabad-abad, masuk akal kalau Maho juga berada di sana. Dengan ketegangan yang memenuhi tubuhnya, Saito menggerakkan mulutnya.
"Apa… kita pernah bertemu sebelumnya? Di pesta kakek Mas?"
"Kapan?"
"Saat Mas lulus SD, mereka mengadakan pesta di kediaman Kakek. Kamu itu mirip dengan cewek yang Mas temui saat itu. Dia itu cewek cantik dengan rambut panjang, dan meskipun kami banyak mengobrol, dia tidak pernah memberi tahu Mas siapa namanya, atau bagaimana cara menghubunginya lagi. Walaupun Mas mencarinya sekarang, Mas khawatir kalau itu akan membuat Mas terdengar menjijikkan…"
Maho tertawa terbahak-bahak.
"Kedengarannya Mas sedang membicarakan cinta pertama Mas, ya."
"Bukan begitu…" Saito merasa malu.
Meskipun Saito tidak tertarik pada cinta dan semacamnya, anehnya ia merasa sangat putus asa di saat begini. Namun, ketika Saito mengira kalau cewek yang ia cari mungkin ada dalam jangkauannya, ia menjadi gelisah.
"Cewek itu, mungkinkah itu…" Maho menatap kosong, tetapi pada akhirnya menggelengkan kepalanya.
Maho mendekat ke arah Saito, dan berbisik ke telinganya.
"Haruskah aku memberi tahu Mas?"
"Hah…?"
"Cewek itu—aku."
"…!"
Rasanya seperti kejutan mengalir melalui sekujur tubuh Saito, dan mempercepat detak jantungnya. Sesuatu yang jauh di dalam kepala Saito membuat denyut nadinya berdenyut.
"Kita akhirnya bertemu. Jadi Mas masih memikirkanku dengan penuh rasa cinta?"
"Mengapa kamu diam saja tentang itu?" Saito kesulitan dalam membentuk kata-kata ini, napasnya tidak terkendali.
"Karena aku malu. Lagipula, itu berarti kita punya perasaan yang sama."
Maho dengan lembut mendorong hidungnya ke leher Saito. Aroma wangi langsung melayang ke hidung Saito, saat Maho mendorong pinggulnya ke arah Saito lebih kuat. Meskipun Saito tahu kalau ia harus menghentikan ini, tetapi ia tidak bisa mendorong Maho menjauh. Saito sangat tersentuh dan bingung dengan pertemuan kembali yang tidak terduga ini, pikirannya juga tidak bekerja dengan baik. Saito tidak pernah tahu kalau perasaannya sejak saat itu masih membara dengan kuat sampai hari ini. Di saat yang sama, Maho meletakkan tangannya ke pakaian tidur Saito, dan membuka kancingnya.
"He-Hei…"
"Tidak apa-apa, bukan? Mas nanti juga akan menikah dengan Maho kesayangan Mas ini. Jadi, melakukan hal semacam ini benar-benar normal, bukan?"
"Itu mungkin memang benar, tetapi…bukankah kita harusnya lebih mengenal satu sama lain?"
Saito sudah lama ingin mengobrol dengan cewek itu. Saito bahkan tidak pernah membayangkan apapun di luar itu, dan ingatannya tentang cewek itu begitu murni, ia tidak ingin merusaknya dengan sesuatu yang seperti ini.
"Mengenal satu sama lain dengan tubuh kita akan jadi yang tercepat, bukan? Atau, apa Mas tidak suka disentuh oleh cinta pertamamu, Mas?"
Saito tidak dapat langsung menanggapi itu. Saito tidak merasa tidak nyaman ketika disentuh oleh Maho begitu. Penampilan wajah saat itu, aroma tubuhnya, semuanya menyambut Saito dengan sensasi yang nyaman. Maho meletakkan tangannya di kedua pipi Saito, mendekatkan bibirnya saat dia berbisik.
"Aku mencintaimu, Mas. Mari kita bersenang-senang~."
Kata-kata itu memang semanis madu dan sirup. Itu cukup manis untuk melelehkan otak Saito. Namun, Saito merasakan ketidaknyamanan. Ada yang tidak beres. Saito merasakan ketajaman di balik suara manis Maho yang seharusnya tidak ada di sana. Saito bahkan tidak terpantul di mata Maho.
"Kamu… sebenarnya membenci Mas, bukan?"
Bahu Maho berkedut.
"Apa yang Mas bicarakan? Aku bahkan mengakui perasaanku padamu, Mas…"
"Tidak peduli seberapa hati-hati kalau memainkan aktingmu, sangat jelas kalau itu semua dangkal. Kata-katamu tidak punya kekuatan dan gaya yang dimiliki oleh kata-kata Akane."
Setiap kata yang diucapkan oleh Akane itu dipenuhi dengan rasa cinta dan kejujuran. Terbiasa menerima tenaga yang begitu dahsyat setiap saat, Saito cuma dapat melihat tindakan Maho sebagai akting belaka.
"…Itu benar, aku membencimu, Mas."
Untuk pertama kalinya, Maho menunjukkan ekspresi aslinya. Itu merupakan gelombang kebencian yang kuat, agak mirip dengan suara Akane sampai tingkat tertentu.
"Tetapi, itu tidak masalah!" Maho mencoba mendorong bibirnya ke bibir Saito.
Saito meraih kepala Maho untuk menjauhkannya, karena mereka akhirnya bergulat di ranjang, terjerat satu sama lain. Semakin mereka bertarung, semakin banyak pakaian mereka yang berantakan dan kulit yang tampak. Sambil mendorong Saito ke ranjang, Maho terengah-engah.
"Apa itu ciuman kecil? Ini ciuman pertamaku, Mas tahu? Bukankah itu yang diinginkan semua cowok?"
"Apa maksudnya mencium seseorang yang kamu benci, hah? Sebagai permulaan, jelaskan dirimu sendiri!"
"Diam! Aku akan menjelaskan semuanya setelah kita selesai!"
"Sekarang Mas akhirnya dapat mengerti kalau kamu itu memang adiknya Akane! Kamu sangat tidak masuk akal!"
Tumbuh menjadi-jadi cuma dengan mengikuti emosi seseorang, itu sangat mirip dengan Akane. Satu-satunya perbedaan di sini yaitu rambut panjang Maho, tetapi dalam kegelapan seperti ini, rasanya Saito sedang berhadapan langsung dengan Akane. Dan dengan waktu saat itu, pintu kamar tidur terbuka.
"A…apa…apa yang…" Akane berdiri di ambang pintu, bahunya gemetaran karena marah.
Akane telah menyaksikan Saito dan Maho di ranjang, sedang saling berpelukan dengan setengah tubuh mereka telanjang.
—Dia akan membunuhku!
Saito terdiam dengan ketakutan dan teror. Akane itu selalu menjadi tipe orang yang polos, jadi tidak ada yang tahu apa yang akan dia lakukan jika salah mengira kalau Saito telah meletakkan tangannya di atasnya. Situasi ini sudah cukup berbahaya, namun Maho malah memperburuk keadaan.
"Aku melangkah lebih awal dan menikmati Mas sendiri. Terima kasih atas perlakuannya~."
"Tung-Tunggu sebentar! Tenanglah, Akane! Biar aku jelaskan…" Saito mencoba meredakan situasinya, tetapi alasan itu tidak berhasil pada Akane lagi.
Akane mengepalkan tangannya, dan membuka mulutnya dengan suara gemetar.
"Saito…dan kamu juga Maho…aku benci kalian berdua!"
Tanpa memberi mereka berdua kesempatan untuk mengumpulkan barang-barang mereka, mereka diusir dari rumah.