Takane no Hana no ImaKano wa, Zettai MotoKano ni Maketakunai you desu [WN] - Seri 1 Bab 40 - Lintas Ninja Translation

Bab 40
Dalam Hujan

Hari Kamis, sesi pembinaan wali kelas. Seperti yang Bu Guru bilang sebelumnya, masa orientasi untuk pekan depan akan dijelaskan.

"Rencananya ini akan dilaksanakan selama tiga hari dua malam. Pada hari pertama, kita akan berjalan berkeliling area itu dan melakukan kegiatan api unggun. Pada hari kedua, kita akan melaksanakan kegiatan orientasi sebagai satu kelompok, dan kalian akan pergi ke situs bersejarah yang diinginkan."

Yamaguchi-san punya daftar anggota kelompok dari Bu Guru, dan menuliskannya di papan tulis. Aku dan Takane-san berada di kelompok yang berbeda – Nakano-san dan Watanabe-san berada di kelompok Takane-san, lalu Takadera dan Ogishima merupakan siswa (laki-laki) yang berada di kelompok itu.

Aku penasaran aku berada di kelompok mana ya – saat aku dengan santai melihat ke papan tulis, aku menyadari sesuatu.

Namaku dan Nama Asatani-san belum ada dalam daftar. Yamaguchi-san mulai menulis nama-nama untuk kelompok terakhir – kemudian, nama kami terdaftar.

Kiri Asatani dan Nagito Senda. Kedua nama ini dimasukkan bersama ke dalam satu kelompok yang terdiri dari dua orang siswa dan tiga orang siswi.

"Karena ada lebih banyak siswi di kelas kita, Senda-kun dan Sato-kun, maafkan aku, tetapi apa tidak masalah kalau kalian berdua berada di kelompok ini dengan anggota laki-laki lebih sedikit dari yang perempuannya?"

"Iya, aku tidak masalah dengan itu."

"Aku juga tidak masalah dengan itu."

Sato-san, anggota pengurus kelas, berbalik padaku dan membuat gerakan (gestur) membetulkan kacamatanya. Ia sepertinya ingin menyapa. Aku tahu kalau ia itu cowok yang dapat diandalkan, karena aku telah memperhatikannya di kelas.

Ketika Asatani-san menatapku, dia menunjukkan tangan kanannya bergerak dengan keras, tetapi aku apa maksudnya itu. Semua yang bisa aku bilang adalah bahwa dia itu, kalau boleh aku bilang, imut.

"Sepertinya Nagito-san berada di kelompok yang sama dengan Asatani-san."

"Ah, iya... Tetapi hanya saat kegiatan orientasi saja."

Ini bukan waktunya untuk membuat-buat alasan begitu – aku memutuskan untuk melihat ke Takane-san, kemudian,

"Takane-san, kita berada di grup yang sama, tolong jaga aku."

"Tolong jaga aku juga, Watanabe-san."

Watanabe-san, yang duduk di depanku, berbalik ke belakang dan mengobrol ramah dengan Takane-san. Melihat sosoknya, Takane-san sepertinya tidak terganggu oleh apapun.

"Kelompok ini akan menjelajahi rute ujian yang telah ditentukan, ketika kalian sudah sampai ke tempat tujuannya, kalian akan berjalan sebentar ke sekitaran sana dan kemudian naik bus lagi untuk kembali ke kamp. Kalian juga diperbolehkan untuk membawa ponsel kalian, jadi kalau kalian melihat pemandangan yang indah, kalian bisa mengambil foto, walaupun kita sudah meminta seorang fotografer, jadi kita bisa dapat foto peringatan."

Pembinaan wali kelas akhirnya telah usai setelah pengenalan kelompok. Para anggota dari kelompok yang sama mulai berkumpul, jadi aku ikut Sato-kun dan menuju ke sisi ruangan Asatani-san.

"Senda-kun, Sato-kun, tolong jaga aku, oke?"

"Iya, tolong jaga aku juga. Senda-kun punya kekuatan fisik yang bagus, jadi aku yakin kalau kita akan melalui ujian orientasi ini dengan cepat."

"Iya, aku akan mengatasi itu, tetapi... Ujian orientasi itu sepertinya sangat ketat."

"Saat aku kelelahan, aku akan meminta Senda-kun agar aku digendong belakang, soalnya ia sangat kuat."

"Kiri-chan, kamu sangat berani... Lalu bagaimana dengan aku dan Ina-chan?"

"Bagaimana kalau aku yang menggendong belakang Sayu? Mendapati dua orang anggota pengurus kelas bersama-sama itu seperti mendapati kelompok yang kuat, iya kan?"

Yamaguchi-san dipanggil 'Sayu' karena nama pemberiannya itu 'Sayuka'. Fakta bahwa Asatani-san dan kedua sahabatnya berada di kelompok yang sama juga merupakan hasil dari pengundian.

Tetap saja, aku tidak pernah mengira kalau Asatani-san akan memintaku untuk menggendong belakang dia – Apakah itu karena jarak yang kami miliki sebagai teman?

Tetapi pekan depan, tampaknya akan turun hujan di Hakone.

"Apakah ramalan cuaca pekan depan akan cerah?"

"Aku dengar kalau cuaca di gunung dapat berubah dengan mudah. Haruskah aku membawa jas hujan atau semacamnya untuk jaga-jaga?"

"Kalau memang turun hujan, apakah acara kita ini akan dibatalkan?"

Ketika ketiga gadis ini mengobrol dengan sopan, aku melihat ke informasi yang telah dibagikan sebelumnya dan memastikan kalau kegiatan orientasi akan tetap diadakan tidak peduli apakah itu cerah atau hujan, tetapi mungkin akan ditunda kalau cuacanya jadi buruk.

"Aku harus memperhatikan seluruh anggota kelas, jadi aku mungkin akan meninggalkan kelompok kalau-kalau sesuatu terjadi. Senda-kun, apakah kamu akan baik-baik saja?"

"Aku rasa kita hanya perlu melakukannya saat itu juga."

"Kamu baik sekali, mengatakan hal itu."

Kalian tidak akan pernah tahu cuacanya akan seperti apa sampai hari H dari acara kegiatan orientasi itu. Ramalan cuaca mungkin akan salah dan cuacanya akan cerah.

———————————————————————–

Pada hari pertama di Hakone, seluruh kelas pergi ke kuil yang berada di dekat kamp dan menanak sepanci nasi bersama-sama. Karena aku pernah menanak nasi menggunakan penanak nasi saat kunjungan ke hutan saat SMP, aku tidak mengalami kesalahan yang besar, dan kare yang aku masak di saat yang sama juga sangat lezat.

Saat acara api unggun di malam hari, langit berbintangnya sangat indah. Aku berpikir saat itu kalau ramalan cuacanya mungkin akan salah dan kalau besok akan cerah – Tetapi ternyata tidak.

Pagi harinya pada hari kedua itu cuacanya agak berawan, dan udaranya dingin, seperti dataran tinggi pada umumnya. Titik awalnya adalah tempat parkir di dalam pegunungan. Setelah dibawa menggunakan bus dari kamp, kami diberi penjelasan singkat dan kemudian berangkat satu persatu untuk kegiatan orientasi.

Seluruh kelas sepuluh dipisah menjadi dua kelompok, masing-masing memulai dari titik yang berbeda. Pembagiannya adalah seperti ini: A, C dan E, dan B, D dan F. Seluruh murid kelas sepuluh berkumpul di titik awal. Di antara 100 atau sekian murid, aku dapat melihat Sakai-san.

"Kelas C, kelompok 6 sedang jalan perjalanan keluar, jadi kelas kita lah berikutnya. Kalau ada sesuatu yang berjalan salah, segera telepon, dan tetap di rute ujian."

"Sensei, bagaimana kalau nanti hujan di tengah perjalanan?"

"Ramalan cuacanya bilang kalau nanti tidak akan terlalu deras, tetapi cuacanya memang sangat tidak bisa diprediksi... Tetapi kalau memang nanti kelihatannya semakin deras, kalian dapat berteduh sampai cuacanya mendingan di tempat yang aman, atau membuat keputusan lain berdasarkan kelompok masing-masing."

Rute-rute ujian orientasi memang terbuka untuk publik, dan ada banyak orang yang melakukan pemeliharaan, jadi masalah-masalah apapun yang tidak terduga dapat diatasi dengan tanpa masalah.

"Sekarang, inilah waktunya untuk pergi. Apa semuanya sudah menyelesaikan tugas persiapannya?"

"Aku telah mendengar kalau peregangan sebelum olahraga itu sedikit kontraproduktif."

"Ini agak dingin. Senda-kun, jaket musim dinginmu kelihatannya hangat."

"Iya, mungkin itu akan semakin panas saat kita bergerak."

Inagawa-san memegang kain jaket musim dinginku – Aku penasaran apakah itu fakta kalau Yamaguchi-san dan Inagawa-san merupakan teman satu SMP karena Asatani-san telah mempengaruhi jarak di antara mereka.

Asatani-san juga tampak sedikit dingin – Di kelompok lain, Takane-san sudah bersiap dengan sangat baik untuk mendaki. Bahkan dengan seragam olahraga, dia tampak bermartabat.

Ketika mata kami saling bertatapan, Takane-san tersenyum dan melambaikan tangannya. Asatani-san yang menyadari ini juga melambaikan tangan balik, lalu Nakano-san, yang sedang bersama Takane-san, menghentakkan kakinya untuk menghangatkan tubuhnya.

Kelompok Takane-san dan dua kelompok lain pergi duluan. Takadera dan Ogishima, yang juga berada di kelompok yang sama, berjalan sambil mengobrol dengan siswa lain, tetapi diperingatkan oleh guru untuk berbaris dan berjalan secepatnya.

"Kalau begitu inilah saatnya bagi kelompok terakhir untuk berangkat."

"Iya, sampai jumpa di sana, Sensei."

"Sensei akan mengikuti kalian ke rute ujian yang sama, jadi kalau kalian berhenti, Sensei akan mengejar ketertinggalan kalian."

Sato-kun berpamitan dengan guru itu dan menuntun kami. Yamaguchi-san, Asatani-san, dan Inagawa-san menyusul, dan aku menjadi yang terakhir di barisan.

"Senda-kun, ikuti kami dengan benar, oke?"

"I-Iya... Tentu saja."

Level jalur gunung ini tidak akan begitu menantang, tetapi ada baiknya tetap berjaga-jaga.

Setelah berjalan sebentar, barisannya berantakan dan ketiga siswi mulai berjalan berdampingan dan mengobrol. Aku melihat ke sekeliling dan penasaran apa yang sedang dilakukan oleh kelompok Takane-san.

———————————————————————–

Sekitar sejam setelah keberangkatan, kelompok yang pergi paling pertama terjadi kecelakaan. Sato-kun dan Yamaguchi-san harus siap-siaga untuk P3K. Mereka harus mengenakan sepatu yang tidak pas dan tidak mampu berjalan dikarenakan rasa sakit karena sepatu yang kesempitan.

Asatani-san memberi tahu Inagawa-san, yang khawatir akan meninggalkan Yamaguchi-san di belakang, untuk "tetap bersama Sayu-chan" – Itu berarti,

"Kalau kita mempercepat langkah kita sekarang, apakah kita akan berhasil mengejar ketertinggalan Takane-san dan yang lainnya di depan?"

Aku dan Asatani-san berjalan berduaan saja di jalur gunung. Asatani-san tampaknya punya banyak tenaga, tetapi dia sepertinya sedikit masuk angin karena suhunya sangat naik.

"Aku rasa kita tidak harus mempercepat langkah kita, tetapi aku khawatir dengan cuacanya."

"Aku penasaran apakah nanti akan turun hujan."

"Rasanya semakin gelap saja, jadi aku tidak akan terkejut kalau tidak lama lagi akan turun hujan."

"Ah, aku mengerti. Namaku 'Kiri', jadi mungkin aku mungkin seorang wanita hujan?" (TL English Note: Kanji untuk 'Kiri' bermakna berkabut.)

"Aku rasa tidak begitu. Waktu itu siang yang cerah nan indah saat rekaman radio."

"Ah, aku mengerti... Iya, memang benar-benar cerah pada hari itu. Aku memakai penyamaran, jadi aku panas dan berat. Nagi-kun, kamu tampak sangat keren dengan pakaianmu waktu itu."

Asatani-san jadi banyak omong. Setelah itu, namun, dia berhenti berbicara, dan kami berjalan bersama di jalur gunung dalam diam sejenak.

"...Nagi-kun, hari itu...-ku."

Dengan suara yang sangat pelan, Asatani-san berkata. Itu terdengar seperti dia bilang 'Maafkan aku', dan kalau memang begitu, untuk apa?

"Waktu itu... Maksudmu..."

–Tepat saat aku baru saja ingin menanyakan itu, aku mendengar suara geledek dari seluruh penjuru hutan.

Hujan deras. Aku mengeluarkan perlengkapan hujanku dari ranselku, tetapi sebelum aku dapat memakainya, aku sudah basah kuyup – Mereka bilang kalau cuaca di gunung dapat berubah-ubah dengan mudah, tetapi aku tidak menduga kalau akan seburuk ini.

"Sudah turun hujan... Dan hujannya sangat deras!"

"Ini buruk... Mari kita berteduh dari hujan di suatu tempat dan menyelesaikan ini. Seingatku, ada tanda sebelumnya yang mengatakan..."

"Nagi-kun, bukankah itu tempat di mana kita seharusnya beristirahat?"

"Ah, mari kita cepat ke sebelah sana. Asatani-san, perhatikan langkahmu!"

Kami berlari bersama menuju ke bawah sebuah atap. Atap yang berbentuk lingkaran, yang sepertinya area untuk istirahat, memang tidak begitu besar, dan kami masih bisa merasakan angin ketika kami berada di bawahnya – Tetapi itu masih lebih baik ketimbang melanjutkan berjalan ke jalan gunung.

"Pada awalnya terasa baik-baik saja, tetapi tampaknya kita dalam kesulitan sekarang... Ah~..."

Asatani-san tidak dalam suasana hati yang buruk, dia mengatakannya dengan gembira – Tetapi ketika dia mendengar suara gemuruh dari langit, ekspresi cerianya mereda.

"Asatani-san, bolehkah aku bertanya apakah kamu..."

"A-Aku baik-baik saja. Aku cuma, kamu tahu,  aku tidak begitu berani dengan dengan petir. Tetapi apakah kita semua begitu?"

"Itu sudah jelas... Itu sesuatu yang aku tidak begitu berani juga."

"...Apa yang harus kita lakukan? Kalau kita menunggu, akankah itu berhenti...?"

Ini hujan yang sangat deras, mengguyur atap, dan kabutnya sang tebal sehingga kamu tidak dapat melihat yang lebih jauh sedikit.

Aku penasaran apakah Takane-san baik-baik saja. Melihat ke petanya, ada tempat di mana kami dapat berteduh dari hujan, jadi kelompok yang pergi di depan kami mungkin saja ada di area itu.

"...Haachiim!"

Pada saat itu, Asatani-san bersin. Dia mencoba untuk membuat suara yang sepelan mungkin, tetapi ketika aku menyadarinya, wajahnya berubah merah.

"...Nagi-kun, bolehkah aku memintamu untuk berbalik sejenak?"

"Ah, iya..."

"Kamu juga harus mengeringkan bajumu, Nagi-kun. Kalau tidak, kamu nanti akan kehilangan panas tubuhmu."

Bisa dibilang, cuma ada satu saja yang bisa kami lakukan di sini. Aku melepaskan jaket musim dinginku dan menyeka seragam olahragaku yang basah menggunakan handuk – sambil aku membelakangi Asatani-san, tentu saja.

"...Hmm...?"

Aku dapat mendengar suara napas Asatani-san dengan sangat jelas yang hampir tenggelam dengan suara hujan. Aku dapat mendengarnya dengan sangat jelas.

Untuk mengalihkan fokusku, aku menatap keluar atap yang antihujan itu.

"...Aku rasa handuk ini agak kecil. Nagi-kun, kamu boleh melihat ke sebelah sini sekarang."

"Asatani-san, aku punya satu handuk lagi yang bisa kamu gunakan."

Aku mengeluarkan handuk di belakang punggungku. Asatani-san tampaknya sedikit enggan, tetapi setelah beberapa saat dia mau menerimanya.

"Terima kasih, Nagi-kun... Hmmm, bau handuknya enak."

Tidak ada yang lebih baik dari bau yang enak, sih – Tetapi pikiran tentang Asatani-san yang menggunakan handuk dari rumahku itu meresahkan untuk dikatakan setidaknya.

"...Haachiim!"

Asatani-san bersin lagi. Bagaimanapun juga, pasti dingin di suhu yang rendah ini, meskipun dia cuma menggunakan handuk untuk menyerap air dari tubuhnya yang basah.

"...Ma-Maaf, aku baik-baik saja, aku akan menyekanya dengan benar."

"Asatani-san, em... Kamu sebaiknya menghindarkan diri dari masuk angin. Ini kamu bisa menggunakan ini?" Aku melepas jersi atasku dan menawarkannya pada Asatani-san.

Mana mungkin dia mau mengenakan benda semacam itu. Tidak heran kalau dia akan menolaknya – Tetapi Asatani-san tidak boleh masuk angin.

"...Nagi-kun nanti akan masuk angin, iya kan?"

"Aku tidak masalah, aku sudah cukup hangat cuma dengan jaket musim dinginku."

"Tidak, kamu harus menjaga dirimu agar tetap hangat. Aku tidak masalah, Nagi-kun, kamu..."

Asatani-san mengulurkan tangan untuk mengembalikan jersi yang aku tawarkan padanya – Pada saat itu, ada beberapa kilat di sekitar area dan sebuah suara petir yang tertunda.

"...!!!"

Selamat sesaat, aku tidak mengetahui apa yang terjadi.

Asatani-san, yang terkejut oleh suara petir, memegang dadaku. Atau lebih tepatnya dia menempel padaku.

Apakah ini akan terjadi kalau aku tidak berusaha meminjamkan jersiku? Iya, dia itu takut pada badai petir, jadi dia tidak punya pilihan lain, tetapi apa aku benar-benar berpikir kalau dia punya pilihan lain? Sebuah pikiran muncul di kepalaku yang tidak punya tempat lain lagi untuk pergi.

"...Maaf."

Dengan suara kecil, Asatani-san berkata. Itu benar-benar hal yang dadakan, dan itu mungkin saja karena dia tidak takut pada petir. Sebelum aku dapat menanyakannya tentang itu, aku menyadari bahwa ada yang salah darinya.

Asatani-san menahan cengkeramannya pada pakaianku. Tubuhnya terguncang sedikit dan matanya tampak lembab saat menatap wajahku.

Dia tidak menangis. Ini (basah) karena air hujan. Aku berkata pada diriku sendiri – Tetapi itu tidak memberiku ketenangan yang aku kira akan aku dapatkan.

"...Mengapa ya kita selalu saja kehujanan?"

Apa yang Asatani-san bicarakan? Kenangan yang aku kira telah aku tenggelamkan dalam-dalam muncul ke permukaan dengan kejelasan yang tidak tertahankan.

Pertama kali kami janjian untuk pergi kencan bersama, itu juga turun hujan di Shibuya hari itu.

Asatani-san tidak datang ke tempat yang dijanjikan. Aku kira kala itu kalau ketidakmampuannya untuk datang yang tiba-tiba itu cuma sesuatu yang tidak bisa dia lakukan.

Apakah 'sesuatu yang tidak bisa kita lakukan' macam inilah yang membuat Asatani-san menyerah padaku? Atau apakah itu tidak relevan? Dan dia cuma merasa kalau dia tidak bisa berpacaran denganku, dan cuma itu saja alasannya?

Sekarang aku bisa bertanya. Aku juga punya keinginan untuk mencari tahu apa yang terjadi hari itu.

–Tetapi bukankah ini semacam pengkhianatan terhadap Takane-san?

Kalau kami cuma 'berteman', aku rasa aku tidak perlu tahu tentang itu. Apa yang terjadi ketika aku berpikir kalau aku berpacaran dengan Asatani-san itu seharusnya dilupakan saja, meskipun itu cuma secara bertahap.

"Hari ini... Bagaimana yang Nagi-kun rasakan saat berada dalam satu kelompok denganku hari ini...?"

"...Kalau boleh jujur, aku sedikit terkejut. Aku tidak tahu kalau bahkan kalau hal ini itu mungkin terjadi."

"Apa itu karena kamu tidak mau berada di kelompok yang sama denganku?"

"Itu tidak benar. Aku tidak berpikir begitu sama sekali."

Mengatakan hal ini itu terdengar seperti sebuah alasan. Aku tidak percaya kalau sulit sekali untuk tidak merasakan apa-apa ketika kamu berada di kelompok yang sama dengan 'mantan pacar'-mu.

Walaupun kami berakhir tidak melakukan apa-apa seperti sepasang sejoli pada umumnya. Meskipun Asatani-san bilang kalau dia itu 'mantan pacar'-ku, masih belum banyak peristiwa di antara kami yang mendukung pernyataan itu–.

"...Lihat aku dan beri tahu aku."

"......"

Aku tidak mampu untuk saling bertatap mata. Seakan-akan dia dapat menerawang pemikiran batinku, Asatani-san mengatakan itu.

Aku dapat memikirkan kata-kata. Yang bisa aku lakukan hanyalah melihat ke belakang ke Asatani-san yang terus-terusan menatapku.

"...Bercanda. Nagi-kun, kamu sepertinya memaksakan dirimu, jadi aku sangat khawatir."

"Tentu saja tidak..."

Memang mudah untuk bilang 'tidak masalah'. Tetapi kebohongan itu tidak seharusnya diucapkan pada seorang 'teman'.

"...Maaf. Aku mungkin telah memaksakan diriku sedikit. Memang sulit untuk tetap berada di kelompok yang sama dengan Asatani-san dan tetap sama."

"...Aku juga. Aku pikir akan lebih baik kalau Takane-san bersama kita. Tetapi Sayu-chan dan Ina-chan merupakan dua sahabatku yang penting."

"Apa ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan dengan Takane-san...?"

"Mmm, bukan begitu."

Kalau begitu mengapa? – Sebelum aku dapat mengatakan itu, dia menurunkan pandangannya.

Dia bilang padaku untuk melihatnya, tetapi dia malah menjauhkan pandangannya. Apakah itu karena dia mencoba untuk mengatakan sesuatu yang tidak dapat dikatakan dengan mudahnya?

"Kalau Nagi-kun dan Takane-san bersama, aku..."

–Pada saat itu, aku mendengar suara getaran yang datang dari ranselku. Ada panggilan masuk di ponselku.

"...Tidak masalah."

Aku menjauh dari Asatani-san dan memeriksa ponselku. Ternyata Takane-san yang meneleponku.

"Iya, halo, ini Senda."

[Halo, ini Takane. Nagito-san, ada hujan deras ya? apa kamu baik-baik saja?]

"Iya, aku baik-baik saja. Apa Takane-san baik-baik saja?"

[Iya, aku di tempat pemberhentian untuk istirahat pada jalur pendakian. Ini juga tempat berteduh untuk berjaga-jaga kalau ada keadaan darurat.]

"Bagus. Bagaimana dengan Nakano-san dan yang lainnya?"

[Kami terkena hujan saat perjalanan menuju ke sini, jadi sekarang kami sedang minum minuman yang panas agar kami tetap hangat.]

"Takane-san. Jangan biarkan tubuhmu masuk angin."

[...Iya. Nagito-san, apakah kamu sedang bersama dengan Asatani-san dan yang lainnya?]

"Saat ini, aku dan Asatani-san sedang berteduh dari hujan. Dalam perjalanan, kami berpisah dengan anggota kelompok yang lainnya... Tetapi jangan khawatir, kami akan ke sana, setelah hujannya mereda–"

"–Oi! Kiri-chan! Senda-kun!"

Suara ini – itu suaranya Inagawa-san, yang seharusnya bersama Yamaguchi-san dan yang lainnya. Suara-suara lainnya terdengar seperti suara para guru juga dapat terdengar.

[Nagito-san, apa ada masalah?]

"Ah, para guru ada di sini. Terima kasih telah meneleponku, Takane-san. Aku merasa lebih tenang."

[Iya... Nagito-san, tolong hati-hati.]

Ketika aku menutup teleponnya, Asatani-san, yang sedari tadi menatapku, tersenyum. Bagiku itu seperti Asatani-san sedang menegaskan bahwa aku berbicara dengan jujur tentang situasi ini.

Hujannya sudah mulai sedikit mereda sementara kami masih di bawah atap ini. Sebuah mobil diparkir tidak jauh dari sini – aku rasa begitulah cara mereka membawa orang-orang yang kesempitan sepatu.

"Badai petirnya sudah mereda sedikit, jadi mari kita berjalan sedikit lebih jauh menyusuri jalanan ke tempat pemberhentian untuk istirahat dan tetap di sana. Aku dengar kalau beberapa dari murid-murid juga sedang berada di sana."

"Iya, terima kasih."

Asatani-san tidak langsung bergerak, tetapi menatap ke arah kami. Dia masih kelihatan agak dingin – Kami harus segera pindah sebelum dia masuk angin.

"Asatani-san, mari kita pergi."

"...Iya."

Kami naik mobil yang disiapkan oleh kontraktor pemeliharaan rute ujian kegiatan orientasi, dan diantar oleh mobil itu menuju jalur berjalan di gunung.

Memang agak sedikit mengecewakan karena kami tidak dapat menyelesaikan rute ujian kami dengan rute biasa, tetapi kondisi cuaca tidak memberikan kami banyak pilihan.

"Kiri-chan, kedua tanganmu menjadi semakin dingin. Aku akan menghangatkannya."

"Terima kasih, Ina-chan."

"Senda-kun, aku senang kalian dapat bergabung bersama kami dengan selamat. Tetap saja, kalian itu berpindah lebih jauh dari yang aku kira."

"Aku kira aku akan memulai lebih awal dari cuacanya. Aku senang kalian dapat menemukan kami."

Selagi mengobrol dengan Sato-kun, kami sampai ke area beristirahat di mana kelompok-kelompok lain sedang berteduh. Saat kami keluar dari mobil dan memasuki bangunan itu, Takadera dan Ogishima menghampiriku, dan karena beberapa alasan kami berakhir dengan tos-tosan – Apakah itu berlebihan untuk bilang kalau kami senang masing-masing dari kami selamat?

Asatani-san mengulurkan tangannya pada Takane-san dan mendekatinya. Takane-san juga menjulurkan tangannya sebagai balasan, dan mereka sepertinya sedang membicarakan sesuatu bersama-sama.

"Nagisen, bagaimana tuh berduaan saja kamu dengan Kiri-chan? ...Bercanda, aku tidak bermaksud untuk menggodamu, tetapi ini agak serius."

"Kami harus pergi berduaan saja karena beberapa alasan, dan kami terjebak oleh hujan badai, tetapi kami berdua baik-baik saja."

"Ah, kamu ini sangat tenang. Apakah itu berarti aku tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa?"

"Ini kan tidak setiap hari ada kegiatan orientasi jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun semacam itu."

"Ada petir dan kilat, apakah kalian tidak takut?"

"......"

"Ahaha, kamu ini sangat bimbang. Kami tidak punya masalah itu tetapi kami sangat basah saat perjalanan ke sini. Kami semua membicarakan tentang bagaimana kami ingin ke pemandian air panas secepat mungkin."

Setelah obrolan singkat denganku, Nakano-san pergi ke Takane-san dan Asatani-san.

"Senda, aku benar-benar bersyukur kamu masih hidup."

"Cuaca buruk di pegunungan bisa menjadi sebuah pengalaman yang menegangkan, bahkan ketika kamu berpikir kalau kamu akan baik-baik saja."

"Kita semua jalan-jalan selama Pekan Emas, dan aku berpikir apa yang akan terjadi kalau kami kehilanganmu..."

"Takadera yang bilang begitu ya, bukan aku."

Mereka berdua ini tangguh, pikirku di dalam hati, sambil terkesan dengan cara yang aneh. Mungkin reaksiku yang aneh, tetapi Takadera dan Ogishima tampak meragukan.


←Sebelumnya            Daftar Isi         Selanjutnya→



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama