KuraKon - Jilid 4 Bab 2 Bagian 4 - Lintas Ninja Translation

Bab 4
Kakak Beradik
(Bagian 4)

Merasa sangat lelah, Saito langsung pergi ke kamar tidur. Lalu ia meringkuk di bawah selimut, dan menghela napas. Ia bahkan tidak punya tenaga atau waktu untuk membaca buku sebelum tidur seperti biasanya.

"Kamu kelihatannya lelah, apa ada sesuatu terjadi?" Akane sudah memasuki ranjang sebelum Saito, menutup buku referensinya sambil bertanya pada Saito.

"Adikmu itu terlalu banyak bermain-main denganku. Tidak tahu apa dia itu terlalu bebas, atau terlalu energik."

Saito tidak memberi tahu Akane tentang tawaran Maho untuk menikah dengannya. Kalaupun ia memberi tahunya, tidak akan ada apapun yang akan berubah, dan mungkin akan lebih baik untuk memberi tahu Akane kalau ia sudah serius mempertimbangkannya, namun ia mendapati dirinya ragu-ragu karena suatu alasan.

"Kamu tahu, aku senang dapat melihatnya seaktif ini."

"Pasti ada batasannya, bukan?"

"Setidaknya ini lebih baik daripada melihatnya sedih sepanjang waktu. Saat dia masih muda, dia selalu sakit-sakitan, selalu terbaring di ranjang, jadi aku selalu khawatir padanya."

Akane berbalik ke kamar tamu tempat Maho tidur, menunjukkan ekspresi nostalgia tetapi juga ekspresi kesulitan. Saat Akane membimbing Maho ke kamar itu, dia sudah menyiapkan perlengkapan tidur dan pakaian tidur yang akan membuatnya tetap hangat dengan segala cara. Perhatian dan kekhawatiran Akane terhadap adiknya mungkin masih kuat seperti sebelumnya.

"Maho itu selalu sangat rapuh, bukan?"

"Maho memang begitu, dan dia juga menderita penyakit parah saat dia lahir. Saat masih duduk di bangku SD, dia bahkan hampir tidak bisa menghadirinya, dan juga, satu-satunya orang yang bisa dia ajak bicara secara teratur hanyalah aku."

"Itu sebabnya dia berubah menjadi siskon seperti itu..."

Melihat betapa terbuka dan komunikatifnya Maho saat ini, sulit dipercaya kalau dia pernah terkurung di dalam kamarnya. Saito tidak bisa tidak penasaran dari mana Maho mendapatkan tenaga tanpa akhir itu. Akane cuma melanjutkan sambil tersenyum.

"Kalau dia dapat hidup bahagia, maka itulah yang terpenting bagiku. Dia memang dapat menjadi sedikit egois dari waktu ke waktu, tetapi aku ingin menanggapi keegoisannya meskipun begitu. Aku ingin dia menjalani kehidupan yang damai dan bahagia."

"Anehnya kamu baik sekali kalau dengan adikmu." Saito merasa kagum dengan fakta itu.

"Apa maksudmu anehnya!"

"Aku bilang kalau aku ingin melihat beberapa kebaikan itu diarahkan padaku sesekali."

"Hah? Bisakah kamu berhenti mengatakan hal-hal yang menjijikkan begitu?" Akane menatap Saito seperti ia itu sampah masyarakat.

"Itulah yang aku maksud…"  Saito mulai merasa terluka dan kalah.

Kalau Akane menunjukkan setidaknya 10% dari kebaikan yang dia fokuskan pada adiknya itu pada Saito, kehidupan mereka bersama yang damai akan meningkat sepuluh kali lipat. Mereka berdua terdiam di saat yang sama, keheningan memenuhi kamar tidur itu. Akane pasti merasa mengantuk sekarang, karena dia habis bermain banyak gim dengan Maho dan Shisei sepanjang waktu setelah makan malam, dan malam itu juga berkembang cukup pesat. Tepat saat Saito siap untuk tertidur, Akane mengeluarkan suara yang tidak diduga.

"He-Hei, begini… ada yang ingin aku tanyakan." Suara Akane terdengar penuh dengan ketegangan dan kecemasan.

"Apa?"

"Apa kamu... ingin bercerai denganku...?"

"Hah?" Saito bingung.

Saito penasaran apa Akane mungkin mendengar apa yang Saito dan Maho bicarakan di kamar mandi. Kalau Akane mungkin tahu mereka sedang mandi bersama. Keringat dingin dan panas membara menjalar ke tubuh Saito.

"Mengapa… kamu menanyakan itu padaku?" Saito tidak tahu seberapa banyak yang Akane tahu, jadi ia harus memprosesnya dengan hati-hati.

"A-Aku cuma penasaran."

"Mengapa?"

"Ada apa! Jawab saja aku! Lagipula kamu kan tidak punya privasi apapun!"

"Aku sangat berharap kalau aku punya."

"Kamu tidak punya! Kamu itu seperti seekor monyet di kebun binatang yang diawasi sepanjang hari!"

Tempat ini bukanlah kebun binatang, dan Saito jelas bukan seekor monyet. Saito setidaknya menginginkan sedikit privasi.

"Jika aku bilang kalau aku ingin cerai, apa kamu akan setuju dengan itu?"

"Em…itu…" Akane ragu-ragu dengan jawabannya.

"Apa itu? Kalau kamu bertanya padaku, maka kamu juga harus sudah menyiapkan jawabanmu sendiri, bukan?"

Agar Akane tidak tahu apa yang terjadi di kamar mandi, Saito dengan paksa memojokkan Akane dengan pertanyaan itu. Tampaknya, itu menunjukkan efeknya, lalu Akane mengernyit.

"E-Erk… Terserahlah! Tidur saja sana!"

"Aku akan melakukan itu."

Saito dan Akane saling membelakangi, dan tidak lama tertidur.


←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama