KuraKon - Jilid 4 Bab 3 Bagian 1 - Lintas Ninja Translation

Bab 4
Memikat
(Bagian 1)

Ini terjadi di ruang kelas 3-A. Saat Saito sedang menikmati sedikit ketenangan, membaca buku, ia tiba-tiba merasakan desahan lembut menggelitik telinganya.

"?!" Saito tersentak dari bangkunya.

Berbalik, Maho menatap Saito dengan seringai yang menggoda.

"Pagi, Mas~."

"Kamu…kamu sedang apa sih…" Saito menutup telinganya dengan telapak tangannya.

"Cuma menyapa Mas saja? Karena Mas terkurung di sini, di Negeri Jepang ini, Mas mungkin tidak tahu, tetapi ini merupakan hal yang wajar di luar negeri!"

"Bukan hanya di luar negeri, ini pasti menjadi hal yang wajar di luar galaksi ini. Kembalilah sana ke planet tempat kamu dilahirkan!" Saito memelototi Maho tidak percaya.

Saito tadi sedang menikmati sedikit waktu luang sampai pembinaan wali kelas akan dimulai, namun sang pembuat onar itu sudah tiba saja. Melihat reaksi ini, Maho menutup mulutnya dengan tangannya, lalu menyeringai.

"Ahhh, Mas, Mas ini jadi sensitif karena aku meniup telinga Mas, kan~."

"Mas tidak begitu!"

"Mas jelas begitu~ Lihat, Mas sedang merinding~." Ujung jari Maho menyusuri leher Saito.

Saito segera mengambil tangan Maho.

"Bisakah kamu berhenti dengan pelecehan seksual yang terang-terangan itu saat kita sedang berada di sekolah…?"

"Kyaa~! Mencengkeram tanganku dengan sangat kuat…Mas ini sangat berani, ya!" Maho gelisah untuk menunjukkan rasa malunya.

Maho jelas melakukan hal ini dengan sengaja, tetapi itu lebih dari cukup untuk membuat tatapan mematikan dari semua teman-teman sekelas cowoknya mengerubungi Saito.

"Bajingan sialan itu ..."

"Bermain-main dengan adik kelas imut itu lagi…"

"Aku akan membunuhnya. Aku akan membunuhnya tanpa mendapat masalah hukum."

"Menempatkan natto segar ke dalam jusnya…"

"Isoflavon! Isoflavon!"

"Kalian ini jadi sangat tidak masuk akal sekarang, kalian tahu?!"

Saito mencoba protes, terapi tidak ada yang mau repot-repot mendengarkannya. Seluruh siswa menari-nari di atas telapak tangan cewek cantik (yang aslinya iblis) sekelas idola.

"Mas, Mas ini benar-benar dibenci di sekolah, ya! Aku merasa kasihan pada Mas."

"Memangnya menurutmu ini salah siapa…"

"Jangan terlalu menyalahkan diri Mas sendiri!"

"Maksud Mas itu kalau ini semua salahmu!"

"Benar, ini semua salahku karena aku ini sangat imut. Maafkan aku soal itu~." Maho meletakkan kedua jari telunjuknya di kedua pipinya, dan menjulurkan lidahnya.

Jelas kalau gerakan ini merupakan perhitungan sederhana, tetapi Maho masih benar-benar memasang posenya.

"""Imut sekali!!"""

Seluruh siswa berteriak serentak dan berlari keluar menuju lorong. Mereka didorong oleh hasrat yang meluap-luap. Atau mereka tidak ingin melihat Maho lebih lama lagi menempel di kaki Saito.

"Kamu benar-benar pandai dalam memikat anak cowok, sulit untuk percaya kalau kamu itu adiknya Akane…" Saito berkomentar dengan kekaguman dan rasa tidak percaya yang bercampur.

Maho memain-mainkan rambutnya.

"Aku tidak pandai sama sekali~ Para cowok itu begitu bodoh dan sederhana, mereka langsung menunjukkan motif tersembunyi, jadi mudah untuk memanfaatkannya~."

"Mas merasa seperti baru saja mendengar sesuatu yang menakutkan."

"Aah, bercanda! Aku suka betapa baiknya dan menawannya para cowok! Aku sangat menghormatinya~."

"Meskipun kamu mencoba mengoreksi diri sendiri, itu punya efek sebaliknya yang mutlak."

Saito perlahan membangun ketidakmampuan untuk mempercayai para wanita. Saito tahu kalau setiap manusia itu punya dua sisi, tetapi ia pun punya batasan terhadap seberapa banyak sisi gelap yang dimiliki Maho.

"Apa Mas sudah kepikiran untuk menikahiku?"

"Mana mungkin Mas mau menikahi seseorang yang secara terbuka akan memanfaatkan para cowok!"

"Aku tidak memanfaatkan mereka! Hanya mengubah mereka jadi pelayanku."

"Mas juga tidak mau menjadi pelayanmu, terima kasih."

"Aku tidak akan menjadikan Mas salah satu dari pelayanku! Malahan, aku akan jadi pelayan Mas! To-Tolong, perintahkan saya untuk melakukan apapun yang Anda inginkan, tuanku…" Maho menyatukan kedua tangannya, lalu dia menatap Saito dengan tatapan yang gemetar.

Kali ini, Saito menerima tatapan yang menyakitkan dari seluruh siswi di kelasnya.

"Houjo-kun memperlakukan adik kelas lain dengan buruk..."

"Aku mendengar sesuatu seperti menjadikan anak itu pelayannya?"

"Meminta seorang cewek yang lebih muda darinya memanggilnya Tuan itu... Jorok."

"Musuh dari semua wanita…"

"Jangan membuat kesalahpahaman ini jadi lebih buruk!" Saito meraih bahu Maho, mencoba berdiri, tetapi sekarang Maho malah bertingkah ketakutan.

"Ma-Maaf, Tuan…Saya akan melakukan yang terbaik untuk melayani Anda, jadi…!" Maho mengusap mulutnya, dan meneteskan air mata palsu.

Tatapan tajam para siswi itu berubah menjadi gelombang niat membunuh, yang akan meledak setiap saat. Kalau terus begini, nyawa Saito berada dalam bahaya. Di mata masyarakat, Saito mungkin sudah dipandang telah menggali kuburannya sendiri, tetapi sekarang kesehatan fisiknya akan ditarik ke dalam jurang yang dalam.

Sialan, apa ini? Bagaimana aku bisa membuktikan kalau aku tidak bersalah dan ini adalah salahnya?

Saat Saito dengan putus asa menggunakan otaknya, Himari memasuki kelas. Himari melihat Saito dan Maho, matanya bersinar saat dia berlari.

"Maho-chan! Lama tidak jumpa!"

"Himarin! Yei~!"

"Yeeei~!"

Maho dan Himari bersorak gembira, melompat-lompat dan mereka melakukan tos. Terbukti bahkan sebagai pengamat kalau mereka senang bertemu satu sama lain begini.

"Aku memang sudah dengar dari Akane kalau kamu sudah pulang, tetapi kamu ternyata sudah masuk ke sekolah kami, ya!"

"Itu benar~ aku cuma ingin membenamkan wajahku di dada Himarin!"

"Kalau begitu datanglah!"

"Yeeei!"

Himari membuka kedua tangannya, dengan Maho ke arahnya tanpa ragu-ragu. Maho memeluk dada Himari dengan tangannya, menggosokkan pipinya ke dua gundukan itu.

"Haaa, payudara Himarin memang yang terbaik! Itu lebih besar dari punyanya Mbak dan nyaman seperti hamparan awan! Namun itu juga sangat menggairahkan dan mesum!"

"Maaf kalau punya Mbak tidak dapat dibandingkan…" Akane muncul dengan urat keluar dari wajahnya.

Maho segera mengoreksi dirinya sendiri.

"Mak-Maksudku, payudara Mbak itu hebat dengan caranya sendiri! Itu pas di tanganku, dan itu selalu menenangkanku! Membuatku merasa kalau aku benar-benar pulang. Mbak mengerti, bukan?"

"Mbak benar-benar tidak mengerti!" Akane mengeluh dengan bahu yang gemetar.

"Mau membenamkan wajah Mas di dada Himarin juga, Mas?"

"Apa yang kamu katakan!?"

Saito merasa seperti ia punya panah yang diarahkan langsung ke kepalanya.

"Itu merupakan sesuatu yang perlu Mas alami setidaknya sekali! Rasanya luar biasa, Mas tahu? Mas tidak akan pernah dapat melepaskan Himarin!" Maho dengan cermat mengevaluasi dada teman Mbaknya.

"Ka-Kalau kamu ingin merasakannya… aku tidak keberatan?" Himari tersipu dengan agresif, membuka tangannya untuk menyambut Saito.

Dada Himari dipenuhi dengan pesona dewa, bergetar naik turun seakan-akan itu sedang mengajak Saito.

"Tidak…itu…" Saito bingung bagaimana harus bereaksi.

Biasanya, Saito akan menolak tawaran itu secara instan. Namun, Saito tahu tentang perasaan Himari padanya, dan ia mengerti kalau tawaran ini dibuat dengan sangat serius. Kalau Saito menolak tawaran ini dengan terlalu blak-blakan, ia mungkin akan menyakiti hati Himari. Meskipun begitu, setuju saja juga bukan pilihan yang tepat, karena itu akan membuat Akane marah besar, dan juga masih ada beberapa teman sekelas yang ada di kelas, menghujaninya dengan tatapan dingin. Saat Saito sedang mencari pilihan yang tepat, Akane memelototinya.

KuraKon-4-3-1

"Mengapa kamu ragu-ragu?! Mana mungkin dia akan membiarkanmu melakukan itu!"

Sepertinya Saito kehabisan waktu.

"Aku tidak keberatan, jadi…kalau Saito-kun mau, aku akan melakukan apapun…"

"Fiuh, Himarin sangat mencintai Mas, ya~ Betapa mengagumkan~." Maho mengangguk pada dirinya sendiri.

"Aku sudah penasaran dari tadi, tetapi mengapa kamu terus memanggil Saito-kun 'Mas'?" Himari tampak agak ragu.

"Ahh, itu karena Mas itu sua—"

"Kamu bodoooooooooooh!!"

Maho hendak menjatuhkan bom tentang pernikahan itu, jadi Saito dengan panik menutup mulutnya, memastikan kalau dia tidak dapat mengucapkan sepatah katapun.

"Mgh! Mghghgh!" Maho mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Saito.

Wajah Akane menjadi pucat, dan mata Himari terbuka lebar.

"Aku tidak menyangka kalau Saito-kun dan Maho-chan sedekat ini~."

Maho entah bagaimana berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Saito, dan terengah-engah.

"Kami memang sangat dekat! Benar kan, Mas?"

"Hahaha…" Saito tertawa kosong.

Melihat hal itu, Maho bahkan memberi lebih banyak tekanan padanya.

"Kami memang dekat, bukan? Bahkan kemarin, di kamar man…"

"Oh iya, kami memang! Kami itu pasangan sahabat terdekat di seluruh galaksi!"

"Galaksi!"

Saito mendapati dirinya terpaksa untuk sejajar dengan Maho, yang menunjukkan tanda perdamaian seperti biasanya. Mengubah Maho menjadi musuh di sini akan membuat segalanya hancur dan terbakar. Namun, Saito mendapati dirinya berdoa agar Maho segera pergi dan bepergian lagi.

"Himarin, Himarin! Mari kita jalan-jalan di suatu tempat akhir pekan depan~ Hanya kita berlima saja!"

Himari menghitung dengan jarinya.

"Kita berlima…Akane, Saito-kun, Maho-chan, dan aku…Tunggu, itu cuma empat orang, kamu tahu?"

Maho menundukkan kepalanya, dan bergumam dengan suara pelan.

"Ada…orang kelima yaitu hantu, tepat di belakang Mas…"

"Apa katamu…?" Saito merasakan getaran menjalar di punggungnya.

Seperti yang dikatakan Maho, Saito mendengarnya — langkah kaki samar di belakangnya. Saito merasakan kehadiran yang mendekat, berhenti tepat di belakang Saito. Pergelangan tangan Saito dicengkeram oleh telapak tangan kecil. Warnanya seputih salju, membuatmu berpikir tidak ada darah yang mengalir di dalamnya, sedingin es.

"Shisei ingin bergabung dengan kalian."

Ternyata itu Shisei. Shisei menyantap roti melon di mulutnya seperti sedang lomba makan roti, dan mengunyahnya. Ada beberapa hari yang Shisei habiskan lebih seperti binatang buas yang memakan makanan daripada manusia yang sebenarnya, dan hari ini sepertinya salah satunya.

"Apa, cuma Shisei toh…" Bahu Saito rileks.

"Memangnya Abang kira itu siapa? Taira no Ason Oda Kazusanosuke Saburou Nobunaga atau semacamnya?" Shisei dengan santai menyebutkan nama lengkap Oda Nobunaga.

"Abang tidak kenal orang bersejarah yang legendaris semacam itu."

"Meskipun Abang lah orang yang membunuhnya?"

"Ma-Mana mungkin Saito-kun menjadi orang yang mengerikan! Aku percaya padanya!"

"Percaya atau tidak… Itu terjadi 400 tahun yang lalu, dan saat itu aku belum hidup!"

Meskipun mereka berusaha sekuat tenaga untuk menjelaskan teori ini, perbedaan usianya itu terlalu jauh.

"Be-Benar, aku lega…"

"Aku khawatir padamu, Himari…Mungkin aku harus membantumu belajar lagi kapan-kapan…"

"Aku akan sangat senang dengan itu, tetapi…mengapa?" Himari menunjukkan kebingungan yang sebenarnya.

Jelas berbahaya meninggalkan orang yang bebal begitu saja. Ada kemungkinan besar dia tidak akan lulus.

"Kalau kita ingin bersenang-senang, mungkin kita harusnya tidak mengajak Saito, bukan?"

"Kamu benar-benar tidak menyesal sama sekali, ya." Saito memelototi Akane, yang melontarkan kata-kata ini.

"Hm? Apa kamu segitu inginnya dikelilingi oleh para cewek? Berencana untuk membawa mereka berdua pulang dan pergi bersama mereka?"

"Aku tidak pernah menyebutkan hal semacam itu."

"Pasti begitu! Aku dapat dengan tepat melihat semua yang kamu pikirkan! Bahkan tertulis 'Terangsang' di matamu!"

"Mendapati kata-kata yang terukir di bola mataku itu benar-benar ekstrem." Saito merasakan kejantanannya terstimulasi oleh ide itu.

"Tetapi kamu benar, aku yakin akan lebih menyenangkan kalau kalian berempat, para cewek yang pergi, jadi aku tidak usah ikut saja kali ini."

"Kami akan mengajak Mas bersama kami walaupun kami harus membuat seekor kuda menarik Mas."

"Apa ini, penyiksaan dari film Barat?!"

Maho melanjutkan dengan nada yang energik.

"Kami bahkan akan mengikat tangan dan kaki Mas untuk masing-masing kuda, dan kemudian~."

"Mas akan mati selamanya! Mereka akan membelah Mas menjadi beberapa bagian!"

Saito merasa takut dengan perbuatan jahat itu yang dilakukan di Eropa selama Abad Pertengahan.

"Aku…akan senang kalau Saito-kun bergabung dengan kami…" Himari berkomentar, sangat malu.

"Mbak, apa itu memang benar-benar tidak boleh…?"

"Akane…aku mohon…"

"Erk…"

Ditekan oleh adik dan sahabat tercintanya, Akane mulai goyah.

"Ba-Baiklah, mau bagaimana lagi kalau begitu! Kalau kalian akan menariknya bersama dengan seekor kuda, aku tidak keberatan!"

Menerima izin dari Akane, Maho dan Himari melompat kegirangan.

"Kita berhasil~! Terima kasih, Mbak!"

"Mengapa kalian sangat gembira?!" Saito berteriak ketakutan.

"Akane sangat baik!"

"Tidak ada secercah kebaikan yang dapat ditemukan di sini!" Saito menatap Himari dengan kaget.

"Sebagai praktik, mungkin kita benar-benar harus membagi Saito menjadi beberapa bagian melalui penarikan kuda?"

"Praktik itu akan segera berubah menjadi aksi nyata!"

Saito diserang oleh keinginan kuat untuk buru-buru pulang dan mengunci dirinya sendiri di loker. Menggunakan apa saja yang dapat digunakan sebagai senjata dan alat pertahanan, dan buat blokade agar mereka tidak dapat menariknya keluar.

"Dan, kita harus pergi ke mana, ya?" Himari melihat sekeliling dalam kelompok.

"Mungkin perpustakaan?" Akane berkomentar.

"Kamu cuma ingin belajar, bukan?" Saito melontarkan bantahan.

"Jadi? Apa kamu punya ide yang lebih baik lagi?"

"Toko buku."

"Kamu sama saja denganku!"

Percikan api terbang di antara Saito dan Akane. Maho mengamati ini dan mengangkat bahunya.

"Mbak dan Mas ini benar-benar pasangan yang serasi~."

""Pasangan yang serasi?!""

Dengan istilah yang tidak dapat dijelaskan  yang mereka dikategorikan ke dalamnya ini, baik Saito maupun Akane terkejut. Mereka mungkin sudah menikah, tetapi yang jelas mereka bukan pasangan, dan Saito tidak pernah melihat dirinya sebagai orang yang serasi. Di saat yang sama, Shisei mengangkat tangannya.

"Shisei ingin pergi ke pasar ikan."

"Pengetahuan Sosial? Kamu ingin belajar bahkan selama liburan kita, Shii-chan?"

"Tidak. Cuma makan banyak ikan dari pasar ikan." Shisei memang sangat serius, tetapi di matanya dan air liurnya.

"Shii-chan ini memang senang makan, ya?"

"Senang sekali. Shisei juga ingin makan Maho."

"Ehh~? Tentu saja, silakan~ Makanlah seluruh tubuhku~."

"Bagaimana kalau malam ini?"

"Kyaaaa! Shii-chan sangat berani~!"

Maho tampaknya menafsirkan keinginan Shisei sebagai sesuatu selain rasa lapar, yang kemungkinan besar menciptakan ketidaksinambungan yang dalam dalam percakapan di antara mereka berdua. Saat Shisei mengatakan malam ini, dia mungkin bermaksud untuk sarapan. Saito meraih bahu Maho, dan menggelengkan kepalanya.

"Walaupun itu cuma lelucon, kamu pasti tidak boleh membiarkan Shisei mengatakan hal semacam itu. Jangan pernah."

"Ma-Mas…? Wajah Mas itu membuatku takut." Warna wajah Maho seketika berubah karena terkejut.

Maho memang gadis yang kurang ajar kadang-kadang, tetapi meskipun begitu, Saito tetap tidak mau dia tiba-tiba menghilang di perut Shisei.

(TL Note: Shisei serem juga ya.)

"Tetap saja…kalau toko buku, perpustakaan, dan pasar ikan itu tidak bagus, lalu kita harus pergi ke mana…"

"Tidak seperti tempat-tempat ini yang benar-benar menawarkan banyak keseruan untuk kelompok, bukan?" Himari mengemukakan poin yang valid.

Saito mungkin hanya akan membeli buku dan kemudian segera pulang untuk membacanya, mengubah ini menjadi perjalanan belanja yang sederhana. Maho dengan penuh semangat melambaikan tangannya.

"Iya iya! Aku lebih suka ke taman hiburan!"

"Ta-Taman hiburan…?" Suara nyaring dapat terdengar dari Akane, bukan suara yang dapat dihasilkan manusia.

"Ngomong-ngomong soal kencan, kalian tidak dapat melupakan taman hiburan, bukan? Komidi putar, wahana yang berputar-putar di dalam cangkir kopi!"

"Kencan?! Ini kencan dengan Saito-kun?!" Mata Himari berbinar dengan gembira.

Maho melihat kesempatannya dan melanjutkan.

"Betul sekali. Ini akan menjadi kencan kelompok! Nikmati perjalanan romantis dengan komidi putar, lalu bersenang-senanglah!"

"Itu akan merusak suasana romantisnya, jadi aku mungkin akan tahan dengan itu selama perjalanan, tetapi…Taman hiburan itu terdengar bagus! Aku ingin sekali pergi ke sana!" Himari bergabung.

"Bagaimana dengan Shii-chan?" Maho menoleh ke arah Shisei.

"Curo, es krim renyah, berondong jagung, roti sosis, krim lembut…" Shisei menghitung semua makanan, tampak seperti cewek yang sedang jatuh cinta.

"Terdengar seperti persetujuan!"

"Kalau Shisei bisa makan, dia akan baik-baik saja bahkan ke gudang gandum." Saito berkomentar.

"Bagaimana kalau benar-benar memasak makanan?!"

"Shisei tidak keberatan."

"Shii-chan, kamu jauh lebih liar dari kelihatannya~!" Maho menunjukkan kekaguman. "Bagaimana denganmu, Mbak? Apa taman hiburan itu tidak masalah buat Mbak?"

"Iya…tidak masalah…Mbak akan pastikan telah menuliskan kata-kata terakhir Mbak untuk Ibu dan Ayah…" Akane memasang wajah seorang prajurit yang akan pergi berperang, dan siap mati.

Wajah Akane pucat, dan dia sedikit gemetar.

"Ada apa? Apa kamu tidak enak badan?"

"Aku baik-baik saja…ini cuma nasib buruk…Sejak aku lahir…" Akane tampak seperti sudah pasrah sepenuhnya.

Ini jelas bukan jenis ekspresi yang akan dipasang seorang siswi SMA ketika berbicara tentang taman hiburan.


←Sebelumnya            Daftar Isi         Selanjutnya→


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama