KuraKon - Jilid 4 Bab 2 Bagian 3 - Lintas Ninja Translation

 Bab 2
Kakak Beradik
(Bagian 3)

Saito memasukkan tubuhnya ke dalam air hangat, lalu ia mengendurkan semua anggota tubuhnya. Bahkan ketika ia tinggal di kediaman utama, ini merupakan salah satu tempat di mana ia bisa sendirian. Itu memungkinkannya untuk menghindari niat buruk dari orang tuanya, dengan kamar dan kamar mandinya adalah satu-satunya area privasi. Mungkin ia telah jatuh cinta pada membaca buku karena itu memungkinkannya untuk menikmati sedikit kesendirian cuma dengan menikmati berbagai dunia yang ia baca. Itu juga berlaku untuk mandi, itu memungkinkannya untuk melarikan diri dari medan perang yang terus menerus yaitu rumahnya.

Tidak peduli situasinya, bahkan Akane tidak akan menyerbu ke dalam bak mandi, jadi Saito  benar-benar dapat menikmati momen kedamaian dan ketenangan ini. Karena Shisei dan Maho akan menginap, ia memutuskan untuk benar-benar menikmati kebebasan ini selama yang ia bisa.

"Mas! Maho-nya Mas yang menggemaskan telah datang untuk membasuh punggung Mas!"

Pintu kamar mandi terbuka, benar-benar menghancurkan ketenangan yang damai yang Saito nikmati beberapa menit sebelumnya. Maho menyembunyikan bagian sensitifnya dengan handuk, dan menyerbu ke dalam bak mandi. Meskipun begitu, dua buah gunung miliknya menonjol dari balik handuk. Saito segera mengalihkan wajahnya.

"Mas sudah membasuh punggung Mas, jadi pergilah!"

"Jadi aku harus mencuci tempat yang lebih gila lagi?! Mas, dasar mesum!"

"Tempat apa yang kamu bicarakan?!"

"Usus dua belas jari Mas!"

"Itu mustahil..." Saito menelan ludah.

Saito sangat bingung, ia kehilangan kesempatan untuk mengusirnya.

"Memaksa seorang cewek untuk mencuci usus dua belas jari, mas itu benar-benar mesum!"

"Siapa sih yang punya fetis seperti itu?!"

"Di bagian mana Mas mau aku memasukkan sikatnya? Bagian atas atau bawah?"

"Jangan keduanya, tolong?!" Saito memohon karena hidupnya bergantung pada hal ini, yang secara teknis memang begitu.

Saat beberapa langkah cepat tiba di telinga Saito, Maho mendekati bak mandi.

"Nah, sekarang, Mas tidak perlu malu~ Lagipula, kita sangat dekat sekali, Mas."

"Dalam hal apa."

"Kita ini lahir di planet yang sama?"

"Itu menunjukkan kalau kita hanyalah orang asing."

Itu merupakan hubungan yang sama yang dimiliki Saito dan tujuh miliar orang lainnya di muka bumi.

"Karena kita dilahirkan di dunia paralel yang sama?"

"Itu membuat kita semakin jauh lagi!”

"Dan hari ini, kita menjadi sepasang kekasih!"

"Jelas saja tidak!"

"Kita benar-benar sepasang kekasih! Karena aku yang memutuskan begitu! Hak untuk menyangkal? Mas tidak punya itu!"

"Apakah kamu itu Permaisuri jahat?! Pergi! Sekarang juga!" Saito berteriak seperti sedang mencoba mengusir hantu.

Dari belakang, lengan Maho melingkari leher Saito. Lengan Maho yang putih, bersinar cukup terang untuk membutakan Saito, lalu Maho menggerakkan jari-jarinya di sepanjang tubuh Saito. Napas yang lebih hangat dari udara musim panas menggelitik telinga Saito.

"Kalau Mas mengusirku, aku akan memberi tahu Mbak kalau Mas menyerangku, oke?"

"?!" Tubuh Saito berkedut. "Akane bukan tipe orang bodoh yang percaya omong kosong semacam itu…"

"Aku penasaran tentang itu~ Kata-kata siapa yang akan Mbak percayai? Kata-kata dari orang yang dia tidak senangi, yang mana itu kata-kata Mas, atau kata-kataku, kata-kata adik yang Mbak sayangi?"

"Kata-kata Mas, tentu saja………" Saito berbicara dengan nada seperti robot dan datar.

Akane selalu saja meragukan ketika Saito, jadi tidak mungkin Akane benar-benar memberinya waktu untuk menjelaskannya sendiri, apalagi mendengarkan dengan cermat. Maho meletakkan tangannya di depan mulutnya, bertingkah seakan-akan dia sedang menangis.

"Ahhh, betapa kasihannya kamu, Mas. Mas akan dilaporkan ke polisi, dimasukkan ke penjara, dan menjalani hukuman 350 tahun!"

"Mas akan mati pada saat hukuman Mas berakhir!"

"Sampai Mas sepenuhnya menjalani hukuman Mas, Mas akan terus dihidupkan kembali sampai berulang kali."

"Benar-benar seperti neraka hidup."

Saito setidaknya menginginkan empati manusia dan membiarkannya terbunuh di tempat. Itu memang fakta bahwa, kalau Saito menjadikan Maho musuhnya, hidup bersama dengan Akane akan berubah menjadi neraka yang lebih buruk daripada yang seharusnya. Belum lagi cewek ini mungkin sangat serius ketika dia memutuskan untuk melakukan sesuatu.

"Lalu akan jadi apa ini nantinya? Tentunya, kita berdua akan hidup rukun, bukan…?" Maho dengan lembut berbisik di telinganya, tetapi ini jelas tidak lain merupakan ancaman.

"…Lakukan apa yang kamu mau." Oleh karena itu, Saito tidak punya pilihan lain selain menyerah.

"Yei~! Aku akan melakukan apapun yang aku mau dengan Mas!"

"Mas tidak bilang setuju dengan itu! Basuh saja punggung Mas dan pergi dari sini!"

"Ya ampun, dingin sekali~ aku tahu kalau Mas sebenarnya senang."

"Tidak sedikitpun."

Kalau itu siswa di kelas Saito, mereka pasti akan sangat ingin mengalami situasi semacam ini, tetapi situasi Saito saat ini berbeda. Kalau Akane mengetahui kalau Saito sedang mandi dengan adiknya, semuanya akan kacau balau. Apalagi Maho masih duduk di bangku SMA seperti mereka.

"Kalau Mas sudah membasuh punggung Mas sendiri, maka Mas boleh membasuh tubuhku kalau Mas mau?"

"Tidak, terima kasih, Mas cuma ingin menikmati mandi yang tenang."

"Meskipun Mas akan membasuh Shii-chan?"

"Itu sudah lama terjadi di masa lalu."

"Hah, jadi Mas pernah melakukan itu sebelumnya. Setiap sudut tubuhnya…"

"Mas tidak melakukannya karena Mas mau, oke. Itu karena Shisei tidak dapat melakukan apapun sendiri…"

Maho meletakkan tangan kanannya di pipinya karena dia tersipu.

"Mas, itu mesum~."

"Erk…"

Mendengar kata itu dari cewek itu dari semua orang memang sangat mengganggu. Sebagai adiknya Akane, Maho mungkin tahu persis di mana harus menyerang agar itu menyakitkan. Maho duduk di bangku kecil, dan mulai berkeramas. Sementara Maho memejamkan mata, Saito dapat melarikan diri dari bak mandi, jadi ia bangun.

"…Mas? Kalau Mas mencoba melarikan diri, aku akan memberi tahu Mbak, oke?"

"Haha…Mas rasa pilihan itu juga gagal." Saito tertawa lemah dan pasrah, dan kembali ke bak mandi.

Saito tidak tahu apa cewek itu benar-benar cerdik atau tidak. Sekarang setelah ini, Saito harus pastikan untuk memuaskan segala keinginan Maho. Di saat yang sama, Maho membilas rambutnya, menggunakan spons untuk membasuh tubuhnya selanjutnya. Saito mencoba yang terbaik untuk mengalihkan pandangannya, tetapi pemandangan itu masih terus muncul dalam tatapannya.

"Ah, Mas menatap sangat keras~."

"Mas perlu memastikan kalau kamu tidak tiba-tiba menyerang Mas saat Mas membelakangimu."

"Iya iya, aku mengerti~." Maho berkomentar dengan nada yang menggoda.

"Kamu jelas tidak mengerti."

"Mas dapat menatap sebanyak yang Mas mau. Lagipula, kita kan pasangan." Maho mengangkat tangannya, dan memamerkan ketiaknya yang menawan, dan lalu membasuhnya.

Setelah itu, Maho mendorong kakinya yang telanjang seakan-akan dia ingin pamer, menjalankan spons itu di sepanjang kakinya juga. Meskipun itu sangat provokatif, penampilan Maho memberinya semua hak untuk melakukannya. Saito tidak dapat terpesona oleh Maho, dan Maho juga tidak dapat menunjukkan reaksi apapun, karena itu juga akan menandai kekalahannya. Kalau Saito terjebak dalam kejenakaan Maho, Saito tidak tahu apa yang akan Maho lakukan padanya. Belum lagi Saito masih belum tahu tujuan Maho melakukan semua ini.

"Baiklah…" Maho selesai membasuh tubuhnya, meletakkan embernya, dan melihat ke arah Saito.

Bibir Maho bergerak sedikit, dan membentuk senyuman predator.

"Maaf sudah membuat Mas menunggu."

"Mas tidak menunggumu kok. Mas sedang sibuk menghafal kamus."

"Lupakan saja itu, dan mari kita lakukan sesuatu yang lebih menarik…oke?" Jari-jari kaki Maho menyentuh bak mandi, lalu kakinya yang panjang dan ramping tenggelam jauh ke dalam air panas.

Paha Maho yang mempesona tampak dibuat dengan gading, sangat ramping, dan setiap bagian tubuhnya memancarkan pesona yang memikat. Cuma karena Maho memasuki bak mandi, Saito merasakan suhu airnya naik. Atau, mungkin suhu Saito sendiri yang naik itulah semua yang ia tahu.

Maho - itu cantik. Sangat cantik sehingga dia dapat dengan mudah menyaingi kakaknya. Yang paling menakutkan dari semua itu ialah Maho tidak membenci Saito. Maho duduk menghadap Saito, menenggelamkan tubuhnya ke dalam air hangat. Dengan lutut sampai ke dadanya, Maho meletakkan tangannya di atas lututnya, menatap Saito dengan sedikit rasa penasaran.

"Apa Mas sudah pernah mandi dengan Mbak?"

"…Belum."

Saito tidak tahu harus menatap ke mana. Bahkan dengan terpaksa mengalihkan pandangannya mungkin membuat Saito tampak seperti ia terlalu sadar pada Maho, itulah sebabnya ia ragu-ragu untuk melakukan itu. Kalau Maho memastikan kalau dia lebih unggul, dia mungkin akan sepenuhnya memainkan kartunya begitu.

"Bagaimana dengan cewek lain? Di luar keluargamu."

"Belum pernah."

"Itu berarti aku orang yang pertama buat Mas, kalau begitu. Dan juga, Mas juga orang yang pertama buatku." Maho menunjukkan senyuman yang polos.

Permukaan air bergerak sedikit, memperlihatkan tubuh Maho yang seputih salju di bawahnya. Pinggang Maho terlihat cukup ramping sehingga Saito dapat mengangkatnya dengan kedua tangan saja. Maho menghela napas pelan, lalu menatap Saito.

"…Hei, Mas. Mau menikah denganku?"

"Ap…? Apa yang kamu bicarakan?" Saito jadi bingung, dan berbalik bertanya.

"Nenek kami dan kakek Mas mau cucu-cucu mereka menikah satu sama lain, bukan?"

"Iya, Mas pikir begitu."

"Kalau begitu kalau denganku seharusnya tidak masalah, bukan?" Maho meletakkan satu tangannya ke lantai bak mandi, mendorong tubuhnya maju menuju Saito.

Bahu Maho yang telanjang mendekat ke arah Saito, lalu aroma wangi melayang dari keberadaannya.

"Apa Mas tidak muak selalu bertengkar dengan Mbak?"

"…Iya. Mas tidak pernah punya waktu untuk bersantai setelah masuk SMA."

"Daripada dengan Mbak, yang bahkan tidak dapat membuat Mas bersimpati, menikah denganku seharusnya akan jauh lebih menyenangkan, bukan?"

"Kamu sendiri itu pembuat onar."

Setelah Maho muncul, semakin banyak kelelahan yang terkumpul di dalam Saito. Sepertinya kedua kakak beradik itu punya keterampilan dalam memanipulasi cowok.

"Aku itu tipe orang yang benar-benar menawarkan dirinya kepada orang yang aku sukai, jadi aku akan melakukan apapun yang Mas mau, Mas tahu?" Maho menatap Saito.

Tidak ada secercah kebohongan yang dapat dilihat di mata Maho yang lebar. Di rambut panjang Maho ada tetesan air yang jatuh ke bak mandi.

"Apapun yang Mas mau..."

Meskipun dikelilingi oleh air, tenggorokan Saito terasa kering.

"Apapun. Selama Mas bilang 'Iya', tubuh ini menjadi milik Mas. Mas juga dapat bermain dengannya sebanyak yang Mas mau, dan akj akan melakukan apa saja." Maho menggunakan tangannya yang basah untuk menyentuh pipi Saito.

Lutut Maho terdorong di antara kedua kaki Saito, membuatnya tampak seperti sedang memeluknya.

"Tidak dapat melakukan apapun saat hidup bersama dengan cewek cantik seperti Mbak, pasti berat buat Mas?"

"Kami bahkan tidak berada dalam hubungan yang seperti itu sejak awal."

"Itu menyedihkan. Kalian sudah menikah, bukan? Apa Mas tidak punya ketertarikan pada cewek?"

"Mas tidak akan bilang kalau Mas sama sekali tidak punya, tetapi..."

Karena Saito itu anak SMA yang sangat sehat, ia punya keinginannya sendiri. Kalau Saito tidak tinggal bersama dengan musuh bebuyutannya,  Akane, ia mungkin tidak akan tahu seberapa jauh keadaan telah berubah sebaliknya.

"Iya, kan? Lalu, aku yang akan mengambil alih dan membebaskan Mas." Maho berbisik dengan nada yang menggoda, dan penuh gairah.

"……!"

Godaan Maho terlalu kuat. Seperti yang Maho katakan, Maho akan mampu menawarkan Saito kehidupan yang jauh lebih damai daripada dengan musuh bebuyutannya, Akane. Selama Saito menikahi cucu dari Keluarga Sakuramori, Tenryuu akan menawarkan Saito, Houjo Group. Maho terkadang dapat sedikit menyebalkan dan kurang ajar, tetapi mereka jelas tidak akan bertengkar setiap hari. Kalaupun begitu, cara Maho yang dengan tegas mendekati Saito membuat Saito merasa senang, dan ia juga tidak mengeluh tentang penampilannya. Namun–

"Biarkan Mas... pikir-pikir dulu." Saito meletakkan telapak tangannya di dahinya.

"Mengapa Mas harus memikirkannya? Aku ini jauh lebih nyaman daripada Mbak, bukan?" Maho merengut.

"Jangan menyebut dirimu itu sebagai cewek yang nyaman."

"Itu kebenarannya. Akankah Mbak mandi bersama Mas? Akankah Mbak mau menerima semua keinginan dan harapan Mas? Mbak tidak akan melakukannya, bukan? Tetapi, aku akan melakukannya." Maho memeluk Saito.

Dada Maho yang lembut ditekan ke Saito, berubah bentuk. Sensasi tiba-tiba ini membuat darah Saito mendidih.

"Aku… akan menjadi cermin dari semua keinginan Mas." Maho dengan samar-samar bergumam.


←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama