Bab 3SelingkuhBagian 3
Setelah kembali ke ruang belajarnya, Saito menyiapkan bahan yang diperlukan. Ia membawa sebuah buku referensi kosakata, sebuah buku pelajaran mengenai tata bahasa, sebuah kamus, dan sebuah contoh buku kerja ke ruang tersebut. Selain itu, ia juga membawa novel-novel modern dalam bahasa itu, buku-buku bisnis, buku-buku sastra klasik, dan buku-buku sejarah yang ditulis dalam bahasa Jepang. Meskipun ia berada di peringkat 3 besar angkatannya sejak ia masuk SMA, ini merupakan pertama kalinya ia benar-benar belajar di ruang belajarnya sendiri.
"Nah sekaranglah… waktunya untuk memulai ini, aku rasa."
Saito membuka buku referensi kosakata, dan membolak-balik halaman. Ia mengarahkan pandangannya ke kertas itu, mengukir kata-kata dan terjemahan di kepalanya, dan menghafal semuanya secara langsung. Saat organ tubuhnya memanas, bola matanya berhenti bergerak, karena ia malah mengambil gambar mental dari seluruh halaman, dan meningkatkan efisiensinya.
Saito telah melintasi wilayah manusia normal secara efektif. Ia bekerja dengan kecepatan seperti komputer, tetapi bahkan mengalahkan neuronnya di beberapa titik. Percikan api berkelap-kelip di antara sinyal-sinyal listrik sel-sel otaknya. Setelah ia menghafal banyak kosakata, ia pindah ke tata bahasa, dan hubungan antar kosakata. Dengan menggunakan contoh buku kerja, ia mampu mempelajari berbagai pola, kemudian melanjutkannya dengan linguistik kontrastif untuk menciptakan gradasi konsep dan posisi.
"A-Aku tidak percaya ini… Tidak aku sangka aku akan melihatmu belajar begini…"
Saito pasti sangat fokus, karena ia bahkan tidak menyadari kalau Akane muncul di sampingnya sampai dia angkat bicara. Biasanya, Akane tidak akan pernah menginjakkan kaki di dalam ruang belajar Saito atas keinginannya sendiri.
"Apa terjadi sesuatu!? Apa kamu akan meninggal!?"
"Apakah kalau aku belajar itu hal yang sangat besar itu sampai-sampai kamu akan khawatir kalau aku sekarat?" Saito meletakkan buku referensi itu di atas meja.
"Maksudku, ketika orang lain sedang belajar, kamu selalu seperti ‘Aku? Hm, aku berbeda dari serangga seperti kalian, jadi aku tidak perlu belajar?’, seperti kamu meremehkan kami…"
"Gambaran macam apa yang kamu punya tentangku? Aku tidak mau bertemu dengan cowok yang begitu."
Namun, Saito juga tidak dapat sepenuhnya menyangkal bahwa ia mungkin memiliki pemikiran yang sama dari waktu ke waktu.
"Cuma saja ada satu bahasa yang ingin aku pelajari."
"Bahasa Inggris?"
"Aku sudah menghafal semua itu."
"Semua itu…?"
"Semuanya. Mulai dari isi kamus, tata bahasa, contoh-contoh, sampai keseluruhan dari dua belas ensiklopedia. Akan merepotkan kalau aku tidak bisa membaca semua buku bahasa Inggris yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang."
Akane terhuyung mundur.
"Apakah ada gunanya kamu pergi ke sekolah?"
"Sekolah itu penting, kamu tahu? Karena aku ini masih 18 tahun, aku tidak bisa belajar semuanya dari buku, jadi suasana hati dan komunikasiku perlu dipelajari di sekolah dengan orang lain di sekitarku."
"Apa yang kamu katakan barusan jelas tidak membuatmu terdengar seperti anak berusia 18 tahun. Apa kamu punya ingatan tentang kehidupanmu sebelumnya atau semacamnya?"
"Aku tidak percaya pada hal semacam itu."
"Seluruh keberadaanmu itu merupakan sesuatu yang masih sulit aku terima."
"Betapa kasarnya. Memang begitulah kami orang-orang dari Keluarga Hojou." Saito mengangkat bahunya.
Karena ayah Saito tidak punya kemampuan yang menguntungkan bagi Keluarga Hojou, beliau diusir, dan sekarang terpaksa bekerja di industri rumahan sebagai karyawan biasa. Saito sekarang sedang melanjutkan untuk menempatkan sebuah novel dalam bahasa Jepang dan bahasa lainnya ke samping satu sama lain. Ia sedang membaca isi kedua buku itu, lalu ia melanjutkan ke teks.
"Apa yang sedang kamu lakukan…?"
"Karena aku sudah selesai menginput kosakata dan tata bahasa, aku tidak membandingkan novel asli dengan novel terjemahan. Dengan begini, kedua buku itu bercampur menjadi satu, dan aku bisa membuat sinopsis yang utuh di kepalaku."
Untuk membantu menjelaskan ini, Saito memijat pelipisnya.
"Aku tidak tahu apa yang kamu katakan."
"Sekarang aku cuma perlu memperkuat daya ingatku sebelum tidur, dan aku akan selesai."
Mata Akane terbuka lebar.
"Kamu berencana belajar suatu bahasa baru dalam satu malam!?"
"Tepat. Aku tidak punya banyak waktu."
Kalau Saito membuang-buang waktu, cincin yang ia rencanakan untuk dibeli mungkin akan terjual pada saat ia sudah mendapat cukup uang. Di sana, Akane menunjukkan keluhan frustrasi.
"Aku ingin kamu… ada di dalamku…"
"Terdengar mesum."
"Bu-Bukan itu maksudku! Apa kamu ini orang mesum!?" Akane menjadi sedikit merah.
Seakan-akan untuk melindungi tubuhnya sendiri, Akane pindah ke sudut ruangan, tetapi karena pintunya berada di ujung yang berlawanan, dia menghalangi jalan keluarnya. Dia jelas merupakan tipe orang yang selalu menggali kuburannya sendiri.
"Aku mengatakan kalau aku ingin otakmu! Aku ingin segera melepaskannya dari kepalamu, dan menanamkannya ke kepalaku!"
"Menakutkaaaan!" Saito merasakan seluruh tubuhnya menggigil.
Jantung Saito tidak berpacu karena kegirangan, tetapi ini murni karena teror.
"Apa masalahnya, ini bukan seperti kamu akan kehilangan apa-apa."
"Aku akan kehilangan banyak hal. Aku bukan makhluk yang omnipoten yang dapat menumbuhkan kembali otaknya."
"Ikan hiu dapat menumbuhkan kembali giginya bahkan kalau kamu mencabutnya, bukan? Buaya juga akan mendapatkan gigi baru setiap saat."
"Aku bukan ikan hiu ataupun buaya."
Meskipun Saito mencapai nilai yang lebih tinggi daripada rata-rata orang, tubuhnya tetaplah tubuh manusia. Saito benar-benar berharap kalau Akane tidak mengharapkan hal yang sama darinya seperti yang dikenal umum untuk ikan ataupun reptil.
"Dan juga, kalau kamu menanamkan otakku ke kepalamu, kamu akan berhenti menjadi Akane, dan malah menjadi 'Saito yang telah menguasai tubuh Akane', bukan? Apa kamu yakin akan hal itu?"
Mendengar logika ini, Akane menahan napasnya.
"I-Itu masuk akal! Aku hampir terjebak ke dalam umpanmu! Kamu tidak akan mendapatkan tubuhmu!"
"Dan aku juga tidak akan memberikan otakku padamu."
Mereka berdua saling melotot satu sama lain. Saito kepikiran sendiri. Apakah semua pasangan suami istri di dunia ini membicarakan pertukaran bagian tubuh itu hingga larut malam seperti yang mereka lakukan? Untuk melindungi otaknya yang berharga di masa depan, ia mungkin harus tidur sambil mengenakan helm.
"Ngomong-ngomong, mengapa kamu tiba-tiba mulai belajar bahasa baru? Apakah kamu berencana untuk bepergian ke luar negeri atau semacamnya?" Akane memiringkan kepalanya.
"Tidak, tidak juga."
"Lalu mengapa?"
"Itu… iya, kamu tidak usah khawatir tentang itu. Tidak ada hubungannya denganmu juga."
Akane menunjukkan penghinaan yang jelas setelah menerima jawaban itu.
"Aku tahu kalau itu tidak ada hubungannya, tetapi aku tetap tidak suka sikap itu! Katakan padaku apa alasannya!"
"Aku menolak. Ini bukan perkara yang besar kok."
Saito terlalu malu untuk mengatakan kalau ia ingin membelikan hadiah untuk Akane, dan ia ingin merahasiakan hal ini untuk membuat Akane terkejut.
"Kalau ini bukan perkara besar, kamu seharusnya tidak masalah memberi tahuku, bukan!? Ungkapan saja! Sekarang juga!" Akane dengan kasar mengguncang lengan Saito.