Bab 3Selingkuh(Bagian 2)
Setelah pelajaran berakhir, Shisei berjalan ke meja Saito. Dia membawa tas sekolahnya yang seperti ransel siswi SD sungguhan, begitulah seberapa kecil perawakannya.
"Abang, mari kita pulang bersama. Traktir Shisei sesuatu saat perjalanan pulang."
"Mengapa itu sudah diputuskan kalau Abang akan mentraktirmu sesuatu?"
"Sudah menjadi hukum dunia kalau seorang abang sepupu harus mentraktir adik sepupu ceweknya sesuatu. Redistribusi kekayaan, Abang tahu."
"Abang 100% yakin kalau kamu hidup dalam kekayaan yang jauh lebih banyak daripada Abang..."
Dari saat mereka lahir, cara hidup Saito si orang biasa dan Shisei si nona kaya raya sangat berbeda. Meskipun Saito menerima uang bulanan untuk biaya hidup dari kakeknya Tenryuu, tetapi ini semua digabungkan dengan uang Akane sebagai kekayaan bersama, jadi ia tidak dapat begitu saja menghambur-hamburkannya.
"Pembenaran. Shisei ingin diberi makan dari tangan Abang. Ditraktir makanan malah jadi bonus yang bagus."
"Kamu tiba-tiba bertingkah sangat sederhana."
Namun, itulah yang membuat Shisei imut. Cara Shisei meletakkan tangannya di meja Saito saat dia menatap abang sepupunya, dia benar-benar tampak seperti seekor anak kucing yang menunggu untuk diberi makan. Cuma dengan begini saja, dia dengan sempurna mengambil hati abangnya, serta hati teman-teman sekelas di sekitar mereka. Beberapa siswi bahkan bergegas mengeluarkan dompet mereka, tetapi Saito berharap kalau mereka tidak terlalu memanjakan Shisei.
"Abang bisa mentraktirmu roti kukus, tetapi…Bolehkah Abang pergi ke rumahmu hari ini?"
"Kabur dari rumah?"
"Tidak, bukan kok."
“Mengubah tempat tinggal tetap Abang ke rumah Shisei?"
"Cuma mampir untuk berkunjung. Apa tidak masalah?"
"Tentu saja. Rumah Shisei itu ya, rumah Abang juga." Shisei mengeluarkan ponsel pintarnya, dan menekan satu tombol.
Ponsel pintar Shisei berbeda dari yang dimiliki oleh masyarakat pada umumnya, karena sedikit lebih bulat, dengan telinga kucing.
"Urusan darurat khusus Abang. Prioritas tertinggi." Shisei memberi perintah singkat, dan memutuskan panggilan lagi.
"Urusan misterius macam apa yang kita bicarakan di sini?"
"Shisei memanggil mobil ke sini. Kalau Abang mau mampir untuk bermain, meluangkan waktu kita sambil berjalan pulang itu hanya akan sia-sia." Shisei meraih tangan Saito, dan menyeretnya ke luar ruang kelas.
Wajah Shisei memang datang seperti biasanya, tetapi Saito bisa mengerti kalau Shisei lebih tampak seperti melompat kegirangan ketimbang berjalan secara normal. Begitu mereka berdua melangkah keluar dari pintu masuk, mobil yang dipanggil Shisei sudah menunggu mereka. Di sana mereka telah menunggu atau berhenti, tidak apakah mereka telah menaati undang-undang lalu lintas atau tidak, semua itu masih misteri. Merenungkan tentang cara kerja Keluarga Hojou hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga saja, jadi Saito hanya langsung memasuki mobil putih kelas atas itu.
"Selamat datang, Nona-ku sayang, Saito-sama." Sopir wanita menyapa mereka berdua.
Dia mengenakan pakaian pelayan, bekerja sebagai asisten kebersihan pribadi Shisei serta penyedia makanan ringan dan juga merangkap sebagai pengawal. Singkatnya, dia seperti kepala pelayan Shisei. Karena takut sopir laki-laki akan menculik Shisei, mereka akhirnya mempekerjakan sopir wanita, tetapi karena para siswi di kelas mereka, juga mencoba untuk memenangkan Shisei sendiri, jadi sebenarnya jenis kelamin tidak terlalu penting di sini.
"Maaf tiba-tiba memanggilmu begini."
"Tidak kok, nona muda-lah yang telah meminta ini." Pelayan itu menatap Saito melalui kaca spion.
Dia sangat mirip dengan Shisei, dalam segi ekspresinya yang tidak banyak berubah, bahkan saat dia tersenyum.
"Tolong, aku mengandalkanmu untuk keamanan dalam perjalanan."
"Baiklah, kita akan mengebut."
"Apa kamu tidak mendengarku!?"
"Melakukannya dengan cara ini jauh lebih aman."
"Dalam segi apa!?"
Meskipun mereka berbicara dalam bahasa yang sama, Saito merasa seperti sudah menabrak batasan bahasa.
"Bahkan kalau kita menabrak suatu objek, kalau kita bergerak lebih cepat daripada elektron di dalam objek itu, kita seharusnya dapat melewatinya tanpa mengalami kerusakan apapun."
"Memangnya bisa kamu akan menciptakan beberapa fenomena supernatural macam itu!"
Namun pelayan itu tidak terlalu peduli dengan jawaban Saito, dan dia malah menginjak pedal gas tanpa ampun. Dalam satu saat, mereka melesat keluar dari pintu gerbang sekolah, meninggalkan badai debu dan pasir. Shisei tampaknya menikmati ini, dan mengangkat kedua genggamannya ke udara.
"Ayo, ayo, ayo~!"
"Seperti yang Anda inginkan, Nona."
"Jangan membuatnya gelisah lebih dari ini!" Akal sehat Saito mencapai telinga yang tersumbat.
Mobil itu berbelok dengan kecepatan tinggi, melewati mobil-mobil lain yang sedang melaju di jalanan. Meskipun tidak ada yang mengikuti mereka, rasanya ini seperti mereka berada di tengah-tengah adegan kejar-kejaran mobil. Shisei berpegangan pada Saito, dan Saito di saat yang sama berpegangan pada jok sehingga ia tidak terlempar seperti pin boling.
"Merah! Lampu lalu lintas itu pasti merah!"
Sopir pelayan menunjukkan ekspresi yang bingung.
"Eh? Ada apa ya? Kita terlalu cepat, saya jadi tidak dapat melihat apa-apa."
"Kalau matamu sendiri saja tidak dapat mengikuti kecepatan mengemudimu, bukankah itu tanda yang sempurna bagimu untuk melambat!?"
"Yakin sajalah, mobil ini adalah model keluaran terbaru yang dikembangkan di bawah Hojou Grup, yang memiliki perlindungan mutlak terhadap segala macam benturan. Pada kecepatan 300 km/jam, kita tidak akan merasakan dampak apapun."
"Mengapa mereka tidak memasang pembatas kecepatan di mobil ini juga!?"
Shisei dengan lembut meraih tangan Saito.
"Tidak perlu khawatir, Abang. Shisei bersama Abang."
"Dan bagaimana itu bisa membuat Abang tenang..."
"Shisei akan menjadi bantal untuk Abang."
"Hentikan itu, kamu akan membuat Abang trauma seumur hidup karena hal itu." Saito memasukkan Shisei ke dalam pelukannya, melindunginya.
Yang paling mengerikan itu teknik mengemudi dari sopir pelayan ini, dia merupakan sesuatu yang nyata. Pengemudi lain pasti sudah menabrak sesuatu di gang belakang yang sempit ini, tetapi dia berhasil melewati mobil-mobil itu tanpa satu goresan pun. Saat Saito berkeringat, entah bagaimana mereka berhasil sampai ke tujuan mereka.
Saito melihat petak besar Keluarga Hojou yang dikelilingi oleh pagar besar dan dihalangi oleh gerbang besar. Di dalam taman, ada bunga mawar yang bermekaran, dengan kediaman gaya Barat yang jauh di belakang jalan setapak. Itu tampak seperti kediaman gotik yang akan kamu temui dalam dongeng, penuh dengan misteri.
Ketika memasuki pintu depan, langit-langit atrium dan kaca patri pertama kali bertemu dengan matamu. Terpampang di dinding ada foto Shisei, dan foto-foto Shisei yang lain. Kasih sayang orang tua untuk Shisei sudah tampak dari pandangan pertama, tetapi Saito tahu itu hanya membuang-buang waktu untuk mempertanyakan apapun di sini.
Saito dan Shisei menaiki tangga, dan memasuki kamar Shisei. Dilengkapi dengan ranjang besar dengan kanopi tambahan, serta meja yang mewah. Saito merasa seperti ia masuk ke kamar putri langsung dari dongeng. Ini dua kali ukuran ruang tamu Saito, dihiasi dengan karpet yang indah. Interiornya sepenuhnya berdesain kekanak-kanakan, dengan mainan mewah, boneka Barat, dan bola kristal lainnya, tetapi suasana aneh ada di sini.
Saito duduk di karpet, lalu Shisei membawa gaun dari ruang ganti. Dia bahkan tidak peduli dengan kehadiran Saito, dan melepas rok seragamnya.
"Mengapa kamu berganti baju di sini..."
"Kalau Shisei berganti baju di ruangan yang berbeda, aku akan kehilangan waktu bersama dengan Abang."
"Ini benar-benar bukan kerugian waktu yang besar kok."
"Bahkan kehilangan satu menitpun akan sia-sia. Karena Abang dan Shisei itu dekat, aku tidak merasa malu."
Rok Shisei jatuh ke lantai, memperlihatkan celana ketat putihnya. Melalui sutra putih, Saito melihat pakaian dalam Shisei.
"Aku tidak merasa malu atau apa, tetapi…"
Saito memang tidak merasakan nafsu terhadap adik sepupunya, ia tidak terlalu menyimpang, tetapi ini masih canggung. Belum lagi Shisei itu terlalu cantik, itu menyangkal gagasan tentang tidak merasakan nafsu terhadapnya. Daripada seorang perempuan atau seorang gadis, Shisei lebih seperti sosok dewi atau peri. Namun, peri ini sekarang sedang berjuang untuk melepas blusnya. Karena Shisei mencoba melepas blus itu tanpa membuka kancing, kepala dan pergelangan tangannya tersangkut.
"Selamatkan Shiseeeeei~"
"Kamu benar-benar tidak berdaya. Sini, angkat tanganmu."
"Banzai~." Shisei mengangkat tangannya saat dia disuruh.
Begitu Shisei bebas dari blusnya, dia menghela napas dalam-dalam. Muncul dari bawahnya ada kamisol yang menggemaskan dengan tali dan jumbai. Rambut perak Shisei yang panjang jatuh ke punggungnya, saat bahunya yang putih tampak berkilauan di bawah lampu neon.
"Abang, bagaimana? tubuh telanjang Shisei."
"Jangan tanya tentang kesan Abang dengan situasi begini."
"Cantik?" Shisei menatap Saito.
Bulu mata Shisei sepanjang bulu mata boneka. Fiturnya hampir tampak keluar dari dunia ini, mengeluarkan aura ilahi.
"Agak terlambat menanyakan ini. Tentu saja kamu itu cantik."
"Yei~." Shisei berusaha untuk berpegangan pada Saito sambil cuma mengenakan kamisol, tetapi Saito dengan cepat memakaikan gaun itu pada Shisei.
Meskipun Saito tidak memiliki nafsu terhadap Shisei, itu masih menjadi racun bagi mata Saito. Saito memakaikan gaun itu padanya, dan menarik ritsleting di punggungnya. Karena Shisei suka mengenakan pakaian mewah ini bahkan di rumahnya, dia kesulitan mengenakannya sendiri. Saito pergi ke depan untuk mengikat pita di lengan baju dan pinggang Shisei juga, dan memperbaiki rambutnya yang berantakan. Dengan melakukan itu, ia merasa seperti pelayan sungguhan karena beberapa alasan. Di saat yang sama, Shisei tidak berkedip sekalipun karena dia cuma menatap Saito.
"Abang itu baik sekali ya. Selalu saja memanjakan Shisei."
"Soalnya kamu akan melakukan sesuatu yang bodoh kalau Abang tidak melakukan itu. Abang tidak dapat meninggalkanmu sendirian."
"Kalau Shisei melompat dari Air Terjun Niagara, apakah Abang akan lebih menjagaku?"
"Kamu akan membuat Abang terkena serangan jantung, jadi jangan."
Saito bukan seorang penyelamat profesional atau seorang pahlawan yang mengenakan jubah.
"Sudah lama sekali sejak Abang mampir untuk bermain ke rumah Shisei. Apa yang harus kita lakukan?"
"Aku tidak masalah melakukan apa saja."
"Kalau begitu, ayo main mayat-mayatan." Shisei menjatuhkan diri ke karpet.
"Maaf, mungkin bukan apa saja. Tolong jangan yang itu."
"Kalau begitu, bagaimana kalau bermain boneka?"
"Kalau begitu saja Abang yakin kalau Abang bisa ikut."
Untuk seorang siswa dan siswi SMA, bermain boneka mungkin agak dipertanyakan, tetapi kalau Shisei akan melakukan itu, maka Saito tidak akan merasa tidak nyaman. Karena mereka berdua telah bersama selama bertahun-tahun, Saito sudah terbiasa dengan ini.
"Shisei menyuruh perusahaan yang dimiliki Kakek untuk membuat boneka model baru." Shisei mengeluarkan dua boneka dari lemari pakaiannya.
Boneka-boneka itu jelas meniru Saito dan Akane. Memang sih itu tidak masalah, tetapi wajah boneka-boneka itu tampak hampir terlalu nyata, itu memberi Saito perasaan yang menakutkan. Kepala mereka memang realistis, tetapi tubuh boneka lainnya juga normal. Proporsi yang tidak serasi ini membuat Saito merinding.
"Ini ... buruk, oke."
Tidak pernah dalam hidup Saito, ia sekotor ini dengan pemikiran mengambil boneka di tangannya.
"Boneka ini memiliki segala macam fitur baru dan modern. Misalnya, kalau Abang menekan tombol ini…" Shisei menekan lengan kiri boneka Akane.
Boneka itu menyala dengan warna merah cerah, dan berbicara dengan suara yang terdengar seperti berasal dari kedalaman neraka.
"Hancurkan…semua…umat manusia…"
"…Iya kan? Boneka ini mirip dengannya, bukankah begitu?" Shisei mengeluarkan 'Hmpf' dengan bangga, sambil membusungkan dadanya.
"Kamu benar, boneka ini versi khusus, tetapi sama menakutkannya."
Menyadari bahwa Saito sendiri akan menjadi orang pertama yang akan dimusnahkan, Saito bergidik ketakutan. Setelah itu, Shisei menekan lengan kanan boneka Akane.
"Kalau Abang menekan tombol yang ini, boneka itu akan mengeluarkan senjata."
Lengan yang ditekannya berubah bentuk, sekarang tampak seperti pelontar api. Lengan kiri boneka Akane mengalami keadaan yang sama, karena telah berubah menjadi gergaji mesin yang terus berputar.
"Shisei tahu kalau Abang suka sesuatu semacam ini, bukan?"
"Tentunya Abang suka! Ini luar biasa! Tetapi, jangan kamu berani-berani menunjukkan boneka ini pada Akane."
"Mengapa? Dia akan senang karena boneka ini."
"Dia jelas tidak akan senang! Dia mungkin akan meledak dengan amarah dan membunuh kita semua!"
Jika semuanya tidak berjalan mulus, memakan korban jiwa mungkin menjadi langkah berikutnya. Shisei mengambil boneka Akane, dan membawa boneka Saito juga.
"Hari ini, kita akan bermain dengan boneka-boneka ini."
"Abang benar-benar merasa kalau Abang tidak dapat memenangkan ini…"
Saito pada dasarnya dipaksa untuk melawan senjata nuklir yang dilengkapi dengan pelontar api dan gergaji mesin.
"Jangan khawatir, boneka Abang juga akan menyala kalau Abang membuatnya minum minuman protein."
"Ohh... itu fungsi yang aneh, oke." Saito mencari cerat, tetapi tidak dapat menemukan apapun.
"Cerat untuk proteinnya ada di sini." Shisei menunjuk ke bokong boneka itu.
"Abang tidak setuju, Abang tidak minum protein melalui bokong Abang."
"Ngomong-ngomong, kalau Abang menuangkan bensin, boneka Abang akan menjadi lebih kuat."
"Siapa yang akan menyedot bensin melalui bokong mereka!?"
Saito dengan jujur menjadi khawatir tentang gambaran yang dimiliki Shisei tentang dirinya. Karena tubuh Saito itu sama dengan manusia pada umumnya, ia akan mati setelah mengonsumsi bensin. Di sana, Shisei menggunakan boneka Akane untuk menyerang boneka Saito.
"Ambil ini~."
"Gyaa~."
Sebagai seorang abang sepupu, merupakan tugas Saito untuk ikut bermain. Ia membiarkan boneka Saito ambruk di lantai. Sekadar pengingat kecil, si peringkat 1 dan peringkat 3 sekolah sekarang sedang bermain boneka. Sebelum Akane muncul, mereka berdua selalu menjadi peringkat dua besar. Shisei mengangkat boneka Akane ke udara, berpose dengan penuh kemenangan.
"Fufu, aku mengalahkan Saito dalam satu serangan."
"Apakah kamu memang punya niat untuk bermain boneka-boneka ini dengan benar?"
Menyelesaikan pertempuran dengan satu serangan ini jadi tidak terlalu menarik.
"Tidak masalah, Abang dapat hidup kembali sebanyak yang Abang mau. Sebagai bawahan—zombiku, begitulah!"
"Setidaknya jadikan Abang vampir, tolong." Saito meminta, tetapi Shisei cuma melemparkan boneka itu.
"Abang ini minta banyak ya. Kalau Abang mau menjadi vampir, Shisei harus menghisap darahmu." Shisei melompat ke arahnya.
"Ini tidak masuk akal! Jangan gigit Abang!"
Shisei dengan lembut menggigit leher Saito. Shisei sangat menggemaskan sebagai bayi vampir, tetapi Saito khawatir itu akan meninggalkan bekas kecupan. Saito berusaha mendorong Shisei menjauh, tetapi Shisei keras kepala dan tidak mau melepaskan Saito. Saito takut menyakiti Shisei kalau ia menggunakan terlalu banyak kekuatan, tetapi membiarkan serangannya terus menerus juga tidak akan berakhir dengan baik. Saat mereka berdua saling bergulat satu sama lain, langkah kaki terdengar dari lorong. Tidak lama kemudian, pintu terbuka.
"Apa yang kalian berdua lakukan!?"
"Oh?"
"Ah."
Shisei dan Saito terdiam sejenak. Berdiri di ambang pintu merupakan wanita cantik dengan rok ketat. Beliau memiliki rambut panjang berkilau, dengan gincu kuat yang meninggalkan kesan. Beliau punya tatapan yang kuat yang dapat membuat orang ketakutan dengan pandangan sederhana, bulu matanya ditata. Namanya adalah Hojou Reiko, ibu dari Shisei, dan tante Saito. Meskipun mereka berdua sepupu, pada dasarnya tampak menempel satu sama lain begini juga cukup menjadi masalah bagi mereka. Bibir Shisei masih menempel di leher Saito, dan lengan Saito dipeluk oleh Shisei.
"Tunggu, ini…,"
Saat Saito berusaha mencari alasan, Reiko sendiri yang sekarang berpegangan pada Saito.
"Tidak adil kalau kalian berdua bersenang-senang berduaan saja! Kalau Saito-kun ada di sini, beri tahu Mama tentang itu!" Dia dengan kasar mengacak-acak rambut Saito, menghujani pipinya dengan banjir kecupan.
"Wah, hentikan…" Saito agak bingung dengan persentuhan kulit yang mencolok dan berlebihan ini.
Suami Reiko, yaitu ayah Shisei, merupakan orang Rusia, jadi Reiko telah menghabiskan waktu lama tinggal di luar wilayah Jepang, itulah sebabnya ekspresi cinta dan kasih sayang Reiko menyebar ke mana-mana. Sebagai tambahan, ayah Shisei menjadi bagian dari Keluarga Hojou sebagai putra menantu.
"Tinggalkan hal itu, Abang akan punya bekas gincu di seluruh wajahnya." Di sana, Shisei menarik rok Reiko.
Reiko menunjukkan wajah yang tidak senang sebagai reaksinya.
"Kamu sudah memberinya banyak ciuman, jadi sekarang ini giliran Mama."
"Tidak banyak kok. Juga, kalau Abang kembali dengan bekas gincu di sekujur tubuhnya, Akane akan menganggapnya berselingkuh dengan seseorang, dan Akane mungkin membunuhnya."
"Abang tidak berpikir kalau dia akan menuduh Abang selingkuh, tetapi... Abang juga tetap akan mati kutu, ya."
Akane sedikit misofobia*, jadi dia mungkin akan mengamuk dan mengeluh tentang Saito melakukan sesuatu yang tidak senonoh lagi. Saito harus memastikan telah menghapus bekas gincu di kemejanya sebelum pulang. Meski enggan, Reiko akhirnya membebaskan Saito.
(TL Note: Misofobia merupakan fobia terhadap tinja atau sesuatu yang kotor.)
"Kamu akan makan malam bersama kami, bukan? Tante akan meminta koki membuatkan hidangan favoritmu."
"Aku akan pulang lebih awal malam ini, Akane akan membuatkan makan malam untuk kami." Saito dengan sopan menolak, yang membuat Reiko menyipitkan matanya.
"Kamu terdengar seperti kalian itu pengantin baru."
"Memang, memang kami begitu."
"Kalian cuma tinggal bersama atas perintah Ayah, bukan? Kamu tidak perlu repot-repot dengan hal itu."
"Kalau tidak, maka rumahku akan berubah menjadi zona perang…"
Ini bukan tindakan yang diambil karena kasih sayang dan cintanya terhadap Akane, itu cuma untuk melindungi keselamatan dan nyawanya sendiri. Kalaupun ada, dimanjakan oleh tantenya seperti ini cukup sulit untuk ditanggung oleh Saito juga. Namun, memikirkan medan perang yang dapat terjadi di rumahnya dengan Akane, Saito tidak boleh gegabah.
"Mau bagaimana lagi. Lain kali, ya?"
"Iya, kapan-kapan, setelah aku beri tahu Akane."
"Untuk saat ini, Tante akan menyiapkan teh." Reiko hendak meninggalkan ruangan itu, lalu Saito memanggilnya.
"Sebelum itu, aku ingin membicarakan sesuatu."
"Apakah kamu akhirnya telah memutuskan untuk membiarkan kami mengadopsimu?"
"Bukan itu. Apa perusahaan Tante kebetulan sedang mencari orang buat bantu-bantu? Kalau bisa, aku ingin bekerja paruh waktu di sana untuk sementara waktu."
Tidak seperti ayah Saito, yang dianggap tidak berbakat dan dikeluarkan dari Hojou Group, adiknya Reiko diberi posisi sebagai pimpinan perusahaan pengembang gim. Wakil pimpinannya yaitu ayah Shisei.
"Seseorang dari Keluarga Hojou akan bekerja paruh waktu… kalau kamu memang sebegitunya menginginkan uang, mengapa kamu tidak meminta saja pada Ayah?" Reiko berkata, terdengar persis seperti seorang wanita kaya raya.
"Aku takut berutang lagi dengan Kakek. Aku tidak tahu apa yang akan Kakek minta dariku berikutnya."
"Lagipula, Ayah memang bisa jadi diktator yang hebat. Itu bukan berarti Tante juga tidak akan memintamu melakukan sesuatu yang gila, kamu tahu?"
"Aku percaya kalau Tante tidak akan menyiksaku seberat yang Kakek lakukan."
"Kamu terlalu berharap banyak pada Tante. Tante cuma seorang wanita dari Keluarga Hojou, Tante cuma akan bergerak kalau ada keuntungan yang bisa Tante ditemukan." Reiko duduk di kursi, menyilangkan kakinya yang indah, lalu menatap Saito.
Meskipun Reiko sudah punya seorang putri yang sudah masuk SMA, dia punya kecantikan yang tidak kamu duga dari usianya.
"Saito-kun, kamu menyembunyikan sesuatu dari Tante, bukan? Mengapa kamu membutuhkan uang?" Reiko memprovokasi Saito dengan suara dingin.
Karena Reiko mewarisi darah Keluarga Hojou, dia juga dapat memperkirakan kesalahan apapun yang turun sampai ke tingkat mikron—jadi begitu Reiko merasa tidak nyaman, tidak ada yang mungkin terlewat darinya. Saito tahu akan hal ini, dan menyerah.
"…Aku ingin membelikan hadiah."
"Tante mengerti."
Cuma dengan keterangan itu, Reiko pasti sudah dapat menebak untuk siapa hadiah ini dimaksudkan. Memang benar kalau Saito tidak ingin berutang apapun pada kakeknya, Tenryuu, tetapi bukan cuma itu. Membeli hadiah untuk Akane dengan uang kakeknya rasanya ada yang tidak enak. Sesuatu di dalam diri Saito berkata padanya kalau ia harus melakukan upaya ini sendiri, atau itu tidak akan berarti apa-apa. Di saat yang sama, Shisei menatap Saito dengan tajam.
"Itu menyakiti hati Shisei…Jadi tujuan Abang mampir ke sini bukan untuk bermain dengan Shisei, tetapi malah untuk membelikan hadiah untuk wanita lain…"
"Bukan, itu tidak benar, oke!? Tujuan utama Abang adalah bermain denganmu! Tujuan ini baru muncul setelah Abang kepikiran 'Oh iya'!"
"Sungguh?"
"Sungguh!"
"Kalau Abang bohong, Abang harus minum bensin, oke."
"I-Iya…Abang tidak bohong kok, jadi tidak apa-apa." Saito masih meningkatkan kewaspadaannya.
"Kalau begitu, Shisei akan memaafkan Abang." Shisei mengusap wajahnya ke dada Saito.
Shisei menutup matanya seperti dia merasa baikan, persis seperti anak kucing manja. Namun, Shisei sudah siap membuat Saito meminum bensin kalau ada dorongan, jadi kamu tidak boleh lengah saat berada di sekelilingnya. Di saat yang sama, Reiko meletakkan dagunya di satu tangan, dan mulai berpikir.
"Pekerjaan paruh waktu, ya... Apa ada sesuatu yang dapat Tante biarkan kamu kerjakan, Tante penasaran..."
"Aku tidak keberatan kalau harus bersih-bersih kantor Tante atau semacamnya."
Namun Reiko menyipitkan matanya terhadap usulan Saito.
"Kamu harus lebih menyadari posisimu sebagai seorang pria di keluarga Hojou. Terutama kamu, yang akan menjadi kaisar yang menggantikan Ayah. Tidak mungkin Tante bisa memintamu melakukan pekerjaan yang aneh."
"Bersih-bersih itu juga pekerjaan yang penting."
"Namun, seekor singa dan kelinci itu berbeda. Raja harus mengambil jalan sebagai raja. Kamu juga sudah dipaksa menikahi seorang gadis kampungan…"
"Apa jangan-jangan Tante menentang pernikahan itu?"
"Tentu saja, Tante maunya kamu itu…" Reiko menatap ke arah Shisei.
Shisei kemudian menggelengkan kepalanya, yang membuat Reiko menghela napas.
"Begitulah, ngomong-ngomong. Tante jadi ingat, departemen kami yang melokalisasikan gim kami sedang mengalami sedikit kesulitan sekarang. Mereka kesulitan menemukan penerjemah yang baik untuk pelokalisasian karena bahasa khusus bukanlah bahasa yang paling banyak dipakai di luar sana."
"Kalau pengguna bahasanya sedikit, apa melokalisasikannya akan memberikan banyak keuntungan…?"
Kalau tidak banyak orang yang menggunakan bahasa itu, penjualan gim ini seharusnya tidak begitu menguntungkan.
"Itu salah satu jenis pekerjaan filantropis. Kami mengabaikan biayanya dan membiarkan mereka menggunakan sistem kunci, dan sebagai imbalannya Hojou Group akan menerima seluruh infrastruktur TI (Teknologi Informasi) dari negara itu."
"Itu tidak terdengar seperti pekerjaan filantropis bagiku..."
Ini lebih seperti memperbudak peradaban yang belum berkembang. Tidak mungkin Hojou Group, yang rasional dan beralasan seperti semestinya, akan bekerja demi entitas nasional.
"Bisakah kamu menghafal bahasa mereka dalam waktu tiga hari?" Reiko menyuarakan permintaan konyol.
"Tiga hari? Jangan konyol, ah, Tante." Saito mengangkat bahunya, dan perlahan mengangkat satu jarinya. "…Semalam saja. Cuma itu waktu yang aku butuhkan."
Reiko menyeringai.
"Ini baru keponakan yang Tante kenal dan sayang. Kamu benar-benar berbeda Abangnya Tante yang bodoh itu. Andai saja kamu itu anak kandung Tante."
Shisei mengangguk.
"Kalau begitu Abang akan menjadi abang yang yang berhubungan darah langsung dengan Shisei."
"Kitu sudah cukup banyak berhubungan darah, bukan?"
"Shisei ingin kita terhubung lebih dari itu. Kalau ini masih belum terlambat, Shisei ingin ditusuk dengan pipa (batang), agar darah kita bisa bercampur."
(TL Note: Ngomong apa kamu, Dek?)
"Itu memang sudah sangat terlambat kalau kamu minta pada Abang." Saito mengambil selangkah menjauh dari Shisei.
"Melokalisasi seperti itu akan digaji mahal, dan Tante akan menyiapkan semua bahan dan data yang kamu butuhkan, serta ruang kerjanya. Tante cuma punya satu syarat."
"Apa itu?"
Reiko menatap Saito, dan kemudian menatap Shisei.
"Tante ingin kamu bekerja di sini."
"Kalau cuma menerjemahkan saja, aku juga bisa melakukannya di rumah."
"Ini syarat yang mesti terpenuhi. Kalau kamu tidak menerimanya, Tante tidak akan menggajimu."
Sepertinya Saito tidak punya ruang untuk berdebat di sini. Saito tidak tahu apa niat Reiko yang sebenarnya, tetapi ia pasti tidak akan mendapatkan apa-apa dari protes yang tidak perlu.
"…Dimengerti, aku akan datang ke sini saat aku bekerja."
"Anak yang baik. Kamu cuma perlu mendengarkan Tante, dan semuanya akan baik-baik saja." Reiko tersenyum, dan dengan lembut mengelus kepala Saito.
Mendorong aspirasi dan keinginan sendiri pada orang lain merupakan sesuatu yang Reiko dapatkan dari Tenryuu, atau sebagai tradisi dari Keluarga Hojou.
"Ayah mungkin mengincar ilusi cinta pertamanya, dan itu sih urusan Ayah, tetapi ... aku sih hidup untuk putriku yang imut." Reiko bergumam.