KuraKon - Jilid 3 Bab 3 Bagian 8 - Lintas Ninja Translation

Bab 3
Selingkuh
(Bagian 8)

Seperti malam sebelumnya, Akane duduk di meja makan sendirian, memakan makan malamnya. Yang Akane punya di atas meja hanyalah sayuran goreng dengan nasi putih. Akane harus memenuhi dirinya sendiri dengan makanan-makanan bernutrisi ini, tetapi dia benar-benar tidak bisa mengumpulkan motivasi untuk makan. Di rumah, Akane selalu memasak demi keluarganya, dan setelah dia menikah, itu semua demi Saito. Akane tidak pernah tahu betapa sedihnya membuat makanan cuma untuk dirinya sendiri, dan memakannya sendirian. Apa Saito juga merasakan hal yang sama, saat ia memasukkan protein ke ramen gelas?

"Si bodoh itu… Apa dia masih belum pulang ke rumah…" gumam Akane sambil melihat ke jam yang tergantung di dinding.

Sudah sangat larut, tetapi Saito masih belum menghubungi Akane. Akane menggelengkan kepalanya.

"Tunggu, bukannya aku ingin Saito pulang atau semacamnya! Aku cuma merasa jauh lebih santai tanpa dirinya! Kami tidak bertengkar, dan aku bahkan dapat menonton segala macam film yang aku inginkan!"

Akane membuat-buat alasan pada tidak ada seorangpun yang ada di rumahnya, karena mereka tersesat dalam suasana ini. Mempertimbangkan kekayaan Keluarga Hojou, Saito mungkin menikmati menu lengkap yang ada di kediaman Shisei, dengan Shisei yang cantik di pangkuannya, dan menggoda, saat Shisei menyuapi Saito. Membayangkannya saja, Akane merasakan amarah yang aneh membara di dalam dirinya.

'Itulah sebabnya, kamu tidak boleh berbohong, Akane.'

Kata-kata neneknya itu kembali terngiang di kepala Akane. Memang benar, kalau menyampaikan amarahnya secara langsung pada Saito seharusnya baik-baik saja. Kecemburuan, kesepian, dan perasaan semacam ini jelas bukan kekuatan pendorong bagi Akane, tetapi dia setidaknya ingin mengajukan satu keluhan pada Saito. Berfokus pada Saito begini sepanjang waktu cuma akan memperburuk nilainya. Akane berpindah untuk mengambil ponsel pintarnya di atas meja...lalu kemudian menyadari.

"Kami…bahkan belum bertukar informasi kontak kami…"

Meskipun mereka itu suami-istri, mereka tidak mengetahui nomor telepon mereka satu sama lain. Akane terlalu malu untuk meminta nomor siswa laki-laki... terlebih lagi nomornya Saito, itulah sebabnya Akane tidak pernah memintanya. Memikirkan apa yang harus Akane lakukan, dia menggunakan aplikasi peta di ponselnya.

Kediaman Shisei cukup besar dan terkenal di sekitarnya, jadi Akane tahu perkiraan lokasinya. Akane melihat ke alamat, dan mencari nomor telepon di buku alamat. Merasa gugup, Akane memasukkan nomor yang telah dia temukan ke dalam ponsel pintarnya. Setelah beberapa kali berdering, sebuah suara yang tampaknya milik seorang wanita muda menjawab.

'Iya, di sini Kediaman Houjou.'

"E-Em...apakah Anda kakaknya Shisei-san?"

'Saya pembantunya. Bolehkah saya menanyakan nama Anda?’

"Aku teman sekelasnya Shisei-san, Sakuramori Akane. Apakah Saito ada di sana?"

'Saito-sama ada di sini, iya...'

Akane mengepalkan tangannya, tebakannya benar.

"Bisakah kamu membiarkan aku berbicara dengannya?"

'Tolong tunggu sebentar.'

Sebuah lagu jingle yang lembut dimainkan. Kedengarannya seperti lagu klasik yang berasal dari tipe barok. Mendapati seorang pelayan yang menjawab telepon mereka, keluarga kaya memang benar-benar berbeda dari orang biasa rata-rata. Akane merasa gelisah saat menunggu, ketika lagu jingle berhenti. Sekarang, Akane akhirnya bisa memberi Saito sebuah omelan. Akane mengambil napas dalam-dalam, dan memulai serangannya.

"Hei, berapa lama kamu berencana untuk..."

'Senang bisa mengobrol denganmu, kalau boleh bilang? Aku ibunya Shisei.'

"Eh…"

Semua amarah Akane yang terhempas, digantikan oleh kepanikan.

'Kamu itu pasangan pernikahan Saito-kun, bukan? Tante telah mendengar banyak dari Shisei dan Ayah.'

"Se-Senang bisa mengobrol dengan Tante, namaku Akane."

Mengapa tantenya Saito yang mengangkat teleponnya dan bukan Saito langsung?

'Maaf, tetapi Saito-kun saat ini sedang sibuk.'

"Cuma sebentar saja tidak apa-apa kok, jadi bolehkah aku bicara dengannya?"

"Tidak boleh."

Ditolak dengan dingin dan nada kasar, Akane terhuyung mundur. Meskipun mereka belum pernah bertemu atau berbicara secara langsung, Akane merasakan permusuhan yang jelas dari tantenya Saito.

"…Apa yang sedang Saito lakukan?"

'Itu tidak ada hubungannya denganmu, bukan? Saito-kun juga akan pulang ke rumah pada akhirnya.'

"Tetapi…"

Wanita di telepon itu menghela napas panjang.

'Katakan... kalian itu dipaksa dalam pernikahan ini, bukan?'

"Iya…"

'Kamu punya hubungan yang sangat buruk dengan Saito-kun sejak kalian berdua masuk SMA, bukan? Namun, kalian terpaksa menikah karena keegoisan Ayah. Tante sedikit simpati pada kalian.'

Namun di balik kata-kata tante mertuanya, Akane tidak merasakan simpati sama sekali. Dengan suara yang memancarkan kebencian yang jelas, Reiko melanjutkan.

'Pernikahan kalian cuma sah di mata hukum. Ini cuma pernikahan palsu, jadi mengapa kamu peduli dengan Saito-kun?’

Tanpa Akane diberi waktu untuk menjawab, panggilan itu terputus. Cuma suara sekilas yang dapat terdengar dari telepon.

"Palsu... Iya, itu memang benar." Akane bergumam, tanpa kekuatan apapun, saat dia menggenggam ponselnya dengan erat.


←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama