Bab 37Dibiarkan Menggantung
Selama jam pelajaran ketiga kami, yaitu mata pelajaran Penjasorkes, kami melakukan latihan olahraga lari. Kami berlari mengitari sekeliling gedung sekolah di tengah teriknya cuaca.
Setelah berganti pakaian di ruang ganti siswa, para siswa memasuki gedung sekolah pintu masuk lift.
Pada saat itu, aku melihat sekelompok siswi yang datang dari gimnasium.
Aku dengar kalau hari ini, latihan senam mereka itu diadakan di dalam ruangan. Aku penasaran apakah pelajaran mereka berjalan dengan lancar. Pelajaran khusus para siswi merupakan ranah yang suci bagi para siswa.
(Tidak! Aku tidak punya waktu untuk memikirkan hal itu, tetapi... bukankah saat ini merupakan waktu yang tepat?)
Kami belum bisa mengobrol dengan benar sejak pagi ini, dan karena Takane-san belum melihat ponselnya di antara dua jam pelajaran, aku belum memiliki kesempatan untuk mengobrol dengannya paling tidak secara langsung. Namun, ada juga kemungkinan terjadinya Takane-san meninggalkan kelompok dan datang ke mari--.
Tepat ketika aku berpikir kalau itu konyol, Takane-san, yang telah menyadari kehadiranku, berjalan ke arahku.
Dia tentunya berpisah dari arus orang-orang yang pergi dari lorong menuju kafetaria, jadi dia tidak menonjol. Aku mengangkat tanganku ke arah Takane-san, berpikir kalau kami bisa mengobrol dengan normal.
"Ah? Ternyata ada Nagisen. Apa kamu sudah selesai latihan Penjasorkes-nya? Kami juga baru saja selesai."
"Na-Nakano-san. Kami juga baru saja selesai..."
"Takane-san, ada apa?"
"...Iya, aku datang."
Dia dekati oleh seorang siswi dari kelas yang sama, mungkin masih mencolok ketika dia berjalan ke sini. Tadi itu memang kesempatan bagi kami untuk mengobrol, tetapi dengan keadaan begini, ya mau bagaimana lagi.
"Baik Nozomi-chan maupun Kiri-chan, keduanya memang luar biasa. Kami berencana untuk membuat tari kreasi di lain waktu. Mereka yang akan memimpin grupnya, dan membimbing semuanya."
"Begitu ya...? Bagaimana dengan Nakano-san?"
"Kami akan melaksanakannya di rumah Nozomi-chan. Ah... Maaf! Barusan tadi, Nagisen dan Nozomi-chan mau..."
"Ti-Tidak. Itu tidak apa-apa."
"Maafkan aku, aku tidak bisa baca suasananya... Aku mengerti. Lain kali, aku akan lihat-lihat sehingga kamu dan Takane-san punya waktu untuk berduaan saja."
"Kamu tidak perlu terlalu khawatir."
Dalam artian tertentu, Nakano-san telah menghalangi Takane-san - Tetapi aku tidak marah, aku sebenarnya berterima kasih.
Dengan tujuan agar aku dan Takane-san punya waktu berduaan di sekolah, akan lebih baik jika beberapa siswi tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jika Nakano-san menjadi salah satu di antara mereka – Bukankah itu akan membuat kami sedikit lega?
———————————————————————
Di akhir jam pelajaran keempat, setelah menyapa guru dan duduk, Takane-san dengan santainya memberikanku sebuah catatan.
'Tolong tunggu aku di kafetaria ya.', tertulis demikian. Kami harus memastikan satu sama lain kalau kami membawa bento, dan rencananya adalah untuk makan siang bersama.
Aku sedikit gugup karena kami belum pernah mengobrol sampai ke titik ini, tetapi aku bangun dari bangkuku dan meninggalkan ruang kelas terlebih dahulu. Takadera dan Ogishima bilang kalau mereka akan membeli sesuatu, jadi berdoa mereka berhasil membelinya, tetapi itu cuma terisi sedikit.
(Aku rasa aku sedang diperhatikan oleh seseorang saat ini... Apa ini hanya imajinasiku saja?)
Setelah beberapa waktu, aku entah mengapa mendapatkan perasaan itu dari lorong lagi. Aku memang telah bercekcok dengan seorang anggota senior dari klub tenis, dan aku penasaran apakah aku akan terseret ke dalam masalah yang lainnya lagi dengan orang itu – tetapi, begitulah, pikirkan saja itu lain waktu.
Aku duduk di bangku yang biasa kupakai dan menempatkan bentoku di atas meja. Kemudian, pengelihatanku tiba-tiba menggelap.
Itu bayangan seseorang. Aku kira kalau seseorang mencoba untuk duduk di dekat sini, tetapi orang itu sepertinya tidak mau bergerak.
"Permisi."
"...Apa?"
Siswi yang mendekatiku sepertinya anak kelas sepuluh juga, tetapi tampaknya dari kelas yang berbeda denganku. Kami juga tidak satu SMP, jadi ini benar-benar pertemuan perdana kami.
Rambutnya yang sepanjang bahu itu sedikit keriting dengan ujung yang lucu, memberinya tampang sedikit mirip gyaru – Celah matanya itu tajam, dan dia tipe yang berbeda dari Nakano-san, meskipun keduanya sama-sama tipe gyaru.
Aku penasaran apa yang gadis ini, yang tampaknya orang yang sangat aktif di masyarakat, inginkan dariku. Mungkinkah dia telah memutuskan untuk duduk di sini dan ingin aku untuk pergi?
"Kalau kamu mau menggunakan bangku ini, kalau begitu... Tidak, aku lebih memilih untuk duduk di sini kalau bisa."
"Kamu ini orang yang pulang bersama Takane-san dari kelas A, bukan?"
"!..."
Aku sama sekali belum memperhitungkan kalau kenalan Takane-san akan tahu. Dan caranya memandangiku itu tajam.
Kami sudah pulang sekolah bersama lebih dari sekali, jadi aku tidak tahu pasti kapan dia mengetahuinya. Namun, itu berarti dia melihatku dan Takane-san pulang bersama.
"Namaku Hina Sakai, dan aku dulu satu SMP dengan Takane-san. Dia itu ketua OSIS di sekolah kami dan aku yang menjadi wakil ketuanya."
"Kalau begitu aku bisa menebak kalau kamu dan Takane-san itu berteman."
"Ber-Berteman ya... Em... Maksudku, aku mengaguminya. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan pertanyaanku yang sebelumnya? Kamu orang yang pulang bersama Takane-san, bukan!?"
Aku tidak tahu apakah aku harus menjawab pertanyaan ini sekarang – Kalau bisa, aku ingin mendiskusikan hal ini dengan Takane-san dulu, tetapi cara tercepat untuk menjelaskan alasan mengapa kami pulang bersama adalah dengan mengatakan bahwa Takane-san adalah pacarku.
Tetapi aku merasa kalau aku mengatakan itu entah bagaimana akan mengagetkan Sakai-san. Dia mungkin tampak penuh semangat, tetapi dia bilang kalau dia mengagumi Takane-san, aku bisa merasakan sopan santunnya.
"Aku tidak tahu kapan Sakai-san melihatnya, tetapi itu mungkin aku dan Takane-san."
"Sudah kuduga. ...Aku senang karena aku tidak mengincar cowok yang salah."
"Apa yang kamu inginkan dariku?"
"Itu..."
Ketika aku menanyakannya, Sakai-san tampaknya sedikit kehilangan kata-kata, seakan-akan itu adalah sesuatu yang enggan dia katakan ketika pertanyaan seputar itu sudah keluar.
"Maaf telah membuatmu menunggu, Nagito-san... Ah..."
Akhirnya, Takane-san datang juga kemari. Ketika Sakai-san melihat Takane-san, dia panik dan terlihat agak tidak nyaman.
"E-Em... Ta-Takane-san..."
"Lama tak jumpa. Apa kamu sudah mulai terbiasa di kelas, Sakai-san?"
"Iya, em... Aku telah banyak berteman, aku ditugaskan untuk menjadi pengurus kelas dan aku semakin dekat."
"Aku mengerti. Aku juga menjadi anggota komite perpustakaan. Aku menjadi seorang anggota dari klub membaca juga."
"...Tidak menjadi anggota kepengurusan kelas, dan bergabung dengan klub membaca juga?"
"Iya. Karena aku merasa kalau aku akan menyudahi bermain tenis di SMP."
Takane-san mengatakannya dengan jelas. Sosok Sakai-san tampak agak sedih.
"Takane-san... Apakah kamu punya rencana untuk bergabung dengan OSIS?"
"Aku sudah memiliki tugas tersendiri sebagai anggota komite perpustakaan, dan aku juga punya aktivitas klub untuk kuhadiri."
"Jika kamu bergabung dengan klub membaca, pastinya ada beberapa waktu luang. Selain itu, aku dengar bahkan jika kamu seorang anggota klub membaca, jika kamu direkomendasikan oleh OSIS, kamu bisa masuk dan keluar ruang OSIS untuk mendapatkan pelatihan sebagai calon anggota..."
Suara Sakai-san penuh akan semangat. Hanya dari melihat apa yang tampak di matanya, aku dapat merasakan untuk apa dia datang kemari.
Sakai-san mungkin berpikir kalau Takane-san akan bergabung dengan OSIS di SMA. Tetapi ternyata tidak begitu, dan dia datang untuk mencari tahu kebenaran di balik itu semua - atau begitulah menurutku.
"Sakai-san, apakah kamu akan bergabung dengan OSIS?"
"I-Iya. Aku berencana untuk mencalonkan diri pada pemilihan umum ketua pada kelas sebelas, tetapi aku harap bisa mulai sebagai sekretaris atau bendahara pada semester kedua tahun ini. Jadi, ayo ikut juga, Takane-san, bisakah..."
"...Maafkan aku, tetapi aku memutuskan untuk tidak bergabung dengan OSIS kali ini."
"Begitu... ya...?"
Sakai-san menatapku. Bukan dengan tampang mencela, tetapi agak menyesal – Tetapi pada akhirnya, aku yakin kalau dia sedikit memelototiku, dan kemudian mencela Takane-san lalu pergi menjauh.
"Apa dia teman Takane-san saat SMP?"
"Em... Kami berdua bergabung dengan OSIS, tetapi kami tidak pernah nongkrong atau sesuatu semacamnya."
"Begitu ya? Tadinya aku memiliki citra kalau dia bukan seseorang yang akan terlibat dalam OSIS atau semacamnya. Penampilan itu bisa menipu ya."
"Saat SMP, dia bilang kalau dia suka jarak di antara bersikap mencolok dan serius."
Itu — Aku rasa itu sesuatu yang tidak bisa kamu bicarakan sangat sering dengan seseorang yang tidak memiliki hubungan yang santai.
"Dia orang yang cerdas dan banyak membantuku. Bahkan kalau dia sendirian, aku rasa dia memiliki kemampuan untuk membimbing seseorang dengan baik sehingga dia bisa saja menjadi ketua OSIS."
"Takane-san, bagaimana menurutmu kalau kamu bergabung lagi dengan OSIS bersama Sakai-san?"
"Itu..."
Takane-san tampaknya sedikit memikirkan tentang itu. Jika Takane-san sudah memutuskan sesuatu yang berbeda saat SMA dari yang dia lakukan saat SMP, dan aku rasa itu merupakan hal yang bagus.
Tetap saja, ketika aku melihat Takane-san dan Sakai-san mengobrol, aku berpikir kalau Takane-san tidak akan pernah memutuskan untuk bergabung dengan OSIS lagi – Walaupun itu pilihannya yang seharusnya menjadi prioritas tertinggi.
"...Aku, sebisa mungkin ingin terus bersama Nagito-san..."
"Ah, itu ada Takane-san. Kiri-chan, Takane-san ada di sana!"
""...!?""
Takane-san menatapku dengan tampang ingin bertanya 'apa yang sebaiknya aku lakukan'. Aku penasaran apakah ini benar-benar 'apa yang sebaiknya aku lakukan' karena yang di depanku ini Takane-san. Bagaimanapun, aku merasa buruk kalau akan diketahui secara luas kalau kami berpacaran pada saat ini.
Sebelum Yamaguchi-san, yang memanggil Takane-san, datang kemari, Takane-san menyapanya. Itu sebelum Yamaguchi-san dapat melihatku.
"Takane-san, apa kamu bersama seseorang?"
"...Ti-Tidak, aku cuma sendirian."
"Aku mengerti. Itu bagus. Aku sedang bersama Kiri-chan dan yang lainnya di sebelah sana, mengapa kamu tidak ikut bersama kami? Nakano-san juga ada di sana."
"Iya, Maafkan aku kalau merepotkan kalian."
Takane-san melirik kembali ke arahku ketika dia melihat Yamaguchi-san mulai berjalan menjauh – Dia memasang mata yang seperti mata anak anjing yang membuat jantungku berdebar-debar ketika dia menatapku begitu.
(Takane-san benar-benar seperti seekor anak anjing... Sekarang, aku dibiarkan menggantung lagi.)
Aku tipe orang yang ingin meluangkan waktu saat istirahat makan siang, jadi aku akan memanjakan diriku dan mulai memakan bekal makan siangku seperti biasanya. Kemudian, gambaran dari Kak Ruru terlintas dalam benakku.
'Kakak membuatkan telur gulung ini dengan seluruh tenaga Kakak, jadi tolong berbagilah dengan Nozo-chan. Mengapa kamu tidak memintanya menyuapimu juga?'
Kakakku itu tipe kakak yang bawel, tetapi waktu layaknya sepasang kekasih yang kakakku bicarakan itu berpeluang terjadi di lain waktu.
Telur gulung Kak Ruru ini berisi keju hari ini, rasa yang aku kenang selalu. Sepulang sekolah adalah waktuku bersama Takane-san – Aku memikirkannya sambil mengunyah nasiku.
Namun, di saat yang sama, pemikiran yang tidak terpikirkan bahwa apa yang terjadi dua kali bisa saja terjadi untuk yang ketiga kalinya juga masuk ke dalam pikiranku, dan aku tidak bisa apa-apa selain menggelengkan kepalaku.
Aku tahu kalau ini tampaknya masih perlu dipertanyakan dan aku tahu kalau aku sebaiknya tidak berpikiran begini – dan saat aku jadi pusing memikirkannya, aku mendapatkan sebuah pesan masuk.
[Maafkan aku, Nagi-kun, tetapi ketika Yamaguchi-san menyarankan untuk mengajak Takane-san, aku tidak bisa bilang tidak.]
[Nagisen, aku berusaha untuk membalikkan keadaannya, tetapi aku memang seharusnya tidak memberi tahu mereka kalau kalian berdua sedang berduaan saja di kafetaria, haruskah aku beri tahu?]
Mereka berdua meminta maaf padaku – Aku rasa mereka berdua tahu kalau aku mau ketemuan dengan Takane-san. Itu membuatku merasa malu.
Aku membalas pesan mereka berdua kalau mereka tidak perlu khawatir tentang itu. Karena baik Asatani-san maupun Nakano-san mau merahasiakannya, tidak ada pilihan lain selain menyebutnya sebagai keadaan kahar (force majeure).
Aku tidak yakin apakah itu dibutuhkan untuk bertindak sejauh itu untuk menyembunyikannya. Tetapi karena kami masih berada di masa awal hubungan kami, aku ingin berpikir kalau ini akan berubah, seiring berjalannya waktu sampai kami terbiasa satu sama lain.