Bab 36Aktivitas Penggemar
Setelah jam pelajaran pertama selesai saat ini, siswa-siswi diperbolehkan beristirahat di pertengahan jam pelajaran.
Aku menyadari sesuatu ketika aku duduk di sebelah Takane-san. Meskipun kami berpacaran, tidak semua orang di kelas mengetahuinya, jadi sulit untuk memutuskan seberapa dekat jarak kami yang seharusnya.
Aku menyapanya di pagi hari, dan aku telah meneleponnya tadi malam jadi kami membicarakannya, tetapi cuma berbicara sedikit saja sudah menarik lebih banyak perhatian dari yang aku kira. Mata semua orang sepertinya tertuju padaku.
Kalau aku dan Takane-san, yang tidak berasal dari SMP yang sama, berbicara dengan akrab, tidak heran kalau orang-orang akan penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Aku ingin berbicara dengan Takane-san, tetapi aku tidak bisa bergerak.
"Nozomi-chan, met siang!"
"Selamat siang, Nakano-san."
"Ini adalah cara pemakaian yang standar untuk mengatakan, "Semoga harimu menyenangkan, maaf bermain denganmu, Nozomin."."
"Yui-chan, apa kamu sudah memanggil Takane-san dengan panggilan Nozomin?"
"Tidak, ini baru pertama kalinya, tetapi..."
"Apa ini sedikit terlalu awal bagimu? Aku juga akan kaget kalau Nozomi-chan tiba-tiba memanggilku dengan panggilan 'Yuipo', jadi aku tidak menyalahkanmu."
"Yuipo... itu cara yang imut untuk memanggilmu, Nakano-san."
Takane-san tidak menggunakan nama panggilan untuk memanggil orang-orang, tetapi itu bukan berarti bahwa dia menjauhkan diri dari Nakano-san, yang aku yakini merupakan cara hidupnya.
"Nakano-san, apakah kamu sudah lama berteman dengan Asatani-san? Oh, ngomong-ngomong, kita satu kelas, loh."
Gadis-gadis yang telah membentuknya kelompok dengan Nakano-san juga datang, dan tempat itu menjadi semakin ramai - atau lebih tepatnya, mereka berkumpul di posisi Takane-san di sebelahku, dan aku merasa sedikit terabaikan. Aku mengeluarkan buku paket dan buku catatanku untuk menyiapkan jan pelajaran berikutnya.
"Kalau boleh jujur, aku telah menjadi penggemar Kiri-chan sejak SMP."
"Kalau begitu, Mengapa kamu tidak bilang saja kalau kalian sudah 'berteman sejak SMP'? Yui-chan, atau apa kamu berpikir kalau kamu sedang tidak berteman denganku...?"
"Eh, aku temanmu? Temanmu?"
"Iya, kamu itu temanku, Yui-chan, oke?"
"Oke, tidak masalah!"
Nakano-san berkata, sambil membuat lingkaran dengan jari kedua tangan. Sejak kami berbicara di perpustakaan, aku berpikir kalau ini adalah pengakuan cinta dengan cara yang normal bagi seseorang dari teman-temanku, tetapi aku kira ini bisa menjelaskannya pada orang-orang di sekitarku seperti saat aku tidak berbicara dengan Asatani-san di kelas.
Yamaguchi-san, Inagawa-san, dan Watanabe-san juga datang, sehingga totalnya menjadi sembilan orang - dan bahkan gadis-gadis lain tampaknya sudah berkumpul. Sudah aku duga, aku secara sukarela menawarkan tempat dudukku dan bertanya-tanya apakah aku harus kabur dari sini.
Takadera dan Ogishima memanggilku untuk duduk ke depan mereka. Saat aku bangkit dari bangkuku, aku merasakan tatapan dari Takane-san, Nakano-san dan Asatani-san ke arahku, tetapi mereka tidak menghentikanku. Dalam hal ini, aku berterima kasih atas perhatian mereka.
(TL Note: Lord Senda dan para haremnya, wkwk.)
"Senda, kamu sekarang pasti berada di posisi yang sulit, karena begitu dekat dengan para penggemar Noarin. Iya, aku iri padamu."
"Senda, terima kasih telah mengundangku untuk bergabung dengan kalian."
"Aku merasa senang bisa membantumu dalam waktu yang dadakan ini. Apakah kamu punya acara keluarga yang rutin atau semacamnya?"
"Iya, ayahku pergi ke pesta barbekyu karena hobinya, tapi itu masih bisa lain hari."
"Bagaimana dengan keluargamu, Senda? Keluargaku juga akan jalan-jalan ke pemandian air panas karena itu hobi ayahku."
"Orang tuaku tidak ada yang di rumah saat liburan ini, jadi aku rasa itu mungkin akan terlaksana pada musim panas atau musim dingin ini."
"Apa, kamu lebih sering tinggal sendirian di rumah?"
"Aku tidak sendirian karena ada kakakku juga. Iya, dia mungkin pergi ke suatu tempat dengan teman-temannya."
Kalau dipikir-pikir lagi, aku sudah lama tidak mendengar tentang rencana kakakku. Kami belum pernah jalan-jalan sebagai adik kakak untuk sementara waktu, jadi aku hanya kepikiran kalau aku mungkin akan menemaninya jika dia ini pergi berbelanja atau semacamnya.
"Berapa usia kakakmu, Senda?"
"Dia dua tahun lebih tua dariku."
"Kakaknya Senda... Aku rasa dia orang yang baik."
"Baik, baik katamu...? Iya, dia seperti kakak perempuan pada umumnya."
"Aku ini seorang abang dan seorang adik perempuan, iya, kadang-kadang kami bertengkar dan terkadang tidak. Adikku itu tidak ingin pergi ke pemandian air panas, jadi agak sulit untuk membujuknya. Dia masih kelas tujuh SMP dan akan melalui masa pubertas."
"Semua orang melewati masa-masa seperti itu. Aku sendiri sedikit memberontak."
Yang mengejutkan bahwa Ogishima yang tampaknya berkarakter lembut memiliki masa pemberontakan, tetapi memang benar kalau setiap orang memiliki masa seperti itu — bahkan aku saja pernah mengalaminya.
"Aww, ini sekilas seperti ruang sinetron ketika aku memikirkan Noarin berada di ruang kelas."
"Ruang sinetron?"
"Aku tidak tahu, Takadera."
"Dalam benakku, sinetron itu berlatar di tempat Noarin sekarang ini berada. Aku penasaran apakah aku terdengar seperti penggemar berat ketika aku mengatakan ini."
"Kalau itu yang kamu maksud, aku bisa sedikit mengerti. Aku rasa akan lebih baik untuk membedakan Kiritani-san di televisi dengan Asatani-san saat ini."
"Aku beri tahu kalian, orang-orang yang bisa melakukan itu adalah penggemar sejati. Senda, apakah kamu menonton "Ao Riri" semalam?"
"Aku tidak akan menontonnya... (jangan tiba-tiba membicarakan itu, begitulah maksudku...)."
Aku hendak mengatakan sesuatu seperti itu, tetapi aku menahan diriku.
Saat aku bilang padanya kalau aku sedang menonton sinetron, aku rasa Asatani-san tampak sedikit berbeda. Mengetahui hal itu, aku rasa itu bukanlah ide yang bagus untuk membahas "Ao Riri" di sini.
"Aku tahu ada sesuatu yang kamu sembunyikan, Senda... kamu itu penggemar Asatani, bukan? Tentu saja aku menyadarinya bahkan jika kamu tidak bilang apa-apa, aku tahu bagaimana perasaanmu."
Aku agak menyesal karena aku seharusnya membahas tentang sinetron kemarin. Aku tahu Takadera tidak bermaksud menyinggungku, tetapi bahkan jika ia mengalihkan topik pembicaraan di sini - aku akan berada dalam masalah, atau lebih tepatnya, bisa saja didengar oleh orang lain seperti Asatani-san dan yang lainnya.
"Aku, kamu tahu, kurang lebih seorang penggemar Asatani-san."
"Tidak usah disembunyikan, tidak usah disembunyikan. Kamu menonton "Ao Riri" setiap pekan dan merasa gugup, bukan? Kesehatan Noarin bergema di tiga ribu negeri. ....Aku sudah membasahi sapu tanganku sebanyak tiga kali."
"Takadera, bagaimana kalau kamu membahas hal semacam ini ketika 'Noarin' itu ada di kelas?"
"Wah..., ada apa dengan cowok tanpa sopan santun ini?"
"Iya, kamu itu anak badung."
"Haaah...!"
Aku tidak tahu apakah aku syok sekarang, tetapi suasana hatiku sedang tidak bagus - tidak, aku tidak menceritakan kisah buruk, dan akulah yang harus tenang.
Sesantai mungkin, aku melihat ke arah depan ke tempat pertemuan Takane-san dan yang lainnya. Kemudian mataku bertemu dengan mata Inagawa-san.
Inagawa-san tersenyum puas karena beberapa alasan - aku tidak tahu mengapa, tetapi senyumannya itu menakutkan.
"Kiri-chan, Takadera-kun ini bilang kalau ia sedang menonton "Ao Riri." loh."
Jadi begitukah? - aku tahu itu, lagipula itu terdengar normal bagiku. Aku melihat Takadera, tetapi ia sekarang benar-benar terdiam dan dalam keadaan seperti jizo.
(TL Note: Jizo adalah salah satu jenis patung Buddha yang mudah ditemukan di berbagai penjuru Jepang. Patung yang terbuat dari batu dan berukuran kecil ini juga kadang disebut sebagai "Ojizosan" oleh warga Jepang.)
Bagaimana ya reaksi Asatani-san? Aku ingin tahu apakah respons yang kejam terhadap "cowok yang kurang kerjaan" itu wajar.
Asatani-san yang aku kenal tidak akan mengambil sikap itu.
"Kamu sedang memperhatikanku. Tetapi itu membuatku gugup sampai berpikir kalau orang-orang di kelasku juga sedang memperhatikanku."
"Takadera-kun, Kiri-chan bilang bahwa, 'Tetap kawal terus aktivitas penggemarmu.'"
"Oh, iya, oke. ...Itu berarti aku bisa terus melakukan aktivitasku selama masih dalam ambang batas kewajaran."
Takadera tampaknya menanggapi pandangan itu sepositif mungkin, tetapi tampaknya telah kehilangan momentumnya setelah ditegur oleh Yamaguchi-san. Aku merasa kalau kamu tidak perlu melakukan sejauh itu sampai kamu depresi.
"Apakah kamu dengar, Senda, kamu dapat terus menjadi penggemar selama itu tidak di bawah ambang batas kewajaran? Bukankah itu persetujuan resmi?"
"Iya, itu bagus."
"Karena aku disetujui, jadi kamu juga disetujui. Kamu bisa menggunakan semua keberuntungan yang telah aku simpan sejauh ini."
Aku tidak diberi tahu kalau Yamaguchi-san dan kawan-kawan serta teman-temannya Nakano-san akan datang ke sini, tetapi aku jadi penasaran akan hal itu - dan bertanya-tanya ini ada sebenarnya ya, kok ramai sekali.
"Aku berharap kalau aku bisa punya tiga hari luang sehingga aku bisa pergi dengan kalian. Aku punya aktivitas klub sepanjang liburan ini."
"Kami harus pergi ke rumah kakek nenek dari ayahku. Setiap tahunnya, jadi aku rasa aku tidak bisa tiba-tiba berhenti pergi ke sana."
Tampaknya begitulah yang terjadi ketika orang-orang yang memiliki jadwal yang cocok berkumpul.
Tetapi tetap saja, gadis-gadis itu sedang membentuk dinding di depan Takane-san, jadi aku bahkan tidak bisa melihatnya - atau begitulah menurutku.
"Hmm, ...sudah datang tuh, sudah datang tuh, tetapi kok bukan Asatani-san, ya."
Aku dapat mengerti kalau Takadera mulai panik, karena Asatani-san tiba-tiba meninggalkan kelompoknya dan menghampiri kami.
"Terima kasih telah menonton sinetron itu. Apa kamu Takadera-kun?"
"Hahaha, iya mau panggil Takadera-kun atau Takadera saja tidak masalah, kok. ....Hehe, aku penggemarmu!"
"Tidak usah gugup. Aku juga seorang siswi di sekolah...."
Asatani-san menatapku dan tersenyum malu. Aku tidak bisa bereaksi secara wajar ketika dia bilang, "Hei," - hanya itu yang bisa aku lakukan untuk melakukan kontak mata.
Seakan-akan diterpa oleh angin sepoi-sepoi, Asatani-san bergabung kembali dengan kelompok gadis. Kali ini, Takadera menegakkan bahunya, seakan tidak ingin banyak terdengar.
"Senda, kamu terlalu gugup untuk berbicara, iya kan? Aku akan melakukan sesuatu untuk membantumu, dan aku akan memberimu kesempatan."
"Hei, kesempatan apa...?"
"Aku membahas tentang mendukung Senda sebagai sesama penggemar."
Aku tergoda untuk mengatakan alasan mengapa ia melihatku dari atas, tetapi ia tampaknya tidak tersinggung, jadi aku tidak bisa mengatakan apa-apa.
Aku juga tidak yakin apakah aku bisa menjelaskan semua yang terjadi padaku dan Asatani-san pada Takadera, jadi aku penasaran apakah aku harus bersikap lemah lembut dan memanfaatkan kemurahan hati Takadera - aku rasa itu bukan masalah besar karena itu urusan Takadera, meskipun ia bilang kalau itu kesempatan.
Sebelum bel berbunyi untuk jam pelajaran kami berikutnya, dan aku kembali ke tempat dudukku. Aku merasa seperti sudah lama tidak bertemu Takane-san, tetapi aku menahan diri untuk tidak terlalu sering menatapnya.
"Selamat datang kembali, Nagito-san."
"Iya... Iya, aku pulang, Takane-san."
Bertukar bisikan. Suara bisikan Takane-san, yang bahkan tidak dapat didengar oleh orang yang duduk di depanku, sangat nyaman sampai hampir saja itu menggelitik telingaku - meskipun aku sendiri memiliki sedikit fetish untuk hal itu.
Setelah aku menoleh ke depan, kali ini aku dapat melihat Takane-san menatapku - meskipun duduk di sebelahku, aku harus berusaha untuk berbicara dengannya. Itulah yang harus aku lakukan, aku harus mengambil kesempatan ini.