Bab 3Saingan(Bagian 2)
Di dalam ruang kelas 3-A, jam pelajaran keempat baru saja berakhir, dan Himari tidak membuang-buang waktu, dengan berlari menuju ke meja Saito.
"Saito-kun, Saito-kun! Aku membuat bento loh hari ini, apakah kamu mau memakannya?"
"Ap…" Saito menatap Himari dengan kaget.
Baru-baru ini, Himari benar-benar berhenti menahan diri. Untungnya, kabar tentang Saito yang menolak ajakannya untuk berkencan belum menyebar, tetapi kalau Himari terus bertingkah seperti ini di depan umum, hanya tinggal menunggu waktunya sampai perhatian teman sekelas mereka beralih ke arah Saito.
"Himari-chan membuatkan bento buat Saito-kun…?"
"Jangan bilang kalau…"
"Eh, kamu belum pernah menyadarinya? Ini kan sangat terlihat jelas!"
"Himarin, berjuanglah!"
"Houjooooooooooooo! Apa maksudnya semua ini!?"
"Bunuh. Saito. Sekarang."
Para siswi itu menyemangati Himari, sedangkan para siswa itu mengutuk Saito. Ruang kelas itu berubah menjadi sirkus dengan banyak hewan liar yang berlarian gila-gilaan. Penghapus dan karet gelang yang dilemparkan ke Saito bahkan lebih menyakitkan daripada kata-kata tajam itu.
"Aku sudah bawa bentoku sendiri…" kata Saito, dan menunjuk kotak makan siangnya di atas meja.
"Saito-kun, kamu kan anak laki-laki, jadi kamu dapat memakan dengan porsi seratus orang, bukan?"
"Kamu terlalu percaya pada perut seorang siswa SMA biasa. Kalau aku makan terlalu banyak, aku akan meledak."
"Serahkan saja bento Abang itu pada Shisei."
"Aku mengandalkanmu!"
Shisei dan Himari saling mengacungkan jempol.
"Memangnya bisa kamu memutuskan itu tanpa seizin dari Abang?"
"Shisei sudah bisa membaca pikiran Abang. 'Aku ingin makan bentonya Himari. Dan aku juga ingin makan Himari selagi aku melakukannya', begitu yang dipikirkan Abang."
"Ya ampun…Saito-kun, kamu ini…" Himari meletakkan kedua tangannya ke pipinya, tersipu malu.
"Jangan memalsukan pikiran Abang tanpa izin dari Abang juga!"
"Shisei memahami semua hal tentang Abang. Bahkan pada bagian yang Abang sendiri tidak memahaminya. Jadi, percayakan saja pada Shisei."
"Akan kulakukan!"
Himari dan Shisei melakukan tos.
"Hentikan itu! Kamu akan bangkrut dan menjadi tunawisma!"
Saito mencoba menahan sang pemburu hantu yang jahat itu, tetapi Shisei dengan terampil menghindari cengkeraman Saito, dan mengungsi di balik dinding para siswi. Mereka merupakan anggota 'Klub Penggemar Shisei-chan' yang penuh semangat, melindung Shisei seakan hidup mereka bergantung pada hal itu, jadi mereka pastinya tidak akan menyerahkan Shisei semudah itu. Himari berjongkok di samping ujung meja, dan menatap Saito.
"Tidak bisakah kamu setidaknya makan bento ini satu gigitan…sekali saja? Aku sudah berusaha sangat keras untuk membuatmu senang…"
"Erk…" Saito terbata-bata.
Dari teman-teman sekelasnya, suara dukungan sampai ke telinga Saito.
"Houjo-kun! Sudah terima saja pemberian Himari-chan itu!"
"Aku tidak akan memaafkanmu kalau kamu melarikan diri!"
"Bersiaplah, Houjou!"
"Berbahagialah demi nasib kami juga!"
Mereka membentuk lingkaran di sekeliling Saito, dan perlahan mendekatinya. Di mana ada suara-suara yang menyemangati Himari, dan suara yang lain yang mengharapkan kematian Saito. Pada tahap ini, melarikan diri dari ruang kelas dalam keadaan utuh tentunya akan sulit. Lebih dari apapun, Saito tidak ingin menyakiti hati Himari karena menolaknya dengan kasar. Saito memang sudah menolak untuk melakukan kencan itu, tetapi secara pribadi sebenarnya ia senang, jadi ia juga ingin akrab dengan Himari mulai saat ini.
"…Baiklah, aku akan memakannya dengan senang hati."
"Terima kasiiiiiih!" Himari sedikit kegirangan.
"Aku tidak mengerti atas dasar apa kamu berterima kasih padaku…" Saito menunjukkan seringainya atas kebaikan Himari yang berlebihan.
Himari punya kepribadian yang sangat lembut sehingga hampir bertentangan dengan penampilan luarnya, dan kamu juga benar-benar tidak dapat menemukan apapun untuk dikritik darinya. Menolak ajakan dari gadis menawan seperti dia masih terasa menyakitkan bagi Saito.
—Paling tidak, aku harus menghabiskan bento buatannya saat ini.
Saat Saito memikirkan itu, Himari meletakkan kotak bentonya di meja Saito.
"Tada! Ini merupakan Kotak Bento Daging Mentah... spesial versi Himari!"
"…!?" Saito tercengang.
Yang menarik perhatian Saito pada pandangan pertama adalah daging mentah yang memenuhi kotak bekal itu, dan disajikan bersama dengan bawang putih mentah. Tidak ada tanda-tanda hidangan sampingan yang dikenal sebagai nasi.
"Apa ini…?"
"Ini Kotak Bekal Daging Mentah~!" Himari berkata dengan wajah yang berseri-seri dengan santainya.
"Kamu yang membuat ini?"
"Iya! Aku mencoba yang terbaik!"
"Mana ada kamu membuatnya! Tidak ada tanda-tanda bekas dimasak yang terlihat! Kamu cuma memasukkannya saja ke kotak!"
Saito biasanya tidak akan pilih-pilih bahkan ia mengambil rumput dari pinggir jalan lalu dimakan, tetapi ia bukanlah binatang buas yang cukup besar sampai-sampai menikmati daging mentah. Ia bukanlah singa yang tinggal di Sabana. Melihat reaksi Saito, Himari meletakkan satu tangan ke mulutnya.
"Eh…Tetapi, aku dengar kalau kamu suka daging mentah dan bawang putih mentah…"
"Siapa yang memberimu informasi tidak masuk akal itu!?"
"Em…" Himari melirik Akane selama beberapa detik.
—Gadis nakal! Ini pasti ulahmu ya!?
Saito memelototi Akane, yang dengan panik mengalihkan pandangannya. Dia mengambil kotak bentonya sendiri, dan bergabung dengan sekelompok siswi yang meninggalkan kelas.
—Tetaplah di situ! Jangan berani-beraninya kamu kabur ya! Bertanggung jawablah atas semua kekacauan ini!
Akane dengan mudahnya menangkap maksud di balik tatapan Saito, tetapi dia cuma menggelengkan kepalanya. Di saat yang sama, Himari menyodorkan bento daging mentah itu ke mulut Saito.
"Saito-kun? Makanlah~ Aaa..."
"Apa aku akan mati hari ini…?" Saito merasa seperti sedang menghadapi tekanan terbesar dalam kehidupan masyarakat modern.
Alih-alih menerima akhir dari permusuhannya dengan Akane, kasih sayang Himari ternyata jauh lebih berbahaya, dan itu cukup mengejutkan.
"Kamu tidak akan mati kok~ Aku juga akan sedih jika kamu pergi, kamu tahu? Ayo, buka mulutmu~ Aaa..." Himari mengambil beberapa daging mentah dengan sumpitnya, menyodorkan makanan itu ke mulut Saito.
Akibatnya, para siswa itu mengaum sambil marah.
"Houjo! Makanlah! Lebih baik kamu makan saja daging itu!"
"Kamu pasti bisa!"
"Membiarkanku keracunan makanan, kalian br*ngsek!"
"Disuapi oleh Ishikura bagaikan Negeri Wakanda bagi seluruh siswa, dan kalau matipun kami rela!"
"Kalau begitu kalian saja yang memakan daging ini, K*mpang!"
"""Tidak usah, terima kasih!!"""
Seluruh siswa di sekeliling Saito tiba-tiba menjauhkan diri. Tidak peduli seberapa besar mereka mengagumi sang gadis populer itu di kelas, mereka tidak punya keberanian untuk menjadi seekor singa. Shisei dengan tenang menatap Saito.
"Abang, apa ada kata-kata terakhir?"
"'Pastikan untuk memasak dagingmu dengan benar!', Abang rasa?" Saito secara mental menulis wasiatnya, mengambil keputusan, dan menggigit daging itu. "Ini…!?" Mata Saito terbuka lebar karena terkejut.
Ini bukan cuma daging mentah semata yang kamu beli di pasar swalayan. Tidak tidak tidak, ini sudah dibumbui. Dari segi sensasi saat dikunyah, rasa daging itu seperti sushi mentah, tetapi tidak kehilangan kekayaan cita rasa dan energinya. Di dalam daging itu, Saito dapat merasakan kemasaman… rasanya mirip buah jeruk atau cuka, tetapi ia tidak bisa membedakannya. Di permukaan daging itu, ia dapat merasakan rempah-rempah, yang menghilangkan bau daging tetapi mempertahankan rasa bawaannya yang kuat. Dari bibir Saito yang bergetar, satu patah kata keluar.
"Lezat…"
"Saito-kun!? Ada apa!?"
"Hi…mari…Kamu membuatnya dengan lezat…Tidak ada yang salah kok…Aku bisa memberi tahumu…" Saito ambruk seketika di atas meja.
"Saito-kun!? Mengapa kamu sekarat!? Aku kira daging itu enak!?" Himari menggoyang-goyangkan tubuh Saito.
Berkat hal itu, Saito bisa bangkit kembali.
"Aku cuma kehilangan kesadaran diriku karena aku terkejut. Kamu benar-benar bisa memakan daging ini."
"Tentu saja kamu bisa memakannya! Aku tidak akan memberimu asupan yang aneh-aneh!"
"Apa kamu memasamkan daging ini dengan cuka?"
Himari mengangguk.
"Aku mencampur cuka balsamik dengan lemon dan jeruk yuzu, lalu mengawetkannya pada suhu rendah."
"Oh, jadi begitu… Itulah alasannya daging ini memiliki aroma yang sangat harum. Bagaimana dengan bumbu dari daging ini? Wasabi?" Saito memeriksa daging itu.
"Moster (mustard) saja sih, sebenarnya. Aku menaruh beberapa moster khusus yang mereka gunakan di kafe tempat aku bekerja paruh waktu. Saat aku memberi tahu manajer 'Aku ingin membuat bento buat teman sekelas cowokku!', beliau mulai menangis, dan berkata 'Bawalah pulang seluruh panci ini!', kamu tahu."
Tampaknya Himari disayangi bahkan di luar sekolah. Karena dia cantik, tetapi memiliki kepribadian yang asyik, itu masuk akal. Dia merupakan kebalikan dari Akane, yang bergaul cuma untuk mencari musuh ke kiri dan ke kanan.
"Oh, jadi kamu bekerja paruh waktu, ya?"
"Iya, di kafe yang sangat bergaya. Aku terkadang pergi ke sana bersama Akane sepulang sekolah. Kamu mau ikut kapan-kapan, Saito-kun?"
Saito menggaruk pipinya.
"Aku bukan orang yang terlalu sering mengunjungi kafe, sih."
“Kalau begitu aku akan memberi tahumu banyak hal! Jenis teh hitam apa yang terbaik, atau makanan manis apa yang enak!"
"Aku sih tipe orang yang lebih menyukai soda dan kentang goreng."
"Ya ampun, kamu bahkan belum mencobanya! Aku yakin itu akan jauh lebih seru!" Himari cemberut. "Iya, apapun itu! Makan lagi, ya! Bukan cuma moster kok, aku juga masih punya kejutan lain lagi di dalamnya." Himari mengambil beberapa daging lagi, dan menyodornya ke mulut Saito.
"Aku bisa makan sisanya sendiri."
"Tidak masalah, tidak masalah~ Serahkan saja semuanya pada Kakak!" Himari meletakkan sikunya ke atas meja Saito, dan menunjukkan senyuman yang menggoda.
"Kamu itu sebenarnya lebih muda dariku, bukan."
Mereka memang satu angkatan, tetapi sekarang Saito sudah berusia 18 tahun, sedangkan Himari masih berusia 17 tahun.
"Ah, jadi kamu juga tahu hari ulang tahunku! Apa kamu ini sebenarnya menyukaiku?"
"Tidak, bukan begitu alasannya. Aku cuma kebetulan mendengarmu dan Akane membicarakan ulang tahunmu saat masa kelas sepuluh kita."
Tepat setelah Saito mengatakan itu, Himari mendekatkan wajahnya ke wajah Saito, dan berbisik ke telinga Saito.
"Kamu masih mengingat hal itu sampai saat ini, jadi kamu pasti menyukaiku, bukan?"
"Aku tadi kan sudah bilang bukan itu alasannya."
"Aku cuma bercanda kok~ Tetapi, aku senang karena kamu ingat."
"…!"
Melihat pipi Himari memerah karena malu, Saito sendiri bisa tahu kalau Himari merona dari lehernya.
"Ini, buka mulutmu!"
"Meh!"
Himari tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia lalu memasukkan lebih banyak daging ke dalam mulut Saito yang setengah terbuka. Dia tidak menemukan pilihan lain selain mengunyahnya.
"Jadi kali ini yuzukoshō*, ya… Lumayan juga."
(TL: Yuzukoshō, Pasta bumbu yang terbuat dari kulit jeruk yuzu dan cabai.)
"Ehehe, betulkan? Ayo dimakan lagi. Makan semuanya ya~" Himari menyeringai dari telinga ke telinga, saat dia membawa lebih banyak daging ke dalam mulut Saito.
"Bagaimana rasanya? Disuapi oleh seorang siswi dari kelasmu saat istirahat makan siang."
"Seperti aku sudah berubah menjadi seekor anak burung walet."
“Jadi itu berarti…Aku Ibunya Saito-kun!? Hmm, itu juga tidak terlalu buruk sih."
"Itu sangat buruk, apa yang kamu bicarakan?"
Namun, meskipun begitu Saito tidak merasakan ketidaknyamanan sedikitpun. Ia ingin menebus pembatalan kencannya, jadi selama Himari menikmatinya sendiri, itulah yang terpenting.
"Ka-Kamu kan juga membawa bentomu sendiri, jadi makanlah itu juga, ya!"
Akane tiba-tiba mendekati mereka berdua, dan membuka bento Saito. Laksana predator yang mengincar mangsanya, dia mengambil steik hamburger itu dengan sumpitnya, dan memasukkannya ke mulut Saito.
"Gah…!?"
Sumpit Akane hampir bertabrakan dengan bagian belakang tenggorokan Saito, jadi Saito dengan panik menarik tubuhnya ke belakang untuk mengendalikan kerusakan itu. Mendapatkan reaksi pertahanan langsung semacam itu, ini bukanlah makan siang lagi—ini merupakan medan pertempuran.
"A-Apa yang kamu lakukan..."
"Bagaimana rasanya itu!? Disuapi oleh seorang siswi di kelasmu, hm!?" Akane meletakkan satu tangan di pinggangnya sambil bertanya.
"Aku merasa seperti sedang dihukum mati."
"Itu benar, kamu akan mati saat ini! Karena memasukkan seluruh isi kotak bento ini ke kerongkonganmu!"
"Bukan karena bentonya, tetapi karena aku disuruh makan seluruh isi kotaknya!? Tidak kejahatan macam apa yang aku lakukan sehingga pantas menerima penyiksaan semacam itu!?"
Saito merenungkan masa hidupnya sejauh ini, tetapi ia tidak ingat pernah melakukan kejahatan yang akan membenarkan hukuman semacam itu. Himari yang menyaksikan adegan ini, kemudian meletakkan satu tangan di mulutnya.
"Akane…apa kamu ini…cemburu?"
"Haaah!? A-A-Apa yang kamu bicarakan!? Ma-Mana mungkin aku cemburu cuma karena hal semacam ini!" Akane mulai berkeringat deras, saat dia berteriak.
Teman-teman sekelas di sekitar mereka mulai ribut lagi.
"Sakuramori-san cemburu kah…?"
"Saingan baru tampaknya muncul untuk memutuskan hubungan di antara pasangan komedi ini..."
(TL: Yang dimaksud "pasangan komedi" di sini adalah Saito dan Akane.)
"Jelas sekali, ini merupakan medan perang..."
"Semuanya akan meledak mulai saat ini…!"
"Tidak, tidak ada yang akan meledak!" Akane berteriak dengan wajah yang merah, meraung marah pada teman-teman sekelasnya.
Di saat yang sama, Himari dengan lembut menepuk bahu Akane.
"Tidak apa-apa, aku sudah mengerti semuanya."
"Himari…" Akane menjadi pucat.
Yang mengejutkannya, Himari dengan erat memeluk Akane.
"Kamu cemburu karena aku memberikan semua perhatianku pada Saito-kun, bukan! Tidak masalah, aku juga masih menyayangimu, Akane!"
"Ahhh, ya ampun, aku sudah memakluminya kok!" Akane putus asa.
Himari mengambil sumpitnya, dan membawa telur dadar gulung ke mulut Akane.
"Ini… Akane, buka mulutmu… Aaa..." Himari dengan lembut mengangkat dagu Akane, dan berbisik.
"Tung-Tunggu, melakukan ini di depan semua orang… itu memalukan…" Akane mencoba melawan dengan suara yang pelan, tetapi tidak berusaha kabur.
Telur dadar gulung itu dengan lembut dibawa masuk ke mulut Akane, dan setelah mengunyah sedikit, tenggorokannya yang putih bergerak. Himari menyeka sedikit saus dari bibir Akane, dan tersenyum.
"Hehe… Akane, apa itu enak…?"
"Mm…"
Suasana yang mempesona dan hampir erotis tercipta dari kedua gadis itu, saat mata mereka saling bertatapan. Sebagian besar siswa yang menyaksikan ini berteriak kegirangan, dan mulai berjoged. Itu seperti festival bagi para dewa di atas karena telah memberi mereka suguhan semacam itu.
"Buat apa aku dipaksa untuk menyaksikan adegan ini di sini..." Saito bingung pada kemesraan yang terjadi di depannya ini.
Belum lagi telur dadar gulung ini sebenarnya berasal dari kotak bento Saito sendiri. Namun, karena Akane merupakan orang yang pertama kali membuat kotak bento itu, Saito bahkan tidak bisa protes karena tidak ada yang melanggar hukum tentang hal ini.
"Lezat…daging ini…sangat lezat…"
Saat semua orang terpesona oleh adegan mesra di antara Akane dan Himari, Shisei diam-diam mengunyah semua isi kotak bekal daging mentah itu.