Bab 1Saingan(Bagian 3)
Jam pelajaran kelima telah berakhir, dan Himari menuju ke meja Saito, menjatuhkan diri di atasnya.
"Ahhh, matematika hari ini sangat sulit. Kepalaku sakit!"
Gambarannya persis seperti orang yang grogi, jelas sekali. Lengan putihnya yang panjang, yang terpasang gelang, terulur sepenuhnya ke atas meja, menghasilkan citra yang tidak pantas tentang cara seorang siswa harus terlihat di institusi pendidikan mereka.
"Jangan tidur di mejaku. Kalau kamu mau tidur kan bisa di UKS saja sana."
"Ehhh, di samping Saito-kun begini memberiku lebih banyak tenaga untuk bisa bersemangat kok."
"Kamu…"
Saito sangat berharap kalau Himari tidak berterus terang dengan perasaannya. Karena Saito tidak berpengalaman dalam urusan cinta, serangan semacam ini jauh lebih merusak dari yang bisa ditangani oleh daya tahannya.
"Mungkin sebaiknya aku menyerah saja pada matematika ini… Lagipula aku juga tidak akan menggunakannya ketika aku dewasa nanti."
"Itulah pemikiran seseorang yang tidak suka belajar, oke. Kamu cukup sering menggunakannya, bukankah begitu?"
"Hmm… jenis pekerjaan macam apa yang mungkin akan membutuhkan penjumlahan dan pengurangan dengan baik?"
"Jangan menyerah lah! Tujukan untuk sesuatu yang lebih baik!"
Meskipun sudah kelas dua belas SMA, Himari memiliki proses berpikir seorang wanita paruh baya yang sedang dalam krisis paruh bayanya.
"Kalau kamu bilang begitu… Baiklah, aku mengerti. Aku akan menjadi seorang astronot!"
"Kamu benar-benar langsung menjurus ke arah sana…"
Itulah pekerjaan yang membuatmu menjadi perwakilan dari Bumi, benar kan. Bagaimanapun, Himari tampaknya telah mengisi kembali tenaganya, lalu dia mengangkat tubuhnya dari atas meja.
"Menjadi astronot mungkin mustahil, tetapi aku benar-benar perlu melakukan sesuatu dengan nilaiku segera mungkin. Selama ujian terakhir ini, aku terus saja mendapat nilai yang gagal di setiap mata pelajaran."
"Itu benar-benar buruk, ya." Saito bergidik.
"Pak Guru bahkan memujiku dengan mengatakan 'Sungguh menakjubkan bagaimana bisa kamu mendapatkan nilai lebih rendah daripada nilai yang kamu dapatkan kalau kamu memilih jawaban secara acak', kamu tahu."
"Itu sudah pasti bukan pujian."
"Kamu sudah berada di peringkat puncak di angkatan sejak kamu mendaftar ke sini, bukan? Menurutmu apakah kamu bisa mengajariku sedikit?"
"Aku tidak terlalu keberatan sih…"
Himari dengan penuh semangat meraih tangan Saito dengan suka cita.
"Kalau begitu, mari kita adakan sesi belajar di rumahku sepulang sekolah hari ini!"
"Di rumahmu…?"
"Baik Ibu maupun Ayah sedang tidak ada di rumah hari ini, jadi kita akan baik-baik saja jika cuma ada kita berdua saja!"
"Apa yang bagus dari hal ini? Apakah kamu benar-benar berencana untuk belajar?"
"Kita mungkin juga akan melakukan sesuatu selain belajar, ya~." Himari menunjukkan seringai yang menggoda.
Saito menghela napas.
"Bisakah kamu membebaskanku dari neraka yang menggoda dan tiada habisnya ini?"
"Aku tidak menggodamu, aku serius." Himari mendekatkan wajahnya ke Saito, dan menatap langsung ke matanya.
Pipi Himari yang memerah, serta aroma parfum yang sampai ke hidungnya membuat Saito gelisah.
"…Aku sudah menolak ajakanmu untuk berkencan, bukan?"
"Dan aku bilang kalau aku akan membuatmu jatuh cinta padaku apapun yang terjadi, ingat?" Himari berdebat dengan nada yang sangat tegas, membuat Saito sulit untuk tetap memasang wajah datar.
Himari menyipitkan matanya, dan mengangkat bibirnya menjadi sebuah senyuman.
"Atau apa, apakah kamu benar-benar takut? Apakah kamu takut kalau aku mungkin benar-benar akan membuatmu jatuh cinta padaku?"
"Hah? Mengapa aku harus takut?" Saito dengan tenang menanggapi provokasi ini.
"Benarkah saat ini? Pada kenyataannya, jantungmu berdebar kencang, bukan?"
"Tidak kok."
"Kalau begitu, bisakah aku memeriksanya?"
"Hentikan itu."
Himari mencoba menempelkan telinganya ke dada Saito, lalu kemudian didorong menjauh oleh Saito. Jika Himari melakukan itu, mana mungkin Saito bisa tetap tenang.
"Kalau belajar di rumahku itu tidak bagus, mengapa kita tidak ketemuan di perpustakaan saja, nanti?"
Dengan kompromi ini, Saito memikirkannya.
"Perpustakaan, ya…Tidak banyak orang sih, tetapi itu masih di area sekolah…"
Himari mencoba memberi Saito satu sentuhan terakhir, menambahkan satu kondisi lain.
"Tidak akan ada sentuhan lagi! Aku berjanji tidak akan menyentuhmu sekalipun!"
"Apa yang kamu bicarakan?"
"Tentu saja, kamu selalu boleh menyentuhku kalau kamu mau!?"
"Seriusan, apa sih yang kamu bicarakan!?"
Bayangan Saito tentang Himari yang sopan dan baik tiba-tiba pecah di dalam kepalanya. Meskipun begitu, cara Himari sedikit panik dan bertingkah bingung pun juga lucu. Itu sampai ke titik di mana Saito tidak bisa menahan senyumam di depan ajakan yang merusak ini.
"Iya, perpustakaan seharusnya akan bagus."
"Yeeei! Kencan perpustakaan dengan Saito-kun!"
"Ini bukan kencan."
"Ini kencan! Setidaknya buatku!"
"He-Hei!"
Saat Himari dan Saito sedang mendiskusikan hal ini bolak-balik, Akane memisahkan mereka berdua.
"Ada apa?"
"E-Em…Begini…" Akane dengan canggung memutar tubuhnya.
Tidak seperti Akane yang biasanya, dia pasti merasa canggung saat matanya berkeliaran ke mana-mana, hanya saja tidak langsung tertuju pada Saito dan Himari.
"Bu-Bukankah… akan berbahaya kalau cuma berduaan dengan Saito? Ia pasti akan melakukan sesuatu yang aneh."
Mengapa kamu bertingkah seakan-akan kamu punya dasar akan hal itu!—Saito ingin membalasnya begitu, tetapi menyimpan kalimat itu untuk dirinya sendiri. Kalaupun ada, ia ingin dipuji karena tidak memiliki keinginan jahat saat tinggal bersama dengan cewek cantik kelas atas seperti Akane. Padahal, Saito juga tahu bahwa ia akan dibunuh di tempat jika ia mencoba melakukan sesuatu. Himari mendengar kata-kata ini dari Akane, dan meletakkan tangannya di pipinya yang merah menyala.
"Be-Benarkah…? Aku akan senang kalau memang begitu."
"Kamu ini harus lebih menghargai tubuhmu sendiri." Saito menghela napasnya, tidak percaya.
"Itu benar, kamu tidak bisa jatuh pada trik jahat cowok ini! Setelah kamu lengah, ia akan langsung membuatmu terbungkus dalam kekacauan yang tidak dapat diubah! Seperti kehidupan SMA yang malang sebagai pasangan suami istri!"
Mengapa kamu malah membahas soal kita sekarang!?—Balas Saito.
"Menikah saat masih siswa-siswi SMA itu cukup konyol~ Jika orang-orang di kelas mengetahuinya, itu akan seperti bom yang meledak. Belum lagi kedengarannya itu sangat mesum juga."
"Me-Mesum…!?" Telinga Akane memerah.
Himari meletakkan satu jari ke dagunya, dan mulai berpikir.
"Maksudku, apakah kalian tidak setuju? Menikah itu berarti kalian tidur di ranjang yang sama setiap malam, bukan? Kalian mungkin akan berangkat ke sekolah bersama-sama dengan dengan bau yang sama satu sama lain."
"Ba-Bau…!?" Akane bergetar karena terkejut, dan menempelkan ujung hidungnya ke seragamnya.
Akane mungkin sedang memeriksa apakah ada aroma Saito dapat tercium dari seragamnya, tetapi Saito sendiri sangat berharap kalau Akane dapat menahan diri untuk yang satu ini saja. Di saat yang sama, Akane menunjuk langsung ke arahnya.
"Ngo-Ngomong-ngomong, aku tidak bisa meninggalkan kalian berdua begitu saja! Itu tidak sehat!"
"Lalu, mengapa kamu tidak bergabung dengan kami saja?"
"Eh?" Setelah tangannya digenggam oleh Himari, mata Akane berkedip kebingungan.
"Jika si peringkat satu dan peringkat dua di angkatan mengajariku, aku mungkin akan menjadi peringkat tiga, bukankah begitu? Lagipula, 1 ditambah 2 sama dengan 3. Itu benar, bukan?"
"Ada apa dengan perhitungan yang aneh ini?"
"Matematikamu benar, tetapi yang lainnya itu semuanya berantakan."
Saito dan Akane sama-sama membalasnya.
"Kamu itu bodoh karena mengincar peringkat tiga." Shisei muncul dari antara pangkuan Saito.
Karena dia tidak mengungkapkan keberadaannya sampai saat itu, bahkan Saito sendiri pun melompat karena kaget.
"Kapan kamu…"
"Masuk akal kalau kalian tidak menyadarinya. Shisei bersembunyi di dalam tubuh Abang."
"Kamu membuat Abang takut di sini, bukan?"
"Aku bersembunyi di antara hati dan pankreas Abang."
"Aku merasa kalau ukuranmu itu terlalu fleksibel."
Tidak peduli seberapa dekat mereka sebagai abang dan adik, bahkan Saito sendiri merasa akan menolak kalau Shisei tinggal di dalam dirinya sebagai semacam parasit. Bahkan di antara anggota keluarga yang seperti mereka, perlu ada jarak, dan Saito ingin menjaga jarak ini tetap hidup.
"Oh iya, kamu selalu menjadi siswi dengan peringkat tiga, Shisei-chan! Kalau aku memintamu mengajariku juga, itu berarti 1+2+3, yang mana adalah 6, jadi aku mungkin mendapatkan peringkat enam!"
"Peringkatmu jadi turun, apa kamu yakin tentang itu?"
"Tidak apa-apa, setidaknya aku bisa mendapatkan peningkatan yang sederhana!" Himari membusungkan dadanya dengan percaya diri.
Saito semakin khawatir karena ia bahkan tidak membicarakan peningkatan.
"Mari kita kita adakan sesi belajar bersama untuk kita berempat! Di rumah Akane!"
"Rumahku!?" Akane berteriak karena tidak percaya.
"Tidak ada keberatan dari Shisei-chan. Belajar di rumah Akane…banyak yang bisa dimakan…"
"Kita tidak sedang membicarakan perjamuannya, oke?" Saito berkata, dan menyeka iler yang mengalir dari mulut Shisei.
Seluruh meja sudah kosong melompong, dan semua makanan telah habis.
"Shisei mengerti, dia akan pastikan untuk membawa sendok dan garpu sendiri dengan benar."
"Kamu ini tidak mengerti apa-apa, oke."
Karena Shisei itu seperti Saito, dan memahami sebagian besar dari apa yang perlu dia ketahui untuk ujian hanya dengan mendengarkannya di kelas, sebenarnya dia tidak perlu berpartisipasi dalam sesi belajar bersama itu.
"Akane…bagaimana menurutmu? Bolehkah kami meminjam rumahmu untuk sesi belajar itu?"
"Em…itu…" Akane melirik Saito, tetapi ia bertingkah seakan-akan ia tidak melihat apapun.
Akan buruk jika mereka mengetahui sesuatu cuma dari kontak mata mereka.
"Maksudku, Saito-kun dan aku selalu bisa saja untuk belajar di perpustakaan bersama…"
"Serahkan padaku! Karena aku ini jenius dan profesional dalam belajar, aku akan menciptakan lingkungan belajar yang paling bermanfaat!" Akane menepuk dadanya sendiri, saat dia dengan bangga menyatakan hal itu.