Bab 1Makanan Buatan Rumah
Cahaya fajar pertama menembus ke dapur.
Akane sedang sibuk menyajikan makanannya di meja.
Salmon yang dipanggang di foil aluminium, sup miso jamur, dan nasi campur (Takikomi Gohan). Itulah makanan yang biasanya tidak terpikirkan dapat disiapkan segini banyaknya dalam jumlah waktu yang begitu singkat sebelum berangkat sekolah.
Saito menggunakan sumpitnya untuk membuka lembaran alumunium, membiarkan uapnya keluar bersama dengan aroma yang manis. Itu memiliki rasa yang luar biasa, sangat berbeda dari salmon pada umumnya.
Ada berbagai macam jenis jamur di sup miso itu, mulai dari enitoke, ke shiitake, sampai nameko, menciptakan perpaduan rasa yang enak.
Sementara itu, setiap butir nasi pada hidangan nasi campur itu secara menyeluruh direndam dengan kecap, dan kerenyahan dari gobo, dan wortel memberinya tekstur yang luar biasa.
"Jadi? Aku ingin mendengar tanggapan jujurmu."
Akane bertanya dengan wajah yang sombong, mengenakan seragam dan celemeknya.
"Aku rasa itu tidak bijak untuk mencoba begitu keras hanya untuk makanan sarapan begini."
"Yang berarti, ini adalah makanan terbaik yang pernah ada, bukan? Jadi kamu mengaku kalah denganku, sehingga, kamu harus mendengar setiap perintahku, iya?"
"Mengapa aku jadi yang kalah hanya karena memuji makananmu?"
"Tentu saja. Anjing yang memakan kibi dango juga mengikuti Momotarou pulang."
"Aku bukanlah seekor anjing."
"Maaf, aku salah. Kamu lebih mirip seekor monyet."
"Kamu ini..."
Ini masih pagi dan dia sudah melecehkan Saito dengan kata-kata. Ia tidak menyukai ekspresi dari Akane yang begini dengan sentuhan penghinaan. Itu seolah-seolah ekspresi imut yang langka yang dia tunjukkan pada Saito akhir-akhir ini adalah kebohongan.
Ketika Saito sedang berpikir pada dirinya sendiri apakah ini hanyalah mimpi, ia bertanya.
"Kalau begitu apa yang kamu maksud dengan 'Kamu sudah punya istri, merasa begitu nyaman dengan gadis lain itu tidak baik'?" (TL Note: Lihat di Epilog Jilid 1)
"...!!"
Akane menjatuhkan mangkuk misonya, dan Saito menangkapnya.
Ada saat-saat sebelum bencana ini. Jika insting Saito seketika lebih lambat, makanan itu akan dilapisi miso.
"A-A-A-Apa maksudmu dengan apa yang aku maksud?"
Mata Akane berkedip-kedip, keringat bercucuran.
"Tepat seperti yang aku bilang... Aku ingin tahu apa yang ada dalam benakmu ketika kamu mengatakan itu?"
"Ti-Tidak ada alasan khusus, aku tidak memiliki alasan khusus dalam benakku! Aku tidak tahu mengapa aku mengatakan hal semacam itu! Sebaliknya, apa yang ada dalam benakmu ketika aku memberi tahumu begitu?"
"Ti-Tidak... Aku tidak memiliki tanggapan apapun..."
Saito merasa resah karena pertanyaan yang egois.
"Aku hanya... erm... iya! Aku hanya ingin mengatakan bahwa – Jangan biarkan kakek-nenek kita melihatmu terlalu dekat dengan gadis lain, kalau tidak kita akan melanggar syarat pernikahan! Iya, hanya itu!"
"Begitu, begitu ya... Aku mengerti, jadi kita harus berhati-hati..."
"Kamu yang seharusnya berhati-hati. Karena kamu itu bodoh!"
Akane menyilangkan lengannya dan berbalik arah. Ujung telinganya agak memerah.
Untuk meringkas, pernikahan pasangan ini adalah yang lahir dari kepentingan pribadi, dan bukan dari cinta.
Obrolan serius mereka bersama dan pengaturan peraturan rumah membantu meredakan suasana di rumah, tetapi bukan berarti bahwa hubungan mereka saat ini adalah hubungan yang positif. Saito juga menyesal karena menggali terlalu dalam tentang Akane kali ini.
"Dan yang paling penting! Aku punya sesuatu untuk diinterogasikan padamu!"
"Bukan pertanyaan, tetapi interogasi...?"
Dia entah bagaimana bisa membayangkan peralatan interogasi yang digunakan.
"Aku sudah menanam beberapa peterseli di kebun... tetapi itu menghilang pagi ini... Pastinya kamu tidak salah mengira itu dengan rumput dan mencabutnya, kan?"
"Ah, jadi kamu yang menanam itu? Itu bertunas, dan tampak sangat bernutrisi jadi aku memakannya."
"Memakannya? Kapan? Bagaimana?"
"Kemarin malam. Mentah-mentah."
Akane terkejut
"Begitu saja!? Apakah kamu ini seekor sapi atau seekor kelinci? Aku tadinya ingin menggunakannya untuk membuat makanan Italia, jadi aku berusaha keras untuk merawatnya, namun kamu malah!"
"Bagaimanapun juga, itu berakhir di perut."
"Benar-benar berbeda!"
"Tetapi itu pahit."
"Tentu saja! Juga.... Bawang merah dan sayur-sayuran yang tengah aku lakukan proses penanamannya semuanya menghilang.... Jangan bilang kalau kamu yang memakannya?"
"Terima kasih atas makanannya,"
"Apakah kamu ini seekor herbivora!!"
Akane memegang kepalanya di atas meja.
Dalam hubungan pernikahan, saling peduli adalah satu hal yang penting untuk dilakukan, jadi Saito memanggil Akane.
"Apakah kamu sedang sakit kepala? Jika kamu merasa tidak enak badan, ambil izin saja dari hari ini..."
"Sakit kepalaku itu salahmu! Kamu itu seorang yang jenius.... Tetapi aku tidak bisa mengerti seleramu... Bubur yang aku makan ketika aku sakit juga memiliki rasa yang aneh...."
"Aku tidak menaruh apa-apa yang kotor di dalamnya? Untuk membuatmu segera sembuh, aku menambahkan banyak suplemen."
Akane menatap Saito dengan mata yang mati.
"Itulah apa yang aku pikirkan... Sudah lama sekali sejak seseorang membuatkanku bubur jadi aku tidak benar-benar mengeluh waktu itu..."
"Jadi apakah itu enak?"
Saito menunjukkan senyuman yang tenang.
"Aku tadi sudah bilang padamu kalau itu terasa aneh."
"Kamu harus terbiasa dengan itu."
"Aku tidak ingin terbiasa dengan itu!"
"Kamu akan belajar menerimanya dengan hati yang tenang."
"Aku tidak ingin menerimanya sama sekali! Berhenti menciptakan hal-hal yang aneh! Fokus cuci piring saja setelah makan!"
"Bukankah tidak masalah untuk fokus pada apa yang kamu terampil melakukannya?"
Saito mengacungkan jempolnya.
"Aku sangat jago dalam memasak?"
"Apakah kamu serius?"
"Itu benar. Ketika kamu terkena demam, aku telah benar-benar menghafal 10 buku tentang ilmu nutrisi. Jadi kepalaku saat ini berisi informasi tentang semua nutrisi yang dibutuhkan untuk menopang tubuhmu."
"Aku tidak bicara tentang nutrisi!"
Akane kehabisan napas.
Setiap kali mereka mengira mereka sudah menjadi lebih dekat, perdebatan harian mereka seperti hari ini membuktikan kalau mereka belum.
Saito memakan sarapannya dengan cepat dan menyelinap keluar dari dapur.
Ketika Saito tiba di sekolah dan berjalan menyusuri lorong, ia mendengar langkah kaki di belakangnya.
Ia berbalik arah untuk melihat Akane yang mengejarnya seperti seorang oni. Itu adalah wajah yang tampak seperti sedang merencanakan pembunuhan Saito. Mungkin ada hal lain yang membuat Akane marah.
(TL Note: Oni adalah makhluk kuat, jahat, dan menakutkan dalam mitologi Jepang yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural, dikirim dari dunia lain untuk membawa bencana atau nasib baik, dan termasuk salah satu jenis Yokai.)
Saito merasa terancam, jadi dia dengan cepat menciptakan beberapa jarak.
Akane juga mempercepat diri dan mengejar Saito.
Mereka berdua memerankan kucing dan tikus, menciptakan adegan kejar-kejaran di sekolah pada pagi hari.
"Tunggu! Aku bilang tunggu!"
"Tunggu siapa? Aku sebenarnya lebih suka hidup!"
"Aku tidak akan membunuhmu! Tetapi jika kamu tidak berhenti, aku akan menembakmu!"
"Apa yang kamu gunakan untuk menembak?"
Ini juga pertama kalinya Saito menerima semacam ancaman yang ditarik langsung dari film Hollywood. Orang yang serius seperti tidak akan melanggar hukum kepemilikan senjata, tetapi ada risiko kalau dia menemukan (menciptakan) sebuah senjata orisinal.
Saito berhenti, dan Akane memukul keras kotak ke dada Saito.
"Guh... ...Ambil... Itu...!"
Saito menguatkan dirinya dari serangan yang sangat kuat, tetapi serangan itu lebih ringan dari yang ia kira.
Dan apa yang menyerang dadanya bukanlah sebuah tembakan, melainkan sebuah kotak bento yang dibungkus di dalam sebuah sapu tangan.
"Mengapa kamu tidak membawa bentomu? Jangan hanya meninggalkannya di atas seperti itu!"
"Ah... ...Maaf. Aku lupa."
Dikarenakan perdebatan dengan Akane pagi ini, dia lupa dengan keberadaan kotak bento. Meskipun ingatan Saito sangat bagus, ia tidak memiliki ketelitian sebuah robot pada hal-hal sepele sehari-hari.
Akane cemberut.
"Melupakannya? Benarkah... ...Atau apa kamu tidak ingin memakan bento buatanku."
"Tidak, aku benar-benar senang atas bento buatan rumah itu."
Ini adalah makanan buatan rumah oleh Akane, gadis cantik terkenal yang sekelas model jika dia tetap diam. Jika ia menolak, hukuman akan langsung datang.
"Be-Begitu ya... ...Kalau begitu, tidak masalah."
Akane mengalihkan pandangannya. Dia secara gugup menggoyangkan pinggulnya sedikit.
"Aku bekerja sangat keras untuk membuatnya... ...jadi jangan disisakan!"
Pipinya memerah dengan warna merah muda pucat dari bunga sakura.
–Imut.
Meskipun kesal, Saito harus mengakuinya. Kekuatan penghancur dari ekspresi yang jarang Akane tunjukkan memiliki kekuatan untuk membuat Saito melupakan fakta bahwa Akane adalah musuh alaminya.
"Jika kamu menaruhnya di kulkas, kamu bisa memakannya ketika sampai di rumah."
"Itu akan kehilangan rasanya jika ditinggal di luar untuk waktu yang lama! Aku ingin kamu memakannya saat masih enak-enaknya!"
"Ingin aku...?"
Akane dengan cepat melambaikan tangannya.
"Ah~, bukan, bukan kamu secara spesifik! Si-Siapapun itu, aku tidak ingin memaafkan mereka karena menyia-nyiakan kelezatan dari makanan yang aku buat! Kamu sangat buruk, pergilah ke neraka!"
"Itu akan jadi buruk ya... ..."
Meskipun ia tidak percaya dengan hal yang gaib (supernatural), bahkan Saito lebih suka pergi ke surga daripada ke neraka. Dan bahkan jika ia tidak, ia sangat berterima kasih atas bento yang Akane buat, dibandingkan dengan membeli roti kering untuk makan siang.
Sambil berjalan menyusuri koridor yang kosong, Akane berbicara.
"Ada penjualan super untuk telur di pasar swalayan hari ini."
"Bahkan jika kita tidak mengincar diskonnya, kita masih mendapatkan biaya hidup yang penuh dari kakek-nenek kita."
Saito dikirimi sejumlah uang yang lebih dari cukup untuk membuatnya terkejut. Mungkin saja CEO Houjo Corp saat ini, Tenryuu, tidak mengerti standar kehidupan orang pada umumnya."
Akane mengacungkan jari telunjuknya.
"Ketika kita tumbuh, kita berdua akan harus menghasilkan uang untuk membiayai kehidupan sehari-hari kita. Tidak bagus jika dibiasakan dengan hidup yang mewah."
"Itu mendalam."
"Apa yang salah dengan mendalam!?"
"Hanya mengagumimu."
Ketika Saito mengatakan kejujuran, Akane terdiam.
"Bah-Bahkan jika memujiku, aku tidak akan memberikanmu apa-apa!"
"Tidak usah memberikanku apa-apa."
"Ji-Jika kamu menginginkan apapun tidak peduli apa, kalau begitu aku akan pergi ke ruang kelas ekonomi rumah tangga dan membuat beberapa makanan saat ini... ..."
"Kamu melakukannya sekarang? Tidak usah melakukan sesuatu semacam itu?"
"Ka-Kalau begitu ada apa? Apa yang kamu rencanakan... ...? Ji-Jika itu permintaan untuk melakukan ini-itu ke tubuhku, itu tidak akan tidak baik-baik saja... ..."
Akane melangkah mundur, menggunakan tangannya untuk melindungi tubuhnya. Dia memelototi Saito sambil menatap seperti seekor binatang kecil yang gemetaran.
"Aku tidak meminta itu!"
Saito mencoba untuk merendahkan suaranya sehingga siswa-siswi lain tidak akan mendengar.
"Ngomong-ngomong, aku akan pergi berbelanja hari ini. Kita harus menebus diri kita sendiri dari kecelaan kita terakhir kali."
"Kita akan tercabik-cabik."
Para ibu rumah tangga selalu sangat bersemangat kapanpun pasar swalayan memiliki diskon, tidak mungkin anak SMA saja bisa bersaing. Namun, ia juga merasakan bahwa momen itu adalah titik balik dari hubungannya dengan Akane, jadi mungkin, tidak semua kegagalan buruk.
Mata Akane menyala seperti teratai merah.
"Tidak bisa dimaafkan.... Kali ini kita akan menang, tidak peduli harga dan trik yang harus kita gunakan... ..."
"Harga dan trik ya."
"Iya, kamu tidak usah khawatir... Yang mana yang lebih efektif, panahan atau sarang lebah?"
"Jangan terlibat dalam perang gerilya di dalam daerah pemukiman, bodoh."
Tidak ada apa-apa selain kekhawatiran dalam benak Saito. Ia mungkin telah salah memahami kata-kata Akane, tetapi ia tidak tahu apa yang dia lakukan ketika Akane kehilangan ketenangannya.
"Saito harus membantu juga. Temui aku di belakang gerbang sepulang sekolah."
"Aku tidak menyangka hari di mana aku diundang olehmu sepulang sekolah datang juga... ..."
Akane buru-buru.
"Ja-Jangan katakan sesuatu yang akan mengundang kesalahpahaman! Ini hanya pergi berbelanja! Berbelanja untuk persediaan kebunuhan hidup!
"Kamu bahkan tidak mengucapkan kata 'kebutuhan' dengan benar."
"Ka-Kamu menyebalkan~! Aku cuma menggigit lidahku!"
"Tidak masalah jika kamu menggigitnya, tetapi bukankah menggigitnya begitu itu sedikit berlebihan?"
Saito kaget.
Pada saat itu, mereka berdua sudah dekat dengan ruang Kelas 3-A.
Akane meletakkan tangannya di pintu, kemudian berbalik ke arah Saito.
"Mulai dari sini, pura-puralah menjadi orang asing! Pernikahan kita harus dirahasiakan!"
Dia menjulurkan lidahnya untuk menggoda Saito, dan menuju ke kelas dengan wajah yang masam seperti biasanya. Seolah-olah dia adalah seekor kucing garong, yang menolak dihangatkan oleh manusia.
Namun, baru-baru ini, Saito bisa merasakan dirinya terlatih dengan kehidupan pengantin baru dengan gadis yang ia benci.
Istirahat makan siang.
Ketika Saito membuka kotak bento di mejanya, Shisei lari ke arah Saito.
"Bang, Aku sangat lapar. Berikan aku semua bento itu."
"Kamu tahu, kamu baru saja tiba-tiba memberikan Abang permintaan yang sangat buruk."
Shisei mengangguk saat Saito terkejut.
"Tanpa secuil keraguan."
"Itu, aku tahu."
"Tidak ada rasa bersalah, juga."
"Itu, aku juga tahu!"
Saito memegang kedua tangan Shisei yang mencoba untuk mencuri telur goreng itu, mencoba untuk mempertahankan sehingga dia tidak mendekat ke kotak bento itu.
Dua ekor binatang buas berkelahi. Dan inilah medan perang mereka.
"Dalam situasi ini, akan kelaparan sampai meninggal. Para abang memiliki kewajiban untuk menyediakan makanan untuk adik-adik mereka."
"Kamu sudah makan sarapan seperti seperti tidak ada hari esok!"
"Faktanya, aku sudah makan tiga porsi penuh nasi."
"Lihat, itu lebih dari Abang."
"Ini dan itu berbeda."
"Apa perbedaannya~? Kamu juga membawa bento dari rumah, bukan?"
Bahkan orang tua Shisei mengerti nafsu makan luar biasanya. Dengan tujuan untuk mencegah Shisei dari terpikat dengan makanan oleh orang asing, mereka harus menyiapkan makanan yang layak untuk Shisei.
"Aku membawanya bersamaku. Bagaimanapun, apa yang ingin Shisei coba adalah bento yang dipenuhi dengan cin - mofumofumofu."
Saito menggunakan telapak tangannya untuk menutup mulut Shisei yang hampir saja mengatakan kalimat 'bento yang dipenuhi dengan cinta', lalu ia memeluknya dengan posisi terkunci mati dari belakang.
Shisei duduk di pangkuan Saito, tampak puas dengan saat dia mengeluarkan embusan napas~ dari hidungnya.
Saito berbisik ke telinga Shisei.
"Aku sudah bilang padamu jangan bilang apapun seperti itu!"
"Apapun tentang apa? Ingatan Shisei buruk."
"Berbohong secara alami seperti bernapas..."
Sebagai anggota keluarga Houjo, kemampuan mental Shisei memang tidak cocok.
Biasanya, nilai tes matematika Shisei memang sempurna, dan dia dapat mengerjakannya semua dalam 5 menit dan tidur siang di sisa waktunya. Begitulah, itu akan baik-baik saja sepanjang dia tidur siang. Saito tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan Shisei ketika dia mengeluarkan beberapa biskuit nanas di saat ujian.
Duduk di pangkuannya dan berhadapan dengan Saito, Shisei mengepalkan tinjunya dan membawa itu ke mulutnya.
Dengan mata yang seperti permata yang berkilauan, dia membisikkan kalimat yang imut.
"A-ba-ng... Shisei ingin makan nasi."
Ini adalah pose amukan seluruh tubuh Shisei.
"Kuh~... ..."
Bahkan Saito, yang terbiasa dengan kecantikan gaib Shisei, tercengang.
Bagi para teman sekelas mereka yang tidak memiliki kekebalan terhadap Shisei, akhlak mereka hancur dalam sekejap.
"Shisei-chan, betapa kasihannya~!"
"Beri dia beberapa makanan~"
"Sudah berikan saja semuanya!"
"Saito-kun sangat tidak manusiawi, berani untuk memonopolinya sendiri!"
Ia menerima teguran dari kelas terlepas dari laki-laki maupun perempuan.
Saito tidak bisa mengerti mengapa menerima cacian sampai sejauh ini hanya karena melindungi kotak bentonya. Ia bahkan lebih kesal ketika Shisei membuat tanda V di tempat di mana orang-orang tidak dapat melihat itu.
Normalnya, Saito tidak akan menolak untuk berbagi makanan dengan Shisei, tetapi ini adalah bento yang Akane buat untuk Saito.
Di samping itu, Akane yang sedang duduk di tempatnya dan melirik sekilas ke tempat Saito.
Jika Saito memberikan Shisei kotak bento yang Akane buat, ia tidak tahu perang macam apa yang akan terjadi ketika ia sampai di rumah. Ia ingin menikmati suasana yang damai di rumah.
"Baiklah tidak masalah... ...Satu gigitan saja..."
'Oke?'~ Ia memberi isyarat pada Akane dengan kedipan mata, tetapi dia memiringkan kepalanya. Sama sekali tidak ada tanda-tanda komunikasi yang tercipta. Telepati itu agak terlalu tinggi untuk pasangan ini.
Saat Saito sedang termenung, Himari menatap kotak bento Saito.
"A-re? Kotak bento Saito... ...Bukankah itu sama dengan punya Akane?"
"...!?"
Baik Saito maupun Akane terdiam.
Saito merasakan penyempitan di pipinya sambil mencoba untuk tetap tenang.
"A-Apa yang kamu bicarakan? Ti-Tidak ada seperti itu... ...Apakah kamu berhalusinasi? Kamu mungkin melihat fatamorgana di gurun."
"Aku tidak berhalusinasi~. Susunan makanannya dan ukuran porsinya mungkin berbeda, tetapi isiannya itu sama!"
Himari meletakkan kedua tangannya ke meja Saito dan menatap ke arah kotak bento itu.
Kelas menjadi heboh.
"Benarkah!"
"Pengamatan yang bagus, Himarin~!"
"Jadi apa artinya itu?"
"Apakah Sakuramori membuatkan ini untuk Saito-kun?"
"Seperti yang kuduga, mereka berdua pacaran?"
Tertusuk oleh tatapan dari banyak orang, Akane tersipu malu dan berteriak.
"Ka-Ka-Ka-Kami tidak pacaran!"
(TL Note: Iya, lo berdua gak pacaran tapi udah kawin.)
"Begitu ya? Tetapi wajahmu berubah keseluruhan menjadi merah, iya kan?"
Himari berkomentar pengamatan yang aneh. Kelas juga menjadi bersemangat.
"Wajahku sudah begini sejak aku lahir!"
"Jika kamu selalu memiliki wajah yang merah seperti itu, itu akan menjadi kondisi medis yang serius! Di samping itu, kamu tidak selalu semerah itu!"
"Itu, aku hanya mandi dalam darah... ...Aku... ...melakukan sebuah kejahatan... ..."
"Serahkan dirimu, aku akan pergi bersamamu! Jika kamu melakukannya sekarang, kalimatnya akan jadi lebih ringan!"
Himari memegang tangan Akane dan meyakinkan.
Itu adalah bukti pertemanan mereka yang dekat... ...Saito sekali lagi berpikir, tetapi ini bukan waktunya untuk terkagum. Ia tidak tahu apa yang akan Akane lakukan ketika dia sedang gelisah dan terpojok.
"Pokoknya. Kami! TIDAK! Pacaran!"
Akane membanting tangannya ke atas meja mengarahkan intinya dengan jelas.
"Ah, ah. Dia mengatakan kejujuran."
Saito juga memastikan.
–Meskipun mereka sudah menikah!
Tidak ada cinta di antara mereka berdua, ataupun apa mereka bersalah karena tidak memiliki kasih sayang apapun terhadap pasangan mereka.
Mereka berdua baru saja menikah.
"Tetapi~, ini aneh~"
"Houjo dan Sakuramori, mereka tampak seperti suami dan istri dari awal~"
"Bento yang tampak mirip itu bukti yang cukup~"
Teman-teman sekelas mereka masih menguber mereka.
"I-Ini karena... ..."
Si peringkat satu di angkatan mereka, Saito, hampir saja meluncurkan argumen yang besar ketika ia menemukan hal kecil yang buruk.
Kotak bento itu sekarang benar-benar kosong.
Duduk di pangkuan Saito, pipi Shisei mengembung seperti seekor tupai ketika mulutnya sedang bergerak.
Saito mengetahui pasti bahwa pelakunya masih belum bisa melarikan diri.
"Aku kan sudah bilang padamu, kamu hanya boleh satu gigitan!"
"Mogyugyu~? Mogyumogyumogyu~"
"Itu tata krama yang buruk, berhenti makan lalu bicaralah!"
"Mogyu... ..."
Shisei mengunyah makanan yang ada di mulutnya, kemudian menyesap teh dari botol minum Saito dan menghela napas.
(TL Note: Gak ada adab neh cewek!)
"Aku memakan semuanya dalam satu gigitan sih?"
"Apakah kamu monster!"
"Aku tidak menyangkal, Aku bukanlah eksistensi di luar pemahaman manusia."
"Benarkah... ..."
Shisei berbisik ke Saito.
"Aku ingin Abang berterima kasih padaku. Karena begini Bang, aku menghapus seluruh bukti."
"Benarkah... ...?"
"Aku hanya omong kosong. Aku cuma mau makan."
"Sudah Abang duga."
Karena dia secara teknis menolong Saito, Saito mengelus kepala Shisei.
Setelah Saito dan Akane menyelesaikan makan siang mereka, mereka berdua berlari ke ruang kelas yang kosong, menghindari perhatian dari teman-teman sekelas mereka.
Sebuah pertemuan darurat disebut hanya untuk mereka berdua. Topiknya adalah tentang merumuskan rencana untuk mencegah sesuatu seperti saat istirahat makan siang terjadi lagi di masa depan. Jika mereka tidak melakukannya, kehidupan sekolah mereka akan berada dalam bahaya.
"Itu kecerobohanku... ...Hanya untuk memastikan, aku mengubah susunan makanannya, tetapi aku masih ketahuan... ...Himari selalu memiliki intuisi yang sangat hebat dari awal..."
"Dia luar biasa cerdas ya. Dia pasti terpengaruh oleh kutu buku lokalnya, Akane."
"Jangan panggil aku kutu buku."
Akane protes sambil keluar air mata.
"Pertama-tama, jika fakta bahwa kita tinggal bersama bocor, itu akan sangat buruk."
"Jika pernikahan kita terungkap, itu akan menjadi masalah besar. Aku tidak tahu apa yang akan tertulis di transkripku jika hal semacam ini terjadi."
"Hubungan kita tidak salah, jika kamu menjelaskan situasi keluarga, mungkin sekolah tidak akan melaporkannya..."
Akane membenturkan dahinya ke meja guru.
"Tidak mungkin! Mereka pasti mengeluarkan kita untuk memberikan contoh yang buruk kepada siswa-siswi lain! Harga diriku akan tercabik-cabik jika pernikahan kita diketahui oleh orang lain."
"Jangan katakan sesuatu yang mengerikan seperti itu."
Harga diri Saito mengalami beberapa kerusakan.
"Tentang isi dari bento itu, katakan saja itu karena kita secara tidak sengaja menggunakan produk beku yang sama."
"Makananku tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu yang begitu kecil."
Akane cemberut.
"Apakah ada alasan yang lain lagi?"
"Bukankah akan lebih baik untuk mengatakan Saito membobol rumahku dan mencuri kotak bentoku?"
"Itu bukanlah alasan yang lebih baik, aku akan ditangkap."
"Anggap saja ini sebagai sebuah pengalaman hidup."
"Anggap dengkulmu. Aku akan mendapatkan catatan kriminal (SKCK), dan sangat mungkin untuk dikeluarkan dari sekolah."
Dan ia sebenarnya akan mati karena malu karena melakukan kejahatan yang bodoh.
"Kalau begitu aku dan Saito pergi ke kelas memasak yang sama... bagaimana menurutmu?"
"Kelas apa? Aku tidak bisa membuat makanan yang enak seperti itu."
"Kelas Sakuramori Akane."
"Namamu ada di sana! Itu sama saja dengan bilang kalau aku telah belajar darimu."
Mata Akane bersinar.
"Kamu sebagai muridku... ...Itu berarti kamu berada di bawahku... ...Itu tidak masalah!"
"Tidak masalah dengkulmu. Jangan biarkan otoritas imajiner membutakanmu dan melupakan tujuan dari obrolan kita!"
Dan dari awal, semakin sederhana alasannya, semakin sedikit peluang mereka untuk salah. Semakin rumit pengaturannya, semakin sedikit cerita mereka akan cocok.
"Ke depannya, aku akan makan di kafetaria."
"Maksudmu kamu tidak akan memakan bentoku!?"
Suasana hati Akane jatuh, seolah-olah dia baru saja diberi tahu bahwa dia tidak dapat makan stroberi lagi.
"Setelah hari ini, orang-orang pasti akan mengawasi bento kita. Kita tidak bisa membodohi siapapun jika makanan kita sama selama 2 atau 3 hari berturut-turut."
"Kalau begitu aku hanya bisa membuat menu baru untuk bento Saito, apakah itu tidak apa-apa?"
"Apa kamu tidak apa-apa melakukannya seperti itu?"
"Aku akan marah jika makananku dipandang rendah."
"Jangan menyarankannya berdasarkan perasaanmu sendiri! Seperti yang aku duga, makan di kafetaria sekolah adalah pilihan terbaik."
"Iya... ...Tidak ada pilihan lain. Tetapi, jangan makan makanan yang tidak bernutrisi, oke? Walaupun di kafetaria, kamu harus makan setidaknya 1 mangkuk sup dan 3 sayuran tiap makanan, jadi jangan biarkan badanmu tumbang."
Akane mengacungkan jari telunjuknya dan memberi tahu Saito.
"Apakah kamu ibuku?"
Saito tersenyum pahit.
"A-Aku bukan ibumu! Jika orang yang tinggal bersamaku jatuh sakit, nantinya yang akan kerepotan ya aku, bukan!?"
"Ah, itu benar, ketika kamu terkena demam, hal-hal menjadi sulit."
Ketika ia mencoba mengatakannya dengan cara sarkastik, Akane memasang wajah 'oh, s*alan!'
"Uhh~... ...Pa-pada dasarnya, begitulah! Jadi agar tidak menimbulkan masalah bagi kita berdua, dietmu harus diatur dengan baik! Mengerti!?"
Dia memberikan Saito keputusan tanpa ruang untuk membantah.
"Hal terburuk yang bisa terjadi sekarang adalah orang-orang akan mencari tahu tentang kondisi kehidupan kita. Jika kita ketahuan tinggal di bawah atap yang sama, tidak ada banyak penjelasan yang bisa meluruskan kesalahpahaman."
"Itu sama halnya ketika kita pergi ke pasar swalayan, jadi akan lebih baik untuk pergi ke pasar swalayan yang sedikit lebih jauh. Meskipun memang akan sulit untuk membawa belanjaan pulang..."
Ketika mereka masih saling mengobrol, keduanya mendengar langkah kaki dari lorong!
Pintu masuk terbuka dengan santai.
""... ... ... ... ...!!""
Hubungan mereka baru saja dicurigai, dan jika orang-orang menemukan pertemuan rahasia seperti ini saat ini, rahasia mereka akan dengan cepat terbongkar.
"Berapa banyak meja yang kita butuhkan?"
"Delapan meja, bukan?"
"Aku dengar kita butuh lebih banyak~"
"Biarkan aku bertanya pada Sensei dulu."
Sambil saling mengobrol, para murid yang baru saja memasuki ruang kosong itu mengacak-acak. Sepertinya mereka tidak akan pergi dalam waktu dekat.
Saito dan Akane menyembunyikan napas mereka. Meja guru cukup ketat, sehingga tidak ada ruang untuk bergerak.
Postur saat ini adalah Akane sedang berlutut dan dipeluk oleh Saito.
Payudara Akane tertekan oleh wajah Saito.
Aroma yang manis menyerang hidung Saito.
"Oi, oi... ...Menjauh dariku... ..."
"Aku akan melakukannya jika aku bisa."
Saito juga merasakan aliran darah di kepalanya.
"Nn, sangat geli~... ...Jangan berbicara... ..."
"Kamu juga jangan berbicara..."
Seolah-olah mencoba untuk mendiamkan Saito atau apalah, Akane menggunakan lengan baju dari seragamnya untuk membungkus kepala Saito dengan erat. Karena itu, jarak di antara mereka berdua semakin mendekat, sensasi kelembutan dari tubuh seorang gadis menyiksa Saito.
Ia dapat mendengar napas Akane yang sesak, dan suara jantung Akane yang berdetak lebih cepat. Tidak, suara detak jantung yang bising ini mungkin berasal dari Saito sendiri.
Tidak terbayangkan untuk melihat kedua musuh alami itu, Saito dan Akane, menempel bersama seperti ini.
Bahkan Saito sendiri tidak merasa seperti ini adalah kenyataan, seolah-olah ia berada dalam mimpi. Dan jika itu mimpi sungguhan, kemudian ia akan terkejut karena tidak terasa setidak nyaman mimpi buruk.
"Apakah kita memindahkan meja guru juga?"
Setelah mendengar suara murid lain, badan Saito dan Akane membeku.
–S*al.
Jika mereka ketahuan berada dalam keadaan begini, itu tidak akan tertulis sebagai lelucon.
Jika para murid ini adalah teman sekelas mereka, mereka tidak akan pernah mendengar akhir dari "Seperti yang kami duga, kalian berdua pacaran!", dan bahkan jika mereka adalah murid-murid dari kelas lain, rumor akan menyebar ke seluruh sekolah.
"A-Apa yang harus kita lakukan sekarang... ...?"
Akane mengeluarkan suara gelisah.
"Bahkan jika kamu bertanya padaku..."
Pikirkan fleksibel Saito yang biasanya juga terhenti, seolah-olah itu tertutup dengan debu, tidak mampu untuk digunakan.
Langkah kaki semakin dekat.
Saito dan Akane dengan gugup saling bersandar satu sama lain.
Baru saja ketika mereka berpikir bahwa ini sudah selesai, murid lain berbicara.
"Meja guru ini berat, jadi mari kita meminjamnya dari kelas lain."
"Ah, itu benar."
"Ayo!"
Pintu ditutup, dan langkah kaki para murid itu menghilang.
Setelah memastikan kebisingan telah mereda, Saito dan Akane merangkak keluar dari bawah meja guru.
"Haa~... Haa~... ...I-Itu peristiwa yang malang..."
Akane menangkup pipinya dengan kedua tangannya dan menyesuaikan napasnya.
Saito tidak tahu apa yang harus dilakukan, tetapi keseluruhan badannya panas terbakar. Ia melonggarkan kerahnya dan mengipasi badannya dengan telapak tangannya.
Mendapati tidak mungkin untuk berbicara saling berhadapan setelah itu, mereka berdua mengobrol sambil membelakangi bersama-sama.
"A-Akan buruk untuk meninggalkan ruang kelas ini bersama-sama."
"Iya, ehm, aku akan keluar melalui koridor, dan Saito akan keluar melalui jendela."
"Ini kan lantai empat!"
"Lompat saja, siapa tahu, mungkin kamu masih akan hidup... ..."
"Hidup dengkulmu. Satu-satunya hal yang membantuku adalah kematian."
"Jadi aku harus melompat!?"
"Tidak perlu melompat. Kembali ke kelas duluan saja. Aku akan kembali setelahmu."
"Di-Dimengerti! Kalau begitu sampai jumpa nanti!"
Dan Akane keluar dari ruang kelas kosong itu.
'Kalau begitu sampai jumpa nanti!', mungkin saja ini pertama kalinya ia diberi tahu begitu oleh Akane!
Mungkin itu adalah saraf Akane yang menghampirinya, tetapi ini adalah salam perpisahan dengan tujuan akan berjumpa lagi. Itu adalah perbedaan dari kedua tahun pertama mereka bersekolah, berpikir mereka tidak ingin berjumpa satu sama lain lagi.
Saito, merasa terkejut, berjalan keluar dari ruang kelas itu.
Hanya untuk memastikan, ia melihat sekeliling dengan cepat, kemudian, saat ia sedang berjalan menuju ruang kelasnya, ia bertemu Himari di tangga.
"Ah, Saito-kun."
Dengan gaya berjalan yang ringan, Himari berlari menuruni tangga.
Dia melewati dua langkah terakhir, membusungkan roknya, dan mendarat di depan Saito.
"Kamu akan terjatuh jika kamu berlari menuruni tangga."
"Tidak apa-apa~ tidak apa-apa! Karena jika aku jatuh kemudian Saito akan berada di sana untuk menangkapku!"
"Jangan menyeretku masuk. Aku akan menghindar dengan seluruh kekuatanku."
"Kamu sangat kejam! Para cewek tidak akan menyukai itu!"
"Aku tidak perlu disukai atau apapun."
"Ahaha, itu adalah jawaban 'Saito'."
Himari meletakkan tangannya di pinggulnya dan menunjukkan senyuman yang cerah.
Teman dekat dari Akane ini sudah mendekati Saito sejak tahun pertama mereka (kelas sepuluh). Dia tidak bertengkar dengan Saito, bagaimanapun, tidak seperti Akane. Pembicaraan mereka terdiri dari segala macam omong kosong, membuat Saito merasa nyaman.
"Itu mengingatkanku~... ..."
Himari berkata seolah-olah dia baru saja mengingat.
"Kotak bento Saito-kun benar-benar tidak dibuat oleh Akane, iya kan?"
Saito terkejut. Ia tidak menunjukkan ekspresi apapun dan mengangkat bahunya.
"Kami hanya menggunakan makanan beku yang sama. Begitulah, mungkin saja ada kemungkinan kalau dia ingin meniruku."
"...Apakah itu benar?"
Himari menanyakan Saito dengan nada serius yang langka.
Dia memindahkan wajahnya lebih dekat dari Saito, seolah-olah untuk menangkap setiap perubahan ekspresi Saito.
Pada jarak ini, hidung Himari hampir menyentuh bagian samping hidung Saito. Aroma dari parfum Himari yang berbau dewasa bercampur dengan rasa antusiasnya dan menyebar.
"... ...Itu benar."
"Kalian berdua... tidak pacaran, ya?"
Mata yang menatap itu berkedut.
Saito menelan kegelisahannya.
"... ...Tentu saja."
"... ...Benarkah. Begitu ya. Benar, tentu saja! Mmhmm!"
Himari mengangguk berulang kali.
Saito menghela napas.
"Maaf atas pertanyaan yang mendadak dan aneh! Aku akan menyelesaikan kesalahpahaman ini dengan teman-teman sekelas kita! Selamat tinggal!"
Himari memberikan senyuman yang bingung dan pergi.
Kata-kata dari orang populer seperti Himari pastinya akan meyakinkan semua orang.
Saito merasa lega karena akhirnya mendapatkan kembali harinya yang tenang.
←Sebelumnya Daftar Isi Selanjutnya→