Bab 22
Persaingan Pacar yang Sekarang
Bersama dengan Takane-san, aku mengumpulkan surat permohonan untuk bergabung ke klub, dan kami menjadi anggota di klub membaca yang sama.
Pembinanya, Ibu Kobayashi, berada di ruang staf. Dia terlihat tajam dan tegas dengan pakaiannya dan memiliki aura wanita dewasa di sekitarnya, tetapi ketika dia melihat kami, dia tersenyum bahagia.
"Takane-san, kamu dulu di tim tenis saat SMP, iya kan? Ibu yakin pembinanya akan kecewa untuk melepaskanmu. Lagipula kamu kan rekrutan terbesar di tahun ini."
"Maafkan aku karena tidak mampu untuk memenuhi harapan Ibu. Aku pensiun untuk belajar di ujian masuk SMA-ku dan kemudian memutuskan untuk melanjutkan tenis hanya sebagai hobi."
"Ibu akan berbincang dengan pembina klub tenis nanti. Ibu hanya berpikir untuk menjelaskannya kepadamu sebelumnya, tetapi jika ini yang ingin kamu lakukan, Ibu akan menghargai keputusan Takane-san. Kamu hanya mendapatkan satu kesempatan di SMA, dan itulah yang terbaik yang bisa kamu lakukan."
"Terima kasih, Bu."
Dia sepertinya guru yang baik yang peduli terhadap siswa-siswinya, walaupun dia sedikit lebih santai dari yang aku duga.
"Em, bukannya Ibu ingin menyelidiki kalian, jadi jangan ragu untuk tidak menjawab. Ibu tidak tahu bagaimana seorang guru harus menanyakan ini, tetapi hubungan macam apa yang kalian berdua miliki?"
"...Em..., Ka-Kami hanya saling mengenal saja, dan kami jadi akrab..."
Ketika aku memikirkan tentang itu, itu hanya akan normal kalau kami akan ditanyai pertanyaan semacam itu kami mendaftar untuk sebuah klub bersama atau apalah – Aku belum kepikiran untuk menyiapkan sebuah jawaban sebelumnya.
"Aku dan Senda-kun hanya kebetulan ingin bergabung di klub yang sama, jadi kami datang ke sini bersama-sama."
"I-Iya... Tidak, itu..."
Guru itu tampaknya bercanda dan menikmati reaksi awal Takane-san. Takane-san tampaknya berusaha keras untuk tidak menunjukkan kalau dia gelisah, tetapi itu muncul dengan sikap meletakkan rambutnya di atas telinga.
"Fufu, baiklah, aktivitas klub seperti tempat untuk bertemu dengan orang-orang. Akan lebih baik untuk menemukan seseorang yang membuatmu nyaman dan bersenang-senang."
"Iya, Bu."
"Jawaban yang bagus. Seorang gadis yang tampak tersesat di saat seperti ini, tidak akan muncul di klub. Sepertinya kalian berdua akan mampu untuk mengikuti semua aktivitas klub kita."
Semua aktivitas klub kami? Apakah itu berarti kami akan melakukan sesuatu selain membaca buku seperti yang aku lakukan di klub membaca sewaktu SMP?
"Bagaimana yang seharusnya para anggota baru rencanakan untuk berpartisipasi dalam aktivitas klub?"
Takane-san sudah mengeluarkan pulpen dan buku tulis. Guru itu berkedip kagum, tetapi mengalihkan pandangannya secara diagonal ke atas seolah-olah dia memikirkan tentang itu sedikit.
"Ibu merencanakan pertemuan pertama untuk pekan depan, jadi sampai nanti, kalian bisa fokus untuk terbiasa dengan kehidupan sekolah terlebih dahulu. Kita akan memutuskan secara kasar jadwal macam apa yang akan kita punya untuk klub ini saat pertemuan itu."
"Aku paham. Terima kasih banyak."
"Ah, Ibu senang dengan betapa jujurnya siswa-siswi kelas sepuluh itu. Siswa-siswi kelas sebelas dan dua belas tidak punya cukup rasa hormat kepada pembina mereka. Kami diperlakukan sesantai teman-teman mereka akhir-akhir ini."
Ekspresi guru itu agak aneh.... Aku penasaran apakah gambaran yang ideal dari hubungan yang dia miliki sedikit tidak sesuai dengan kenyataan.
"Ada seorang gadis bernama Nakano yang bergabung dengan klub sebelum kalian. Berhati-hatilah dengan gadis itu. Dia tampak seperti gadis yang sedikit nakal." (TL Note: FYI, ini Mimin terjemahin dari n*****y girl, kita asumsikan saja kata yang hilang itu adalah naughty (nakal).)
"Ah, aku dulu berada di klub yang sama dengannya sewaktu SMP, jadi kami saling mengenal satu sama lain."
"Eh, benarkah demikian? Jadi kami punya seorang gadis dari klub yang sama saat SMP dan seorang gadis yang baru kamu jumpai?
".....?"
Aku memiliki perasaan kalau guru itu membayangkan sesuatu yang aneh – jika aku berpaling saat ini, itu akan tampak seperti aku berlama-lama di antara para gadis, jadi aku menahan tatapannya yang menyelidik dan menghadapinya.
"Baiklah, kamu sepertinya serius, jadi aku rasa aku tidak perlu begitu terlalu khawatir. Semoga sukses pekan depan, kalian berdua."
"I-Iya... Tolong jaga aku."
"Tolong jaga aku. Kalau begitu, jika Ibu berkenan."
Aku dan Takane-san mengatakan kata perpisahan kami dan meninggalkan ruang staf. Aku berjalan keluar pintu masuk dan menunggu Takane-san lalu ketika dia muncul, dia memiliki ekspresi yang agak sedih di wajahnya.
"Aku baru saja mendapat panggilan dari rumah. Mereka akan menjemputku ke sekolah menggunakan mobil."
"Aku mengerti, kalau begitu, hari ini..."
"Ah, em... Nagito-san, maukah kamu naik mobil bersamaku? Aku akan mengantarmu pulang."
"Benarkah? Ah... tetapi aku berangkat menggunakan sepeda."
"Ah... Ma-Maafkan aku, aku benar-benar lupa... Kalau begitu, aku akan jalan bersamamu sampai ke tempat parkir sepeda."
Belum lama ini, jika aku mendengarnya mengatakan ini aku mungkin akan mengatakan tidak.
Sekarang, meskipun aku takut, aku menjadi lebih tegas.
Dia ingin bersamaku bahkan jika itu hanya untuk sebentar saja. Itulah apa yang benar-benar dia inginkan.
"Kita akan memulai aktivitas klub kita bersama pekan depan, bukan?"
"Iya, sekali lagi, tolong jaga aku, Takane-san."
"....Besok, dan besok lusa, kita akan duduk saling bersebelahan."
"I-Iya, jika kamu memikirkan tentang itu, kita akan bersama untuk waktu yang lama..."
Saat kami berada dalam pembicaraan ini, suhu tubuhku secara bertahap meningkat – aku melihat ke samping untuk melihat bagaimana keadaan Takane-san.
Saat dia berjalan, dia memutar-mutar rambutnya di sekitar dadanya dengan ujung jarinya. Dia memerah sampai ke telinganya. Ketika dia melihatku dan menyadari kalau aku melihatnya, dia berpaling.
"Nagito-san, jika kita menghabiskan banyak waktu bersama... Akankah kamu bisa jadi lebih tenang?"
"Ba-Baiklah... waktu yang kita habiskan belum terlalu lama, dan kita baru saja saling bertemu secara normal..."
"Waktu... itu berarti..."
"...Kita baru saja mulai berpacaran dan kapanpun aku memikirkan tentang itu, aku jadi gugup lagi dan lagi..."
Aku tahu orang-orang akan berkata, 'Apa yang sedang kamu bicarakan sekarang, lagipula waktu yang kamu habiskan bersama sepulang sekolah?', tetapi Takane-san memang sangat cantik, dan bahkan berjalan di sebelahnya sudah seperti mimpi yang menjadi nyata.
"...Ti-Tidak masalah jika Senda-kun seperti itu... karena aku juga gugup..."
"Eh... Ah, Takane-san."
Takane-san mengambil tanganku – Ah, ini buruk. Aku bisa merasakan detak jantungku menjadi sangat cepat. Ini masih terlalu awal bagi kami.
"Tunggu... Maksudku, kita masih berada di sekolah, jadi..."
"...Maafkan aku, aku melakukan itu atas kemaluanku sendiri..."
Itu benar-benar tidak masalah – Tetapi, untuk meraih tanganku, Takane-san semakin berani.
"...Itu terlalu mendadak, iya kan? Ini juga adalah pertama kalinya aku berpacaran dan saat ini, aku melakukan sesuatu seperti ini..."
"Itu memang begitu tiba-tiba... aku belum mampu untuk melakukan itu sama sekali, jadi aku penasaran apakah Takane-san sedang memikirkanku ketika kamu melakukan itu..."
"Tidak, bukan begitu... Aku hanya egois..."
"Egois... Tidak, Takane-san, bukan itu masalahnya sama sekali."
"Aku penasaran apakah kamu sudah pernah berpegangan tangan dengan Asatani-san atau apapun... Ketika aku di rumah dan sendirian, aku mulai membayangkan hal semacam itu."– Jawaban dari pertanyaan itu adalah-iya, kami melakukannya. Itu bukan sebagai kekasih, tetapi hal semacam itu pernah terjadi.
"Kami telah... berpegangan tangan..."
"...Bagaimana?"
"Itu adalah... ketika kami kabur. Asatani-san menjadi semakin terkenal sebagai seorang selebriti. Kami berada di tempat yang ramai dan seseorang memperhatikan kami."
"Jadi itu terjadi... Lalu..."
"Maksudku... Kami sedang berkencan, jadi tentu saja aku tidak akan memegang tangannya."
Aku penasaran apakah yang Takane-san pikirkan. Apa yang aku lakukan dengan 'mantan pacar'-ku, bukankah itu sesuatu yang orang-orang biasanya tidak ingin dengar?
Tetapi itu sesuatu yang terjadi 'biasanya'. Takane-san tidak sama seperti orang lain.
"Kalau begitu... dalam sebuah hubungan, pertama kalinya berpegangan tangan adalah..."
"Kamu yang pertama melakukan itu, Takane-san. Ini terjadi di SMA, aku penasaran bagaimana itu bisa terjadi..."
"Jika begitu kenyataannya... aku benar-benar bahagia. Sebagai 'pacar'-mu 'yang sekarang', aku melakukan sesuatu dengan Nagito-san untuk pertama kalinya. Ini seperti sebuah kompetisi."
"Aku mengakui perasaanku pada Asatani-san, tetapi aku tidak bisa melakukan apapun seperti seorang pacar sama sekali – Itulah mengapa..."
"Lalu, aku harus bekerja lebih keras untuk menunjukkan ke Asatani-san kalau dia telah menyia-nyiakan waktunya bersama Nagito-san."
Aku yakin Asatani-san akan bilang 'Aku mendukung kalian' dengan senyuman yang sempurna itu tidak peduli seberapa baik aku dan Takane-san akrab – Itulah apa yang kurasakan.
Bukannya aku memikirkan tentangnya. Tidak ada gunanya juga untuk itu. Yang lebih penting, aku bahagia dengan perasaan Takane-san.
"Aku senang bertemu denganmu, Takane-san."
"Kamu tidak bisa bilang begitu... jika kamu bilang seperti itu, aku akan merasa kesepian."
"Oh, aku mengerti.... Kalau begitu, em... Aku sangat bahagia bisa menjadi pacar Takane-san."
"....."
Jika aku mampu menjadi sedikit lebih selektif dengan kata-kataku, aku penasaran apakah aku dapat mengatakan itu tanpa membuatnya begitu malu.
Aku tidak memiliki banyak pengalaman dalam berkencan sebanyak yang Takane-san kira telah kulakukan. Itulah mengapa aku harus bekerja sekeras Takane-san.
"Ketika kamu tiba-tiba mengatakan sesuatu seperti itu, yang tidak biasanya kamu lakukan, aku jadi sangat terkejut."
"Ah, aku rasa itu benar-benar tidak cocok denganku, iya kan? Hal semacam itu. Itu tidak ada di dalam watakku."
"Bu-Bukan begitu.... Aku tidak merasa kalau itu adalah hal yang buruk... Aku hanya bahagia secara egois..."
"Aku mengerti.... tetapi aku tidak tidak merasa kalau itu egois."
Aku tidak bisa mengungkapkan betapa bahagianya aku yang mampu mengungkapkan kesukaan dalam kata-kata dan memiliki orang-orang bilang kalau mereka berbahagia tentang itu.
–Aku tahu.
Aku tidak akan pernah bisa mendapatkan semacam nuansa dari caranya bertindak bahagia atau sedih.
Itu hanya karena dia tidak menolakku.
Itu hanya karena kami berangkat ke SMA yang sama, jadi ini hanyalah sebuah hubungan untuk tetap dipertahankan.
Tidak ada jalan bagi kami. Ketika hubungan kami berakhir, aku tidak tahu apa-apa tentang Asatani-san, yang mana itu adalah hal yang bagus.
Aku tiba di tempat parkir sepeda, menaikkan standar, dan mulai berjalan.
"... Takane-san?"
Alih-alih berjalan berdampingan, Takane-san biasanya berjalan selangkah di belakangku, tidak ada tanda darinya di sana.
"....Hanya untuk beberapa saat, apakah itu baik-baik saja?"
"....."
Meletakkan kekuatanku ke lenganku, aku menunjang sepedaku sehingga itu tidak kehilangan keseimbangannya. Takane-san duduk menyamping di belakang sepedaku. Angin bertiup dan rambut panjangnya disapu oleh itu.
"Aku tahu kamu tidak bisa berkendara dengan dua orang tetapi.... aku tidak pernah melihatnya di sebuah film sekali dan aku selalu ingin mencobanya."
Di halaman sekolah ini, tidak ada banyak ruang. Aku naik sepeda itu dan mulai berkendara dengan Takane-san.
Seseorang mungkin saja melihat kami, tetapi kami tidak peduli tentang itu.
Sebelum kami meraih garis yang menuntun ke pintu gerbang sekolah, Takane-san menyentuh punggungku jadi aku menghentikan sepeda itu. Dia turun dan berjalan sedikit.
"Ini memang benar-benar menyenangkan bisa berkendara bersamamu."
"...Aku juga bersenang-senang. Kalau begitu, aku akan berjumpa denganmu lagi besok, Takane-san."
"Besok.... benarkah begitu?"
Mendengarkan Takane-san, aku tertawa, aku rasa dia melakukannya juga.
"Aku akan meneleponmu nanti malam ini."
"Iya, aku akan menunggu... Berhati-hatilah dalam perjalanan pulangmu."
Takane-san mulai berjalan menjauh. Saat aku melihatnya kembali, aku benar-benar berpikir selama beberapa saat – Bagaimana jika sesuatu terjadi dan aku tidak akan mampu untuk menghubungi Takane-san?
(Aku ingin hidup selama mungkin, bahkan jika itu hanya sedetik lebih lama....)
Aku dulu berpikir kalau otak cinta adalah hal yang tidak mengesankan untuk dilihat dari samping. Tetapi sekarang, aku sadar kalau aku sudah cukup berubah untuk merasa itu tidak begitu buruk sama sekali.
Pada hari Kamis, dan hari ini, hari Jum'at – Aku duduk di sebelah Takane-san, yang mulai aku pacari. Bahkan ada beberapa situasi di mana kami harus berpasangan di kelas.
Kami telah banyak bersenang-senang, dan bahkan hari ini kami sudah makan bersama di meja teras. Takane-san bilang kalau dia bangun lebih awal setidaknya dua kali dalam sepekan untuk membuat kotak bekal dan aku juga memutuskan untuk membuat kotak bekal pada hari yang bertepatan. Ketika aku sedang bersama Takadera dan Ogishima, aku pergi bersama mereka dan membeli makanan di kafetaria.
"Nakkun, apa yang kamu rencanakan akhir pekan untuk liburan?"
Pada waktu makan malam, Kak Ruru menanyakanku itu. Menu hari ini adalah stik hamburger – Saat dia menyajikannya padaku, dia bilang, 'Stik Hamburger Ulenan Tangan Kakak'. Aku merasakan dorongan halus pada gigitan pertama, tetapi ketika aku memakannya, tentu saja itu memang lezat. Hamburger kakakku adalah salah satu yang top markotop.
"Jika Nakkun tidak memiliki rencana apapun, Kakak berpikir untuk membeli untuk membelikanmu pakaian untuk Pekan Emas, kita bisa melakukannya pekan depan. Ah, akankah Pekan Emas sudah dimulai dari liburan pekan depan?"
(TL Note: Pekan Emas atau Golden Week adalah serangkaian hari libur resmi yang berlangsung pada akhir bulan April sampai pekan pertama bulan Mei.)
"Tidak, itu tidak tampak seperti hari-hari libur yang terhubung kali ini."
"Kita kakak beradik tidak hidup cukup bebas untuk secara sukarela berlibur dan menghubungkan hari-hari libur, iya kan?"
"Baiklah... Aku rasa aku telah tumbuh dewasa, menyaksikan punggung Kak Ruru sedikit..."
"Eh, apa? Apakah ini karena Kakak bilang kalau Kakak ingin membelikanmu pakaian? Atau mungkinkah kamu mendapatkan pacar dan kalian sudah ketemuan?"
"Aku tidak bermaksud untuk mengatakan sesuatu yang akan membuat Kakak sebegitu bahagianya... Mengapa kamu tidak makan juga, Kak Ruru?"
"Iya... Jadi, apa rencanamu, Nakkun?"
"Tidak ada yang khusus... dan ini bukan berarti aku bertengkar dengan Takane-san atau apapun yang seperti itu. Hanya saja kami masih belum membicarakan tentang itu."
"Kalau begitu, itu berarti kamu memiliki sesuatu yang penting untuk dilakukan segera."
Kak Ruru sepertinya berpikir kalau ada peluang yang bagus kalau aku akan memiliki sesuatu yang 'penting' untuk dilakukan – Tetapi kami belum benar-benar membicarakan tentang itu, jadi sepertinya itu sepertinya akan menjadi hari tanpa apapun.
"Kakak ingin menyapa Nozo-chan, tetapi seorang kakak pada kencan pertama adik laki-lakinya biasanya mematikan."
"Aku tidak bilang kalau itu tidak pernah terjadi sebelumnya tetapi aku lebih suka Kakak tidak melakukannya.... Juga, Nozo-chan itu..."
"Nama keluarga Takane-san itu bagus, tetapi nama pemberiannya itu imut, jadi Kakak ingin memanggilnya begitu."
"Baiklah, aku yakin Takane-san tidak akan tersinggung, tetapi itu akan cukup lama sebelum kalian saling berjumpa, bukankah menurut Kakak begitu?"
"Jika kalian sudah berpacaran untuk waktu yang cukup lama, bukankah kamu berpikir Kakak seharusnya dipanggil sebagai kakak iparnya? Juga, bisakah Kakak mengambil Takane-san sebagai adiknya Kakak?"
"Kakak harus menunggu sampai Kakak bertemu langsung dengannya secara langsung untuk membuat pengakuan semacam itu."
"Se-Secara langsung... Hati Kakak belum siap, bisakah kamu memberi Kakak waktu sebentar?"
Ingin sekali menyapa – Aku tidak ingin memberi tahunya begitu. Kakakku itu orang yang agak pribadi, jadi dia lebih terbuka terhadapku.
Ketika Kak Ruru sedang mandi, aku mengirim sebuah pesan ke Takane-san. Lalu, setelah waktu yang singkat, dia meneleponku.
[Selamat malam, Nagito-san. Aku baru saja menyelesaikan tugasku dan sedang beristirahat.]
"Iya, kerja bagus. Kamu tidak menyerahkan tugasmu di hari libur iya kan, Takane-san?"
[Iya, aku mencoba untuk mengerjakan tugasku pada hari mereka diberikan.]
"Aku rasa aku akan menyelesaikan tugasku juga hari ini, lalu, mengikuti contoh Takane-san."
[Tidak, tidak. Nagito-san bisa mengerjakannya kapanpun kamu mau... Tetapi, aku bahagia.]
"Takane-san, apakah sesuatu terjadi?"
[.......]
Aku merasa suara Takane-san mengeras sedikit, jadi aku begitu saja bertanya padanya.
[...Besok, apakah kamu akan berada di rumah, Nagito-san?]
"Iya... Itu rencananya..."
[Oh, aku mengerti... di rumah...]
"Ada apa, Takane-san?"
[...Em, jika kamu ingin belajar, apakah kamu mau aku memainkan piano untukmu?]
"Eh... Apakah kamu berada di tempat di mana kamu bisa bermain piano saat ini?"
[Untuk les, ruangan ini kedap suara. Ini tidak akan mengganggu para tetangga.]
Dia memiliki sebuah ruang kedap suara di rumahnya, yang mungkin saja berarti kalau rumahnya agak besar. Dia juga pernah bilang sebelumnya kalau dia memiliki sebuah ruang belajar.
[Untuk istirahatku, aku kepikiran untuk bermain... Aku berharap Nagito-san bisa mendengarku bermain.]
"...Ah, itu tidak bagus."
[...Ma-Maafkan aku, apa jangan-jangan ini bukan waktu yang tepat?]
"Aku belum sempat memberikan apapun kembali pada Takane-san. Kamu telah melakukan begitu banyak hal yang indah untukku."
[...Akulah orang yang senang melakukannya, jadi itu tidak masalah... Ah, maksudku adalah seperti...]
Aku penasaran apakah itu berarti sesuatu yang berbeda, tetapi ketakutanku tidak berdasar.
[...Itu berarti tepat seperti yang aku bilang, tetapi... itu tidak bagus, mengatakannya itu...]
"....Aku rasa itu tidak buruk... Faktanya, aku juga, aku akan berhenti mengatakan tidak."
[Iya, aku akan pastikan kalau aku tidak akan kabur. Jika aku menjadi malu untuk mengatakan hal-hal seperti itu, aku akan gagal sebagai seorang 'pacar yang sekarang'.]
Aku penasaran apakah ini adalah ide yang bagus. Dalam persaingan dengan Asatani-san, bagaimana jika Takane-san melakukan sesuatu yang berani?
[Nagito-san, apa kamu memiliki permintaan lagu?]
"Apa saja tidak apa-apa. Aku ingin mendengar rekomendasi Takane-san."
[Kalau begitu aku akan memainkan sebuah lagu dengan melodi yang tenang sehingga kamu bisa berkonsentrasi pada belajar...]
Aku mendengar sebuah suara dentuman samar. Aku mengganti audio di ponselku ke penyuara telingaku (earphone) dan Takane-san mulai memainkan piano.
–Itu seolah-olah kami berada di ruangan yang sama. Aku tidak bisa apa-apa selain melihat ke sekeliling, meskipun tidak mungkin kalau dia berada di sini.
Aku sangat beruntung bisa belajar dalam suasana seperti ini. Aku menemukan tenaga untuk berkonsentrasi pada tugasku, yang mana aku belum terlalu tertarik awalnya, dan membuat kemajuan yang luar biasa besar – begitu banyak sehingga aku mampu untuk hanya mendengarkan Takane-san bermain piano setelah aku menyelesaikan semua tugasku.
←Sebelumnya Daftar Isi Selanjutnya→