Tomodachi no Imouto ga Ore ni Dake Uzai [Light Novel] - Jilid 2 Epilog 2 - Lintas Ninja Translation

[Peringatan 15+ Ke Atas!]

Epilog 2
Perayaan dan Syukuran

"Buat kesuksesan Ekskul Drama!" Seru Murasaki Shikibu-sensei.

"Buat kesuksesan Ekskul Drama!" Jawab mereka.

Semua orang mendentingkan gelas mereka bersama-sama. Jum'at malam ini, kami merayakan kemenangan Ekskul Drama di kualifikasi regional buat Pekan Raya Drama Nasional beberapa hari sebelumnya. Kayak biasanya, perayaan diadakan di kamar apartemenku, dan meja penuh dengan minuman, makanan yang dapat dibawa pulang, dan banyak hidangan buatan sendiri termasuk salmon karpacio buatan Iroha. Daftar tamu terdiri dari Aliansi Lantai 05, Otoi-san, Mashiro, dan tentu saja Ekskul Drama dan Ketua mereka.

Kayak biasanya, Makigai Namako-sensei tidak ada di sana, tetapi kami membuka panggilan suara dengannya dan dia merespons berbagai hal lewat teks. Biasanya Makigai-sensei baik-baik saja saat berbicara, tetapi entah mengapa dia bersikeras kalau dia cuma akan mengirim pesan singkat kali ini. Kalau dipikir-pikir, kami semakin jarang teleponan akhir-akhir ini. Mungkin Makigai-sensei punya pacar dan dia pindah rumah dengannya atau semacamnya. Itu dapat menjelaskan pesan singkat diabetes yang Makigai-sensei kirimkan sebelumnya.

"Apa kalian yakin tidak apa-apa kalau aku ada di sini, mengingat aku tidak ikut serta dalam Pekan Raya Drama yang sebenarnya?" Tanya Midori-san dengan takut-takut di awal pesta.

"Kalau begitu, aku mestinya tidak ada di sini juga," kata Mashiro. "Ada begitu banyak orang yang tidak aku kenal..."

"Kamu tidak perlu khawatir, Midori-san! Anggap saja rumah sendiri! Hei, siapa yang punya jus tomat?!" Seru Iroha sambil mengangkat gelasnya yang sudah kosong.

Simpati Mashiro dan sikap santai Iroha membantu Midori buat sedikit lebih nyaman, meskipun cara mereka agak tidak konvensional.

"Hei, Ooboshi-kunngh!"

"Hah?"

"Kita berhasil! Hidup Ekskul Drama! Aku bebas! Beri aku sk*tch lagi!"

"Dengarkan, Ibu Sumi — Murasaki Shikibu-sensei! Kamu terlalu menjengkelkan! Ini, minumlah w*ski lagi."

"Hei, Machiro-shan! Kamu tampak agak tegang! Minumlah lagi!"

"Jangan ganggu aku..."

"Siapa sih tukang m*buk ini?" Cemooh Midori-san, memelototi Ibu Sumire.

Itu Kakakmu, aku memang mau bilang begitu, tetapi tidak jadi. Pada dasarnya ini merupakan rapat Aliansi Lantai 05 yang biasa kami lakukan dengan Otoi-san (yang biasanya tidak pernah muncul), Midori-san, dan Ekskul Drama, tetapi ada satu hal yang benar-benar aku lupakan.

Ada kemungkinan besar kalau identitas rahasia Ibu Sumire akan ketahuan. Aku barusan kepikiran hal itu saat aku mengantar Midori-san dan yang lainnya ke pintu. Sayangnya, Ibu Sumire sudah menenggak tiga botol b*r dan benar-benar hancur.

Untungnya, Ibu Sumire sangat berbeda dengan Ibu Sumire yang biasanya, baik dari segi pakaian maupun tingkah laku beliau, bahkan adik beliau sendiri tidak mengenalinya.

"Begini, aku sangat stres karena mengkhawatirkan Ekskul Drama selama ini. Rasanya kayak neraka karena aku bahkan tidak diizinkan buat m*buk! S*alan, aku sangat suka m*buk! Tambah b*rnya! Ayolah!"

"Tidak, kita sudah kehabisan. Sekarang apa, ya?"

"Waktunya minum angg*r! Ambilkan juga keju buatku!"

"Kayaknya kereta gila Anda keluar dari rel. Ah, oke. Ini dia!"

Iroha benar. Murasaki Shikibu-sensei lebih peduli soal bersenang-senang ketimbang pura-pura. Meskipun aku rasa semakin Shikibu-sensei sedang m*buk, beliau semakin tidak tampak kayak seorang Ibu Guru, jadi mungkin itu hal yang bagus.

"Siapa wanita ini sebenarnya?"

"Hei, beliau juga membantu Ekskul Drama, meskipun kamu tidak melihatnya. Murasaki Shikibu-sensei di sini yang membuatkan ilustrasi buat program latar belakang Ozu."

"A-Ah. Aku rasa aku mesti berterima kasih — Tunggu, tidak! Lupakan saja itu sebentar!" Midori-san menggelengkan kepalanya, jelas berjuang buat mengurai prioritasnya.

Meskipun Murasaki Shikibu-sensei telah membantu Ekskul Drama, saat ini tindakannya tercela secara moral, dan aku ragu sifat Midori-san yang terlalu serius akan mengizinkan hal itu.

"Ada anak di bawah umur di sini! Dan wanita ini barusan menumpahkan alk*hol beliau di atas meja! Beliau bahkan mencoba membuat Tsukinomori-san meminumnya! Aku tidak yakin aku senang ada beliau di sini!"

"Ayolah, semua orang di sini cukup bijaksana buat menolaknya, tidak peduli seberapa keras beliau memaksanya."

"Aku cuma, aku tidak pernah ketemuan dengan orang dewasa yang tidak bertanggung jawab! Kalau Kakak ada di sini, Kakak akan menceramahi beliau dengan yang paling ampuh!"

"Ah, aku yakin itu."

Kalau aku bilang yang sebenarnya pada Midori-san, aku yakin dia akan terkejut. Tentu saja, aku tidak mau hal itu terjadi.

Kami punya alasan mengapa Ibu Kageishi Sumire tidak ada di sini. Beliau tidak tertarik dengan "kegiatan sembrono" kayak pesta. Aku sendiri kepikiran kalau itu cukup pintar. Itu juga merupakan cara yang baik buat membiarkan Murasaki Shikibu-sensei hadir tanpa membuat ketidakhadiran Ibu Kageishi Sumire tampak mencurigakan.

"Pokoknya, kamu menampilkan pertunjukan yang hebat, Aki. Maksudku, aku tahu kalau kamu dapat melakukannya, tetapi aku belum pernah membayangkan aktingmu akan sebagus itu. Kamu benar-benar dapat melakukan apa saja, ya?"

"Hentikan, Ozu. Itulah keberuntungan yang bodoh! Aku cuma tahu naskahnya karena aku telah membacanya jutaan kali, dan aku cuma tahu cara berakting karena aku melihat mereka berlatih setiap hari."

"Melihat seseorang berakting selama bertahun-tahun tidak berarti kamu secara alami akan tahu bagaimana melakukannya. Kamu benar-benar berbakat."

Kami barusan berhasil lolos ke tingkat prefektur karena aku berakting sebagai sang hero. Kalau Midori-san ada di sana kayak yang semestinya, aku yakin Ekskul Drama ini dapat lebih bagus lagi.

"Hei, Aki. Kesopananmu sangat menyebalkan, loh?"

"Iya. Kasih tahu Aki, Otoi-san."

"Aku tidak bermaksud menyebalkan, cuma jujur saja."

"Hei, kamu benar-benar amatir, tetapi aktingmu memenangkan hadiah, bukan? Paling tidak banggalah pada dirimu sendiri, oke? Yang lain juga melakukan hal yang bagus. Hei, ini enak sekali." Otoi-san mengunyah salah satu makanan penutup yang kami makan.

Otoi-san cenderung memimpin dengan kritik, jadi mendengar dia memujiku merupakan hal yang mengejutkan.

"Tanpa bantuan Aliansi, kami tidak akan berhasil. Terima kasih banyak!" Midori-san angkat bicara.

"Terima kasih!" Sahut para anggota Ekskul Drama di sebelahnya.

"Selain itu, aku juga mau meminta maaf padamu, Ooboshi-kun, dan kamu, Kohinata-san. Kalau bukan karena aku, kalian berdua tidak akan dipaksa buat naik ke atas panggung."

"Aku menyukainya, jujur saja. Sangat asyik tampil di panggung besar kayak gitu!"

"Iya, itu merupakan pengalaman yang bagus, jadi tidak usah terlalu khawatir."

Pertama-tama, aku tidak mengulurkan tanganku dengan niat baik. Itu murni demi menghentikan Ibu Sumire agar tidak dipindahkan ke Ekskul Tenis Putri. Beliau hampir tidak tahu bagaimana memenuhi tenggat, dan aku cuma dapat melihat hal itu jadi lebih buruk kalau beliau terlibat dalam ekskul yang benar-benar mengharapkan beliau buat melakukan sesuatu. Namun, itu bukan satu-satunya manfaat yang muncul dari semua cobaan ini, sih.

"Terima kasih banyak. Aku sungguh-sungguh! Sekarang kami akan maju dan memenangkan tingkat prefektur sendiri! Kami tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah kalian berikan pada kami. Aku mau mendorong ekskul ini dan membawa ini sejauh yang kami bisa!" Midori-san mengepalkan tinjunya dengan penuh tekad, dan para anggota ekskul lainnya bersorak.

Sungguh mengharukan. Para anggota Aliansi memberikan anggukan yang membesarkan hati. Aku yakin mereka punya masa depan yang cemerlang di depan mereka, dan mereka akan mampu mencapainya sendiri.

"Ah, aku jadi ingat! Aku mau berterima kasih pada Makigai Namako-sensei atas naskahnya juga!" Kata Midori-san.

"Benar. Makigai-sensei sebenarnya tidak ada di sini, tetapi dia mendengarkan." Aku membuka obrolan grup Aliansi dan mengalihkan layar ke Midori-san.

Makigai Namako: Tidak usah berterima kasih padaku. Itu memang pentas yang hebat.

"Tidak, kami benar-benar berterima kasih! Ini merupakan pertama kalinya aku membaca kisah romansa yang begitu indah dan murni!" Mata Midori-san berbinar-binar kayak bocil yang ketemuan dengan idolanya.

Mungkin Makigai-sensei bisa jadi idola Midori-san kalau dia meninggalkan genre yang biasa dia lakukan dan tetap berpegang pada romansa yang lembut. Meskipun aku sangat berharap Makigai-sensei tidak melakukannya.

Makigai Namako: Benarkah? Aktingnya sangat bagus, tetapi jujur saja, aku tidak yakin dengan naskahnya setelah semua itu. Aku harap aku dapat kembali dan mengubahnya...

Inilah yang aku maksud saat aku bilang ada manfaat lain.

"Terima kasih banyak sudah datang buat menontonnya, Makigai Namako-sensei!"

Makigai Namako: Aku senang dapat datang. Akting semua orang sangat bagus. Iya, aktingnya bagus.

Aku meminta Makigai Namako-sensei buat hadir dan menonton kisahnya beraksi. Itu semua merupakan bagian dari rencanaku buat menyadarkan Makigai-sensei dan membawa kembali penulis yang kita semua kenal dan cintai. Sudah jadi sifat manusia buat jadi terlalu kritis atau bangga akan sesuatu yang kita ciptakan. Entah itu merupakan hal terbaik di dunia, atau itu benar-benar sampah dan mesti segera dibakar.

Pemeriksaan realitas terbaik yaitu dengan mengambil karya seseorang dan menunjukkannya pada mereka dari sudut pandang yang berbeda. Beberapa orang lalu akan merendahkan diri dan bilang kalau karya tersebut cuma buruk karena ada orang lain yang menampilkan atau membacanya. Untungnya, Makigai Namako-sensei itu salah satu orang yang masuk akal. Makigai-sensei mengirimiku pesan di LIME setelah pementasan.

Makigai Namako: Maaf. Maafkan aku karena telah mengirimimu tumpukan sampah yang menjijikkan. Aku akan menulis ulang skenario Koyagi sehingga jadi sesuatu yang benar-benar sesuai dengan gim.

Aku tidak dapat meminta hasil yang lebih baik lagi. Masa depan "Koyagi: When They Cry" telah terselamatkan. Sayang sekali Makigai-sensei tidak menetap buat menemui kami setelah pementasan, meskipun aku rasa dia sibuk dengan penulisan ulang skenario serta pekerjaan menulisnya yang sebenarnya. Bukan karena sifat Makigai-sensei yang terlalu suka bersosialisasi.

Buat sementara waktu, Makigai Namako-sensei telah berbicara pada Ekskul Drama lewat LIME.

"Ayolah, Mashiro-senpai, kamu sudah lama sekali menggunakan ponsel pintarmu! Apa yang kamu lakukan? Menulis postingan? Hei, berikan nama media sosialmu!" Rengek Iroha.

Mashiro, yang berada di pojokan dengan ponsel pintarnya, dengan cepat memegangi ponsel pintarnya saat Iroha mendekat.

"He-Hei! Ini privasi!"

"Hah? Aku kira kita berteman! Ah, hei, apa kamu datang menonton pentas hari ini? Bagaimana menurutmu?"

"Kamu ada di sana, bukan? Aku melihatmu di antara para penonton!" Kata Midori-san.

"Ah? Eum, iya, aku ada di sana. Maksudku, eh, tentu saja, ya, pentasnya bagus, aku rasa. Naskahnya agak... ...Iya..." Gumam Mashiro.

"Apa?! Kamu tidak suka naskahnya?" Midori-san terkesiap. "Menurutku itu bagus sekali!"

"Itu, eh, agak berlebihan. Itu membuatku agak merasa ngeri..."

"Kamu tahu kalau Makigai Namako-sensei dapat mendengarmu, bukan?"

Mashiro mencicit tidak jelas. Mashiro segera berbalik ke pojokan dan mulai mengetik di ponsel pintarnya lagi. Aku melirik ponsel pintarnya dan tiba-tiba menyadari kalau casingnya berbeda ketimbang biasanya. Apa Mashiro membeli yang baru? Aku juga mengenali LIME UI yang sudah tidak asing lagi di layarnya, jadi aku rasa Mashiro sedang berbicara dengan seseorang.

Makigai Namako: Tidak, Mashiro memang benar. Entah apa yang salah denganku saat aku menulis skenario itu. Hanya saja... ...aku mohoh lupakan saja.

"Tunggu, apa itu berarti kita mendapatkan Makigai Namako-sensei yang lama kembali?"

Makigai Namako: Kok bawa-bawa itu lagi, dan kalian dapat berpamitan pada naskah kalian!

"Maaf! Aku mohon jangan tinggalkan kami! Kami akan berhenti membicarakan hal ini sekarang, oke, gaes? Gaes?!"

"Ahaha! Kamu mesti melihat ke cermin, Aki-senpai! Wajahmu lucu sekali! Apa, kamu punya masalah pengabaian?"

Dan, pesta pun berlanjut dengan penuh keceriaan dan tawa. Kami punya banyak sekali panggilan telepon selama beberapa pekan terakhir, tetapi aku senang kalau ini berakhir dengan kesuksesan buat semua orang yang terlibat.

***

Aku menghela napas sambil membawa piring-piring kosong ke dapur. Ozu, Mashiro, Otoi-san, dan Midori-san sedang duduk mengelilingi meja mahyong sambil bersenang-senang. Aku tidak suka dengan sorot mata para pemain berpengalaman itu saat mereka meyakinkan Midori-san, yang masih sangat awam dengan mahyong, buat bergabung dengan mereka.

Saat itu sudah lewat pukul 21 malam, dan Midori-san sudah bilang kalau dia mau pulang ke rumah beberapa waktu yang lalu (kayak yang mestinya dilakukan oleh siswi teladan yang baik). Namun, kami meyakinkan Midori-san buat tetap menetap dengan pertimbangan yang lebih baik. Aku merasa bersalah telah menyesatkan Midori-san kayak gitu, tetapi satu malam bersenang-senang tidak akan menyakitinya, bukan?

Aku sedang mendengarkan teriakan dan tangisan mereka saat mereka bermain sambil mencuci piring, saat aku merasa ada sesuatu (atau seseorang) yang menyelinap di sampingku.

"Astaga, Aki-senpai! Pesta yang asyik! Aku di sini buat membantumu mencuci piring!"

Itu Iroha.

"Hei. Bagaimana mahyongnya?"

"Semua orang kehabisan darah, dan Midori-san meronta-ronta. Midori-san benar-benar tampak kayak akan menangis!"

"Bukannya mereka mestinya mengajari Midori-san cara bermainnya?"

"Midori-san mengajak Murasaki Shikibu-sensei buat membantunya, tetapi beliau menghilang di tengah jalan. Katanya beliau ada telepon penting dan pergi ke balkon buat menerimanya. Aku belum pernah melihat beliau pulih secepat itu!"

"Hah?!"

Siapa yang menelepon Shikibu-sensei pada jam segini? Ibu Guru pasti lebih sulit dari yang aku kira. Aku cuma berharap itu bukan sesuatu yang akan menghalangi pekerjaan beliau pada Koyagi. Ngomong-ngomong...

"Hei, Iroha. Apa Ibumu bilang sesuatu yang menarik buatmu akhir-akhir ini?"

"Menarik? Tidak juga. Mengapa kamu bertanya?"

"Aku khawatir Ibumu akan mengetahui soal aktingmu di Pekan Raya Drama."

"Bicara soal paranoid! Ibu tidak memperhatikan hal-hal kayak gitu, jadi aku rasa Ibu tidak akan mengetahuinya."

"Aku harap tidak."

Aku teringat kembali pada raut wajah Amachi Otoha saat kami rapat beberapa hari yang lalu. Para CEO dapat jadi setan yang licik, dan aku khawatir kalau beliau mungkin telah memulai "investigasi" di rumah mereka. Untungnya, kayaknya kami sudah aman.

Aku masih mencoba memikirkan apa aku mesti beri tahu Ozu dan Iroha soal pekerjaan Ibunda mereka. Tidak diragukan lagi, mereka cuma akan jadi cemas kalau aku beri tahu mereka kalau Ibunda mereka itu Pimpinan salah satu Perusahaan Hiburan Raksasa di Jepang, dan aku berbicara dengan beliau. Kalau mereka mulai meragukan jalan hidup mereka sendiri, itu mungkin cukup buat membuat mereka mengerem. Demi Aliansi, aku tidak dapat membiarkan hal itu terjadi.

"Ngomong-ngomong soal pentas, kamu hebat buat ukuran orang yang baru pertama kali berperan!" Iroha memotong obrolan sambil menggosok piring. "Kalimat-kalimat yang kamu bisikkan di telingaku benar-benar membuat jantungku berdegup kencang!"

"Diamlah. Kalimat-kalimat itu membuatku terjaga di malam hari."

"Benarkah? Kamu tahu kalau kamu juga bilang hal semacam itu dalam kehidupan nyata, bukan? Maksudku, tidak setiap saat, tetapi..."

"Kamu bercanda."

"Ah, dan kamu juga sangat bebal soal itu, kayak sang hero! Ingat saat sang hero bilang, 'Tunggu... ...APA'?! Itu kamu!"

"Berhati-hatilah, atau aku akan menghancurkan piring ini di atas kepalamu."

Kayaknya Iroha mencoba membuatku lebih gugup ketimbang biasanya hari ini.

"Jadi, bagaimana rasanya kehilangan keperjakaan aktingmu?"

"Lumayan. Aku tidak tahu apa aku mau melakukannya lagi, tetapi asyik buat mencoba sesuatu yang baru."

Iroha mengangguk dengan antusias. "Aku menyukainya. Inilah pertama kalinya aku berakting dengan bagus di atas panggung."

"Ah, benar. Aku senang kalau kamu bersenang-senang."

"Tentu saja! Ah, dan gini loh saat Midori-san bilang kalau dia tidak dapat datang? Aku sebenarnya tidak terlalu takut."

Aku meletakkan piring di tanganku dan menatap Iroha. Iroha sedang berkonsentrasi pada piringnya dengan senyuman kecil di wajahnya.

"Aku sudah tahu kalau kamu akan dapat membuatnya berhasil, apapun yang terjadi," jelas Iroha pelan.

Aku menelan ludah. Buat sepersekian detik, jantungku kayak mau copot saat melihat senyuman kecil Iroha.

"Aku akan membantu juga."

Pada saat itu, Mashiro muncul entah dari mana dan menyelinap di antara kami berdua.

"A-Ah, hei. Terima kasih, Mashiro."

Kemunculan Mashiro menyadarkanku kembali. Aku hampir tersandung sesuatu yang mengerikan. Kayak gitulah rasanya. Syukurlah Mashiro muncul saat itu juga.

"Kamu sudah selesai dengan mahyongnya?" Tanyaku.

"Salah satu cewek Ekskul Drama menggantikanku. Yamada-san, aku rasa? Aku tidak dapat membiarkan Iroha-chan bersamamu berduaan." Ada cibiran kecil di bibir Mashiro saat dia membantu kami beres-beres, berdiri cukup dekat denganku sehingga bahu kami saling bersentuhan.

"Ah, jadi sekarang ini jadi kompetisi?"

Mashiro berdiri di sebelah kiriku, di antara aku dan Iroha. Iroha melesat ke sebelah kananku dan mulai mencuci piring. Mencuci piring dengan dua orang cewek yang menabrakku dari kedua sisi bukanlah hal yang paling mudah yang pernah aku lakukan.

Apa yang Mashiro lakukan? Apa ini cara Mashiro buat membuatku jatuh cinta padanya? Ataukah apa Mashiro cemburu karena aku cuma berbicara dengan Iroha?

Kalau begitu, mengapa Iroha juga ikut gusar? Ah, benar! Sifat kompetitif Iroha. Tentu saja!

Jadi, di sanalah kami, kami bertiga berdesakan di depan wastafel, saat...

"Tuan Akiteru..."

Murasaki Shikibu-sensei muncul. Beliau berjalan terhuyung-huyung ke arah kami melalui ruang tamu, poni panjang beliau menggantung di wajah beliau. Beliau tampak kayak salah satu hantu dari film horor.

"Ada apa, Murasaki Shikibu-sen... ...-SEI?!"

Shikibu-sensei mulai terjatuh dan aku melesat ke depan tepat pada waktunya untuk menangkap beliau. Gelembung-gelembung dari sabun cuci piring beterbangan di atas kausku, tetapi aku tidak punya waktu buat mengkhawatirkannya. Tubuh beliau gemetaran.

"Ada apa? Keracunan alk*hol? Aku dapat menelepon ambulans!"

"Ibu mohon..." Ibu Sumire menghela napas.

Aku berhenti sejenak. Mengingat berapa banyak yang Ibu Sumire m*num, aku tidak akan terkejut kalau beliau benar-benar meracuni diri beliau sendiri, tetapi nada suara beliau membuatku berpikir kalau beliau bertindak kayak gitu karena alasan yang berbeda. Beliau juga pasti sepenuhnya sadar. Ada... ...keteguhan dalam suara beliau.

Rasa dingin menjalar di tulang belakangku. Aku tidak pernah melihat Ibu Sumire tampak begitu rentan. Tidak ada satupun dari kepribadian beliau yang kayak gitu.

"Ibu mohon..." Ibu Sumire merosot lebih jauh ke bawah tubuhku ke arah lantai.

Saat Ibu Sumire sampai di sana, beliau berlutut dan meletakkan kepala beliau di atasnya. Itulah pose yang sudah ratusan kali aku lihat, tetapi belum pernah dengan permohonan yang begitu tulus di baliknya.

Ibu Sumire membuka mulut beliau dan berbicara. Bahkan suara dua piring yang jatuh ke lantai dan pecah di belakangku terdengar tumpul di dalam benakku.

"Ibu mohon... ...menikahlah dengan Ibu."

baca-imouza-jilid-2-epilog-2-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama