Tomodachi no Imouto ga Ore ni Dake Uzai [Light Novel] - Jilid 2 Bab 8 - Lintas Ninja Translation

[Peringatan 15+ Ke Atas!]

Bab 8
Aku Mau Minta Maaf pada Adik Temanku

"Sebelah sini. Ibu sedang di luar karena kerja lembur sekarang."

Saat itu tengah malam, dan Ozu membantuku menyelinap masuk ke apartemen keluarganya. Jujur saja, ini terdengar kayak masalah yang lebih besar dari yang sebenarnya. Aku barusan mengeceknya lewat LIME kalau orang tuanya sedang keluar, dan sekarang kami berusaha setenang mungkin agar Iroha tidak mendengar kami.

"Ini kamar Iroha."

"Oke. Terima kasih, Ozu. Apa kamu yakin membiarkan adikmu menemui seorang cowok larut malam begini, sih?"

"Aku tidak peduli dengan apa yang Iroha lakukan. Jangan anggap aku sebagai salah satu tipe abang yang menyeramkan. Abang cuma penasaran bakalan kayak apa anak-anak kalian nantinya."

"Sudah ada aplikasi buat hal semacam itu. Mengapa kamu tidak mencari hobi yang sesungguhnya?"

"Aku sudah mencoba selama bertahun-tahun... ...Pokoknya, semoga berhasil."

Dan dengan begitu, Ozu menghilang ke kamarnya sendiri.

Aku mengetuk pintu kamar Iroha. Lebih baik memulai dengan sederhana.

Aku memang sudah menunggu, tetapi tidak ada jawaban.

"Hei, Iroha! Kamu sudah bangun, bukan? Keluarlah kemari. Aku ingin bicara."

Keheningan.

Aku mengetuk lagi. Dan lagi. Dan lagi, dan lagi, dan lagi, dan lagi...

"Mustahil kamu tidur sedini ini! Aku tahu kalau kamu sudah bangun! Ayolah!"

"Oke! Aku sudah bangun! Apa yang kamu mau selarut ini?!"

Akhirnya.

"Aku mau bicara soal apa yang terjadi di studio. Bisakah kamu membuka pintunya?"

"Apa? Kamu mau masuk ke sini cuma buat menceramahiku?"

"Aku datang ke sini bukan buat menceramahimu. Aku datang ke sini buat minta maaf."

"Mengapa? Aku tidak marah atau semacamnya. Kamu salah paham, akulah yang mengacaukan rekamannya."

"Iya, aku... ...aku rasa aku memang agak marah. Aku menyalahkanmu atas hal itu dan bukannya menyadari kegagalanku sendiri. Makanya aku di sini buat minta maaf sekarang."

"Kamu tidak perlu minta maaf. Aku juga sedang tidak mau melihatmu sekarang, jadi pulanglah."

"Aku tidak peduli bagaimana perasaanmu. Dengarkan saja aku."

"Ti-Dak! Kamu akan mencoba membuatku bersikap berbeda di sekitarmu, bukan? Aku sudah tahu kalau kamu suka bicara halus! Jadi aku tidak akan membuka pintu ini!"

"Lakukan saja, atau aku akan mendobraknya!"

"Iya benar! Ini bukan film! Enyahlah, Karate Kid!"

"Menurutmu aku tidak bisa?"

"Menurutmu kamu bisa?! Kalau begitu, coba saja! Aku akan tertawa saat kamu gagal!"

"Jangan menyesal."

"Hah?"

Maksudku, Iroha barusan menyuruhku buat mencoba, bukan?

Aku mengabaikan keheningan Iroha yang tidak nyaman, melangkah mundur dari pintu, dan menarik napas dalam-dalam buat mempersiapkan diriku.

Fokus...

Aku menatap kunci di bawah gagang pintu yang terbuat dari logam dengan seluruh konsentrasi yang aku punya.

"Perusahaan-perusahaan Jepang ini benar-benar baik hati, ya? Terima kasih, gaes."

"Apa yang kamu bicarakan?"

"Perusahaan konstruksi punya banyak kebebasan akhir-akhir ini. Dalam hal material yang mereka gunakan, metode mereka, di mana mereka berhati-hati, dan di mana mereka mengambil jalan pintas. Yang perlu mereka khawatirkan cuma mematuhi standar peraturan bangunan dasar."

"Eh, sejak kapan ini jadi rapat para pembangun?!"

"Banyak hal saat ini dibangun dengan mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan. Begini 'Buat jaga-jaga,' meskipun risikonya rendah, dan meskipun tidak diwajibkan secara hukum."

Mataku terbelalak, dan aku melayangkan tendangan yang sempurna ke arah kunci pintu Iroha. Tendangan yang aku gunakan yaitu teknik dasar Kempo Jepang, seni bela diri yang sederhana namun efektif. Aku belajar satu atau dua hal soal itu dengan menonton dan menyalin video di internet.

Pintu itu terbuka dengan lebih mudah dari yang aku duga. Wajah Iroha muncul di baliknya, seputih seprai.

"Pintu-pintu di dalam apartemen cukup mudah dibuka dengan sedikit kekuatan atau tipu daya. Bukan cuma di manga saja kita dapat menendangnya, loh."

Iroha duduk di sana mengenakan piyama dan memegangi sebuah bantal yang menurutku merupakan semacam maskot yang imut. Aku berlutut di depan Iroha dan meletakkan segulung uang kertas di lantai buat membayar pintu yang rusak. Aku lalu membanting jidatku ke lantai.

"Kamu tidak dapat menghindar dariku lagi, Iroha. Kamu akan duduk di sini dan mendengarkan setiap kata yang aku ucapkan."

Aku lalu memulai permintaan maafku.

***

"Oke. Tetapi kamu tidak perlu mendobrak pintu kamarku!"

"Hei, paling tidak aku sudah memberi tahu diriku sendiri sebelum melakukannya, Iroha."

"Halo? Itu ucapan yang cukup tinggi dari seseorang yang mestinya minta maaf!"

"Bukan berarti aku akan membiarkanmu lolos dengan jadi munafik. Itulah caraku bermain."

"Mungkin ada baiknya kamu berhenti berguling-guling..." Iroha menghela napas sambil duduk di ranjangnya.

Adegannya kayak gini: Ada seorang cewek SMA yang memukau, menatapku dari atas, dan aku, cowok yang biasa-biasa saja, membungkuk di depannya di lantai. Kedengarannya memang aneh, bukan?

Sebenarnya tidak. Aku cuma minta maaf, bukan menyerahkan diriku pada Iroha. Ini merupakan sebuah negosiasi. Aku di sini buat membujuk Iroha agar bekerja demi kepentingan Aliansi Lantai 05 dan jalan yang aku yakini.

"Pertama-tama, aku mesti mengejarmu. Aku barusan kembali dari menolak Mashiro."

"A-Ah? Hmm... ...Mengapa kamu melakukan itu? Kamu mungkin baru saja melewatkan kesempatan satu-satunya buat bercinta."

"Aku selalu akan menolak Mashiro. Aku tidak pernah benar-benar memikirkan masalah percintaan, tetapi paling tidak, aku tidak pernah melihat Mashiro kayak gitu. Aku rasa aku senang karena Mashiro menyatakan cintanya padaku, sih. Meskipun pada awalnya aku tidak menyadarinya."

"Senang, ya? Aku paham itu, sih. Mashiro-senpai itu sangat imut."

"Iya. Makanya aku membiarkan segalanya berjalan apa adanya tanpa sempat menolak Mashiro. Aku mungkin menikmatinya jauh di lubuk hatiku. Memang tidak pernah terpikirkan olehku kalau aku akan menemui hari di mana kesenangan dasar kayak gitu akan mempengaruhi diriku, tetapi begitulah. Meskipun aku berjanji akan mendedikasikan segala yang aku punya demi Aliansi, aku masih teralihkan. Makanya kamu marah, bukan?"

Iroha tidak merespons. Raut wajah Iroha memang sangat serius, hampir kayak sedang dalam mode siswi teladan. Aku penasaran apa kata-kataku benar-benar beresonansi dengan Iroha atau tidak. Bukan berarti itu penting. Aku cuma mesti terus berbicara.

"Aku sudah lama memutuskan kalau aku tidak akan repot-repot 'Memanfaatkan masa remajaku', atau terjebak dalam percintaan. Jadi aku mohon, beri aku kesempatan lagi. Sebagai Produser, aku akan melakukan apapun buatmu, dan apapun demi Aliansi! Iroha..." Dongakku.

Lalu, aku berdiri dan mendekati Iroha.

"Hah?"

Aku melingkarkan lenganku di belakang leher Iroha yang halus. Aku lalu meletakkan penyuara jemala Iroha di sekitarnya.

"Jadi aku mohon jangan merasa perlu berbohong padaku. Jujurlah kalau ada sesuatu yang mengganggumu."

Penyuara jemala ini merupakan simbol dari kegiatan Iroha sebagai penyulih suara. Rambut Iroha yang panjang tergerai di atasnya. Iroha cuma memakainya di kamarku, saat dia dalam mode "Membuat Aki-senpai Kesal". Saat Iroha memakainya, dia tidak perlu khawatir soal apa yang dipikirkan orang lain, ataupun menahan diri. Iroha dapat bersikap keras, menjengkelkan, dan naif sesuka hatinya.

Iroha menghela napas panjang. Dan lalu...

"Kamu agak paham, Aki-senpai. Agak."

"Agak?"

"Tentu, aku agak bingung saat kamu tampak fokus pada hal-hal lain ketimbang Aliansi. Tetapi itu bukan sesuatu yang benar-benar membuatku marah, karena aku cukup santai soal hal semacam itu. Bukan kayak kalian. Aku cuma cewek SMA biasa, loh?" Iroha bergeser ke belakang di ranjang dan mengangkat lututnya ke dadanya. Iroha memalingkan wajahnya dan menambahkan dengan pelan, "Dan itu berarti... ...aku cemburu."

Cemburu? Iroha cemburu? Iroha selalu begitu ceria. Apa yang membuat Iroha cemburu?

"Satu-satunya orang yang bergaul denganmu yaitu dari Aliansi, dan bahkan saat itu, Abang merupakan satu-satunya orang yang benar-benar kamu sebut sebagai teman. Kamu menganggap semua orang lain sebagai teman. Satu-satunya saat kamu benar-benar menganggap kami serius yaitu saat berhubungan dengan pekerjaan."

"Iya... ...Iya, itu karena aku sudah berjanji. Aku—"

"Kamu bilang kalau kamu akan menemukan jalan terbaik buat Aliansi agar berhasil, dan lalu menempatkan kami di jalan itu. Kamu juga bilang kalau kami tidak boleh mengharapkan hal lain darimu."

Itu merupakan janji yang aku buat pada Aliansi Lantai 05 di awal. Tidak, "Janji" merupakan kata yang terlalu muluk. Itu merupakan sebuah jaminan. Jaminan yang aku berikan pada mereka, karena aku takut menyakiti mereka. Kalau mereka mengharapkan belas kasihan dariku, mereka pasti akan kecewa; Harapan yang tinggi akan menghasilkan kekecewaan yang mendalam. Aku cuma menghargai efisiensi.

Di SD, aku dikritik oleh yang lain saat aku bilang kalau kami tidak boleh mengoper bola pada satu anak yang tidak jago bermain sepak bola. Sama kayak saat itu, cara hidupku punya potensi buat menyakiti orang lain. Dan, sama halnya dengan seluruh hal, semakin kita menaruh harapan, semakin besar pula rasa sakit yang ditimbulkan oleh pengkhianatan. Makanya aku memutuskan agar tidak mendekatkan diriku lebih jauh dari yang diperlukan pada para anggota Aliansi.

Kalau aku kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan yang efisien, aku membahayakan masa depan Aliansi. Begitu juga kalau keputusanku akhirnya menyakiti seseorang yang tidak dapat disembuhkan. Tugasku yaitu menjaga segalanya tetap seimbang. Saat aku mengacaukannya, segalanya dapat runtuh kayak rumah kartu. Itu memang keseimbangan yang begitu rumit, sehingga aku mesti bersikap kejam. Aliansi bukanlah temanku; Mereka lebih kayak sekelompok bajak laut yang mesti aku jaga dan bawa ke tempat yang aman.

Namun...

"Kamu semakin dekat dengan Mashiro-senpai, yang bukan anggota Aliansi. Kamu merespons pernyataan cinta Mashiro-senpai dengan serius, meskipun itu tidak ada hubungannya dengan gim kita. Kamu selalu bilang kalau menjaga jarak dengan orang lain itu penting, tetapi rupanya hal itu tidak berlaku buat Mashiro-senpai. Jujur saja, itu membuatku merasa tidak nyaman."

"Iya, segalanya dengan Mashiro memang rumit. Aku tahu kalau Mashiro tidak berada di Aliansi, tetapi dia membutuhkan perhatian yang sama. Kalau aku tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik sebagai pacar palsu Mashiro, maka cita-cita kita akan berakhir."

"Tetapi itu belum segalanya, bukan?"

Benar. Aku tahu kalau aku memperlakukan Mashiro dengan kacamata bocil, makanya aku langsung memilah-milah pernyataan cintanya padaku saat aku menyadarinya. Aku hampir lupa apa tujuan awalku dalam semua ini.

"Maafkan aku. Aku tahu kalau ini memang bukan salahmu. Maksudku, Mashiro-senpai secara praktis melemparkan dirinya padamu. Aku tahu kalau tidak ada jalan keluar yang mudah buatmu."

"Iroha..."

Cemberut Iroha berubah jadi cemberut frustrasi, dan dia menggelengkan kepalanya seakan-akan buat menghapusnya. "Makanya aku cemburu! Itu tidak adil bagaimana kamu menganggap Mashiro-senpai dengan serius meskipun dia tidak berada di Aliansi. Makanya aku mengacaukan rekaman itu. Aku penasaran bagaimana reaksimu kalau aku berhenti menganggapnya dengan serius! Maafkan aku!"

Iroha bangkit dari ranjang sebelum menempelkan jidatnya ke kasur. Aku tahu kalau Iroha baru saja mengeluarkan semua isi dadanya dalam satu gerakan.

"Kamu cemburu, ya? Itu... ...agak mengejutkan, jujur saja."

Kecemburuan biasanya merupakan hal yang kita harapkan dari seorang cewek yang gebetannya akan pergi dengan orang lain. Tetapi Iroha 💯% jadi jati dirinya sendiri saat bersamaku. Dan karena Iroha mengabdikan dirinya demi membuatku gugup, aku tidak pernah kepikiran dia akan punya ketertarikan romantis padaku.

Kalau ada satu hal yang aku ketahui dari semua yang terjadi dengan Mashiro, yaitu bahwa aku tidak memahami cewek-cewek sebaik yang aku duga.

Apa ini berarti Iroha menyukaiku?

Pikiran kecil itu muncul di sudut benakku, dan buat pertama kalinya, aku siap buat mempercayainya. Kalau memang benar begitu, aku juga mesti memberikan respons pada Iroha, kayak yang aku lakukan pada Mashiro.

Ada banyak hal yang dapat aku bilang. Itu bukan waktu yang tepat. Aku tidak tertarik pada romansa sekarang. Yang aku pedulikan yaitu jadi Sutradara kalian. Aku mesti bilang sesuatu.

"Biar aku luruskan sesuatu. Kecemburuan itu... ...tidak ada hubungannya dengan... ...perasaan romantis padaku, bukan?"

Aku menggaruk pipiku dengan canggung, tidak dapat menatap Iroha secara langsung. Menanyakan langsung pada Iroha kayak gini memang sulit. Paling tidak Iroha benar soal satu hal: Aku tidak punya pengalaman sama sekali dengan cewek-cewek.

Iroha mengangkat kepalanya dan menatap wajahku dengan seksama. Apa yang ada di dalam benak Iroha saat ini? Mata Iroha yang besar dan kayak kucing seolah-olah menusuk ke dalam jiwaku yang paling dalam. Aku menangkap tatapan Iroha, dan keheningan pun berlanjut.

Begini, aku tidak pernah menyadarinya sebelumnya karena aku terlalu teralihkan oleh tingkah laku Iroha, tetapi menatap langsung kayak ini aku menyadari betapa panjang bulu matanya, kalau wajahnya sebenarnya cukup cantik, dan...

Tunggu, apa yang aku pikirkan? Apa aku bodoh? Siapa yang peduli dengan penampilan Iroha?! Ini benar-benar bukan waktunya! Selain itu, aku tidak peduli dengan hal semacam ini, ingat? Ingat?!

"Pfft..."

"Hah?"

Saat aku sedang berada di tengah-tengah perjalanan pikiran yang mengerikan itu, Iroha menarikku dengan satu suara kecil.

Sesaat kemudian, Iroha tertawa terbahak-bahak.

"Aku tidak menyangka kalau kamu dapat bilang hal yang begitu menggemaskan, Aki-senpai!" Sentak Iroha di sela-sela tawanya.

Iroha memegangi perutnya dan berguling-guling di ranjang, tertawa kayak orang gila. Di satu tangan, Iroha memegang ponsel pintarnya.

"A-Apa... ...Jangan bilang padaku... ...Mengapa kamu memegang ponsel pintarmu?!"

Iroha mengetuk layarnya.

"Biar aku luruskan sesuatu. Kecemburuan itu... ...tidak ada hubungannya dengan... ...perasaan romantis padaku, bukan?"

"Seriusan?! Kamu khawatir kalau aku cemburu karena aku jatuh cinta padamu?! Apa itu membuatmu terjaga di malam hari? Apa kamu yakin bukan kamu yang jatuh cinta padaku?!"

"Aku... ...Aku tidak jatuh cinta! Pikirku, kalau itulah sebabnya, aku mesti meluruskannya, jadi aku bertanya cuma buat—"

"Biar aku luruskan sesuatu. Kecemburuan itu... ...tidak ada hubungannya dengan... ...perasaan romantis padaku, bukan?"

"Hentikan! Gah!"

Rasanya tidak tertahankan. Suaraku bernada serius dan dalam, dan rasa ngeri itu cukup buat membuatku mau merobek kulitku sendiri.

"Kamu tahu kalau cemburu itu tidak mesti dalam hal romantis, bukan? Kamu bisa sama cemburunya saat sahabatmu mendapatkan teman baru. Bahkan bukan cuma itu! Kamu dapat cemburu pada gurumu, orang tuamu, siapa saja! Aku rasa kamu tidak akan paham, karena kamu tidak punya teman! Maaf, tidak bermaksud menyinggung perasaanmu!"

Iroha menampar punggungku berulang kali, sementara setiap kali dia membuka mulutnya, dia menekan tombol yang tepat dengan urutan yang salah. Inilah Iroha yang paling menyebalkan. Kayaknya Iroha telah menyimpan semua ini selama dia berada dalam mode siswi teladan.

baca-imouza-jilid-2-bab-8-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

"De-Dengarkan, aku mencoba buat serius!"

"Memang iya, tetapi aku yakin kamu menyesal sekarang, ya?! Aku tidak percaya kalau kamu langsung bertanya kayak gitu!"

"Berhentilah tertawa! Atau paling tidak pelankan suaramu!"

"Tidak bisa! Aku belum pernah melihatmu sebegitu bingungnya, jadi aku tidak akan membiarkannya sekarang!"

"Kamu tahu apa yang akan terjadi kalau kamu membiarkan orang lain mendengarkan rekaman itu, bukan?"

"Tidak, entahlah! Apa? Kamu akan menghukumku kayak di video jorok?"

"Mustahil, Dasar Bodoh! Siapa di dunia ini yang mau menyentuh—"

"Biar aku luruskan sesuatu. Kecemburuan itu... ...tidak ada hubungannya dengan... ...perasaan romantis padaku, bukan?"

"Ah! Hen-Hentikan! Berhentilah memutarnya setiap kali kamu tidak dapat memikirkan buat membalasku!"

"Astaga, aku rasa ini dapat membuatku terhibur paling tidak selama sebulan!" Kekeh Iroha.

"S*alan!"

"Oke, karena aku sudah mendapatkan ini, aku rasa aku akan memaafkanmu atas segala hal yang terjadi baru-baru ini. S*alan, belum pernah dalam sejuta tahun aku kepikiran kalau aku akan mendapatkan sesuatu kayak gini. Mungkin aku akan lebih sering bertingkah kayak gini!" Iroha mencolek pipiku berulang kali, tertawa kegirangan.

Dan di sinilah aku mengira kalau Iroha sedang tertekan atau semacamnya. Mestinya aku tahu lebih baik ketimbang berpikir kalau Iroha mungkin punya perasaan padaku.

Mungkin ini yang terbaik. Kalau Iroha menyatakan cintanya padaku, aku cuma perlu menolaknya kayak aku menolak Mashiro. Paling tidak dengan cara ini, lebih mudah buat mengembalikan fokusku pada Aliansi.

Tetapi tunggu. Bagaimana kalau Iroha benar-benar menyukaiku, dan dia cuma pura-pura tidak menyukaiku agar segalanya lebih mudah buat—

Tidak. Iroha bukanlah tipe orang yang suka membuat rencana ke depan kayak gitu.

"Selamat, Shinji, kamu mendapatkan Iroha yang lama kembali! Itu yang kamu mau, bukan? Kamu tidak datang kemari cuma buat menanyakan pertanyaan memalukanmu itu, bukan?" Seringai Iroha.

"Tidak, aku tidak begitu. Kok kamu bisa tahu?"

"Karena aku mengenalmu! Maksudku, ini tengah malam, dan kamu bahkan mendobrak pintuku! Ini lebih dari sekadar membuatku bersikap baik di bilik rekaman lagi, bukan? Maksudku, itu masuk akal, karena kamu sangat mengutamakan efisiensi."

"Yoi, kamu benar sekali."

Mengembalikan Iroha ke jati dirinya yang dulu bukanlah satu-satunya tujuanku di sini. Kayak yang aku ingatkan pada diriku sendiri hari ini, satu-satunya hal yang aku pedulikan — satu-satunya hal yang aku perjuangkan — yaitu Aliansi. Makanya aku menolak naskah halus dari Makigai Namako-sensei, mengapa aku setuju buat membantu Ibu Sumire di Ekskul Drama, mengapa aku sangat berniat buat memperbaiki seluruh masalah Aliansi. Menanggapi pernyataan cinta Mashiro dan memperbaiki suasana hati Iroha yang buruk cuma permulaan.

Aku punya rencana yang akan menyelesaikan semua masalah kami dalam satu gerakan. Karena itulah aku datang ke mari.

"Iroha. Aku mesti bicara pada kalian — pada seluruh anggota Aliansi — soal sesuatu yang sangat penting..."

***

baca-imouza-jilid-2-bab-8-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

baca-imouza-jilid-2-bab-8-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

baca-imouza-jilid-2-bab-8-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama