Tomodachi no Imouto ga Ore ni Dake Uzai [Light Novel] - Jilid 2 Bab 7 - Lintas Ninja Translation

[Peringatan 15+ Ke Atas!]

Bab 7
Pacar Palsuku Iseng pada Responsku pada Pernyataan Cintanya Padaku

Kota kami punya sebuah stasiun kereta api. Selama bertahun-tahun, area di sekitarnya telah berubah. Ada gedung-gedung bertingkat yang baru, perkantoran yang besar, toko-toko yang mahal, dan restoran. Tempat ini seolah-olah terus berkembang, menawarkan lebih banyak atraksi, dan suasananya berubah total saat malam tiba.

Pada siang hari, tempat ini dipenuhi oleh anak-anak yang datang ke sini buat nongkrong sepulang sekolah, berkencan, dan apapun yang dilakukan oleh anak-anak sekolah. Namun pada malam hari, tempat ini mengalami transformasi total: Jadi tempat berkumpulnya para anggota masyarakat yang paling modis. Malam yang lembut dan mewah, dengan para pria yang ramah dengan setelan jas yang terlalu mahal dan para wanita yang sombong dengan denting gelas angg*r.

Bangunan tinggi 48 lantai yang setiap hari jadi pemandangan ini disebut Menara Tengah Malam, dan bangunan inilah yang paling sering digunakan orang sebagai tenggara stasiun.

Di sanalah aku berada, di sebuah restoran mewah di lantai 30 Menara Tengah Malam, memandangi lampu-lampu kota melalui jendela. Saat itu pukul 20.00. Malam. Aku mengenakan setelan Amani yang aku punya buat ajang kayak gini, dan menunggu kedatangan Mashiro.

Bayangan samarku di jendela nyaris membuatku tersenyum. Seberapa sering kita melihat anak SMA berpakaian kayak gini? Namun, bahkan orang yang biasa-biasa saja kayak aku pun dapat tampak menarik kalau aku berpakaian dengan benar — dan benar saja, aku tidak tampak terlalu buruk. Aku memesan tempat ini dengan berpura-pura jadi orang dewasa, dan aku ragu akan ketahuan berpenampilan kayak gini.

Aku sedang duduk di sana sambil mengurus bisnisku sendiri saat seorang pria yang lebih tua menghampiriku: Pelayan.

"Saya yakin tamu Anda telah tiba, Tuan."

"Terima kasih. Hai, Mashiro. Itu cocok buatmu." Aku tersenyum melihat cewek itu mundur ke belakang pelayan.

Mashiro mengenakan gaun biru yang keren. Gesper tipis di pinggang Mashiro dihiasi dengan jepitan emas yang sederhana. Pakaian Mashiro memang mencolok tetapi tidak menonjol. Meskipun gaun itu agak terbuka di bagian atas, memperlihatkan kulit Mashiro yang putih pucat, gaun itu memancarkan aura kesopanan dan bukan keseksian.

Rambut Mashiro ditata rapi, bibirnya digincu, dan mekapnya sempurna. Ini jelas merupakan penampilan Mashiro yang terbaik.

Dengan wajah merah padam, Mashiro duduk dengan kaku di bangku yang ditarik oleh pelayan buatnya. Cara lengan dan kaki Mashiro bergerak dengan sempurna selaras satu sama lain hampir kayak robot, dan aku tidak dapat menahan tawa.

"Ja-Jangan menertawakanku."

"Kamu tampak sangat gugup, itu agak lucu."

"Diamlah. Ini salahmu karena memesan tempat yang sangat mewah ini."

"Apa? Kamu tidak menyukainya?"

"Tidak, aku suka, tetapi... ...aku merasa belum cukup umur buat berada di sini."

"Tidak, lihat, apa kita pantas berada di sini atau tidak, itu merupakan sesuatu yang mesti kita putuskan sendiri."

"Tetapi tetap saja, itu tampak sangat mahal... ...Begini, Ayah akan membayar kalau aku minta sama Ayah, bukan?"

"Cowok macam apa yang akan meminta ayah dari teman kencannya buat membayar tagihannya? Mustahil."

Aku dapat dengar Paman sekarang, memarahiku karena tidak tahu apa-apa soal bagaimana memperlakukan seorang wanita dengan suara Paman yang lembut. Selain itu, kalau Paman tahu aku berkencan sungguhan dengan putri Paman, aku mungkin tidak akan hidup sampai pekan depan.

"Tidak usah khawatir soal tagihannya. Aku akan gunakan anggaran Aliansi."

"Anggaran?"

"Itu benar. Aliansi sedang dalam kondisi yang baik sekarang, dari segi keuangan. Aku memang tidak akan menggunakan uang itu buat hal-hal pribadi, tetapi kalau itu menguntungkan tim, aku akan menggunakannya."

"Tetapi aku, maksudku, aku tidak membantu dalam urusan gim kalian, bukan?" Tanya Mashiro, menatapku dengan seksama.

"Benar. Aku tidak dapat menceritakan segalanya sekarang, tetapi makan di luar malam ini ada hubungannya dengan Aliansi dan kegiatannya."

"Hah?"

"Tidak usah khawatirkan hal itu. Nikmati saja makananmu."

"O-Oke. Eum, di mana menunya?"

"Tidak ada. Ini merupakan satu set makanan tiga macam."

"A-Ah."

Terlepas dari kekayaan Ayahnya, kayaknya Mashiro belum terbiasa dengan restoran mewah kayak gini. Mashiro gelisah, matanya melirik ke mana-mana.

Tentu saja bukan berarti aku belum terbiasa dengan restoran ini. Aku pernah ke sini sebelumnya, dan itu demi membuat Ibu Sumire berada di sisiku. Aku memang gagal saat itu, tetapi itu membuatku lebih siap buat kali ini. Aku tidak dapat begitu saja memeras beliau buat bergabung dengan kami, jadi buat mengukurnya, aku mengundang beliau ke sini buat mencoba dan meluluhkan beliau. Itu akhirnya cuma membuang-buang waktu, tetapi aku tidak mau membahasnya sekarang.

Agak tidak sopan kalau kita memikirkan wanita lain saat sedang berkencan.

"Apa ini yang kamu maksudkan saat kamu bilang padaku di LIME kalau kamu akan 'Berpakaian demi membuat orang lain terkesan'?" Aku bilang hal pertama yang terlintas di dalam benakku saat aku melihat Mashiro.

Mashiro gelisah dengan malu-malu lagi sebelum memberikan anggukan.

"Apa kamu tidak menyukainya?" Tanya Mashiro sambil menatapku dengan cemas.

"Ini imut."

"Apa?"

"Tidak ada. Tidak usah khawatir, ini sangat bergaya. Dan juga cocok buat tempat ini."

"Te-Terima kasih..."

Aku mesti memasang kembali filterku. Mungkin karena Otoi-san bertanya padaku sebelumnya, apa Mashiro itu imut atau tidak. Tentu saja, Mashiro tampak imut, tetapi ada yang lebih dari itu. Sungguh mengharukan, betapa kerasnya Mashiro berusaha mendandani dirinya sendiri, padahal dia secara alami merupakan seorang yang pendiam dan tidak suka bergaul.

Dan siapa sangka, cewek yang menggemaskan ini telah menyatakan cintanya padaku. Ini merupakan kesempatan sekali seumur hidup, sebuah keberuntungan yang mungkin tidak akan pernah aku jumpai lagi.

Aku melihat Mashiro melihat sekeliling tempat itu dengan penuh perhatian.

"Ada masalah?"

"Ada banyak... ...pasangan kekasih yang sudah dewasa di sini."

"Iya, ini merupakan tempat yang banyak dikunjungi oleh para pasangan kekasih. Di sinilah tempat yang tepat buat mengobrol dengan pasangan kekasih kita."

"A-Ah."

Mashiro telah terpesona oleh keajaiban tempat ini tanpa menyadarinya. Sambutan berduri yang aku dapat di ruang kelas tidak tampak lagi sekarang.

"Apa itu membuatmu tidak nyaman? Aku rasa itu akan..."

Aku teringat saat Mashiro menonton film ikan hiu, dan kilatan puas di matanya saat bocah-bocah yang populer itu dimakan. Aku mendapat kesan kalau Mashiro membenci para pasangan kekasih dan semua orang yang hidupnya tampak berjalan lancar.

Mungkin aku mestinya memilih tempat yang lebih santai...

Tetapi Mashiro menggelengkan kepalanya, senyuman kecil mengembang di bibirnya. "Melihat pasangan tidak membuatku marah... ...lagi."

"Kamu benar-benar membenci mereka, bukan?"

"Iya, mereka selalu tampak sangat bahagia, dan mereka kayak berusaha menunjukkannya pada semua orang. Kayak mereka menertawakanku karena sendirian."

"Bicara soal kompleksitas korban... ...tetapi iya, aku paham apa yang kamu bilang."

"Tetapi aku paham sekarang. Pasangan-pasangan yang berbahagia itu tidak menertawakanku. Bahkan, mereka sama sekali tidak peduli dengan orang lain. Aku paham itu, karena sekarang aku juga sedang jatuh cinta..."

Aku dapat merasakan dadaku sesak saat Mashiro bergumam. Mashiro begitu manis sehingga aku cuma mau berlarian ke sana ke mari dan memeluknya.

Rasanya benar-benar kayak sedang berkencan. Aku sedang merenungkan hal ini saat pelayan datang membawa minuman kami. Pelayan itu menuangkan cairan berwarna merah ke dalam gelas kami.

Mata Mashiro membelalak. "Ang-Angg*r? Aku... ...Eum, aku tidak..."

"Non-alk*hol. Itulah spesialisasi tempat ini."

"Mak-Maksudmu..."

"Jus anggur, pada dasarnya." Aku tersenyum dan mengangkat gelasku.

Dengan lega, Mashiro melingkarkan tangannya di gelasnya sendiri dan mengangkatnya agar bertemu dengan gelasku. Mashiro mencoba memegangnya kayak sudah terbiasa, tetapi tampak jelas kalau ini merupakan hal yang baru buatnya. Namun, aku tidak merasa perlu mengoreksinya.

"Bersulang."

"Ber-Bersulang..."

Kami mendentingkan gelas kami.

"Mm... ...Ini enak!"

"Apa aku bilang. Ini bukan kayak yang kamu temukan di toko-toko."

Saat Mashiro menyesapnya, dia tampak rileks. Rasa jus yang familiar pasti membuat Mashiro nyaman, bahkan di lingkungan kelas atas kami. Aku tidak dapat meminta awal yang lebih mulus lagi.

"Terima kasih sudah menunggu. Aku punya k*ktail kerang di sini."

Saatnya buat hidangan pembuka: Kerang yang ditata secara artistik dalam gelas kecil. Itu sangat imut.

"Ah! Mereka sangat imut! Lihatlah! Kerang!"

"Aku rasa kamu akan menyukainya, karena kamu sangat menyukai hidangan laut."

Hidangan laut merupakan makanan pokok dalam masakan Prancis, dan restoran ini khususnya menyajikan banyak ikan.

"Aku bukan cuma memilih tempat ini karena mewah, loh."

"Terima kasih, Aki!" Kikik Mashiro kegirangan.

Kayaknya aku membuat pilihan yang tepat.

Maka, kami pun mulai menikmati makanan kami. Saat itu merupakan waktu yang indah. Setiap hidangan ditata dengan indah, dan kami memotretnya dengan ponsel pintar kami dan berbagi pendapat soal rasanya. Kami bertingkah layaknya pasangan kekasih yang sebenarnya.

Hubungan palsu kami lahir dari keegoisan dan kenyamanan. Itu semua agar kami berdua dapat mendapatkan apa yang kami mau. Dengan pernyataan cinta Mashiro padaku, hubungan kami punya potensi buat berlanjut ke tingkat berikutnya. Tergantung pada responsku, segalanya dapat berubah.

Kalau ini merupakan anime, film, atau bahkan novel ringan, wajar kalau kita mengasumsikan kalau sang protagonis tidak akan memutuskan pada seorang cewek saja. Sang protagonis akan pura-pura tidak mendengar pernyataan cinta mereka, atau pura-pura tidak tahu dan mengabaikan segalanya sampai alur cerita berikutnya muncul. Aku memahami hal itu dari sudut pandang emosional; Ini merupakan hal yang dapat mengubah hubungan kita secara drastis, atau bahkan menghancurkannya. Dan itu menakutkan.

Hal-hal akan lain kalau para protagonis ini memprioritaskan gaya hidup yang efisien di atas segalanya. Mereka takut akan perubahan. Begitu juga aku, dan itulah alasanku menunda-nunda hal ini begitu lama. Aku bilang pada diriku sendiri, kalau aku mesti merespons pernyataan cinta Mashiro, tetapi jujur saja, aku sedikit lega saat dia terus menghindar dariku. Kalau aku tidak dapat merespons, tidak ada yang akan berubah.

Namun, aku tahu kalau itu merupakan sikap yang bodoh. Dengan mengabaikan segalanya, aku kehilangan sesuatu yang penting. Dewa-Dewi mana pun yang meremehkan situasi ini mungkin akan menyamakan aku dengan para protagonis yang bimbang.

Namun, siapapun Dewa-Dewi ini, mereka tidak perlu khawatir lagi. Aku tidak akan mengabaikan apa yang ada di hadapanku lagi. Aku akan menjawab pernyataan cinta Mashiro padaku saat itu juga. Aku sudah tahu apa yang akan aku bilang.

"Hei, Mashiro?"

"Mm? Ada apa, Aki?"

"Aku mau memberikan jawaban atas pernyataan cintamu padaku. Makanya aku mengundangmu ke sini."

baca-imouza-jilid-2-bab-7-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

"Iya..."

Aku menatap mata Mashiro, tetapi dia menghindari tatapanku. Mashiro meletakkan pisau dan garpunya, yang menyebabkan jus anggur di gelasnya sedikit bergetar.

"Makan malamnya asyik. Terima kasih telah mengajakku ke sini."

"Aku senang karena kamu menyukainya. Mashiro, aku—"

"Tidak apa-apa. Aku tidak perlu mendengar jawabanmu." Suara Mashiro tegas saat dia menyelaku.

Tidak usah khawatir; Aku sudah merencanakan ini. Lagipula, Mashiro sudah menghindariku, jadi aku rasa dia mungkin akan takut-takut di sini.

"Aku melakukan ini sekarang. Mendengar pernyataan cintamu padaku membuatku mesti menghadapi perasaanku sendiri. Kalau aku tidak dapat memberi tahumu sekarang, aku akan menyesal seumur hidupku."

"Aku rasa kamu akan bersikeras, karena kamu keras kepala. Tetapi kamu salah paham."

"Ah?"

"Kamu akan menolakku, bukan?"

Aku melongo ke arah Mashiro. Mashiro benar sekali.

Aku menghabiskan seluruh hidupku demi menghindari percintaan dan omong kosong khas remaja. Lalu aku bertemu dengan Ozu dan bakatnya yang luar biasa. Ibu Sumire dan lalu Iroha datang, dan aku memutuskan buat membentuk Aliansi. Cuma demi memberi mereka tempat di mana bakat mereka dimanfaatkan dengan baik.

Itulah tujuanku, dan demi mencapainya dengan efisiensi maksimal, aku memutuskan buat menghindari segala sesuatu yang lain. Itu termasuk semua hal yang dihargai dan disayangi oleh rekan-rekanku. Makanya, sejauh ini, aku menghindari hal-hal kayak pernyataan cinta. Namun, tidak punya pengalaman dengan hal itu membuatku gigit jari di sini. Setelah berbicara dengan Iroha dan Otoi-san soal itu, aku sampai pada satu kesimpulan: Aku tidak dapat menerima pernyataan cinta Mashiro.

"Jadi, apa yang membuatmu berpikir aku menolakmu?"

"Karena kamu terlalu baik. Kamu membawaku ke restoran yang indah ini, dan aku akan mengingatnya buat waktu yang lama. Tetapi saat kamu bilang di mana kita akan ketemuan, aku tahu kalau kamu akan menolakmu."

"Tidak, kamu salah paham. Kalau aku membuatmu marah dan hubungan palsu kita hancur, Tsukinomori-san tidak akan punya alasan buat membantu kita lagi. Aku cuma mentraktirmu makan malam yang menyenangkan buat membuatmu bahagia karena itu demi kepentingan Aliansi. Mustahil kamu dapat menyebutnya 'Bersikap baik'."

"Aki, kamu benar-benar tidak paham betapa aku mencintaimu, bukan? Aku tidak akan tertipu dengan hal itu. Aku tahu kalau kamu melakukan ini karena kamu baik, dan kamu tidak dapat meyakinkanku sebaliknya."

"Mashiro..."

"Itu masuk akal, bagaimanapun juga. Iroha-chan memang cantik, tetapi kamu tidak pernah jatuh cinta padanya, jadi konyol sekali kalau aku berpikir aku dapat datang begitu saja dan segalanya akan berubah." Mashiro berbicara dengan cepat, matanya tertuju pada pangkuannya. Suara Mashiro bergetar, tetapi karena pencahayaan yang redup, aku tidak tahu ekspresi apa yang dia pasang. "Aku paham. Aku sangat senang karena jatuh cinta padamu, tetapi perhatian utamamu yaitu Aliansi. Aku tidak pernah berpikir kalau kamu akan tertarik buat berpacaran denganku, tetapi..."

Mashiro gemetaran saat dia menggenggam gelas angg*rnya. Namun suara Mashiro tetap tegas saat dia melanjutkan.

"Aku mau melangkah maju. Aku mau kamu tahu apa yang aku rasakan. Itulah satu-satunya alasanku menyatakan cintaku padamu," kata Mashiro dengan suara serak. "Aku telah menghabiskan seluruh hidupku demi melarikan diri dari berbagai hal. Aku tidak mau melarikan diri lagi, tepat saat aku akan berubah. Aku mesti terus bergerak."

Ini. Inilah yang sebenarnya Mashiro rasakan. Selama ini, putri duyung ini mengurung diri di dalam kerang kecilnya di lautan yang merupakan kamarnya, takut akan sesuatu yang mungkin menyakitinya. Namun, Mashiro telah mengumpulkan semua keberaniannya buat menyatakan cintanya padaku.

Sekarang, aku akan menyakiti Mashiro lagi dengan menolaknya.

"Tetapi aku senang dengan hal ini. Aku sudah bilang apa yang aku rasakan. Aku sudah mencoba, dan itu sudah cukup buatku." Mashiro berseri-seri menatapku.

Aku kira sebelumnya Mashiro sedang menangis — tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Mashiro pindah sekolah karena dia mau jadi lebih kuat, dan meskipun dia mengalami pasang surut, dia telah berhasil. Mashiro telah tumbuh. Itulah mengapa Mashiro dapat memberiku senyuman penuh tekad saat ini.

"Aku tidak membutuhkan respons atas pernyataan cintaku padamu. Kamu cuma perlu menyatakan cinta padamu. Itu saja."

Sekarang, aku kayak orang yang ditolak. Ini merupakan akumulasi dari hari-hari yang Mashiro habiskan buat memperlakukanku dengan dingin. Sebuah serangan terakhir.

"Aku tidak tahu berapa bulan atau tahun yang dibutuhkan, tetapi aku akan memastikan kamu jatuh cinta padaku suatu hari nanti. Kamu akan jatuh cinta dengan sangat keras, kamu tidak akan bisa menahannya. Lain kali, kamu yang akan menyatakan cinta padaku."

"Itu... ...mungkin tidak akan terjadi, loh? Akan lebih efisien buatmu untuk melupakanku dan mencari orang lain."

Aku kira sebelumnya Mashiro sedang menangis — tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Mashiro pindah sekolah karena dia mau jadi lebih kuat, dan meskipun dia mengalami pasang surut, dia telah berhasil. Mashiro telah tumbuh. Makanya Mashiro dapat memberiku senyuman penuh tekad saat ini.

"Aku tidak membutuhkan respons atas pernyataan cintaku. Kamu cuma perlu menyatakan cinta Itu saja."

Sekarang, aku kayak orang yang ditolak. Ini merupakan akumulasi dari hari-hari yang Mashiro habiskan buat memperlakukanku dengan jutek. Sebuah serangan terakhir.

"Pfft. Itu sama sekali tidak efisien."

"Hah?"

"Efisiensi itu soal mencapai tujuan kita dalam waktu sesingkat mungkin, bukan? Tujuanku bukan 'Dapat pacar'. Tetapi 'Jadikan Aki sebagai pacarku'. Cara yang paling efisien demi melakukannya yaitu dengan tidak menyerah."

"Yang aku pedulikan cuma Aliansi, dan aku tidak tahu kapan aku akan punya waktu buat memikirkan hal lain. Paling tidak, itu tidak akan terjadi sebelum kelulusan. Dan setelah itu, siapa yang tahu ke mana kamu akan berlabuh—"

"Aku tahu di mana aku akan berada."

"Apa?"

"Aku juga tidak tahu apa yang akan terjadi dengan Aliansi. Tetapi asalkan kamu tidak menyerah, aku akan tetap bersamamu. Aku akan bersamamu sampai akhir."

"Oke, tetapi..."

Apa yang Mashiro bicarakan? Kami mungkin akan berada di tempat yang sama sekali berbeda setelah lulus nanti. Mungkin maksudnya, karena kami itu sepupuan, atau karena Ayah Mashiro yang punya Honeyplace Works, Mashiro tidak akan pernah pergi terlalu jauh. Namun, meski begitu, tidak ada jaminan kalau kami akan sering berpapasan, atau bahkan tidak sama sekali. Itu bukanlah prospek yang bagus buat memulai sebuah hubungan, jadi mengapa Mashiro kedengaran sangat percaya diri?

Aku tidak dapat menjawab pertanyaan itu sebelum Mashiro berdiri.

"Terima kasih. Makan malam yang menyenangkan, dan kamu membantuku memahami apa yang mesti aku lakukan. Aku akan lakukan apapun yang aku bisa demi membantu Aliansi. Dan aku akan melakukan apapun yang aku bisa demi membuatmu jatuh cinta padaku." Meskipun kata-kata Mashiro membara, sikapnya lemah lembut dan sopan. "Aku akan pulang. Aku tahu ini mungkin canggung buatmu, tetapi..."

Mashiro menarik napas dalam-dalam.

"Aku akan bersikap menyebalkan mulai besok! Bersiaplah, Aki!" Seringai Mashiro, lalu berbalik dan berlari pergi.

Masalah... ...terpecahkan? Aku tidak yakin, tetapi kayaknya aku tidak akan dapat mengendalikan perasaan Mashiro padaku.

Mashiro memang jatuh cinta padaku, tetapi aku tidak jatuh cinta pada Mashiro. Aku rasa, yang tersisa cuma melanjutkan apa yang telah kami lakukan sebelumnya dengan wawasan itu. Penekanan yang Mashiro berikan pada namaku dengan kata-kata perpisahannya, entah mengapa terasa kayak robot. Hal itu membuatku ingat pada seseorang, tetapi bahkan setelah memikirkannya beberapa saat, aku tidak tahu siapa orangnya.

Pokoknya, itu semua urusan dengan Mashiro.

Aku datang padamu sekarang, Iroha.

***

Murasaki Shikibu-sensei: Ibu dengar kalau Mashiro-chan dan Aki kencan makan malam.

OZ: Iya, Aki bilang ada hal penting yang mau ia sampaikan pada Tsukinomori-san.

Murasaki Shikibu-sensei: Iroha-chan bertingkah aneh juga. Kira-kira apa yang terjadi.

OZ: Masa puber, romantisme remaja, tidak-tidak... ...kira-kira kayak gitu.

Murasaki Shikibu-sensei: Ketebak. Ibu cuma berharap semua orang dapat menemukan kebahagiaan <3

OZ: Sama. Sayang sekali poligami itu ilegal.

Murasaki Shikibu-sensei: Iya. Cinta segitiga selalu membuat paling tidak satu orang menangis.

OZ: Paling tidak kita dapat duduk dan menonton dengan jagung berondong. Semoga berhasil, Aki.

Catatan Admin:

• Itu saja Update Mimin pekan ini, silakan nantikan pekan depan buat yang mau membaca lanjutannya di blog, atau silakan kunjungi Rewards Trakteer kami agar tidak menunggu pekan depan! Dan buat para pelanggan Rewards Trakteer kami, Mimin mau mengingatkan kalau kami sudah sampai ke Jilid 11. See you soon, gaes!

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama