Tomodachi no Imouto ga Ore ni Dake Uzai [Light Novel] - Jilid 2 Bab 1 - Lintas Ninja Translation

 [Peringatan 15+ Ke Atas!]

Bab 1
Cewek yang Menyatakan Cintanya Padaku Cuma Iseng Padaku di Kehidupan Nyata

"Agak asyik dapat buru-buru karena sangat kesiangan sesekali, ya?!"

"Jangan menepuk bokongku. Ini semua ulahmu!"

baca-imouza-jilid-2-bab-1-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

"Tidak, dong! Ini ulahmu karena jadi tukang tidur!"

"S*alan. Kamu memang benar."

Di situlah aku, di atas salah satu sepeda bodoh dengan keranjang di bagian depan, berdiri di atas pedal saat aku mencoba sampai di sekolah tepat waktu. Gemerincing rantai yang terus menerus hampir sama menyebalkannya dengan suara Iroha dari belakangku. Iroha menepuk bokongku dan terkekeh kayak seorang penjaga hutan yang sedang memacu kudanya.

Hal ini sama sekali ilegal, dan aku yakin seseorang akan merekamnya dengan kamera dasbor dan mengunggahnya ke internet, tetapi saat ini yang aku pedulikan cuma sampai ke sekolah. Kalau kami berjalan kaki, kami mungkin akan terlambat.

Kalau polisi menghentikan kami, itu memang akan memakan waktu lebih lama lagi, tetapi aku akan mengimbanginya dengan mengambil rute terpendek yang masih dapat menghindari patroli polisi. Aku tidak dapat mengabaikan peluang sekecil apapun kalau kami mau tiba tepat waktu.

Apa yang tidak aku perhitungkan yaitu beban mati di belakangku. Aku melirik ke belakang. Iroha masih duduk menyamping di belakang, menendang-nendangkan kakinya. "Berpeganganlah dengan benar, Dasar Bodoh, atau kamu akan jatuh."

"Aku sih akan baik-baik saja! Keseimbanganku sempurna! Tetapi kalau kamu meminta dengan sangat baik, aku akan memberimu pelukan yang sangat erat!"

"Hati-hati ada belokan."

"Tung-Tunggu!" Jerit Iroha. "Tunggu! Aku akan jatuh!"

Aku mengambil belokan dengan kecepatan penuh, sepeda miring saat aku melakukannya. Dengan bingung, Iroha melingkarkan tangannya di pinggangku, memaksaku buat menurunkan diri kembali ke atas jok. Kami mungkin dapat sedikit mengurangi kecepatan pada saat itu.

"Siapa yang melaju secepat itu di belokan? S*alan."

"Siapa yang duduk di belakang sepeda tanpa menggunakan bebas genggam? Lihat betapa berbahayanya itu?"

Gerutu Iroha, tetapi aku segera melihat — atau lebih tepatnya merasakan — Iroha berseringai lagi.

"Ah benarkah? Apa kamu yakin tidak mau aku memelukmu?"

"Hah?"

"Tidak usah khawatir! Aku paham. Lagipula, bersepeda sambil dipeluk oleh seorang cewek yang sangat imut merupakan impian setiap cowok SMA! Bukannya aku ini baik hati, memenuhi impian para perjaka ke manapun aku pergi?"

Apa Iroha benar-benar mesti mengeluarkan kata-katanya kayak gitu?

Iroha mendorong dan menggesekkan dirinya ke punggungku. Aku pasti dapat merasakannya, meskipun Iroha mengenakan pembungkus atasnya saat ini.

"Hentikan itu."

"Eh, ayolah! Aku tahu kalau jantungmu berdebar-debar!"

"Diamlah dan peganganlah erat-erat."

Tenanglah, Aki. Damai. Ketenangan. Keberadaan itu tidak ada maknanya. Tidak ada yang penting. Tidak ada Iroha.

Aku terus mengayuh sepeda, mengisi pikiranku dengan pikiran-pikiran damai buat mencoba mengusir iblis-iblis penggoda. Kalau aku membiarkan situasi ini sampai padaku sekarang, Iroha akan menyadarinya, dan aku tidak akan pernah mendengar akhirnya. Aku tidak mau Iroha punya kekuatan kayak gitu padaku.

"Mengapa kamu sangat serius, Aki-senpai?"

"Apa yang kamu bicarakan sekarang?"

"Kamu bisa saja terlambat, bilang saja pada Bapak-Ibu Guru kalau kamu kesiangan."

"Aku tidak mau merusak reputasiku tanpa alasan yang bagus."

"Siapa yang peduli? Kamu selalu bersikap baik, tidak ada yang akan bilang apa-apa kalau kamu terlambat sekali saja."

"Tentu saja, tetapi ada hal lain."

"Apa?"

"Ibu Wali Kelasku itu Murasaki Shikibu-sensei, ingat? Dan aku tidak mau mendapat ceramah soal keterlambatan dari beliau."

Buat ilustrator kami, Ibu Kageishi Sumire, tenggat cuma sebuah tanggal yang tidak berarti. Belum lagi beliau suka menggambar bocil-bocil cowok yang dipasangkan dengan wanita dewasa, tetapi mungkin itu masalah lainnya.

"Aku mesti menunjukkan bahwa aku lebih baik dari Ibu Sumire, atau beliau akan mulai memberontak."

"S*alan, aku rasa Sutradara kita punya banyak tugas!" Iroha tertawa kecil, meskipun tampak jelas kalau dia bersimpati. "Tetapi apa kamu yakin tidak keberatan aku ikut denganmu?"

"Tidak, tidak semua orang yang melihat tahu siapa kita. Selama Tsukinomori-san tidak sedang berbelanja atau sesuatu, kita akan baik-baik saja. Tetapi ini hari kerja, jadi Paman mestinya sedang bekerja."

"Bukan itu yang aku maksud..." Jeda Iroha. "Aku lebih mengkhawatirkan... ...Bagaimana kalau Mashiro-senpai melihat kita?"

Mendengar nama Mashiro langsung membuatku tegang.

"Kamu benar-benar mau bawa-bawa nama Mashiro?"

"Mengapa tidak, Tuan Populer?"

"Bukannya itu sebuah pujian? Apa kamu mencoba menggunakan pujian buat menggangguku sekarang? Karena bukan kayak gitu cara kerjanya."

"Jangan terbawa suasana sekarang! Itu cuma seorang cewek! Mengacaukannya, dan kamu mungkin mesti menerima jadi Jomblo Selamanya! Itulah hal nyata yang terjadi, loh."

"Terjadi di mana? Pada siapa? Kutipan diperlukan."

"Aku membacanya di edisi terbaru Cosma!"

"Majalah fesyen bukanlah sumber yang dapat dipercaya."

"Begini loh, kalau kamu benar-benar mau menghindari kekacauan dengan Mashiro-senpai, aku selalu dapat memberimu pelatihan khusus," bisik Iroha di telingaku.

Cewek lain lagi, dan aku tidak tahu apa Iroha serius atau tidak. Itulah sebagian alasan mengapa aku masih perjaka. Tetapi ini itu Iroha.

"Berhentilah bermain-main denganku."

"Apa-apaan ini?! Itu reaksi yang lemah! Kamu bahkan tidak tersipu malu!"

"Kalau kamu mau melihatku tersipu malu, mengapa kamu tidak datang mengunjungiku di tengah malam? Tetapi kamu tidak punya nyali, bukan?"

"I-Iya, aku punya! Aku akan tunjukkan padamu kalau aku itu mesin cocok tanam kelas dunia!"

"Tentu saja, datanglah, lalu aku akan menendangmu tepat di nyalimu itu. Itu akan tunjukkan padamu."

"Oke, itu kasar dan sangat kasar! Aku sebenarnya tidak punya nyali! Sebagai informasi, aku punya..."

Kami melakukannya lagi. Begitulah yang terjadi pada kami. Bahkan saat Iroha mencoba buat bersikap memikat, atau apapun itu, kami akhirnya bertengkar. Makanya aku tidak pernah dapat menganggap serius apapun yang Iroha bilang. Sebutir garam terlalu banyak buat apapun yang keluar dari mulut Iroha.

"Oke, kita sudah sampai di putaran akhir! Aku akan berusaha sekuat tenaga sekarang, oke?"

Kami melaju melewati tikungan terakhir, lalu aku mengayuh sepeda dengan keras buat putaran terakhir menuju sekolah. Aku merasakan Iroha mengencangkan genggamannya padaku.

"Keras kepala sekali, Aki-senpai. Meskipun aku rasa itu berarti tidak ada yang akan berubah, ya?" Gumaman Iroha terbawa angin bahkan sebelum sampai ke telingaku.

***

Motivasi itu sangat mirip dengan uang.

PR dan tugas-tugas wajib merupakan utang dengan bunga dalam bentuk motivasi ekstra. Begitu banyak orang yang bilang kalau mereka akan melakukannya nanti, nanti, nanti... ...tetapi itu cuma memperburuk keadaan. Mengapa? Karena setiap harinya, tenaga dan motivasi yang dibutuhkan buat menuntaskan tugas tersebut menumpuk bagaikan bunga pinjaman.

Kalau kita menetapkan diri kita buat menyelesaikannya dengan segera, kita akan selesai dalam satu jam. Namun kalau ditunda-tunda, akhirnya membutuhkan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari.

Sungguh buang-buang waktu. Aku kesulitan buat memikirkan hal lain yang lebih tidak efisien.

Peraturan yang sama berlaku buat hubungan antar manusia.

Kalau kita punya masalah dengan seseorang, kita tidak dapat membiarkannya begitu saja tanpa penanganan. Kita mesti segera memberitahukannya pada mereka. Iya, segera setelah kita mendapatkan kesempatan yang dapat diterima secara sosial buat melakukannya. Jadi, aku rasa ini bukan lagi "Segera beri tahu mereka," dan lebih pada "Beri tahu mereka sesegera mungkin."

Aku yakin kalau kita sudah sering melihatnya dalam manga dan anime. Seorang karakter cum bilang: "Ah, aku akan memberi tahu mereka nanti," atau cuma berasumsi bahwa firasat mereka salah karena mereka tidak punya bukti, jadi mereka tetap diam soal itu. Itu sangat bodoh.

Katakan saja sesuatu, Demi Dewa-Dewi.

Ah, dan kiasan bodoh di mana orang lain tidak mendengarkan selama satu detik, jadi cowok itu kayak: "Tidak... ...Bukan apa-apa..." lalu pergi?

Bang, ulangi saja. Itu tidak sulit.

Makanya aku selalu berusaha menyelesaikan masalah secepat mungkin, atau menanggapi setiap firasat secepat mungkin. Dan mengapa aku akan menangani pernyataan cinta pacar palsuku padaku secara langsung juga.

Aku masuk ke dalam kelas beberapa saat sebelum Pembinaan Wali Kelas dimulai. Mashiro sudah berada di mejanya.

Aneh, tetapi Mashiro tiba-tiba tampak jauh lebih seksi ketimbang biasanya. Apa itu karena Mashiro menyatakan cinta padaku? Saat aku mendekati Mashiro, aku dapat mencium aroma harum yang keluar darinya. Rasanya kayak aku ini seekor lebah yang haus akan nektar, dan Mashiro itu kembang yang indah yang mengundangku masuk.

Apa yang sedang aku lakukan, begitu terangsang dengan seorang cewek cantik? Bukannya aku punya naskah yang mesti aku ikuti?

Aku mencoba bersikap tenang dan meletakkan tasku di atas mejaku, lalu menoleh ke arah Mashiro.

"Hei, Mashiro—"

"Apa?" Wajah Mashiro tersentak sambil dia memelototiku.

Kalau kalian merupakan salah satu dari orang-orang pemalu yang selalu membaca di pojokan, kalian mungkin tahu tatapannya. Itu merupakan tatapan yang sama yang kalian dapatkan saat kalian mencoba berinteraksi dengan salah satu cewek populer, tatapan yang membuatmu tidak mau berbicara dengan cewek-cewek selama sisa hidup kalian. Buatku, hal ini tentu saja mengganggu kesehatanku.

"So-Soal pesan yang kamu kirimkan padaku di LIME..."

Aku menerima lima poin kerusakan lagi.

"Siapa bilang kamu boleh bicara denganku?"

Kalian kenal Bapak-Ibu Guru yang sangat serius yang menghabiskan 25 tahun mengajar Sastra dengan penuh semangat? Ketajaman nada bicara Mashiro sudah cukup buat mematahkan kacamata mereka jadi dua dan membuat mereka berhenti mengajar seumur hidup.

"A-Apa aku melakukan sesuatu yang salah? Kamu tampak agak kesal."

"Ah, tidak ada. Suaramu cuma membuatku mual, itu saja. Jadi tidak usah bicara padaku. Terima kasih."

Tunggu, jadi kamu tahu orang-orang yang berjalan dengan sombong di jalanan kayak mereka itu topik yang panas? Racun dalam kata-kata Mashiro sudah cukup buat membuat mereka berteriak kesakitan di rumah sakit.

Buatku, itu merupakan pukulan yang sangat kritis.

Aku memegangi dadaku dan meringis kesakitan.

Mengapa Mashiro memperlakukanku kayak sampah lagi? Jangankan "Lagi", ini bahkan lebih buruk ketimbang sebelumnya! Apa ini benar-benar cara seorang cewek memperlakukan pacar palsunya? Aku menajamkan telingaku buat melihat apa yang orang lain bilang soal kami. Tentunya mereka dapat melihat apa masalahnya di sini?

"Mereka semakin mesra kayak biasanya!"

"Hah? Tetapi kayaknya Tsukinomori-san bersikap sangat dingin pada Ooboshi-kun. Apa kamu yakin mereka benar-benar pasangan?"

"Bang, inilah mengapa kamu masih seorang perjaka dan akan selalu jadi perjaka. Mereka cuma berkomunikasi secara telepati! Kita tidak akan pernah dapat mendefinisikan apa yang dibilang antara hati Ooboshi-kun dan hati Tsukinomori-san!"

"Ah, iya! Aku paham! Jadi mereka kayak pasutri yang sudah lama menikah!"

Aku tidak tahu apa yang aku harapkan. Aku berharap mereka akan mengajariku sedikit optimisme mereka, dan bagaimana mengidentifikasi komunikasi telepati. Kayaknya itu merupakan keterampilan yang berguna.

Aku mengalihkan pandanganku kembali ke arah Mashiro, yang dengan gusar melihat ke arah lain. Aku hampir tidak percaya kalau ini merupakan cewek yang sama yang menyatakan cintanya padaku lewat LIME. Atau mungkin itu bukan pernyataan cinta sama sekali?

Tidak, itu sudah terlalu jauh. Mashiro benar-benar bilang "Aku mencintaimu." Juga, itu berasal dari akun Mashiro. Tidak ada keraguan lagi.

Jadi, kalau pernyataan cinta itu bukan kecurigaan, lalu bagaimana aku dapat menafsirkan sikap Mashiro padaku sekarang? Itu benar-benar membuatku bingung.

Dan juga, apa cuma aku saja, atau meja Mashiro agak lebih jauh dari mejaku ketimbang biasanya?

Tidak ada satu pun dari semua hal ini yang masuk akal. Kalau Mashiro menolak menjawabku secara fisik, mungkin inilah saatnya buat membawa upayaku ke dunia maya. Aku mengeluarkan ponsel pintarku dan membuka LIME.

AKI: Mengapa kamu mengabaikanku? Aku mau membicarakan soal pernyataan cintamu padaku.

Mashiro: Karena itu terlalu memalukan! (*≧∀≦*) Aku sangat mencintaimu, sampai-sampai aku tidak dapat menatapmu!

Butuh waktu sekitar dua detik buat mengetik balasan itu.

Oke, jadi Mashiro memang menyukaiku. Sekantung garam yang aku dapatkan dari Mashiro barusan telah digantikan oleh setruk gula. Paling tidak Mashiro tidak membenciku, jadi itu bagus. Aku rasa begitu. Aku menatap Mashiro.

"Apa yang kamu lihat?" bentak Mashiro dengan kebencian yang cukup buat membuat pemain bisbol liga utama terhebat yang pernah ada di dunia berteriak-teriak buat menyerah.

Kalau Mashiro memang sangat mencintaiku sampai-sampai dia tidak dapat menatapku, lalu apa yang menurutnya sedang dia lakukan saat ini? Mashiro menatapku seakan-akan aku itu penyebab dari semua ketidaknyamanan yang dia hadapi.

Aku membuka LIME lagi.

Mashiro: Aku jadi malu kalau kamu menatapku kayak gitu!

Mashiro: Kalau kamu mau menatapku, aku mau mengenakan pakaian yang lebih bagus dari seragam ini.

Mashiro: Aku membeli beberapa pakaian baru! Pakaian-pakaian ini sangat dewasa, dan aku rasa kamu akan menyukainya :3c

Mashiro: Aku tidak sabar menunggumu melihatnya!

Apa ini situasi Jekyll-Hyde atau semacamnya? Atau apa LIME Mashiro telah diretas? Ponsel pintarku berdengung lagi saat aku sedang merenung.

Aku hampir tersedak oleh napasku sendiri saat aku melihat dari siapa pengirimnya.

Tsukinomori Makoto.

Ini benar-benar waktu terburuk yang dapat Paman pilih. Ayahnya Mashiro, sekaligus Pamanku... ...Namun yang lebih penting, Paman itu CEO Honeyplace Works, dan pria yang putrinya aku pacari secara pura-pura agar aku dan teman-temanku mendapatkan pekerjaan di sana.

Paman berprasangka buruk soal cowok-cowok zaman sekarang yang terlalu hedonis, dan mau menjauhkan putrinya dari mereka sebisa mungkin.

Ah iya, dan Paman telah bilang padaku dengan tegas kalau aku dilarang berpacaran dengan putrinya.

Aku penasaran apa Paman sudah tahu soal pernyataan cinta Mashiro padaku. Mestinya Paman sudah tahu, bykan? Meskipun Mashiro tinggal sendirian sekarang, dia itu tetap putrinya. Itu mungkin hal yang akan muncul dalam obrolan di antara mereka. Aku menelan ludah dengan gugup saat membuka pesannya.

MAKOTO: Aku bersenang-senang tadi malam. Aku tidak sabar untuk bertemu denganmu lagi.

Ada sebuah foto yang dilampirkan. Foto itu tampak kayak sebuah restoran mewah dengan pemandangan kota di malam hari yang tampak melalui jendela. Seorang pria dan seorang wanita sedang mendentingkan gelas mereka dan saling memandang.

Pria itu, dengan keramahan yang kuno dan usaha yang mengagumkan pada rambut wajahnya, yaitu Paman. Yang satunya lagi yaitu seorang wanita yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Atau paling tidak, aku merasa tidak semestinya aku mengenalinya.

Wanita itu menatap Paman seakan-akan Paman merupakan hal terbaik selain roti, dan pipinya menghadap ke arah Paman. Meskipun dia tampak menikmati kebersamaan Paman, namun wanita ini bukanlah istri Paman. Sudah lama sejak aku bertemu dengan Ibundanya Mashiro, tetapi wanita ini tidak tampak kayak ingatanku soalnya, apalagi dia terlalu muda.

Kalau begitu, siapa dia? Aku yakin aku pernah melihatnya bersama Paman sebelumnya.

Astaga.

Itulah pelayan dari Royal Guest. Pelayan yang Paman coba rayu setiap kali kami ketemuan di sana, melontarkan pujian-pujian aneh padanya: "Aku suka caramu mengetik pesanan kami di mesin itu." Paman memang bilang kalau tidak lama lagi Paman akan mencetak gol, tetapi, jujur saja, aku kira Paman cuma bicara omong kosong.

Aku memang tahu kalau Paman suka tidur-tiduran, tetapi Paman benar-benar cepat tanggap dalam hal ini. Aku cuma berharap ini tidak akan jadi skandal besar yang membuat Paman dipecat — Aku mau Paman tetap menjabat sebagai CEO, paling tidak sampai aku dan teman-temanku mulai bekerja di sana.

Mengapa Paman mengirimkan ini padaku? Untungnya, Paman mau menjelaskannya.

MAKOTO: Maaf, salah kirim.

Benarkah? Kalau ini merupakan jenis hal yang Paman kirimkan pada orang lain secara tidak sengaja, maka itu merupakan sebuah keajaiban Paman masih menikah.

Terserahlah. Paling tidak Paman tidak mengirimiku pesan soal pernyataan cinta Mashiro, yang berarti Paman mungkin belum tahu. Asalkan aku bisa menuntaskannya sebelum Paman tahu, aku beruntung. Itu semua tergantung pada apa Mashiro bersedia berbicara denganku secara benar atau tidak. Itulah masalah yang sebenarnya di sini, dan aku tidak dapat menemukan solusi sebelum Pembinaan Wali Kelas dimulai.

***

Pintu kelas berderak terbuka, dan seketika itu juga obrolan di dalam kelas berhenti. Sudah waktunya buat Ratu Berbisa buat naik takhta dan memerintah para petani di hadapannya. Hentakan tumit beliau menggema di ruang kelas yang terdiam. Tatapan beliau setajam pisau, dan tidak ada satu helai rambut pun di kuncir kuda beliau yang tidak berantakan. Beliau merupakan definisi dari keagungan.

"Bagus. Kayaknya kalian semua sudah belajar kapan kalian mesti diam dan memperhatikan," kata Ibu Kageishi Sumire dengan dingin, melemparkan pandangannya ke seluruh ruangan. "Iya, apalagi yang kalian tunggu? Siapa yang akan memulai pelajaran hari ini?"

"I-Iya, Ibu! Semuanya berdiri!" Kata siswa yang bertugas dengan suara ragu-ragu, sambil memimpin dalam membungkuk buat memulai pelajaran.

Tidak ada suara mencicit yang terdengar saat seluruh orang mengikuti arahannya. Selama sesaat aku tidak tahu apa ini sekolah atau akademi militer, tetapi perasaan itu tidak biasanya buat salah satu jam pelajaran Ratu.

Ada beberapa siswa-siswi yang tidak suka dengan cara Ibu Sumire mengatur pelajaran, tetapi beliau dengan cepat menepis keluhan tersebut dengan fakta dan logika. Meskipun beliau sangat tegas, metode pengajaran beliau masuk akal, dan nilai rata-rata di kelas beliau jauh lebih tinggi ketimbang Bapak-Ibu Guru lainnya. Tidak ada seorangpun, baik siswa-siswi maupun Bapak-Ibu Guru, yang dapat bilang sesuatu yang menentang beliau.

Seandainya saja Ibu Sumire melakukan pekerjaan sampingan beliau seserius pekerjaan utama beliau. Tidak kayak Ibu Kageishi Sumire, Murasaki Shikibu-sensei merupakan seorang yang tidak dapat diatur, dan kalau suatu saat beliau berhasil memenuhi tenggat, aku akan memakan ponsel pintarku.

Tingkah Ibu Sumire sebagai Ratu Kelas memang cuma sebuah akting. Kalau kelasku tahu betapa tidak bergunanya beliau biasanya, mereka semua mungkin akan mati syok dan beliau tidak akan punya kelas lagi buat mengajar.

Bagaimanapun, jam pelajaran berjalan tanpa hambatan dan akhirnya berakhir.

"Ada satu hal terakhir," kata Ibu Sumire sebelum jam pelajaran berakhir, suara beliau pelan dan penuh wibawa. "Kayak yang kalian tahu kalau kalian mau memperhatikan, Pekan Raya Drama Nasional akan diadakan pada bulan Juli. Sebagai Pembina Ekskul Drama, Ibu tidak siap kalau sekolah kita tidak mendapatkan hadiah."

Ibu Sumire membanting tangan beliau ke meja buat memastikan semua orang memperhatikan sebelum melanjutkan. "Para anggota Ekskul Ibu punya begitu banyak bakat, sehingga orang-orang menyebut mereka 'Generasi Keajaiban'. Meskipun begitu, kami menerima anggota baru buat memastikan kemenangan kita di Pekan Raya. Kalau kalian merasa sudah punya kemampuan, lupakan saja. Kalau kalian tahu bahwa kalian punya kemampuan yang dibutuhkan, datang dan temui Ibu."

Gelombang kecil suara-suara bergemuruh di dalam kelas.

"Sejak kapan Ibu Sumire jadi Pembina Ekskul Drama?"

"Memangnya apa yang Ekskul Drama lakukan?"

"Entahlah, tetapi aku yakin sangat sulit buat masuk ke sana dengan Ibu Sumire sebagai Pembina."

"Iya, entahlah. Kayaknya akan sangat merepotkan buat bergabung."

"Kalau kalian punya sesuatu buat dibagikan pada semuanya, berdirilah dan katakan dengan bangga!" Bentak Ibu Sumire, tatapan beliau membuat seluruh wajah di ruangan itu jadi pucat.

Aku benci obrolan yang tidak perlu sama kayak Ibu Sumire, tetapi buat kali ini aku mau tidak mau setuju dengan teman-teman sekelasku. Aku sama terkejutnya dengan mereka saat mengetahui kalau beliau terlibat dalam Ekskul Drama. Bahkan, beliau belum pernah menunjukkan ketertarikan beliau pada drama selama aku mengenal beliau. Paling tidak jenis teater.

"Ketahuilah kalau kami tidak akan menerima sembarang orang. Kami membutuhkan orang yang dapat melebihi anggota kami saat ini. Itu saja." Dengan begitu, Ibu Sumire keluar dari ruangan dengan kepala beliau terangkat tinggi.

Setelah beberapa detik yang menegangkan, suasana di dalam ruang kelas kembali rileks.

"Aku masih tidak percaya Ibu Sumire jadi Pembina Ekskul Drama," kataku dalam hatiku.

Kok bisa Ibu Sumire meluangkan waktu di antara dua pekerjaan beliau? Bagaimanapun, kalau beliau punya seluruh hal yang mesti beliau kerjakan, hal yang adil buatku lakukan yaitu memperpanjang tenggat beliau. Kalau tidak, beliau cuma akan berlutut di depanku lagi.

Dari satu kepeningan ke kepeningan lainnya. Aku melirik sekilas ke arah Mashiro.

"Jangan menatapku."

Mengapa aku mesti repot-repot? Tetapi tetap saja, aku mesti menemukan cara buat berkomunikasi dengan Mashiro dalam kehidupan nyata. Kurangnya responsif ini sama sekali tidak efisien. Namun, buat saat ini, aku memaksakan diriku buat beristirahat sejenak. Seluruh pemikiran ini tidak bekerja dengan baik buatku sejauh ini.

"Apa kamu baik-baik saja pagi ini, Aki?" Tanya seseorang padaku dari meja di belakangku.

Aku berbalik buat melihat sahabatku yang sedang menatapku sambil menguap, rambut keemasannya berkilauan di bawah sinar mentari. Ia cukup tampan buat mendapatkan harem yang kuat dengan lima orang cewek dalam waktu dua detik setelah mendarat di dunia paralel. Meskipun kami berbeda, ia itu satu-satunya orang yang aku putuskan buat jadi teman jangka panjang: Kohinata Ozuma. Aku memanggilnya Ozu. Nama panggilan merupakan cara yang efisien buat memperdalam ikatan.

"Iya, aku cuma kesiangan sedikit."

"Hah. Itu tidak kayak kamu biasanya. Kamu yakin kamu tidak lelah dengan seluruh hal yang terjadi? Tidak usah terlalu memaksakan diri, oke? Aku lebih suka ada kamu di sini."

"Kamu menyanjungku, Ozu. Kayak biasanya."

"Hei, aku ini serius. Teman mestinya saling peduli satu sama lain, bukan?"

"Aku juga serius. Kalau tidak ada kamu yang memperhatikanku, aku tidak tahu di mana aku akan berada."

Ozu itu batu karangku di antara tiga badai Mashiro, Ibu Sumire, dan Iroha. Kata-kata Ozu menghangatkanku dari lubuk hatiku yang paling dalam, tetapi itu bukan satu-satunya alasanku memilihnya sebagai teman.

"Aku juga tidak mau kamu memaksakan diri," kataku. "Aliansi akan hancur tanpamu, dan aku serius."

Kemampuan pemrograman Ozu yang luar biasa merupakan tulang punggung Aliansi Lantai 05. Tanpa Ozu, gim kami cuma akan jadi kumpulan ide dan gambar. Ozu selalu begadang sepanjang malam buat mengerjakan berbagai hal, dan aku jauh lebih mengkhawatirkan kesehatannya ketimbang kesehatanku sendiri.

"Kamu itu anggota yang lebih penting ketimbang aku. Lagipula, kamu itu Sutradara-nya. Tetapi, kalau kelelahan yang membuatmu kesiangan, mengirim Iroha buat memeriksaku, mungkin merupakan langkah yang buruk."

"Paling tidak kamu mengakuinya..."

"Maafkan aku."

"Ini bukan salahmu. Itu salah Iroha."

Sementara Ozu baik dan perhatian, adiknya cuma seorang anak yang nakal. Mereka benar-benar bagaikan kapur dan keju. Mungkin salah satu dari mereka itu diadopsi.

"Kamu tahu kalau Iroha bahkan tidak membangunkanku sampai menit terakhir, bukan?"

"Itu tidak mengejutkanku. Iroha mungkin mau melihatmu tidur."

"Euh, aku harap tidak. Aku yakin Iroha sedang memikirkan cara yang paling menakutkan buat membangunkanku."

"Tidak, aku lebih suka teoriku. Lebih masuk akal, karena Iroha itu naksir berat padamu."

"Omong kosong. Kayak yang sudah aku bilang padamu jutaan kali, Iroha tidak menyukaiku. Kalau memang iya Iroha suka padaku, dia tidak akan jadi seorang ba—."

Aku berhenti.

Mungkin aku berada dalam kesalahpahaman yang besar. Mashiro menyatakan cintanya padaku. Mungkin aku tidak memahami cewek-cewek sebanyak yang aku kira, dan mungkin, mungkin saja, sebagian dari mereka menyukaiku, meskipun aku tidak terlalu tampan ataupun berbakat.

Mungkin sudah tiba saatnya buatku untuk memikirkan kembali asumsi lamaku. Tetapi sekali lagi, Mashiro tidak menyatakan cintanya padaku kayak orang biasanya. Roda pikiranku memang mulai berputar, tetapi Ozu secara tidak sengaja menghentikannya.

"Ah, benar, aku tahu kalau kamu memang lelah, tetapi aku mau menanyakan sesuatu. Apa menurutmu Makigai Namako-sensei bertingkah aneh sejak akhir pekan lalu?"

"Ah." Aku mencubit pangkal hidungku sambil menghela napas panjang.

Selain jadi penulis Aliansi Lantai 05, Makigai Namako-sensei merupakan seorang pengarang novel ringan terlaris. Aku memang belum pernah bertemu langsung dengannya, tetapi lewat panggilan telepon, dia terdengar kayak seorang pria ramah berusia dua puluhan. Aku menyukai ceritanya, yang membuatku mengundangnya buat bergabung dengan kami, dan dia mau bergabung.

Ozu memang benar. Makigai-sensei bertingkah aneh sejak akhir pekan lalu.

"Ingat apa yang Makigai-sensei bilang di LIME?"

"Iya, soal menghargai pasangan kekasih atau semacamnya itu."

Dalam karyanya yang memenangkan penghargaan, Makigai-sensei menulis dalam kata penutup kalau dia mau melepaskan dirinya dari kenyataan pahitnya, seakan-akan dia punya semacam dendam pada hal itu, tetapi sekarang dia bilang kalau pasangan dan romansa itu indah.

Rasanya terlalu aneh.

"Iya, aku rasa tidak apa-apa. Mungkin Makigai-sensei cuma sedang mengalami sesuatu, atau mungkin dia jadi lembut karena suatu alasan. Siapa yang tahu. Tetapi masalah yang lebih besar yaitu ini." Aku mengeluarkan seikat kertas dari dalam tasku.

Itulah skenario baru yang ditulis oleh Makigai Namako-sensei dan dikirimkan padaku beberapa hari yang lalu buat perilisan berikutnya. Aku mencetaknya agar dapat aku baca di sela-sela jam pelajaran.

"Makigai-sensei telah mengirimkannya padaku sejak pekan lalu. Coba lihat dan beri tahu aku pendapatmu."

Ozu mengambilnya dan mulai membaca.

Gim kami, Koyagi: When They Cry, merupakan sebuah gim bergenre horor dan simulasi kencan. Berkat karya seni Murasaki Shikibu-sensei, cewek-cewek itu tampak imut dengan desain yang cantik. Tipuan teknologi OZ membuat adegan horor jadi sepuluh kali lebih menyeramkan. "Tim" penyulih suara kami yang misterius memberikan penampilan yang luar biasa demi membuat karakter-karakternya tampak nyata. Akhirnya, Makigai Namako-sensei dan caranya menggunakan kata-kata membuat pemain masuk ke dalam lubang keputusasaan yang mengerikan.

Alur jenius apa yang akan dibuat oleh penulis ini selanjutnya? Itu...

Koyagi: When They Cry Bab 7: Cuma Aku.

Temanku wafat! Aku sangat sedih!

Aku sangat takut saat seluruh darah keluar darinya.

Mungkin pemb*nuhnya merupakan salah satu teman yang aku percaya.

Aku benar-benar takut.

Tetapi lalu aku teringat apa yang Yuuto-kun bilang padaku!

"Tidak usah khawatir, Marika. Aku akan mengeluarkanmu dari rumah yang seram ini!"

Yuuto-kun sangat tampan!

Aku sangat senang, hatiku menari-nari!

Aku rasa jatuh cinta itu lebih dari sekedar penampilan!

Cowok itu juga pasti baik hati.

Tetapi Yuuto-kun benar-benar tampan dan keren!

Dan saat aku sangat takut karena semua orang sekarat, Yuuto-kun menyelamatkanku!
Asalkan kami bersama, aku sudah cukup senang buat wafat!

Yuuto-kun itu sangat tampan dan keren, aku akan menjadikannya punyaku, meskipun cewek-cewek lain akan cemburu!

Aku akan berusaha keras!

Meskipun rumah itu gelap, namun sang surya terbit dan membuatnya terang kembali.

(Berikan penyulih suara solo piano di sini, dan buat dia bernyanyi kayak dalam musikal)

Burung-burung sangat senang melihat sang surya dan berkahnya, mereka pun ikut bernyanyi!

Aku akan berusaha keras dan melarikan diri dari rumah ini bersama Yuuto-kun!

"Apa-apaan ini?" Ringis Ozu saat membacanya.

"Benar begitu, bukan?" Aku memasang wajah yang sama persis saat membacanya.

"Jadi yang aku tangkap yaitu... ...teman si cewek utama meninggal, tetapi lalu dia bertemu dengan sang protagonis dan ia membantu si cewek jadi lebih, eh, optimis? Kira-kira begitulah?"

"Itulah yang aku pikirkan, iya."

Tidak masalah buat si cewek buat jadi lebih optimis atau semacamnya, tetapi ini agak berlebihan. "Delusional" tidak cukup tepat. Belum lagi si cewek bilang kalau cinta itu bukan cuma "soal penampilan", tetapi juga menggunakan kata "tampan" sebanyak tiga kali. Dan ada apa dengan burung berkicau setelah seseorang baru saja meninggal? Lalu ada anggapan bahwa penyulih suaranya bahkan dapat bermain piano, atau kalau gim kami mestinya punya lagu di dalamnya sejak awal (kenyataannya tidak).

Dan coba tebak? Ini cuma sebagian kecil dari apa yang Makigai-sensei kirimkan padaku. Meskipun aku tidak perlu menunjukkan sisanya, karena seluruhnya kayak gini.

Sebelum ini, semua yang Makigai-sensei tulis dipenuhi dengan suasana rumah yang menyeramkan, teror dari karakter-karakternya pada gerakan terkecil, ketegangan yang menggerogoti indra kita... ...tetapi semua itu sirna sekarang, menghilang dalam kepulan asap permen kapas dan konfeti berbentuk hati.

"Apa ini yang kita sebut sebagai penulis kehabisan ide?"

"Aku rasa. Yang aku tahu, Makigai-sensei belum pernah mengirim hal kayak gini sebelumnya."

Mungkin ada sesuatu yang terjadi dalam kehidupan pribadi Makigai-sensei. Apapun itu, aku tidak tahu apa yang dapat menyebabkan perubahan kayak gitu, tidak peduli seberapa keras aku berpikir. Aku tidak punya waktu buat menyelidiki lebih jauh ke dalam pikiranku saat bel berbunyi dan Ibu Guru jam pelajaran pertama kami mulai masuk.

"Aku rasa yang dapat aku lakukan cuma berbicara dengan Makigai-sensei dan mencari tahu apa yang terjadi."

"Iya, silakan lakukan."

Dan aku pun kembali ke bangkuku. Saat itulah aku dapat merasakan Mashiro menatap, kalau tidak melotot, ke arahku.

"Apa?"

"Tidak ada apa-apa. Tidak usah bicara padaku." Mashiro berbalik dengan gusar.

Mengapa segalanya jadi begitu rumit?

Pernyataan cinta Mashiro padaku dipasangkan dengan pelecehannya, dan sekarang gangguan mental atau transformasi, atau pencerahan Makigai Namako-sensei, atau semacamnya itu. Meskipun aku mau menuntaskan masalah dengan Mashiro, aku juga tidak dapat menutup mataku pada masalah dengan Makigai Namako-sensei ini. Kualitas tulisan Makigai-sensei secara langsung terkait dengan popularitas gim kami. Tidak kayak Ozu, yang tugasnya pada gim ini meningkatkannya di tingkat bawah sadar, sebagian besar komentar dan permintaan buat gim ini berfokus pada ceritanya. Kalau ceritanya buruk, para pemain akan berhenti datang.

Aku dapat membayangkan komentar yang akan kami dapatkan kalau kami menjalankan gim dengan sampah yang aku kirimkan.

"Apa Aliansi menganiaya Makigai-sensei atau semacamnya? Mengapa ceritanya dapat berakhir kayak gini?"

"Makigai-sensei! Berhentilah membuang-buang waktumu dengan gim ini dan berikan kami lebih banyak novel, dong!"

"Aku sudah selesai. Murasaki Shikibu-sensei secara resmi payah."

(TL Note: Salah alamat, woi!)

"Tunggu, apa?! Dia bukanlah orang yang menulis omong kosong ini!"

Aku tidak tahu apa maksud dari kalimat terakhir itu, tetapi aku tahu kalau reputasi kami akan hancur. Dengan popularitas kami yang menurun dan unduhan kami yang terus merosot, kami mungkin juga akan berpamitan pada Honeyplace Works.

Meskipun tawaran pekerjaan kami bergantung pada hubungan palsuku dengan Mashiro, aku benar-benar tidak dapat menyalahkan Tsukinomori-san yang akan memberhentikan kami kalau gim kami jatuh dan anjlok. Lagipula, Paman sedang menjalankan bisnis yang utama, sih.

Aku mesti melakukan sesuatu. Kalau bukan demi gim ini, maka demi masa depan Aliansi. Aku sangat fokus buat menemukan solusi atas masalah ini, sampai-sampai aku tidak dapat menceritakan apa yang diajarkan di jam pelajaran pertama hari ini.

***

"Paling tidak Iroha tidak menggila padaku. Tidak lebih ketimbang biasanya, sih."

"Belum saja."

"Jangan menakdirkan itu, s*alan. Iroha masih akan jadi dirinya yang lama yang menyebalkan buat sisa waktu ini, bukan?"

"..."

"Bilang sesuatu!"

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama