Tomodachi no Imouto ga Ore ni Dake Uzai [Light Novel] - Jilid 2 Bab 2 - Lintas Ninja Translation

 [Peringatan 15+ Ke Atas!]

Bab 2
Orang-Orang di Sekelilingku Iseng pada Rasa Kenyataanku

Pelajaran pagi itu akhirnya berakhir, dan waktu makan siang pun tiba. Tidak peduli seberapa banyak aku berpikir dan berpikir di jam pelajaran keempat, aku tidak menemukan solusi. Aku mencoba memberi isyarat pada Mashiro atau menarik perhatiannya sesekali, tetapi tidak ada respons yang layak. Saat Mashiro menyadarinya, dia bilang padaku lewat LIME buat tidak menatapnya karena itu "memalukan OwO".

Oke, tetapi dalam hal ini, aku lebih suka kalau Mashiro juga berhenti menatapku. Akhirnya, aku memutuskan bahwa aku mesti meningkatkan segalanya kalau aku mau mencapai sesuatu. Aku mengiriminya pesan LIME lagi.

AKI: Apa kamu akan melakukan sesuatu saat istirahat makan siang?

Mashiro: Tidak juga. Aku cuma akan membeli nasi kepal di kantin sekolah.

Berarti Mashiro tidak berencana buat makan dengan siapapun. Ini memang kabar baik. Yang aku perlukan sekarang yaitu mengajak Mashiro makan berdua denganku, dan kami dapat berdiskusi dengan baik dan bermanfaat.

"Hei, Mashiro. Mau jajan makan siang bareng? Lalu kita dapat makan bareng di suatu tempat."

"Makan berpasangan itu sangat melelahkan. Kamu mesti makan sendiri."

Mengapa?

Aku benar-benar kehabisan satu-satunya ide yang aku punya.

Apa Mashiro mencoba menyerangku secara mental sekarang? Melucuti semangatku atau semacamnya? Apapun itu, aku masih mesti makan, jadi aku pergi ke koperasi sekolah sambil meninggalkan Mashiro.

Ada trik buat mencapai koperasi sekolah secepat mungkin, yaitu menghindari rute tersibuk. Secara teknis, rute ini memang jauh, tetapi sebenarnya lebih cepat karena kita dapat menghindari keramaian.

"Roti kare." Aku mengisyaratkan pada pelayan dengan satu jari kalau aku cuma mau satu; Inilah cara yang paling efisien buat mengamankan makan siangku.

Dengan roti di tanganku, aku bergegas makan di kantin, mengambil tempat kosong yang biasa aku tempati di konter di pojokan. Seluruh proses ini merupakan cara tercepat buat pergi ke koperasi sekolah, membeli roti, dan memakannya. Kalian dapat mendapatkan jaminan dariku buat itu. Saya membuka bungkusannya dan baru saja hendak mengambil gigitan pertama saat—

"Apa bangku ini sudah diambil? Ah, siapa yang peduli?! Ini bangkuku sekarang!"

Aku menoleh ke samping dan mendapati seekor Iroha liar muncul di sampingku.

(TL Note: Seekor? 😁😁)

"Tidak usah khawatir, Aki-senpai! Aku tahu kalau kamu benci kalau kamu tampak kayak seorang pecundang yang tidak punya teman, jadi aku di sini buat duduk di sebelahmu! Sekarang semua orang akan beranggapan kalau kamu itu seorang magnet buat cewek-cewek!"

"Kok kamu tahu aku ada di sini? Apa kamu itu *njing pelacak atau semacamnya?"

"Aw, ayolah! Aku tahu kalau kamu diam-diam senang bertemu denganku! Kamu cuma terlalu malu buat mengakuinya!"

"Hentikan itu."

Iroha menolak, terus mencolek pipiku dan menyeringai padaku. Aku menghela napas.

"Aku melihatmu di lorong, jadi aku mengikutimu! Aku memang tahu kalau kamu pernah makan sendirian, tetapi sekarang sudah tidak apa-apa! Mengapa? Karena aku ada di sini!"

"Pernahkah kamu berpikir kalau aku lebih suka kalau aku makan sendirian? Itu jauh lebih efisien. Kita tidak perlu repot-repot bersosialisasi dengan orang lain, dan dapat fokus sepenuhnya buat menyantap makan siang kita dalam waktu secepat mungkin."

"Terima kasih buat ceramahnya, Profesor yang Tahu Segalanya."

Seakan-akan hariku tidak dapat lebih menyebalkan lagi, di sinilah Ratu Masalah itu sendiri. Bahkan tanpa sikapnya, Iroha menarik perhatian siswa-siswi lainnya cuma dengan duduk di sebelahku.

"Kohinata-san sedang makan dengan seorang cowok!"

"Hah? Siapa itu? Apa cowok itu pernah ke sini sebelumnya?"

Aku dapat mendengar bisikan cemburu mereka dengan jelas. Kalau mereka benar-benar mau menggantikan posisiku, aku akan dengan senang hati memberikannya pada mereka.

"Orang-orang memperhatikan kita, loh," kataku.

"Apa, karena kamu mestinya sudah punya pacar? Bukan berarti kamu tidak boleh punya teman-teman cewek."

"Orang-orang akan membicarakannya, dan itu buruk. Kamu juga mau kerja di Honeyplace Works, bukan?"

Ada lebih banyak hal yang aku sepakati dengan Ayahnya Mashiro ketimbang sekadar bertindak sebagai pacar palsunya. Hal utama yang Paman mau aku lakukan yaitu menjauhkan cowok-cowok lainnya yang tidak punya niat tulus dari Mashiro. Di mata Paman, hal itu tidak akan berhasil kalau aku sudah punya pacar, jadi kalau Paman mencium rumor semacam itu, Paman akan keluar dengan pipa dan topi penguntit rusa dalam waktu singkat.

"Tidak usah khawatir, Aki-senpai. Lagipula mereka tidak kenal siapa kamu, sih." Dengan begitu, Iroha membuka kotak bekalnya.

Aku hendak bertanya mengapa Iroha tidak dapat makan di kelasnya kalau dia memang membawa bekal, tetapi aku paham saat melihat kotak jus yang tidak asing lagi. Jus tomat murni itu merupakan merek yang dipasok khusus buat koperasi sekolah kami, menggunakan tomat yang ditanam di Prefektur Chiba.

Selain tomat, jelas sekali kalau Iroha tidak berniat buat jajan sekarang. Iroha bahkan tidak bereaksi pada tatapan yang kami dapatkan.

"Kamu mesti bersikap seakan-akan ini bukanlah masalah besar! Saat kamu mulai merasa gugup dan gelisah, orang-orang akan penasaran."

"Begitukah cara kerjanya?"

"Iya, Tuan! Tenanglah! Mengenalmu, mungkin butuh waktu lama sampai kamu dapat makan siang dengan cewek ikut kayak aku lagi. Ah, mau omelet? Aku bahkan akan menyuapimu!"

"Tidak." Helaan napasku lagi.

"Hei, dasar cerewet! Kamu tahu setiap kali kamu menghela napas, kamu menghembuskan sedikit kebahagiaan, bukan? Meskipun aku kira kamu itu tidak punya banyak hal buat memulai, karena tidak ada yang mau makan bersamamu!"

"Sebenarnya yang kamu hirup itu karbon dioksida, bukan kebahagiaan."

"Ah, wah," jawab Iroha, sama sekali tidak terdengar kagum.

Sebaliknya, Iroha fokus melahap makanannya seakan-akan tidak peduli.

"Lagipula, aku akan lebih jarang menghela napas kalau kamu tidak ada."

"Ah, wah." Iroha mengeluarkan ponsel pintarnya dan mulai mengirim pesan singkat dengan kelincahan yang cuma dimiliki oleh cewek-cewek SMA. Iroha menunjukkan apa yang dia ketik. "Karbondioksida itu buruk! Menghela napas akan menghilangkannya. Aku membuatmu menghela napas. Oleh karena itu, aku menjaga tingkat CO²-mu tetap bagus dan rendah! Kalau aku terus mengganggumu, siapa yang tahu seberapa efisien paru-parumu!"

"Lagipula, aku cuma akan buang-buang napas ekstra itu buat berdebat denganmu, sih."

Ups. Aku menghela napas lagi.

Kelelahanku yang sesungguhnya yaitu saat mesti berbicara dengan Iroha. Entah bagaimana, Iroha mampu membuat obrolan yang paling biasa sekalipun jadi melelahkan. Andai saja berbicara dengan Iroha ada manfaatnya.

Tunggu sebentar.

Iroha itu seorang cewek. Seorang cewek SMA, tepat di puncak masa puber. Mungkin Iroha dapat membantuku mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam benak Mashiro. Iroha itu satu-satunya orang yang tahu soal pernyataan cinta Mashiro juga. Paling tidak, Iroha baik sekali tidak menggodaku soal itu. Aku rasa bahkan Iroha pun mampu punya tingkat kesopanan yang mendasar.

Waduh, ini dia tidak menghasilkan apa-apa.

"Dengarkan, Iroha, aku memang tahu kalau ini bukanlah bidang keahlianmu, tetapi aku mau bertanya padamu soal cewek-cewek dan... ...emosi mereka yang rapuh."

"Eum, halo?! Aku ini sangat rapuh!"

"Tentu, aku rasa."

Maksudku, Iroha bereaksi cukup kuat pada hal itu.

"Begini kamu tidak dapat bilang apapun yang kamu mau, cuma karena aku adikmu, bukan?"

"Kalau kamu dapat memperlakukanku sesukamu, aku dapat bilang apapun sesukaku. Itu namanya bersikap adil."

"Ah, kamu akan menyesal kalau berada di sisi burukku! Apa kamu tahu betapa jarangnya ada cewek secantik aku yang mau berteman denganmu? Kamu beruntung karena aku belum punya pacar, kalau tidak aku akan menghabiskan waktuku bersama pacarku!"

"Tentu saja. Jadi, bisakah aku mulai?"

"Kamu tidak bercanda? ...Oke, ya sudah. Silakan lanjutkan," kata Iroha sambil cemberut.

"Ini soal Mashiro."

Alis mata Iroha bergerak-gerak.

"Begini, soal... ...pesan yang Mashiro kirimkan padaku. Salah satu yang kamu lihat waktu itu."

"...Benar. Sudah ketebak."

"Aku sudah lama kepikiran bagaimana cara membalasnya..."

Aku mulai menjelaskan secara singkat. Soal betapa juteknya Mashiro memperlakukanku secara langsung, tetapi betapa manisnya pesan-pesan LIME-nya. Kalau perasaan Mashiro memang tulus, aku mau memberinya jawaban yang tepat, tetapi aku benar-benar merasa mesti melakukannya secara langsung. Seandainya saja Mashiro mengizinkanku...

"Aku belum pernah berada dalam situasi kayak gini, dan aku tidak tahu apa yang mesti aku lakukan." Aku membeberkan segalanya pada Iroha, meskipun aku benci mengakui betapa pernyataan cinta sederhana itu membuatku tersandung.

Mengapa aku memilih buat membicarakan hal ini dengan Iroha, aku penasaran. Mungkin karena Iroha sudah melihat pernyataan cinta Mashiro, dan itu membuat segalanya lebih mudah. Mungkin...

"Iroha, aku... ...Euh, Iroha?"

Baru saat itulah aku menyadari kalau Iroha benar-benar diam selama beberapa saat. Aku menoleh ke samping. Pipi Iroha menggembung kayak ikan buntal, dan ada kilatan ketidakpuasan di matanya.

baca-imouza-jilid-2-bab-2-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

"I-Iroha?"

Apa yang sedang Iroha lakukan? Iroha itu memang tipe cewek yang emosinya berubah setiap sepersekian detik, dan selalu tampak jelas apa yang dia rasakan dari raut wajahnya. Tetapi aku belum pernah melihat ekspresi kayak gini sebelumnya.

Pikiran jahat terlintas dalam benakku, kalau aku mungkin dapat melubangi pipi Iroha dengan jarum, tetapi tentu saja aku tidak melakukannya. Meski aku bingung dengan reaksi Iroha, ada satu hal yang dapat aku bilang dengan pasti.

Iroha tidak senang.

"Ja-Jadi kamu benar-benar khawatir soal per-pernyataan cinta Mashiro-senpai padamu."

"Tentu saja aku khawatir; Belum pernah ada cewek yang pernah menyatakan cintanya padaku sebelumnya."

"Benar... ...Benar."

"A-Apa masalahnya?"

"Belum ada cewek yang pernah menyatakan cintanya padamu se-sebelumnya. Belum ada cewek yang pernah bilang kalau dia mencintaimu kayak gitu."

"Iya, kayak yang aku bilang. Kok kamu sangat marah begitu, sih?"

"Oke, aku paham sekarang. Cewek-cewek kayak Mashiro-senpai, yang sangat sopan dan imut serta perlu dilindungi dan sebagainya... ...Mereka itu satu-satunya yang kamu anggap sebagai cewek-cewek yang sesungguhnya!"

"Apa? Aku tidak pernah bilang begitu. Tunggu, kamu mau pergi ke mana?!"

Iroha melompat dari bangkunya dan berbalik menghadapku dengan kesal.

"Aku harap kamu tidak akan pernah ketemuan dengan cewek lainnya yang benar-benar dapat menahan dirinya sendiri lagi! Maka kamu akan menghargai apa yang kamu lewatkan!" Iroha menjulurkan lidahnya ke arahku sebelum melangkah pergi.

"He-Hei! Kamu meninggalkan kotak bekalmu!"

"Terserahlah! Kamu dapat mencucinya dan mengembalikannya padaku nanti!"

(TL Note: Idih Si Kampret, begitulah Women ☕)

"Apa?! Mengapa aku mesti mencucinya?!"

Memaksakan tugas-tugasnya padaku merupakan sesuatu yang terlalu tidak masuk akal, bahkan buat seorang Iroha. Aku bahkan belum pernah menyantap bekal Iroha. Aku rasa Iroha pasti bercanda, tetapi dia bahkan tidak menanggapi pertanyaanku. Iroha langsung pergi meninggalkan kantin.

Aku dapat mendengar suara-suara yang mulai ramai di sekitarku.

"Kohinata-san sudah keluar!"

"Cowok itu pasti menolak Kohinata-san. Kejam sekali!"

Aku memang tidak dapat mendengar suara-suara lainnya, tetapi mereka mungkin mengeluarkan omong kosong yang sama. Bukan berarti kata-kata mereka berpengaruh pada kehidupanku. Aku lebih peduli dengan fakta bahwa aku entah bagaimana berhasil membuat Iroha kesal. Paling tidak kalau aku tahu mengapa, aku dapat meminta maaf, tetapi aku sama sekali tidak tahu.

"Aku cuma tidak mengerti."

Pada akhirnya, Iroha bahkan tidak memberiku saran soal apa yang mesti aku lakukan pada Mashiro. Sebaliknya, masalahku justru malah semakin bertambah. Kehidupanku semakin memburuk.

Saat itu, aku merasakan getaran di sakuku. Aku mengeluarkan ponsel pintarku buat menemukan pesan LIME baru dari Iroha.

Iroha: Dasar bodoh.

"Mengapa?!"

Iroha memang sering menggodaku, tetapi sangat jarang dia menghinaku secara terang-terangan. Biasanya, hinaan Iroha agak lebih, eh, kreatif, aku rasa. Iya, mungkin Iroha punya kebiasaan memanggilku dengan sebutan kayak "Bodoh" saat dia kalah dalam salah satu gim bodoh kami, tetapi yang jelas bukan itu yang terjadi saat ini.

Mashiro, Makigai Namako-sensei, dan sekarang Iroha. Rasanya kayak aku hidup di dunia yang aneh.

Aku terus menatap ponsel pintarku dengan lesu saat toa berbunyi.

"Siswa kelas sebelas, Ooboshi Akiteru-kun. Siswa kelas sebelas, Ooboshi Akiteru-kun. Datanglah ke Ruang BK segera."

Euh. Itulah Ibu Sumire dalam mode Ratu Berbisa.

"Hei! Ratu memanggil seseorang!"

"Astaga!"

"Cowok itu pasti akan wafat!"

Sekali lagi, suara-suara penasaran terdengar di sekitarku. Aku dapat merasakan keringat dingin di punggungku. Tidak, Ibu Sumire memang tidak membuatku takut. Aku tahu betapa menyedihkannya beliau sebenarnya. Yang aku takutkan yaitu dipanggil oleh beliau, tepat setelah aku meninggalkan jejak masalah di belakangku. Aku yakin beliau akan menambah masalah itu.

Tenggat buat Murasaki Shikibu-sensei tinggal sepekan lagi. Beliau mestinya punya banyak waktu kalau — dan ini memang sebuah kemungkinan besar — segalanya berjalan dengan lancar.

"S*alan Anda, Murasaki Shikibu-sensei! Aku benar-benar tidak butuh ini!" Sakit kepalaku sudah semakin parah, aku berjalan dengan susah payah ke Ruang BK.

***

"Tuan Akiteru! Ibu sudah menuntaskan seluruh ilustrasinya sepekan penuh sebelum tenggatnya!"

"Dunia ini benar-benar sudah gila!"

Di antara siswa-siswi, Ruang BK dihormati sebagai istananya Ratu Berbisa. Ruangan itu dipenuhi dengan berbagai alat penyiksaan (replika) yang beliau gunakan sebagai rujukan buat gambar-gambar beliau. Aku masuk ke dalam ruangan yang suram dan mendapati bahwa Ibu Sumire dengan jidatnya menempel di lantai dan memegang tablet PC beliau sebagai persembahan.

"A-Apa Ibu benar-benar melakukan kesalahan?" Tanya Ibu Sumire, menatapku dengan air mata beliau berlinang.

"Tidak. Bukan, Ibu tidak melakukan kesalahan. Maafkan aku karena telah emosi."

Ini semua salahku. Aku juga belum pernah kepikiran kalau aku akan mengucapkan permintaan maaf di dalam empat dinding Ruang BK. Paling tidak Ibu Sumire masih berlutut, jadi keadaannya tidak terlalu berbeda dari biasanya.

"Terima kasih sudah melewati tenggat Ibu. Sekarang Ibu dapat beristirahat sampai pekerjaan berikutnya datang. Tontonlah anime larut malam atau kembalilah ke tempat yang Ibu sukai yang penuh dengan para shota atau semacamnya..."

Entah bagaimana, aku berhasil membalikkan badanku dengan kakiku gemetaran agar dapat pergi.

"A-Ah, tetapi Tuan Akiteru!" panggil suara manis dari belakangku. "Ibu mau tanyakan sesuatu padamu! Begini loh, sebagai hadiah karena telah menepati tenggatnya!"

"Ini tidak akan memakan waktu lama, bukan?"

"Ibu rasa mungkin saja, sebenarnya."

"Tanyakan padaku nanti saja. Aku mau pulang, karena aku kena demam."

"Apa? Apa kamu baik-baik saja?"

"Aku akan baik-baik saja esok hari kalau aku pulang dan bersantai sebentar. Sampai jumpa."

"Ja-Jaga dirimu baik-baik..."

Aku meninggalkan Ibu Sumire dan berjalan keluar dari Ruang BK.

Pesan-pesan LIME-nya Mashiro yang manis dan caranya memperlakukanku dalam kehidupan nyata.

Skenario yang membuat mual dari Makigai Namako-sensei.

Suasana hati Iroha yang aneh.

Ilustrasi lebih awal Ibu Sumire yang ajaib.

Itu semua terlalu banyak buat satu hari. Aku memang berpikir keras soal apa yang akan aku bilang pada Mashiro, tetapi aku bahkan tidak punya kesempatan buat berbicara dengannya. Tidak dengan cara Mashiro bersikap. Semua omong kosong lainnya tentu saja tidak membantu. Aku merasa kayak komputer yang mencoba membuka 20 contoh Word yang berbeda karena seorang Kakek-Kakek Boomer terus mengklik ikon dengan tidak sabar.

Akiteru.exe telah macet dan perlu dipasang ulang (reboot). Yang dapat aku lakukan sekarang yaitu pulang, tidur, dan berharap kalau aku akan bangun dengan perasaan yang mendingan.

S*alan. Sungguh membuang-buang waktu. Terutama karena waktu merupakan hal yang paling aku butuhkan saat ini. Waktunya buat memastikan Aliansi Lantai 05 tidak akan meledak tepat di depanku dengan segala sesuatu yang terjadi. Ini memang bukan salah siapa-siapa, tetapi bukan berarti aku tidak sabar buat menanganinya saat aku hampir tidak tahu mesti mulai dari mana...

***

"Haha. Iya, cewek-cewek itu mungkin memang imut, tetapi mereka tidak benar-benar normal, ya?"

"Euh. Aku berharap mereka normal."

"Ayolah, fokuslah pada kecantikan mereka dan berhenti mengkhawatirkan kepribadian mereka. Kalau segalanya sempurna, semua orang akan membencimu, loh."

"Siapa sih yang dimaksud dengan 'semua orang'?"

Admin Note: Itu saja Update Mimin pekan ini, sampai jumpa pekan depan atau langsung baca di Rewards Trakteer kami!

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama