Tomodachi no Imouto ga Ore ni Dake Uzai [Light Novel] - Jilid 2 Bab 3 - Lintas Ninja Translation

[Peringatan 15+ Ke Atas!]

Bab 3

Adik Temanku Cuma Iseng Padaku Secara Daring

Begitu sampai di rumah, aku meletakkan kain kompres es di atas kepalaku dan berbaring di ranjang selama beberapa jam. Perlahan-lahan, otakku yang kepanasan mulai mendingin dan pikiranku mulai kembali normal. Tubuhku terasa lesu, jadi aku memeriksa suhu tubuhku dan ternyata aku masih mengalami sedikit demam.

"Euh. Buang-buang waktu saja."

Saat itu sudah malam. Aku mengerutkan jidatku ke luar jendela pada cahaya merah senja, meratapi betapa tidak efisiennya hari ini. Aku menerima pesan di LIME dari Ozu, Mashiro, dan Ibu Sumire yang menanyakan kabarku. Sebenarnya aku masih sangat jauh dari mendingan, tetapi mereka tidak perlu tahu, jadi aku cuma bilang kalau aku sudah baik-baik saja.

Ada segunung masalah di depanku yang mesti aku tangani. Hal yang paling efisien yang dapat aku lakukan mungkin yaitu membuat hierarki dan memilih dari mana aku mesti memulainya. Aku mulai mengatur otakku yang kikuk buat beraksi lagi saat aku secara kasar diinterupsi oleh pintu depan rumahku yang terbuka, bahkan tanpa ketukan yang menyertainya.

Aku dapat mendengar langkah kaki Iroha dari lorong. Aku mempersiapkan diriku buat membentak Iroha karena menerobos masuk kayak gini, dan menanyakan apa masalahnya saat makan siang. Namun setelah beberapa saat, aku menyadari kalau Iroha tidak masuk ke kamar tidur. Aku menajamkan telingaku. Terdengar suara air mengalir, disertai ketukan berirama.

"Apa-apaan sih yang sedang Iroha lakukan?"

Aku pergi ke ruang tamu dan mendapati Iroha sedang berdiri di dapur.

"Ah, hai, Aki-senpai. Apa kamu yakin sudah bangun?" Iroha menatapku, menyeka tangannya di celemek yang dia kenakan di atas seragamnya.

Ada sebuah panci di atas kompor. Kayaknya Iroha sedang membuat bubur nasi.

"Iya, mestinya sudah mendingan."

"Senang mendengarnya. Begini, aku cukup khawatir saat mendengar kalau kamu pulang di tengah hari." Iroha tersenyum padaku dengan lembut.

Aku tahu apa yang kalian pikirkan, tetapi Iroha terkadang dapat bersikap baik. Namun, "baik" yang kayak gini, kayaknya agak aneh. Belum lagi seragam Iroha dikancingkan dengan sempurna, dan dia tidak memakai penyuara jemala kayak biasanya. Aku langsung mengenali apa ini. Iroha sedang dalam mode "Siswi Teladan Nona Muda Sempurna".

"Kamu mesti tenang kalau kamu perlu. Aku akan memberi tahumu saat buburnya sudah matang, jadi silakan berbaring lagi kalau kamu mau."

"Gnrh." Aku mengeluarkan suara aneh saat bulu kudukku merinding.

"Tidak usah khawatir, aku tidak melakukan hal yang tidak-tidak," kata Iroha tanpa menoleh, seolah-olah dia dapat membaca pikiranku.

Aku memutuskan tindakan terbaik yaitu kembali ke kamar tidur kayak yang diperintahkan. Aku berbaring di ranjang dengan gelisah selama beberapa menit sampai Iroha masuk sambil membawa panci.

"Semoga ini tidak terlalu sulit buat dicerna. Apa kamu dapat mengatasinya?" Tanya Iroha.

"Eh, iya." Aku memang mencoba buat duduk, tetapi Iroha menghentikanku.

"Jangan memaksakan dirimu. Aku akan menyuapinya buatmu."

"Tidak, tidak apa-apa. Aku akan memakannya sendiri."

"Aku mohon, aku bersikeras. Sudah jadi tugas seorang kouhai buat menjaga senpai-nya saat senpai-nya sedang tidak enak badan, loh."

"Sekarang kamu cuma lebai."

"Aku tidak lebai. Aku tidak ingat kapan terakhir kali kamu pulang sekolah lebih awal. Kamu selalu bilang kalau tubuhmu itu bagaikan sebuah kuil, bukan? Dan bagaimana caramu tetap sehat."

Yoi. Itulah filosofiku.

"Aku rasa kamu terlalu memaksakan diri tanpa menyadarinya," lanjut Iroha.

"Iya... ...Mungkin kamu benar."

"Tepat sekali. Jadi aku mohon biarkan aku membantumu jadi mendingan. Kamu selalu melakukan banyak hal buatku, jadi aku mohon biarkan aku melakukan sesuatu buatmu sekali ini saja."

"O-Oke." Aku mengangguk patuh.

Kayaknya Iroha akan terus kayak gini. Iroha membuka tutup panci, memenuhi ruangan dengan uap dan aroma kaldu. Itu memang hidangan sederhana dengan sedikit bahan, tetapi itu justru membuatnya tampak lebih menggugah selera. Di salah satu sisi nampan ada sepiring kecil daun bawang cincang. Iroha telah menyiapkan cukup banyak sehingga aku dapat mengambil sebanyak yang aku mau.

Iroha mengambil sesendok kecil bubur, lalu mulai meniupnya.

"Ka-Kamu tidak perlu sampai sejauh itu."

"Tentu saja aku lakukan. Kami tidak mau lidahmu terbakar." Iroha menggerakkan sendok ke arahku. "Oke, Aki-senpai. Bilang 'A—'."

Astaga, ini sangat memalukan.

"Ah, Aki-senpai, jangan pasang wajah kayak gitu! Tidak ada yang tidak nyaman dengan hal ini. Ini semua merupakan bagian dari merawatmu kembali ke kesehatan yang baik!"

Aku mulai meragukan apa cewek di depanku ini benar-benar Kohinata Iroha. Bahkan saat perutku bergejolak karena malu, aku memasukkan sendok ke dalam mulutku. Bubur yang lezat menyebar di lidahku. Tidak ada rasa lain selain rasa kaldu yang sedikit asin, tetapi rasanya sempurna tanpa terlalu kuat atau lemah. Suhunya juga sempurna, berkat Iroha yang meniupnya. Aku dapat merasakan tubuhku jadi hangat dan nyaman.

"Itu lezat," kataku.

"Senang mendengarnya." Iroha tersenyum, menyuapkan sesendok lagi padaku.

Iroha memberiku waktu yang tepat buat menelan apa yang ada di mulutku sebelum menyuapkannya lagi. Saat aku kepikiran buat minum, Iroha menyodorkan teh buatku. Cara sempurna Iroha merawatku membuat beberapa perawat dan pekerja perawatan berpengalaman yang pernah aku lihat jadi malu.

Aku merasa sangat rileks dan nyaman sehingga aku terkejut saat menyadari kalau aku telah menyelesaikan segalanya.

"Te-Terima kasih," kataku.

"Dengan senang hati. Ah, Aki-senpai, ada sisa bubur di mulutmu." Iroha mengeluarkan saputangan dan mengusapkannya dengan lembut di sudut bibirku.

"A-Ah. Ups."

"Tidak usah khawatir soal itu. Kamu cuma lelah, dan aku tidak keberatan membersihkannya buatmu kayak gini."

Aku tidak tahu mesti bilang apa lagi, jadi aku tidak bilang apa-apa.

"Ada lagi yang dapat aku lakukan buatmu? Tidak ada yang berlebihan."

"Tidak, tidak apa-apa, terima kasih."

"Oke. Aku tidak mau menghalangimu, jadi aku akan pergi segera setelah aku selesai bersih-bersih. Pastikan kamu beristirahat, ya?"

Dan dengan begitu, Iroha pun pergi. Aku mendengarkan suara-suara saat Iroha bersih-bersih sebelum akhirnya dia mengunci pintu.

Damai. Tenang. Dan lalu...

"Cuma bercanda! Kamu benar-benar berpikir kalau aku akan pulang begitu saja, ya?!"

Sebenarnya, itu tidak terjadi. Sejak kedatangan Iroha sampai kepulangannya, dia sangat beradab. Iroha itu lembut, penuh perhatian, dan sangat sabar. Kayaknya Iroha mencoba menunjukkan padaku kalau dia dapat jadi kebalikan dari cewek menyebalkan yang selalu aku keluhkan.

Aku tidak benar-benar tahu apa yang Iroha pikirkan, tetapi dia jelas tidak menipuku. Inilah Iroha yang sedang kita bicarakan. Cewek yang paling menyebalkan, kurang ajar, dan tidak menyenangkan yang pernah aku temui. Menampakkan aura kebaikan kayak gini sungguh menyeramkan. Bahkan, seandainya Iroha tidak berencana buat melompati jendelaku dan mulai menertawakanku karena caraku bereaksi, aku tetap tidak dapat menahan perasaan tidak nyaman.

Mencoba memikirkannya di dalam benakku tidak ada gunanya, jadi aku memutuskan buat langsung ke sumbernya. Aku mengeluarkan ponsel pintarku dan membuka LIME buat mengirim pesan pada Iroha.

Aki: Apa maksudnya tadi? Kamu tahu kalau kamu dapat melakukan semua tindakan yang sempurna saat bersamaku, bukan?

Iroha langsung membacanya.

Iroha: Aku kira kamu suka cewek-cewek yang bersikap kayak gitu? Seluruh cewek yang sopan dan tepat. Jadi? Kamu sudah senang sekarang? Aku jauh lebih tertahankan saat itu, bukan? Aku tidak akan pernah mengganggumu lagi, dasar bodoh!

Aku memang merasa lega karena pesannya dibaca kayak Iroha yang menyebalkan kayak biasanya, tetapi aku segera menyadari sesuatu. Iroha melakukan kebalikan dari apa yang Mashiro lakukan.

Saat aku mencoba cari tahu apa yang seorang cewek pikirkan, aku biasanya pergi ke Iroha buat meminta nasihat, tetapi tentu saja kali ini aku tidak bisa. Itu menyisakan dua orang "cewek" yang tersisa yang dapat aku mintai nasihat. Murasaki Shikibu-sensei, dan Otoi-san, teknisi suara yang membantu merekam dialog Iroha buat kami. Aku tidak perlu bilang ada apa dengan yang pertama, tetapi Otoi-san pun sedikit, iya, lain dari cewek pada umumnya.

Ponsel pintarku mulai bergetar, mengganggu lamunanku. Ternyata itu Ozu.

"Hei, Ozu. Ada apa?"

"Aku punya firasat kalau kamu sedang dalam masalah, jadi aku kira aku akan menelepon. Bagaimana perasaanmu?"

"Ah, jadi kamu sudah mengembangkan kekuatan cenayang sekarang."

Itu tidak akan mengejutkanku setelah semua hal gila yang terjadi hari ini, tetapi Ozu tertawa. "Tidak sama sekali, Bang. Aku barusan membuat alat yang memonitor detak jantungmu selama 24 jam. Biar aku tahu — atau paling tidak menebak — apa yang ada di kepalamu hampir sepanjang waktu."

"Eh... ...Tidak bohong, deh, kedengarannya agak menyeramkan."

"Iya, karena itu cuma bercanda. Dapatkah kamu bayangkan keuntungan yang akan aku dapatkan kalau aku benar-benar menciptakan perangkat kayak gitu? Aku akan hidup bergelimang harta."

"Ah. Aku rasa begitu, iya." Aku memang hendak mengomel soal betapa menyebalkannya Iroha, tetapi dengan cepat menghentikan diriku.

Meskipun Ozu tidak mengakuinya sendiri, ia cukup jago dalam menarik perhatian cewek-cewek cantik. Mungkin Ozu dapat memberiku beberapa saran. Masalahnya, aku tidak mau memberi tahu Ozu soal pernyataan cinta Mashiro padaku.

Meskipun punya sifat pemalu, Mashiro punya rasa bangga yang nyata. Bukan cuma itu, Mashiro menunjukkan keberanian yang luar biasa saat dia mengatasi ketakutannya buat menempuh jalan baru dalam kehidupannya. Akhirnya, aku tahu, kalau mengungkapkan perasaan Mashiro yang sesungguhnya, bukanlah sesuatu yang datang secara alami padanya.

Dengan semua hal itu, bayangkan apa yang akan terjadi kalau aku memberi tahu siapapun kalau Mashiro menyatakan cintanya padaku. Mashiro mungkin akan merangkak masuk ke dalam lubang dan mati. Atau, secara lebih realistis, ada risiko nyata kalau Mashiro akan kembali ke gaya hidupnya yang tertutup; Tepat saat dia berhasil melepaskan diri darinya. Apa bedanya aku dari para perundung Mashiro kalau aku menyebabkan hal kayak gitu terjadi?

Oke, sekarang mari kita hilangkan sikap sok suci. Kalau pernyataan cinta Mashiro padaku benar-benar bocor dan Ayahnya tahu, aku akan digoreng.

Aku mendengar Ozu tertawa lagi saat aku masih berusaha memikirkan apa yang mesti aku bilang.

"Aku rasa ada sesuatu yang tidak dapat kamu ceritakan padaku, karena kamu sedang menikmati waktumu yang manis."

"Begini, sungguh menyenangkan punya teman kayak kamu yang dapat memahami banyak hal tanpa perlu dijelaskan."

"Itu karena aku mengenalmu dengan baik, atau aku mau berpikir kalau aku mengenalmu. Tidak usah khawatir; Kalau kamu tidak dapat memberi tahuku, aku tidak akan memaksamu. Itu berarti tidak banyak yang dapat aku lakukan buarlt membantu, sih. Kamu akan baik-baik saja mengerjakannya sendiri?"

"Aku akan baik-baik saja. Ini memang sesuatu yang mesti aku kerjakan sendiri."

Pernyataan cinta Mashiro padaku dan suasana hati Iroha yang buruk. Semua itu memang masih jadi kekacauan yang kusut di dalam benakku, tetapi ada satu hal yang membuatku sadar setelah berbicara dengan Ozu. Ini bukanlah masalah yang dapat aku limpahkan ke orang lain. Ini merupakan sesuatu yang mesti aku tuntaskan sendiri.

"Terima kasih, Ozu."

"Hah? Aku tidak melakukan apa-apa."

"Kamu melakukan sesuatu. Kamu meneleponku di saat yang tepat. Kamu benar-benar dapat diandalkan, loh."

Tidak peduli seberapa besar badai yang menerpa hidupku, Ozu selalu ada buat memberiku tempat beristirahat. Ozu juga selalu berada di waktu yang tepat, kayak telah diprogram buat merespons pada saat aku membutuhkannya. Kehadiran Ozu benar-benar menenteramkan hati, dan aku berharap ia akan terus mendampingiku di tahun-tahun mendatang. Kalau bukan demi aku, maka demi diri Ozu sendiri.

Tunggu, aku tersesat dalam kenangan lama itu lagi...

Aku segera mengganti topik obrolan.

"Aku memang mau melakukan sesuatu pada Iroha, tetapi aku rasa aku butuh bantuanmu."

"Tentu. Apa itu?"

"Apa menurutmu kamu dapat membantu menangani Makigai Namako-sensei buatku?"

Itu merupakan potongan ketiga dari kue masalah di piringku. Sebagai Pemimpin Aliansi Lantai 05, aku juga mesti melakukan sesuatu pada skenario mengerikan yang Makigai-sensei buat. Aku biasanya agak waspada pada terlalu banyak mengatur, tetapi dalam kasus ini, sesuatu mesti dilakukan.

"Ah, benar. Hmm."

"Aku barusan akan memberi tahu Makigai-sensei kalau kita menolak naskah-naskah itu. Namun, aku tidak menantikannya, sih."

Aku belum pernah melakukannya sebelumnya. Karya-karya Makigai Namako-sensei belum pernah gagal menggerakkanku. Aku telah membaca seri debut Makigai-sensei lebih dari yang dapat aku hitung, dan setiap kali dia mengirimiku bab baru buat Koyagi, jantungku berdebar-debar karena kegembiraan saat aku membacanya. Bukan cuma karena Makigai-sensei itu anggota timku. Makigai-sensei benar-benar punya bakat yang luar biasa.

Makanya, berpikir buat menolak skenario yang Makigai-sensei buat sangat menyakitkan buatku. Tetapi itu mesti dilakukan. Sebagai produsernya Makigai-sensei — tidak, sebagai penggemar beratnya — aku mesti melakukannya. Aku mesti memberi tahu Makigai-sensei kalau ceritanya yang aneh dan manis-manis itu tidak cocok dengan dunia yang telah kami bangun.

Namun, aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya, sih. Kalau aku bilang pada Makigai-sensei kalau itu "membosankan", dia bisa saja melontarkan kembali dan bilang kalau itu merupakan masalah selera.

"...Jadi aku akan sangat menghargai kalau kamu dapat menopangku," simpulku.

"Dimengerti. Kalau Makigai-sensei mulai membantah, aku akan menimpali dan bilang kalau aku setuju denganmu."

"Itu akan sangat bagus. Maksudku, Makigai-sensei mungkin berpikir kalau naskah itu sudah bagus, atau dia tidak akan menulisnya, jadi kalau aku masuk sendiri, itu cuma akan jadi perkataannya yang berlawanan dengan perkataanku."

"Benar. Kamu dapat mengandalkanku."

"Terima kasih banyak. Aku akan mengirim pesan pada Makigai-sensei sekarang, di grup obrolan."

Setelah kami berdua berada di dalam kapal yang sama, aku menutup telepon. Di mana aku akan berada tanpa Ozu?

***

baca-imouza-jilid-2-bab-3-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

baca-imouza-jilid-2-bab-3-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

baca-imouza-jilid-2-bab-3-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation


baca-imouza-jilid-2-bab-3-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama