Tomodachi no Imouto ga Ore ni Dake Uzai [Light Novel] - Jilid 2 Bab 5 - Lintas Ninja Translation

[Peringatan 15+ Ke Atas!]

Bab 5
Adik Ibu Guruku Iseng pada Seni Drama!

baca-imouza-jilid-2-bab-5-bahasa-indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

Area di balik tumpukan sampah di Tanah Tanpa Tuan merupakan surga. Lantai yang dipoles bersinar di bawah sinar mentari yang masuk melalui jendela, meja dan bangku berbaris rapi di salah satu ujung lorong, dan tidak ada setitik debu pun yang tampak di mana pun, apalagi sampah. Inilah kebalikan dari rumor yang bilang kalau lantai empat itu kayak apa, dan aku bahkan akan lebih jauh lagi bilang kalau itu lebih bersih ketimbang pintu masuk kelas kami. Siapapun yang mengurus tempat ini benar-benar serius.

Saat aku mengikuti Ibu Sumire melewati lorong, aku mendengar suara seorang cewek dari salah satu kelas.

"...eks... ...ini... ...dan... ...eks!"

"Jadi ekskul itu benar-benar berlatih di sini?" Aku mendapati diriku bergumam.

"Kami tidak dapat menggunakan gimnasium atau lapangan, karena di situlah ekskul-ekskul olahraga berada, dan Ekskul Musik berada di halaman dalam. Dengan ekskul yang tidak jelas dan lemah kayak ekskul kami, cuma itu yang dapat Ibu lakukan buat mendapatkan ruang kelas kosong buat digunakan. Kepala Sekolah memang tidak mau memberi kami tempat di sini, tetapi berkat nilai Midori-chan yang bagus, beliau akhirnya mengalah."

"Jadi Ibu bahkan memanfaatkan Midori-san cuma buat mendapatkan tempat buat berlatih? Ibu memang benar-benar tidak berguna, bukan?"

"Tidak, Ibu tidak begitu! Ibu selalu menandatangani sesuatu!"

"Hal-hal yang bahkan tidak Ibu baca, bukan? Ibu sadar betapa menyedihkannya diri Ibu?"

Akhirnya kami sampai di ruang kelas terjauh di lorong. Pintunya memang tertutup, tetapi suara-suara terdengar dari dalam. Ini pasti Ruang Ekskul Drama. Ibu Sumire membukakan pintu sepelan mungkin. Aku mengerutkan jidatku pada beliau dengan penuh tanda tanya, penasaran mengapa kami mesti diam, tetapi beliau cuma meletakkan jari di bibir beliau sebagai jawaban. Rupanya beliau cuma mau aku menonton ke dalam tanpa bilang apa-apa.

Bukannya ini agak tidak sopan?

Meskipun aku rasa kalau mereka tahu kalau aku ada di sini, mereka mungkin akan bertindak tidak wajar. Buat saat ini, aku memutuskan buat menurut saja, dan mengintip ke dalam.

Ruangan itu penuh dengan berbagai macam peralatan, dan meja-meja yang berjejer di dinding, bahkan dipenuhi dengan lebih banyak lagi. Ada enam orang anggota di ruangan itu. Jumlah anggota yang sedikit buat ekskul kayak gini, tetapi ruang kelasnya pun tampak agak sempit buat melakukan akting apapun.

"Oke! Selanjutnya!" Teriak cewek yang memimpin.

Ekskul itu melanjutkan latihannya tanpa menyadari kehadiran kami. Atas perintah cewek itu, para anggota membuka mulut mereka dan mulai melafalkan beberapa dialog dengan cepat. Mereka pasti sedang melatih artikulasi mereka. Setelah selesai, mereka menjatuhkan diri mereka ke lantai dan menarik napas dalam-dalam.

Jadi, sekarang mereka sedang melatih pernapasan mereka?

Pada awalnya, gambaran semua orang di lantai kayak gitu memang membuatku bingung, tetapi aku segera memahaminya. Sama kayak lorong di luar, ruang kelas ini benar-benar bebas dari sampah. Itu hal yang bagus juga; Kalau tidak, aku khawatir dengan kondisi seragam mereka.

"Oke, selanjutnya! Waktu itu uang, jadi mari kita lanjutkan!"

"Iya, Nyonya!"

Saat mereka selesai dengan latihan pernapasan mereka, Sang Ketua langsung berdiri dan memberikan perintah berikutnya tanpa penundaan sedetik pun. Para anggota lainnya mengikuti arahan Sang Ketua dengan sempurna. Suasana saat itu lebih mirip kamp pelatihan militer ketimbang ekskul sekolah. Mereka bahkan memanggil Sang Ketua "Nyonya." Mungkin itu yang membuatnya jadi sersan latihan. Sang Ketua benar-benar tampak kayak gitu.

Sang Ketua punya tatapan yang tajam dan serius, dan bibirnya menempel dalam satu garis lurus. Setiap helai rambut Sang Ketua yang berwarna lembut ditarik ke belakang jadi ekor kuda. Aku memeriksa seragam Sang Ketua buat mencari lipatan apa pun, tetapi tidak ada. Blus Sang Ketua dikancingkan sampai ke atas, dan roknya jatuh tepat di atas lutut; Tidak kayak kebanyakan cewek lainnya, Sang Ketua tidak melanggar aturan dengan menggulungnya.

Meskipun tinggi badan Sang Ketua sekitar rata-rata buat ukuran anak SMA, postur tubuhnya yang sempurna membuatnya tampak sedikit lebih tinggi. Seluruh penampilan Sang Ketua memberikan satu pesan:

"Tidak boleh bersenang-senang."

Jelas buatku, sama halnya buat siapapun, kalau cewek ini tidak pernah melanggar aturan dalam hidupnya. Kalau Ibu Sumire itu Ratu Berbisa, cewek ini itu Ratu Salehah.

"Itu Midori-chan, adik Ibu," bisik Ibu Sumire, menunjuk ke arah Midori-san.

"Ah!" Tiba-tiba, aku menyadari siapa Midori-san itu.

Midori-san itu siswi terbaik di angkatan kami. Sekolah kami memang sekolah yang cukup bergengsi dalam hal nilai, tetapi cewek ini sudah berada di puncak saat dia bergabung, membuatnya jadi Ketua Angkatan kami yang memberikan pidato pada upacara masuk kami. Aku ingat aku sangat terkesan oleh Midori karena telah mencapai apa yang tidak dapat aku capai, tetapi selain itu aku hampir melupakannya. Bahkan sekarang di masa kelas sebelas SMA kami, Midori-san tidak pernah gagal buat mendapatkan nilai sempurna di setiap ujian. Menyebut Midori-san jenius merupakan pernyataan yang meremehkan.

Jadi, Midori-san juga seorang Kageishi. Aku belum pernah benar-benar mengetahui nama belakangnya, dan buatku, Ibu Sumire lebih sering disebut "Murasaki Shikibu-sensei," jadi hubungannya tidak pernah nyambung.

"Ah, sekarang masuk akal. Tidak heran Bapak Kepala Sekolah mengizinkan kalian menggunakan lantai terbengkalai ini dengan nilai kayak nilainya Midori-san."

"Itu benar. Tidak diragukan lagi Midori-chan akan pergi ke salah satu sekolah terbaik di negeri ini setelah lulus. Bapak-Ibu Guru di sini benar-benar tidak mau mendapatkan sisi buruk Midori-chan."

"Dan Midori-san memimpin dan secara efektif memberi saran pada ekskul ini sambil mempertahankan nilai rapor yang sempurna?"

"Yoi. Midori-chan itu seorang siswi teladan yang sempurna, dan dia mau tetap kayak gitu," tambah Ibu Sumire dengan sedikit cemoohan.

"Biar aku tebak. Midori-san juga bertanggung jawab atas kerapian di sini?"

"Betul sekali."

"Mengesankan. Cuma mau memeriksa saja, tetapi Ibu yakin kalau kalian berdua punya hubungan keluarga?"

"Masa kecil Ibu bukanlah sebuah kebohongan!!"

Siapa yang dapat menyalahkanku karena meragukan hal itu?

Midori-san membersihkan Tanah Tanpa Tuan yang tandus ini, memimpin ekskulnya dengan disiplin yang sempurna, dan jelas-jelas tipe orang yang tidak suka membuang-buang waktu. Tidak heran kalau Midori-san sangat disukai. Ditambah lagi, Midori-san juga cukup cantik; Yang membuat frustrasi, Midori-san tampaknya punya segalanya. Ekspresi keras di wajah Midori-san memberikan kesan menyendiri, tetapi cuma dengan sentuhan mekap, aku dapat dengan mudah melihatnya jadi idola atau aktris. Semakin sering aku mengamati Midori-san, semakin aku tidak percaya kalau dia itu benar-benar punya hubungan keluarga dengan Ibu Sumire.

"Begini, aku rasa aku belum pernah melihat Midori-san sejak Upacara Penerimaan kami. Bukannya Midori-san mestinya jadi terkenal?"

"Midori-chan ada di kelas khusus unggulan. Menempatkan Midori-chan bersama kalian semua cuma akan membuang-buang waktu."

"Ah, benar. Masuk akal."

Aku mempelajari wajah Midori-san dengan seksama. Kalau aku menyipitkan mataku dengan keras, mungkin aku dapat melihat kemiripan Midori dengan Ibu Sumire. Jujur saja, aku memang agak bingung. Saat Ibu Sumire meratap soal Ekskul Drama sebelumnya, aku berharap tempat ini penuh dengan orang-orang bodoh yang tidak tahu mana Shakespeare dan mana Tennessee Williams, tetapi ternyata mereka baik-baik saja. Aku tidak tahu kayak apa Ekskul Drama yang bagus, tetapi yang pasti, Ekskul Drama ini mirip kayak gini. Midori-san juga melakukan tugas yang hebat dalam memimpin mereka. Apa sebenarnya yang dikhawatirkan Ibu Sumire?

"Oke, gaes, latihan pendahuluan sudah selesai! Saatnya kita melanjutkan latihan buat penampilan yang sesungguhnya!"

Para anggota mulai mengambil tempat, dan tampak jelas kalau semua orang — aktor-aktris, penata panggung, dan penata suara — tahu persis apa yang sedang mereka lakukan. Adapun Midori-san, kayaknya dia mengambil peran utama. Midori-san berdiri di tengah-tengah ruang kelas yang kecil, dilemparkan ke dalam kegelapan oleh tirai gelap yang melintang di jendela.

Midori-san berdiri tegap dan diam kayak patung, tanpa ada anggota tubuh, rambut atau bahkan sel yang keluar dari tempatnya. Semangat Midori-san yang kuat buat berakting tampak terpancar dari dirinya, meningkatkan ketegangan di ruangan itu beberapa tingkat. Wajah Midori-san tampak tenang saat dia menunggu pertunjukan dimulai. Midori-san benar-benar tampak kayak seorang profesional.

"Kita akan mulai 10 menit lagi!"

Sudah hampir waktunya. Salah satu anggota lainnya mulai menghitung mundur. Saat sampai pada hitungan ketiga, Midori-san menarik napas dalam-dalam.

"Ah. Romeo. Kematian. Mestinya. Tidak. Mesti. Diambil. Engkau."

Tunggu...

Namanya Midori-san, bukan? Bukan Siri atau Asisten Coogle atau semacamnya? Suaranya sama robotiknya dengan fungsi teks ke suara di komputerku. Aku bahkan memeriksa ponsel pintarku buat memastikan kalau aku tidak menekan sesuatu yang aneh, tetapi memang Midori-san yang berbicara.

Mata Midori-san tiba-tiba membelalak, seolah-olah dia barusan menyadari betapa buruknya penampilannya. Kesadaran diri itu merupakan pertanda baik. Mungkin Midori-san belum menemukan karakternya. Aku ingat kalau Iroha pernah bilang padaku kalau kalimat pertama dari sebuah lagu selalu jadi yang tersulit di karaoke.

Ini baik-baik saja. Itu belum kayak penampilan yang sebenarnya. Midori-san dapat memulai dari awal. Midori-san mulai berdiri lebih tegak, ekspresi wajahnya yang lebai dan sedih saat dia memulai lagi dengan suara bernada tinggi.

"Armeomatestidakestdibilkau."

Hah?

Apa yang barusan Midori-san bilang? Kalimat Midori-san diucapkan dengan sangat "lancar" sampai-sampai terdengar kayak menyatu dan sama sekali tidak dapat dimengerti. Hampir terdengar kayak bahasa yang sama sekali berbeda; Klingon, kalau aku mesti menebak. Aku rasa pertunjukan bahasa asing, atau bahkan fiktif, semakin populer di dunia teater yang lebih megah. Mudah-mudahan saja, memang kayak gitu. Mudah-mudahan saja...

Tentu saja, setelah Midori-san selesai mengucapkan dialognya, penata suara menyisipkan pukulan tamborin yang tepat waktu. Begini, kayak yang ada di setiap pertunjukan Romeo dan Juliet. Yoi. Benar sekali.

Selanjutnya, lampu panggung di langit-langit menyala, menyinari Midori-san di bawahnya. Tentu saja, itulah warna ungu yang jelas, memungkinkan sang heroin buat menyampaikan dialog berikutnya dengan rona merah padam di pipinya.

"Acupcosednytrlovhans!"

...Oke, wah, penyampaian yang luar biasa.

Midori-san terus menyampaikan dialognya dengan kecepatan tinggi, diselingi dengan poni dan dentang misterius yang ditambahkan dengan sangat baik oleh tim efek suara. Aku tidak yakin apa yang sedang aku saksikan, tetapi mungkin kurang lebih kayak apa yang akan kalian lihat dalam sebuah tur ke neraka.

Aku memang punya beberapa pertanyaan, tetapi pada akhirnya, Midori-san tampaknya menyadari kalau kalimat Midori-san tidak dapat dipahami dan melambat.

"Alam. Semesta. Itu. Terus-Menerus. Berkembang."

Itu mendingan. Benar begitu bukan?

Meskipun sekarang aku dapat memahami dialog Midori-san, bukan berarti dialognya masuk akal. Aku tidak menyadari kalau Romeo dan Juliet itu sebuah opera luar angkasa. Kalau ini memang kualitas naskahnya, maka dialognya yang kacau mungkin akan mendingan.

Dari apa yang aku tangkap dari dialog cewek-cewek lainnya, ini merupakan sebuah drama yang dipenuhi dengan istilah-istilah acak kayak "Rahasia Ruang Angkasa", "Dunia Paralel", "Kucing Schrödinger", "Batu Bertuah", dan banyak sekali omong kosong lain yang dijejalkan di sana. Mungkin mereka berusaha buat meningkatkan produksi, tetapi justru meningkatkan ke arah yang berlawanan.

"Ibu..." Aku menoleh ke arah Ibu Sumire. "Apa yang sedang kita tonton?"

"Kamu sudah paham sekarang, bukan?" Senyum Ibu Sumire padaku dengan lesu.

"Ini..."

"Ibu tahu."

Keadaan semakin memburuk setiap detiknya. Tingkat rasa ngeri mencapai titik kritis. Midori-san terus beralih antara mode robot dan aliennya, dan menafsirkan apa yang sedang terjadi hampir tidak mungkin. Sejauh yang aku tahu, Dewa Langit jahat yang mempelajari ninjutsu di India dan memerintah sebuah kota jauh di bawah tanah akhirnya disegel oleh kekuatan sains. Paham? Tidak, aku juga tidak.

"Segala. Puji. Bagi. Hamparan. Dari. Luar. Angkasa."

Dan dengan begitu, pertunjukan pun berakhir. Para anggota membungkukkan badan pada para penonton yang tidak tampak, menikmati tepuk tangan yang hening. Baru setelah para penata panggung membuka tirai buat membiarkan sinar mentari masuk, Midori-san perlahan-lahan mengangkat kepalanya. Midori-san meletakkan jari yang penuh perhatian di bibirnya, ketidaksenangan tampak jelas di wajahnya.

"8/10."

"Kok bisa tidak nol, sih?!"

Ups. Aku tidak sengaja bilang begitu dengan lantang, bukan?

Midori-san menoleh ke arahku. Mata kami bertemu.

"Memangnya kamu ini siapa, dan apa hakmu untuk membuat penilaian kayak gitu?!" Pelotot Midori-san sambil berjalan menghampiri kami.

"Maaf, mau bagaimana lagi. 8/10 terlalu murah hati buat... ...apapun itu. Aku lebih baik pergi melihat Pawai Natal di SD."

"A-Ah, maaf?! Itu tidak seburuk itu! Meskipun memang benar kalau kemajuan kamu agak terhenti akhir-akhir ini..."

"Agak."

Langsung dari atas kepalaku, aku sudah dapat memikirkan lebih dari lima area yang perlu mereka tingkatkan.

"Menurutmu kamu ini siapa?" Geram Midori-san. Tiba-tiba, ekspresi Midori-san jadi cerah. "Kak — Ibu Kageishi! Ibu sudah datang!"

"Itu benar. Ibu datang buat memastikan kalau kalian semua mengikuti latihan."

Memanggil Ibu Sumire "Ibu Kageishi" menunjukkan padaku, kalau Midori-san suka menjaga hubungan yang formal dengan Kakaknya saat mereka berada di sekolah. Mengingat kepribadian Ibu Sumire, hal itu tidak mengherankan. Ibu Sumire sendiri sudah kembali jadi mode guru yang glamor.

"Ibu Kageishi!" Teriak para anggota ekskul yang lainnya, mengerumuni beliau. Mereka tampak sangat menyukai pembina bayang-bayang mereka.

"Aku sangat senang karena Anda sudah lebih sering datang ke ekskul, Kak— Ibu! Ini telah memberikan keajaiban buat motivasi kami! Benar begitu bukan, semuanya?"

"Iya!" Timpal para anggota ekskul yang lainnya, suara mereka terdengar bersemangat.

Meskipun ada ketegangan yang kental di udara selama pertunjukan, ruangan itu sekarang dipenuhi dengan tawa dan pelangi. Paling tidak mereka tahu bagaimana cara bersantai saat mereka perlu...

Midori-san sangat gelisah saat dia memandangi Kakaknya. Kuncir kuda di atas kepala Midori-san bergoyang-goyang kayak ekor anj*ng.

"Kayak yang kalian tahu, Ibu sangat mementingkan kemampuan ekskul buat mandiri. Namun, kompetisi tidak lama lagi, dan Ibu mau mengerahkan usaha sebanyak kalian semua. Sebagai Pembina kalian, merupakan tanggung jawab Ibu buat memastikan kita meraih kemenangan."

"Ibu Kageishi!"

"Terima kasih banyak!"

"Ibu itu Pembina terbaik yang pernah ada!"

Para anggota ekskul menatap Ibu Sumire dengan air mata berlinang. Aku merasa kayak sedang menyaksikan kelahiran semacam sekte.

Berhenti dulu bercandanya, ada satu hal yang aku tahu pasti. Ekskul Drama sangat mengagumi Ibu Sumire, dan juga, mereka tidak punya wawasan soal sifat asli beliau. Tampaknya hal itu juga berlaku buat sang adik. Mata mereka penuh dengan kekaguman; Siapapun yang mengetahui Ibu Sumire yang sebenarnya tidak akan pernah memandang beliau kayak gitu.

"Kalau boleh tahu, Ibu Kageishi, siapa Si Tukang Ngintip yang Ibu bawa ini?" Tanya Midori-san, memelototiku dengan mata penuh kebencian.

"Si Tukang Ngintip" sudah kelewatan. Selain fakta kalau Midori-san menyiratkan kalau aku semacam orang mesum, aku tidak melakukan apapun selain memberikan pendapatku soal pertunjukan itu, dan aku sudah cukup menonton buat melakukannya. Aku ragu kalau Midori-san pernah duduk dan menonton rekaman dari apa yang barusan aku lihat, atau dia mungkin membawakan kalimat yang berbeda.

"Inilah Ooboshi Akiteru-kun, siswa kelas sebelas. Ibu mau memberi Akiteru-kun gambaran soal apa yang dimaksud dengan Ekskul Drama."

"Contohnya? Aku jadi ingat, Ibu bilang kalau kita mesti menambah anggota buat kompetisi yang akan datang. Apa Ooboshi-kun berharap buat bergabung? Aku sudah tahu kalau aku sudah bilang ini pada Ibu, tetapi kami berenam sudah berada di puncak pentas kami. Kami tidak perlu—"

"Tidak, Akiteru-kun tidak akan bergabung." Ibu Sumire menggelengkan kepala beliau. Sorot mata beliau yang serius membuatku ingat akan apa yang sedang beliau rencanakan. Jadi, itulah yang beliau mau sebagai imbalan buat memenuhi tenggat beliau. "Akiteru-kun akan jadi Sutradara kalian, dan Sutradara yang hebat. Beliaulah yang akan memimpin Ekskul Drama ini menuju kemenangan."

"Sutradara kami?"

Hebat? Apa Ibu Sumire tidak sadar kalau aku tidak tahu apa-apa soal akting?

"A-Apa Ibu bilang cowok ini seorang ahli teater? Maafkan aku, tetapi cowok ini tampak biasa-biasa saja dalam segala hal dan dari segala sudut."

"Paling tidak aku tidak menyebalkan..." Gumamku di dalam hatiku.

Aku memang menganggap Midori-san sebagai orang yang sangat serius, tetapi aku tidak menyadari kalau dia juga sangat kasar. Apa ini cara Midori-san bicara soal seseorang yang barusan dia temui? Aku memang sudah terbiasa diremehkan oleh Iroha, tetapi sikap Midori-san, dan fakta kalau Midori-san itu orang asing, membuatku hampir tidak punya waktu buat membalas.

"Tenanglah, Midori-chan, dan dengarkan baik-baik. Ibu tahu kalau Akiteru-kun itu tampak biasa-biasa saja, apalagi kayak seorang yang sadis yang tidak tahu makna frasa 'belas kasihan', tetapi—"

"Kata orang yang secara terbuka menghinaku tepat di tempatku berdiri."

"—Akiteru-kun itu Sutradara yang sangat berbakat. Ibu benar-benar yakin kalau Akiteru-kun akan mampu membawa penampilanmu ke tingkat selanjutnya," kata Ibu Sumire dengan sungguh-sungguh.

Midori-san sedikit mundur mendengar nada bicara Ibu Sumire. Midori-san memang menatapku beberapa kali, dan tampak jelas kalau dia tidak yakin apa dia bisa mempercayaiku atau tidak.

"Kalau itu pendapat Anda yang jujur soal masalah ini, Kak— Ibu Kageishi, maka aku rasa kita dapat mempercayai cowok ini. Meskipun begitu, Ooboshi-kun itu masih seorang siswa. Apa Ooboshi-kun punya pengalaman penyutradaraan yang sebenarnya?"

"Pertanyaan yang bagus." Ibu Sumire mengangkat jari beliau ke udara, siap buat menjelaskan, sebelum terdiam di tempat.

Ruangan jadi hening. Satu-satunya petunjuk kalau waktu masih terus berjalan yaitu detak jam dinding.

Ibu Sumire telah memojokkan diri beliau sendiri. Peranku sebagai Produser Koyagi dan Pimpinan Aliansi Lantai 05 merupakan sesuatu yang cuma diketahui oleh segelintir orang, dan bahkan lebih sedikit lagi yang bersekolah di sekolah kami. Kalau orang-orang tahu, itu cuma akan menarik perhatian yang tidak diinginkan, jadi aku lebih suka Ibu Sumire tidak memberitahukannya pada Ekskul Drama.

Ibu Sumire juga sependapat denganku dalam hal ini. Kalau beliau membocorkan soal aku dan Koyagi, itu dapat membuat Midori mengetahui identitas tersembunyi Kakaknya: Murasaki Shikibu-sensei, seorang ilustrator handal. Aku yakin kalau aku bukanlah satu-satunya orang di sini yang dapat melihat keringat dingin berkilau di jidat beliau sekarang.

Semoga berhasil keluar dari masalah ini, Ibu.

"Akiteru-kun..."

"Akiteru-kun?"

"Akiteru-kun menyutradarai beberapa film laris Hollywood!"

"Apa?!" Baik Aku maupun Midori-san melongo ke arah Ibu Sumire.

Hollywood? Hollywood?! Memangnya ada Sutradara Jepang yang berhasil menembus film Hollywood? Kita mesti punya IQ -1.000.000 buat mempercayai kebohongan tingkat teri kayak gitu!

"Hollywood!" Mata Midori-san berbinar-binar. "Apa kamu itu semacam orang jenius, Ooboshi-kun?!"

"Iya, begini. Aku tidak akan bertindak sejauh itu. Meskipun aku rasa aku dapat memberi kalian beberapa petunjuk di sana-sini." Aku tidak dapat berbuat apa-apa selain mengiyakan saja saat itu.

Anggota ekskul yang lainnya mulai berteriak dan berkumpul di sekelilingku.

"Hollywood berarti kamu itu benar-benar berbakat, bukan?!"

"Tentu saja Ooboshi-kun itu berbakat! Ibu Kageishi itu orang yang memilih Ooboshi-kun buat kita!"

"Begini, wajah Ooboshi-kun memang biasa-biasa saja, aku akan terkejut kalau ia tidak menyembunyikan sesuatu kayak gitu!"

"Iya! Ooboshi-kun memang tidak terlalu tampan, jadi tentu saja ia punya sesuatu buat disombongkan!"

Cewek-cewek itu mengoceh sambil mengerumuniku. Pemikiran ini sudah lama ada di dalam benakku, tetapi bukannya siswa-siswi di sekolah ini memang agak... ...bebal? Mungkin karena itulah tidak ada yang mengetahui identitas asli Murasaki Shikibu-sensei selama ini.

"Ini bagus, Midori-san! Dengan adanya cowok ini, mungkin kita bahkan dapat masuk ke tingkat nasional!"

Tidak kayak kerumunan cewek-cewek di sekitarku, Midori-san tampak tidak senang. "Oke, jadi mungkin Ooboshi-kun memang punya pengalaman, tetapi itu tidak dapat dijadikan alasan atas apa yang ia bilang soal kita barusan! Dan juga, Kak— Ibu Kageishi, kalau boleh tahu, bagaimana tepatnya Ibu mengenal Ooboshi-kun?"

"Hah?"

Mengapa Midori-san peduli?

Saat berikutnya aku dihadapkan pada ujung jari Midori-san.

"Jangan bilang kalian berdua ke kamar bersama?!"

"Mengapa kamu berpikiran kayak gitu?!"

"Kamu itu kan Sutradara Hollywood yang kaya raya! Aku tahu kayak apa tipemu! Kamu akan melakukan segala macam cara buat mendapatkan pekerjaan! Tetapi kalau kamu berani menyentuh Kakak, kamu mesti bertanggung jawab padaku!"

Atas nama seluruh Sutradara Hollywood di manapun itu, aku benar-benar terkejut dengan pernyataan Midori-san yang tidak berdasar.

Midori-san memelototiku, jarinya yang terulur gemetaran, dan pipinya memerah karena marah.

Aku menghela napas. "Tidak, kami tidak akan ke kamar bersama. Mustahil aku tertarik dengan orang kayak Ibu Sumire."

"Tentu saja mungkin! Kakak itu sangat seksi! Apa kamu pernah melihat gunung Kakak? Dan kaki Kakak yang ramping?!"

Aku dapat menerima kalau Ibu Sumire punya tubuh yang bagus. Hanya saja, kepribadian beliau datang bersamaan dengan itu. Dan itulah yang menempatkan beliau di urutan paling atas dalam daftar "cewek-cewek yang tidak mau aku sentuh."

Aku juga memperhatikan, kalau Midori-san sudah mulai tertawa dan sekarang memanggil Ibu Sumire dengan sebutan Kakak. Kayaknya mereka berdua akan menunjukkan sifat asli mereka saat mereka terlalu bersemangat.

"Dengarkan. Pertama-tama, kamu telah melemparkan tuduhan tidak berdasar padaku. Kedua, aku tidak akan pernah menggunakan Ibu Kageishi cuma buat mencari pekerjaan. Kamu tidak mendapatkan apa-apa. Selamat siang, Nyonya."

"Hah?!" Ibu Sumire buru-buru mencengkeram pundakku saat aku hendak pergi. Beliau mendekatkan bibir beliau ke telingaku dan berbisik, "Kamu mau pergi ke mana? Ibu kira kamu akan membantu Ibu di sini!"

"Aku tidak masalah memberi mereka beberapa tips, tetapi aku tidak pernah setuju buat jadi Sutradara mereka. Ketua mereka bahkan tidak mau bantuanku, jadi apa yang membuat Ibu merasa kalau mereka akan mendengarkan apapun yang aku bilang?"

"Tunggu sebentar! Ibu dapat meyakinkan Midori-chan!"

"Dengarkan, meskipun aku memberi mereka seluruh saran di dunia ini, tidak ada yang dapat menyelamatkan apa yang barusan kita tonton."

Ada terlalu banyak masalah dengan ekskul ini.

Para pemerannya tidak punya bakat.

Para penulis naskahnya tidak punya bakat.

Para penata panggungnya tidak punya bakat.

Para penata suaranya tidak punya bakat.

Kita tidak perlu jadi Sutradara Hollywood buat sadar kalau ekskul ini sudah hancur. Lupakan Sutradara, mereka membutuhkan seorang ahli bedah otak.

"Tidak bisakah kamu gunakan pengalamanmu dalam mengarahkan Aliansi buat digunakan? Maksud Ibu, kamu sudah punya pengalaman bekerja dengan penulis, pemeran, dan teknisi suara."

"Mungkin, tetapi aku tidak dapat mengajari mereka akting panggung yang baik. Aku tidak tahu apa-apa soal itu."

"Iya, Ibu tahu, tetapi..."

Meskipun aku belum punya pengalaman akting secara pribadi, aku memang selalu dapat meminta Iroha dalam membantuku. Masalahnya, Ibu Sumire tidak tahu kalau Iroha itu penyulih suara buat Koyagi. Belum lagi Iroha itu seorang penyulih suara — akting di atas panggung membutuhkan keterampilan yang berbeda. Melibatkan Iroha sama sekali mustahil.

"Bisakah kita pura-pura kalau ini tidak pernah terjadi? Aku sudah sibuk dengan semua hal lain yang terjadi di Aliansi saat ini; Aku tidak punya waktu buat ini."

"Itu mustahil!"

"Dengarkan, ini itu masalah Ibu, jadi silakan coba selesaikan sendiri dulu, oke? Aku akan menemui Ibu nanti."

"Tidak! Ibu mohon, tunggu!"

Aku meninggalkan ruang kelas, meninggalkan Ibu Sumire yang berlinang air mata di belakangku.

"Tidak usah khawatir, Kakak!" Aku mendengar suara Midori dari belakangku. "Kita akan memenangkan hadiah itu sendiri! Lihat saja nanti!"

"M-Mm..." Jawab Ibu Sumire dengan senandung tanpa perasaan.

"Euh. Mereka benar-benar memasukkan drama ke dalam Ekskul Drama," gumamku.

Aku benar-benar tidak punya waktu buat omong kosong ini. Aku mesti berurusan dengan Iroha, Mashiro, dan Makigai Namako-sensei terlebih dahulu.

...

Tunggu sebentar. Drama...

Saat aku menyaksikan penampilan Midori-san yang sangat buruk, entah mengapa aku terus melihat wajah Iroha di sudut pikiranku. Melihat seseorang yang sangat berbakat memberiku apresiasi baru soal betapa serbagunanya penyulih suara Iroha, terutama mengingat usia mereka yang hampir sama. Apa ada kemungkinan Iroha juga dapat unggul dalam akting panggung?

Tidak, aku terlalu lebai. Mustahil Iroha akan diizinkan buat naik ke atas panggung, mustahil dia akan melihat namanya di cahaya. Dan fakta itu membuatku kesal bukan kepalang.

"Sayang sekali," gumamku dalam hatiku, bermandikan gerutuan Ekskul Tenis saat mereka berlatih di luar.

***

"Jadi, Aki, aku dengar kalau kamu ketemuan dengan seorang cewek lain."

"Adiknya Ibu Sumire? Itu bukan masalah besar, kok."

"Hah. Dari apa yang aku dengar, dia itu akan jadi pasangan yang cocok buatmu. Dia itu serius, metodis, dan sangat cerewet dalam membuang-buang waktu."

"Oke, tetapi kamu meninggalkan bagian di mana dia sangat membenciku. Begini, kayak kebanyakan cewek-cewek. Ditambah lagi, ada satu hal lagi."

"Ah?"

"Dia kayaknya beranggapan kalau semua cowok itu b*bi yang tidak berperasaan. Begini, salah satu dari orang-orang yang menganggap kalau menempatkan seorang cowok di sebuah ruangan dengan seorang cewek berarti mereka langsung melakukannya."

"Mustahil. Dia mungkin cuma merasakan kalau kamu dan Ibu Sumire itu sangat dekat."

"Sangat dekat buat saling memb*nuh. Pokoknya..."

"Pokoknya?"

"Masalahnya dengan Midori-san yaitu, dia terlalu suka merapikan diri. Kayak Midori-san itu selalu memperhatikan setiap titik debu yang ada."

Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama