[Peringatan 15+ Ke Atas!]
Epilog 3Berlayar Menghadapi Masalah
"Mengecat distrik lampu merah jadi lebih merah, adiknya temanku telah menginjakkan kakinya pada bokong kita!"
Saat aku pulang dari sekolah dan masuk ke kamar tidurku, hal pertama yang aku lihat yaitu sepasang paha.
Ada seorang cewek yang aku kenal berbaring tengkurap di ranjangku, menendang-nendang kakinya mengikuti irama. Cewek ini mengambil sendiri jilid baru manga shounen dari rak bukuku, dan kayaknya dia sangat senang membacanya.
Cewek ini yaitu Kohinata Iroha. Iroha itu seorang siswi kelas sepuluh di SMA-ku (Aku ini kelas sebelas).
Rambut Iroha yang berwarna keemasan cerah, dan cara rambutnya digerai, serta penyuara jemala yang dikalungkan di lehernya, membuatnya tampak kayak seekor penguin kaisar. Seragam lengan pendek Iroha tampak kayak menjaganya tetap sejuk di tengah cuaca yang lembap di awal musim panas, bersamaan dengan rok pendeknya. Tanpa kaus kaki Iroha, garis kakinya yang panjang, ramping, dan pucat tidak terhalang dari pandangan. Iroha merupakan lambang seorang cewek SMA, tanpa tindikan atau perhiasan yang akan membuatnya menonjol sebagai bagian dari subkultur tertentu.
"Isilah bokongmu sampai meledak, lalu kamu akan jatuh ke lantai! Tetapi pakaian dalammu itu sungguh luar biasa!"
Iroha itu tipe cewek yang cuma perlu tersenyum pada kita buat membuat kita mengira kalau dia itu menyukai kita. Dan cewek yang diberkati yang memangsa dengan polosnya cowok-cowok tragis itu sekarang mengambil alih ranjangku seakan-akan Iroha yang punya tempat itu. Kalau Iroha cuma duduk di sana dengan tenang, mungkin aku tidak akan terlalu keberatan.
"Tidak peduli apa kamu masih perjaka, yang penting kamu tahu kalau adik ini—"
Tanpa sepatah kata pun, aku mencabut penyuara jemala Iroha dari colokan di ponsel pintarnya dan menyambungkannya ke stereo.
"Ah! Matikan musik rap itu sekarang juga!"
Melompat dan menggelepar bagaikan ikan yang terdampar, Iroha melemparkan penyuara jemalanya ke ranjang. Iroha terus merengek, meratap, dan berguling-guling di atas ranjang, sambil menjepit kedua tangannya di atas telinganya. Setelah sekian lama (berapa lama, sekitar sebulan?) akhirnya Iroha paham apa yang aku rasakan.
"Te-Tega-teganya kamu, Aki-senpai?! Bagaimana kalau gendang telingaku pecah?!"
"Hah?"
"Cuma bercanda. Kamu tidak perlu khawatir soal itu; Stereo itu punya batas volume saat kamu memasang penyuara jemala sehingga tidak merusak pendengaranmu. Penyuara jemalamu mungkin juga tidak akan mengeluarkan suara lebih dari volume tertentu."
"Hei, kamu memang benar. Sebenarnya, telingaku sudah terasa mendingan sekarang!"
"Yoi, aku tidak akan pernah menghabiskan begitu banyak uang demi sesuatu tanpa memastikan kualitasnya juga bagus."
"Begini, aku belum pernah memikirkan seberapa bagusnya penyuara jemalaku."
"Sangat mudah buat menerima sesuatu begitu saja, aku rasa. Meskipun kamu dapat menggunakannya sesuka hatimu, tentu saja."
Mematikan stereo, aku mengambil penyuara jemala yang berada di ujung ranjang, dan menyerahkannya pada Iroha.
Sekitar setahun yang lalu, penyuara jemala ini dikirim ke kamarku. Kesan kulit dan warna yang sudah usang sudah banyak berubah sejak saat itu. Itulah bukti kalau penyuara jemala itu sangat dicintai.
"Paling tidak kamu tidak menyimpannya di dalam kotak selama ini."
"Tentu saja tidak. Aku membutuhkannya buat mempelajari minatku!"
"Benar. Kalau kamu cuma mau berlatih akting, yang kamu butuhkan yaitu dirimu sendiri. Tetapi kalau kamu mau unggul, kamu mesti melihat bagaimana mereka yang lebih berpengalaman darimu tampil. Karena kamu tidak pernah diizinkan buat menonton televisi atau semacamnya—"
"Yoi! Mendengarkan seluruh lirik rap yang eksplisit ini benar-benar membantu meningkatkan kemampuan aktingku! Terima kasih banyak telah memberikan ini buatku, Aki-senpai!"
"Bercanda kayak gitu cuma membuatmu terdengar tidak bersyukur."
"Aku bercanda karena aku bersyukur! Begitulah cara kerja cewek-cewek!"
"Cewek-cewek juga manusia, bukan? Dan saat manusia bersyukur, mereka cuma mengucapkan 'Terima kasih' tanpa semua omong kosong yang barusan kamu tambahkan."
"Agak lucu mendengar robot berbicara soal bagaimana manusia mestinya bersikap." Kekeh Iroha.
Karena Iroha mesti bersikap kayak siswi teladan di sekolah, Iroha menyimpan penyuara jemalanya di kamarku. Kalian tidak salah baca: Di kamarku, bukan di kamar Iroha.
Namun, itu cukup adil, sih. Inilah satu-satunya tempat Iroha dapat melatih kemampuannya atau mendengarkan contoh dari penyulih suara lainnya. Kalau ibunya mencium sesuatu yang berhubungan dengan dunia hiburan, tidak ada yang tahu bagaimana reaksinya.
Iroha mengambil penyuara jemala dariku sebelum mengalungkannya di lehernya kayak biasanya. Duduk di ranjang, Iroha mulai menendang-nendangkan kakinya kayak anak kecil yang sedang bermain ayunan.
"Begini, aku benar-benar menyukaimu. Makanya aku sangat cemburu pada Mashiro-senpai."
"Berhentilah mencoba bermain-main denganku."
"Aku seriusan! Kamu tahu saat kita pergi ke mal? Aku sangat bersemangat soal bagaimana aku tidak akan membiarkan Mashiro-senpai merebutmu dariku dan sebagainya."
"He'eh, jadi kok bisa kamu setuju buat berteman dengan Mashiro pada akhirnya? Siapa yang pernah mendengar soal saingan yang berteman?"
"Iya, aku memang datang dengan senjata lengkap, tetapi lalu aku menyadari betapa manisnya Mashiro-senpai, dan betapa menjijikkannya para perundung itu, dan itu cuma membuatku mau membalas mereka! Euh! Mereka berdua benar-benar membuang-buang tempat!" Wajah Iroha berkerut jadi cemberut.
Meskipun ekspresi Iroha jutek, aku dapat melihat kalau dia tidak menyesali perbuatannya dan dia sama sekali tidak merasa benci pada Mashiro.
Inilah Kohinata Iroha: Cewek yang paling menjengkelkan dan paling baik hati, yang dapat kalian harapkan buat bertemu dengannya. Makanya aku punya firasat kalau Iroha dan Mashiro akan bergaul satu sama lain. Bahkan, meskipun mereka tampak sangat bertolak belakang pada pandangan pertama, namun di balik itu, mereka punya banyak kesamaan.
"Jadi, bagaimanapun juga, aku akan menetap di sini sepanjang sisa hari ini, oke? Cuma buat menebus kekalahanku pada hari Sabtu."
"Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan." Aku menghela napas.
Aku berbalik membelakangi Iroha dan melemparkan tas sekolahku ke lantai, lalu merebahkan diri di bangku mejaku. Karena Mashiro sudah memakluminya sekarang, aku yakin sisa hubungan palsu kami akan berjalan lancar. Tsukinomori-san tidak perlu khawatir.
Saat itu, ponsel pintarku berdengung di saku. Dari pola getarannya, aku tahu kalau itu merupakan pesan dari LIME. Seseorang di Aliansi mungkin telah menemukan sebuah meme atau semacamnya. Aku mengeluarkan ponsel pintarku buat memeriksanya.
"Coba aku lihat!"
"Hei! Lepaskan aku!"
"Aku mesti sedekat ini atau aku tidak dapat melihat! Kamu mesti beli ponsel pintar yang lebih besar!"
Saat Iroha melihatku mengeluarkan ponsel pintarku, dia menempel pada punggungku bagaikan seekor bayi monyet. Ini cuma salah satu dari sekian banyak perilaku Iroha yang menjengkelkan, tetapi ini tidak terlalu menggangguku. Aku merasa tidak enak karena Iroha tidak ikut dalam obrolan grup. Aku sering membiarkan Iroha melihat obrolan kami sehingga dia tidak akan merasa ketinggalan.
"Mungkin cuma Murasaki Shikibu-sensei yang memposting beberapa shota, atau Makigai Namako-sensei yang mengoceh soal film yang mengerikan, bukan? Karena Abang tidak terlalu sering memposting. Biar aku lihat." Iroha mengintip ke depan, menggeliat riang.
Dengan wajah Iroha yang tepat berada di sampingku, aroma feminimnya yang lembut menguar dari tubuhnya. Itu membuatku agak gelisah. Aku mencoba untuk mengabaikannya saat kami berdua menatap layar.
Ada keheningan. Kami berdua terpaku pada nama pengirim dan isi pesannya. Ini tidak ada hubungannya dengan obrolan grup Aliansi Lantai 05, dan ini jelas bukanlah meme.
Itu dari Tsukinomori Mashiro. Akun baru Mashiro, yang mesti aku perjuangkan mati-matian agar dia mau berbagi denganku. Pesan di bagian bawah log nyaris tidak berhasil menembus tengkorakku, sangat sulit dipercaya.
"Mashiro-senpai... ...Mashiro-senpai... ...Apa?"
Aku tidak kepikiran kalau aku pernah mendengar suara Iroha goyah kayak gitu.
Mungkin mestinya aku sudah menduga kalau hal ini akan terjadi, mengingat situasinya. Aku benar-benar buta akan segalanya, bertekad buat fokus cuma pada Aliansi dan menikmati masa kini agar kami semua dapat punya masa depan yang kami mau. Aku mengunci diri di dalam Aliansi, memblokir diriku dari gangguan apapun yang dapat datang dari luar. Itu semua demi menjaga hubungan kami tetap harmonis, dan kekuatan kreatif kami tetap prima.
Meskipun aku rasa riwayat telah menunjukkan kalau ketika negeri-negeri mencoba buat memisahkan diri, hal itu tidak akan pernah berakhir dengan lancar. Pada akhirnya, negara yang lebih kuat akan muncul dengan armadanya dan memaksa mereka buat membuka diri, mengekspos mereka pada budaya asing yang membuka jalan buat pemulihan budaya yang besar.
Aku tidak dapat membaca emosi di mata Iroha yang membelalak saat dia menatap ponsel pintarku. Aku dapat melihat satu kalimat yang tercermin di dalamnya. Sebuah kalimat yang mengubah segalanya. Butuh waktu lama sebelum otakku akhirnya dapat mencerna maknanya. Terlalu lama buat sebuah kalimat yang aku baca dalam bahasa ibuku.
Satu kalimat yang sederhana.
"Aku mencintaimu. Lebih dari siapapun di dunia ini."
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
