[Peringatan 15+ Ke Atas!]
Bab 1
Adik Temanku Iseng Padaku!
"Mewarnai distrik lampu merah jadi semakin merah, adik temanku buat kita jengkel!"
Saat aku pulang dari sekolah dan masuk ke kamar tidur, hal pertama yang aku lihat yaitu sepasang paha.
Ada seorang cewek yang aku kenal berbaring tengkurap di ranjangku, menendang-nendang kakinya mengikuti irama. Dia mengambil sendiri jilid baru manga shounen dari rak bukuku, dan kayaknya dia sangat senang membacanya.
Cewek ini bernama Kohinata Iroha. Dia itu seorang siswi kelas sepuluh di SMA-ku (Aku ini kelas sebelas).
Rambut Iroha berwarna keemasan cerah, dan cara rambutnya digerai, serta penyuara jemala yang dikalungkan di lehernya, membuatnya tampak kayak seekor penguin kaisar. Seragam lengan pendek dan rok pendeknya tampak kayak menjaganya tetap sejuk di tengah cuaca yang lembap di awal musim panas. Tanpa kaus kaki, garis kakinya yang panjang, ramping dan pucat tidak terhalang dari pandangan. Dia itu lambang seorang cewek SMA, tanpa tindikan atau perhiasan yang akan membuatnya menonjol sebagai bagian dari subkultur tertentu.
"Isilah b*kongmu sampai meledak, lalu kamu akan jatuh ke lantai! Tetapi celana dalammu itu sangat bagus!"
Iroha itu tipe cewek yang dapat memikat siapapun cuma dengan tersenyum pada mereka. Dan cewek yang diberkati yang memangsa dengan polosnya cowok-cowok tragis itu sekarang mengambil alih ranjangku seakan-akan dia yang punya tempat itu. Kalau dia cuma duduk di sana dengan tenang, mungkin aku tidak akan terlalu keberatan.
"Tidak peduli kalau kamu masih perjaka, asal tahu saja kalau adik ini—"
"Matikan 'musik' rap jelek itu sekarang juga! Aku dapat mendengar suara basnya!"
Aku mencabut kabel stereo dari stop kontak sebelum Iroha sempat melakukannya sendiri. Kamar jadi hening, dan cewek yang ada di atas ranjang itu tiba-tiba berbalik, seakan-akan dia barusan menyadari kalau aku ada di sana.
"Ah, hai, Senpai. Kamu bisa saja mengetuk, loh."
"Mengetuk buat masuk ke kamarku sendiri? Lagipula, kamu tidak boleh menyetel musikmu terlalu keras! Apa penyuara jemala itu cuma buat pamer atau semacamnya?"
Iroha menyeringai padaku.
"Kamu benar-benar penasaran buat apa itu? Kamu mesti mengikuti rutenya terlebih dahulu buat mengetahuinya! Berarti kamu mesti memilihku dari semua cewek-cewek lain di luar sana. Aku rasa aku dapat memberi tahumu kalau kamu memang menyukaiku! Sebenarnya, penyuara jemala ini..."
"Aku tidak peduli."
"Eh, kamu tidak berperasaan!" Iroha menjulurkan lidahnya ke arahku.
Iroha benar-benar hama!
Iroha selalu saja kayak gini. Kayak dia selalu teler. Adrenalin (atau mungkin endorfin) membombardirku saat aku berpikir buat menendang hama ini keluar dari sini. Dia mengepakkan gusinya sebelum aku sempat mengucapkan sepatah katapun.
"Ayolah, Senpai! Kamu pasti tahu kalau aku mungkin akan ada di sini saat kamu pulang, jadi paling tidak ketuklah! Bagaimana kalau aku ganti baju, hah?! Atau itu yang kamu mau? Tolong! Paling polisi, seseorang! Aku sudah terpojokkan seorang cowok mesum!"
"Tentu, panggil polisi. Aku mau sekali menceritakan pada mereka soal bagaimana kamu masuk ke kamarku."
"Jadi kita akan membawanya ke pengadilan sekarang, ya?" Iroha menyipitkan matanya dan tersenyum puas saat aku mengeluarkan ponsel pintarku dari saku celanaku.
Iroha selalu saja kayak gini saat mencium adanya tantangan. Keinginan buat mengalahkanku dan menegaskan dominasi dengan cara apapun yang dia bisa merupakan bagian yang melekat pada sifat makhluk ini.
"Aku tidak 'menerobos' ke sini, sih!"
Iroha berguling ke atas punggungnya, asetnya memberikan pantulan kecil saat dia melakukannya. Tiga buah kancing teratas dari blus yang dia kenakan terbuka, memberiku pandangan sekilas pada gunung bulat yang mengancam akan tumpah keluar.
Gunung itu sangat besar.
Aku mesti memalingkan wajahku saat Iroha mengejekku dengan tubuh feminimnya. Iroha bersiul dan menyipitkan matanya bagaikan kucing yang akan menerkam. Dia lalu mulai memainkan kunci perak yang berada di antara payudaranya yang besar dan digantung di lehernya dengan tali kulit.
Itulah kunci duplikat buat kamar ini.
"Tuh kan? Kalau aku punya kunci ini berarti aku tidak menerobos masuk, dan kamu tidak dapat menyangkalnya!"
"Bukan berarti kamu dapat datang dan pergi sesuka hatimu! Dari mana kamu mendapatkan itu?!"
"Ayolah! Kamu tahu kalau kamu suka itu! Aku tahu kalau kamu mau sekali menyelam ke sini dan mengendus aromaku dari seprai begitu aku pergi!"
"Mustahil. Aku tidak mau mengambil risiko aromamu tercium di kamarku!" Aku mengambil sebotol pengharum ruangan dan menyemprotkannya ke arah Iroha. Dia menjerit.
"He-Hei! Paling tidak peringatkan aku sebelum kamu menyemprotkan sampah itu padaku!"
"Masih banyak yang tersisa di dalam botol! Jadi kalau kamu tidak mau berakhir dengan bau..." Aku menyipitkan mata ke arah botol itu, "'kapas segar', kalau begitu pergi dari sini."
"I-Itu tidak adil!"
Iroha berguling-guling dari ranjang saat aku terus menyemprotnya. Dia memelototiku, memberiku tatapan paling kotor yang dapat dia berikan.
"Beginikah caramu memperlakukan adikmu?!"
"Tidak. Karena kamu itu bukan adikku."
"Aku ini adik dari sahabatmu! Yang secara praktis membuatku jadi adikmu juga!"
"Tidak usah, terima kasih. Aku lebih suka kita tetap jadi orang asing."
"Bagaimana kalau kalian berdua menikah?! Dengan begitu aku akan jadi adikmu yang sebenarnya!" Iroha berhenti sejenak. "Sebenarnya, itu akan jadi kapal yang cukup bagus, tidak peduli siapa yang jadi nakhodanya..."
"Tung-Tunggu! Aku itu manusia yang hidup dan bernapas, dan aku punya perasaan, oke?! Simpanlah hal semacam itu buat karakter fiksi!"
Iroha sudah melampaui batas dengan ucapannya itu, dan aku merasa sudah sepantasnya aku mengomelinya. Dia benar-benar perlu menemukan semacam filter buat otaknya.
Kohinata Iroha bukan cuma teman sekolahku dari lama. Kayak yang dia bilang sendiri, dia itu adik dari temanku. Saat SMP, aku akhirnya tinggal di apartemen di sebelah Kohinata Ozuma. Kami dengan cepat berteman, tetapi aku segera mengetahui kalau Iroha datang sebagai bagian dari paket itu.
Kunci yang Iroha punya sekarang sebenarnya itu kunci yang aku berikan pada Ozuma. Sementara Ozuma tinggal bersama ibu dan adiknya, aku tinggal sendirian. Yang berarti aku ditakdirkan buat mati kalau aku mengalami serangan jantung mendadak atau semacamnya. Jadi buat berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu, aku mempercayakan kunci cadangan pada sahabatku yang terhormat.
"Inilah penyalahgunaan kepercayaan yang serius..." Gerutuku.
"Ahahaha! Ini lucu sekali! Ayolah, lebih marah lagi! Kamu sangat imut saat kamu marah, Senpai."
"Apa aku tampak tertawa?!"
Iroha menggosok-gosokkan kunci itu ke atas dan ke bawah di antara kedua gunungnya. Kunci itu.
Simbol persahabatanku. Dan sekarang Iroha melakukan sesuatu yang tidak senonoh dengan kunci itu.
Aku mulai menggertakkan gigiku. Aku dapat merasakan pembuluh darahku menyembul keluar dari kepalaku karena keberaniannya yang luar biasa.
Saat itu, aku merasakan getaran di pahaku. Aku mengeluarkan ponsel pintarku dan melihat nama yang tidak asing di layar.
"Ini penting. Keluarlah," Aku memperingatkan Iroha.
"Tidak usah khawatir! Aku akan diam!" Iroha memberi hormat dengan hangat.
"Sebaiknya kamu diam."
Aku terus mengawasi Iroha dan menjawab telepon itu.
"Halo. Ini Ooboshi."
"Hei! Sudah lama tidak menelepon, Akiteru-kun!"
"'Apa kabar. Eh, maksudku, halo, Tsukinomori-san."
"Ayolah, tidak usah terlalu formal! Agak menyakitkan, loh..."
Beliau punya suara yang sempurna buat menjemput wanita di bar kumuh, tetapi beliau berbicara kayak anak kecil yang polos. Nama pria yang tumpang tindih ini yaitu Tsukinomori Makoto. Beliau merupakan pamanku, tetapi juga seorang CEO. Aku mau tetap berada dalam hubungan baik dengan Paman, seakan-akan kesempatan yang mungkin dapat Paman berikan padaku. Paman terkadang menelepon buat melihat keadaanku menggantikan orang tuaku yang sedang bekerja di luar negeri. Namun, akhir-akhir ini, kami mendiskusikan hal lain.
"Apa Paman meneleponku soal apa yang aku duga?" Tanyaku.
"Betul," jawab Paman. "Paman sudah memikirkannya..."
"Benarkah?!"
"Pada dasarnya kamu mau bergabung dengan perusahaan Paman, baru masuk SMA, belum punya pengalaman, dan tanpa mengikuti ujian perusahaan... ...Apa kamu benar-benar berpikir itu akan berhasil?"
"I-Itu... ...Mungkin tidak. Jadi apa aku ditolak?"
"Paman tidak bilang begitu! Paman akan memberi kamu kesempatan, dengan beberapa syarat. Kamu itu keponakan kecil Paman yang imut! Kamu tahu kalau Paman akan membantumu. Kepala HRD di sini itu seorang wanita karier berdarah dingin juga. Tanpa bantuan Paman, mungkin dia akan mengujimu dan Paman punya kesempatan dengannya, ya?!"
"Eh... ...tidak dapat diterima kalau Paman tidak dapat membantuku lagi, loh."
Paman terkekeh.
"Paman serius."
Meskipun aku berterima kasih atas tawaran Paman, paling tidak. Akan sangat menyebalkan kalau Paman memecatku sebelum aku punya kesempatan di perusahaan itu.
Tsukinomori Makoto-san. Seorang pria dengan suara yang ramah dan berkumis rapi (dengan anggapan kalau swafoto yang ia ambil dengan ponsel pintarku masih akurat). Beliau juga merupakan Pimpinan dan CEO perusahaan hiburan berskala besar: Honeyplace Works. Perusahaan ini bukan cuma sukses di Jepang, tetapi juga di seluruh dunia dalam persaingan dengan perusahaan-perusahaan global lainnya.
Dan di sinilah Paman, bercerita soal rencananya buat melakukan pelecehan s*ksual.
Pokoknya.
"Tidak disangka kalau kamu sudah menggunakan koneksimu kayak gini, di usiamu yang sekarang. Kamu pasti sudah berkembang pesat."
"Aku cuma kepikiran kalau ini merupakan cara terbaik buat mencapai tujuanku. Belum lagi yang tercepat."
"Ingatlah, kalau kamu tertinggal, Paman akan mengusirmu!"
"Tidak apa-apa, tetapi aku tidak akan membuat Paman menyesali keputusan Paman!"
"Paman suka sikapmu!" Aku dapat mendengar senyuman Paman lewat telepon. "Tetapi ingat, Paman sudah menyebutkan beberapa syarat."
Aku menahan napas. Aku tahu kalau ini akan terjadi. Bagaimanapun juga, tidak ada yang namanya makan siang gratis di masyarakat ini. (TL Note: Oke gas!) Meskipun ada cara yang efisien dan tidak efisien buat mendapatkan apa yang kalian mau, tidak ada jalan lain selain membayar harga yang sesuai.
Inilah perusahaan terkenal di dunia yang sedang aku incar. Aku tidak dapat membayangkan betapa mahalnya harga yang mesti dikeluarkan.
"Sekarang, buat syarat pertama... ...Kamu belum punya pacar, bukan, Akiteru-kun?"
Jeda.
"Hah?!" Cuma itu yang dapat aku bilang pada akhirnya.
"Mengapa kamu ragu? Jangan bilang pada Paman... ...Paman yakin kamu mendapatkan lebih banyak aksi ketimbang sang protagonis novel visual!"
"Ti-Tidak, aku belum punya pacar! Aku bahkan tidak berbicara dengan cewek-cewek!"
Pada saat itulah aku melihat bohlam menyala di kepala Iroha di cermin. Ini tidak bagus. Aku memelototi Iroha, secara telepati mengirimkan pesan buat segera pergi. Namun, hal itu kayaknya cuma membuat Iroha semakin bersemangat. Bibir Iroha melengkung dan dia mulai tertawa.
"Senpai!"
"Le-Lepaskan aku!"
"Apa ada orang yang bersamamu?" terdengar suara Paman melalui telepon. "Paman rasa Paman merasakan aroma memuakkan dari pasangan muda dan cinta mereka yang menjijikkan!"
"Aku... ...Aku punya kucing!"
"Seekor kucing! Hebat! Jenis apa?"
"Er... ...Eum..."
S*alan. Aku tidak tahu apa-apa soal kucing. Namun, dilihat dari pertanyaan Paman, kayaknya Paman tahu. Kayaknya aku tidak dapat menggertak buat keluar dari masalah ini, dan kalau aku diam saja, Paman akan tahu ada sesuatu yang terjadi. Mestikah aku memberi tahu Paman soal Iroha?
Tidak. Apapun kecuali itu!
Kalau ada orang yang melihat dan mengetahui Iroha berbicara dengan begitu manisnya sambil menempel di punggungku, dia mungkin akan mengira Iroha itu pacarku. Kadang-kadang dalam kehidupan, penjelasan yang paling mungkin bukanlah penjelasan yang benar, tetapi bahkan saat itu aku tidak berpikir Paman akan mempercayaiku kalau aku bersikeras kalau kami bukan pasangan.
"Hei, Senpai," bisik Iroha di telingaku. "Kalau pria ini tahu kalau kamu bersama seorang cewek, kamu akan mendapat masalah, bukan?"
"Iya!" Aku menghela napas panjang. "Jadi diamlah!"
Bibir Iroha melengkung kayak kucing nakal sesuai yang aku bilang tadi. Dia tampak sangat menikmatinya.
"Perasaan yang sangat nakal ini... ...mengingatkanku pada NTR." Kikik Iroha.
"Kamu masih terlalu muda buat tahu apa itu."
"Tetapi aku tahu! Itu ada di riwayat pencarianmu."
"Maksudmu kamu sudah melihat-lihat ponsel pintarku?!"
"Akiteru-kun?" Amarahku terpotong oleh suara Paman. Aku berteriak.
"Kucing itu mencakar-cakar ponsel pintarku!" Ratapku.
"Hentikan itu! Ayolah!"
"Ka-Kayaknya kamu punya kucing yang cukup galak. Kamu mesti mendisiplinkannya, loh!"
"Percayalah, aku akan senang mendisiplinkan... ...kucing betina s*alan ini!"
Kucing betina itu disebut apa sih?
Gunung dan lengan Iroha yang lembut mendorong tubuhku. Aroma manisnya menggelitik hidungku. Yang menjengkelkan, dia tetap tenang kayak biasanya; Aku tidak dapat bilang hal yang sama soal diriku.
"Eh?" Raung Iroha. "Menurutmu siapa yang akan mendisiplinkan siapa? Ah, kamu sangat imut saat kamu kebingungan karena godaanku. Itu membuatku sangat terangsang, kayak menyentuhmu di kereta api yang penuh sesak."
"Aku tidak terangsang, jadi berhentilah menyentuhku dan turunlah! Masa depanku tergantung pada ini—"
"Terangsang? Menyentuh?" Kata Tsukinomori-san. "Jangan bilang kamu—"
"Aku tidak! Aku bilang, eh... ...munchkin yang merangsang! Munchkin itu... ...Itu jenis kucing munchkin!"
Syukurlah aku ingat kalau munchkin itu sejenis kucing, dan bukan salah satu dari makhluk kecil di kisah The Wizard of Oz.
"Ah, seekor munchkin! Mereka sangat penasaran dan suka bermain! Wah, Paman dapat memandangi mereka berhari-hari."
"Yang satu ini sangat menyebalkan."
"Hahaha! Paman rasa tidak begitu, ini cuma berakhir dengan sifat tsundere-mu sebagai pemiliknya! Pastikan kamu menjaganya, oke?"
"Aku, euh... ...aku akan menjaganya dengan baik." Aku mengeluarkan tawa yang canggung.
"Ah, Paman barusan dipanggil buat rapat! Tetapi Paman senang mendengarmu belum punya pacar."
Aku berhasil! Paman benar-benar percaya dengan cerita tentang kucingku! Bukan berarti Iroha itu pacarku.
"Meskipun Paman belum yakin. Lagipula, itu baru syarat pertama. Paman akan memberi tahumu syarat yang lainnya saat Paman mendapat kesempatan berikutnya, jadi bersabarlah sebentar."
"Oke. Terima kasih sudah menelepon, ngomong-ngomong. Aku tahu kalau Paman sedang sibuk."
"Tidak usah sungkan! Apapun buat keponakan dan putri Paman tersayang! Ini bukan apa-apa."
"I... ...Tunggu, siapa?!"
"Dadah!"
Terdengar bunyi bip.
"Paman menutup telepon..."
Hal terakhir yang Paman bilang padaku jelas tidak pada tempatnya.
Iya, terserahlah. Kalau begini, aku akan segera memulai debutku di Honeyplace Works!
Tidak, tunggu. Masih terlalu dini buat bilang begitu.
Begitu Iroha menyadari kalau panggilan telepon sudah selesai, dia menjatuhkan diri ke ranjang dan kembali membaca mangaku. Hal itu sama sekali tidak mengejutkanku. Sikap genit Iroha barusan, tidak ada kaitannya dengan ketertarikannya padaku. Iroha cuma mau menggodaku, tetapi karena dia itu adik temanku, dia mungkin merasa bisa lolos begitu saja. Menurut Ozuma, ia belum pernah melihat Iroha kayak gini dengan orang lain...
Dengan kunci rumahku, Iroha datang dan pulang sesuka hatinya. Adik temanku, Kohinata Iroha, yang entah mengapa cuma iseng padaku. Dia juga merupakan ancaman terbesar buatku buat mendapatkan posisi di perusahaan Paman. Aku tidak bisa membiarkan dia berjalan di atasku lagi. Sudah waktunya buat menetapkan beberapa batasan.
"Senpai!" Rengek Iroha. "Aku haus!"
"Ada jus tomat di rak kedua di dalam kulkasku. Itu kaya rasa dan tidak mengandung kalori."
"Iya! Kamu baik hati kayak biasanya, Senpai! Aku sangat mencintaimu!"
Iroha melompat dari ranjangku dan keluar dari kamar tidurku. Aku menghela napas saat melihat dia pergi. Aku pikir menetapkan batasan selalu dapat menunggu sampai besok...
Aku memang terkadang terlalu ceroboh. Aku tidak menyadari seringai di bibir Iroha saat dia meninggalkanku di kamar tidurku.
***
"...Dan itulah yang terjadi."
"Kamu benar-benar menyukai Iroha, bukan? Maksudku, kamu sudah menyiapkan jus buatnya."
"Aku punya jus itu karena aku suka minum itu! Cuma karena itu kesukaan Iroha juga..."
"Tidak, kamu tahu apa itu? Itu karena kamu kayak karakter utama."
"Apa maksudnya itu?"
"Kalau aku memberi tahumu, semuanya tidak akan asyik."
"Euh. Terserahlah. Hanya saja, bisakah kamu bilang pada Iroha buat tidak menerobos masuk ke kamarku lagi? Kamu itu abangnya!"
"Tentu saja... ...Aku akan memberi tahu Iroha."
***
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Tags:
ImoUza