Genjitsu de Rabukome Dekinai to Dare ga Kimeta? [LN] - Jilid 2 Bab 4 - Lintas Ninja Translation

Baca-Rabudame-LN-Jilid-2-Bab-4-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation
Bab 4
Siapa yang Memutuskan Bahwa Pertempuran Demi Dominasi Merupakan Templat Kisah Komedi Romantis?

Langit hari Jumat itu hujan tanpa henti tanpa adanya tanda-tanda akan reda. Aku memasuki ruang kelas, muak dengan udara yang sangat lembab. Ujung seragamku, yang tidak dapat aku lindungi dengan payung, basah kuyup dan tidak menyenangkan.

Aku telah menyelidiki sampai menit terakhir pagi ini, tetapi belum dapat mendapatkan informasi penting apapun. Aku tahu kalau akan sulit buat menggunakan rumor dari luar sebagai sumber informasi lagi. Adapun Uenohara, yang merupakan harapan terbaikku, tidak dapat membuat janji dengan mantan pacar Tokiwa pada waktunya buat mendapatkan informasi baru.

Lebih buruk lagi, saat aku melaporkan masalah dengan Katsunuma pada Uenohara, dia hampir tidak dapat berkata-kata. "Aku tidak percaya kalau kamu telah mengacaukannya," keluhnya. Dia memang benar dan aku tidak punya alasan, jadi aku mengakui. Aku telah melakukan banyak kesalahan.

Dan buat berpikir bahwa aku mesti melakukan pemungutan suara dalam situasi kayak gini.

Katsunuma mungkin akan melakukan segalanya buat menjatuhkanku. Wah, ini menyedihkan.

Dalam skenario terburuk, ini akan jadi surat suara kosong. Akan lebih baik kalau aku dapat memilih blok pilihan kita, tetapi ada juga kemungkinan "Ajang" kayak kisah komedi romantis dalam pola lain juga. Pada pemilihan blok, mestinya tidak ada yang perlu ditakutkan.

Kekhawatiran terbesarku saat ini yaitu, bahwa reaksi Katsunuma akan memecah belah kelas. Mempertimbangkan posisi kelas yang canggung, solidaritas kelas jauh lebih memprihatinkan.

Aku sudah menyiapkan tindakan balasan, tetapi...

Aku melirik sekilas ke arah Katsunuma. Kayak biasanya, dia sedang mengutak-atik ponsel pintarnya. Tetapi tidak kayak biasanya, tidak ada anggota kelompoknya yang bersamanya. Suasana hatinya sangat buruk... ...Dia tegang sampai ke titik puncak.

Tokiwa mendongak dari bangkunya. "Selamat pagi, Ketua Kelas."

"Yo."

Entah bagaimana, ia tampak lelah. Insiden Katsunuma pasti sangat membebaninya.

"Ah, Nagasaka-kun."

Kiyosato-san melepaskan diri dari kelompok yang sedang berbicara dengannya dan berjalan ke arahku.

"Selamat pagi, Kiyosato-san."

"Selamat pagi. Ini punyamu, bukan? Aku menemukannya di lantai."

Dia memberikan tempat pensilku.

Aku memang bukan tipe orang yang suka meninggalkan barang-barangku di sekolah, tetapi buat alat tulis dan hasil cetakan; hal-hal yang tidak perlu dibawa pulang, aku menyimpannya di mejaku. Hal ini buat mencegah terjadinya kehilangan atau lupa di rumah karena situasi yang tidak terduga selama Investigasi.

Tetapi mengapa itu ada di lantai? Aku rasa aku telah menyimpannya jauh di dalam.

Aku mengucapkan terima kasih dan menerima kotak pensil itu. Kiyosato-san tersenyum dan kembali ke kelompok itu.

Yang pasti, aku mesti memeriksa apa ada yang hilang...

"Hah?"

Daftar keinginan blok buat kerja bakti tidak ada. Di mana aku menaruhnya? Mestinya ada di sini...?

Tidak, pasti ada di sini. Aku memastikan kalau berkas itu ada di dalam berkas "Tidak perlu dibawa pulang", dan berkas itu sendiri tersimpan dengan aman di dalam laci. Aku mencoba mencari dari beberapa sudut, tetapi tidak ditemukan.

"Kamu kehilangan sesuatu?" Tokiwa menjulurkan kepalanya buat melihat ke arah mejaku.

"Iya, sebuah hasil cetakan. Daftar keinginan buat kerja bakti."

"Hmm, aku tidak melihatnya..."

"Hmm."

"Kamu membutuhkan itu secepatnya?"

"Tidak juga, aku dapat meminta yang lain dari OSIS."

Oke, jadi perjalanan lain ke Hinoharu-senpai. Bagaimanapun juga aku mesti memberikan dokumen Ekskul Musik Ringan padanya, jadi terserahlah.

Ting tong teng tong, bel istirahat berbunyi.

Ah, s*alan, istirahat makan siang, kalau begitu.

"Cih."

Secara alami aku langsung menoleh ke arah sumber suara itu dan bertatapan dengan Katsunuma. Secepat mungkin, aku memalingkan wajahku. Suara itu jelas ditujukan padaku.

Tetapi aku sedang mengurus urusanku sendiri, mengapa dia melakukan itu?

Aku memeriksa apa yang aku lakukan selama lima menit terakhir dan tidak mendapati apa-apa yang mungkin membuat suasana hatinya memburuk. Mungkin ini cuma hari yang buruk buatnya??

Bagaimanapun, aku mengirim pesan pada Hinoharu-senpai soal hasil cetakannya. Tetapi bahkan setelah itu, suasana hati yang murung tetap ada.

"Ini." Hinoharu-senpai menyerahkan kertas itu padaku. "Jangan sampai hilang kali ini."

"Tidak akan. Terima kasih."

Fiuh. Satu hal telah selesai.

Tetapi itu aneh, aku biasanya tidak kehilangan barang kayak gini.

Senpai menutup kotak bekal gaya Jepangnya. "Tetapi hari ini ada pelajaran tambahan, oke? Sebagian besar kelas sudah masuk... ...Apa ada yang salah?"

"Ah, eum..."

Saat aku sedang goyah, dia tertawa kecil.

"Sudah aku duga. Ada orang yang mau melakukannya dengan serius dan ada juga yang tidak. Apa aku benar?"

"Ah?"

"Kelasku kayak gitu tahun lalu." Dia mengangkat bahunya.

Hmm, data baru, memo, memo.

Senpai mungkin berada di sisi yang serius. Memimpin, berbicara soal makna sosial dan semangat pelayanan yang dibutuhkan dalam kerja bakti dan semacamnya.

Dia melanjutkan dengan lelah, "Kalau kamu bertanya padaku, Kamu mestinya tidak mencoba memaksa siapapun buat punya semangat pelayanan atau kesukarelaan atau hal semacam itu. Tahun lalu, aku rasa aku dapat membuat Ajang yang seru..."

Hmm, eh?

"Itu tidak kayak kamu," kataku.

"Hmm?"

"A-Aku rasa kamu akan jauh lebih proaktif..."

"Hmm..."

Buat sesaat, dia memasang ekspresi "Ah, aku terlalu banyak bicara," sebelum memotongnya dengan batuk.

"Nagasaka-kun, aku tahu apa yang mau kamu lakukan, tetapi ingat, kamu cuma akan mengalahkan tujuanmu dengan memaksa kelasmu buat ikut serta. Jangan membuat kesalahan itu."

"Ah, iya, tentu saja."

Hmmm... Aku masih sulit memahami orang ini. Kepura-puraan dan kejujurannya ada di mana-mana. Kalau aku mendapatkan waktu libur dari Katsunuma, aku mesti melakukan lebih banyak penelitian soal Senpai.

"Pokoknya, jangan sampai terlambat. Jangan berpikir aku akan bersikap lunak padamu cuma karena aku mengenalmu."

"Tentu saja, dimengerti."

Saat aku membalikkan badanku buat pergi, tiba-tiba aku melihat pantulan cahaya di luar jendela.

Apa itu...?

Mungkin cuma imajinasiku saja?

"Ah, terakhir." Dia menghentikanku. "Kadang-kadang lebih baik berkompromi saat keadaan jadi berantakan. Ingat itu, oke?"

Senyuman masam kayak orang dewasa tersungging di wajahnya. Tetapi entah mengapa, penampilan dewasa itu tampak tidak pada tempatnya.

Ada sesuatu yang tidak beres.

Sepulang sekolah hari itu.

Akhirnya, tibalah waktunya buat memilih blok buat kerja bakti.

"Kalau begitu, aku mau memulai..." Aku memulai dengan gugup.

Untungnya, sebagian besar teman sekelas memperhatikanku, aku tidak dapat merasakan tanda-tanda kalau Katsunuma akan melakukan gerakan.

"Terakhir kali, aku memang menyarankan agar kita memilih blok yang berpeluang besar buat memenangkan kompetisi, tetapi—"

Saat ini, aku pasti akan menarik perhatian semua orang, saatnya buat inisiatifku.

Saat ini aku sudah sampai sejauh ini, aku mesti melakukannya dalam satu percobaan!

"Dari berbagai pendapat yang aku dengar dari kalian, aku rasa akan lebih baik kalau kita tidak melakukan itu."

Selimut kebingungan menyelimuti kelas.

"Ini merupakan ajang sukarelawan, dengan penekanan pada kata 'sukarelawan'. Dengan begitu, tidak bagus kalau sebagian dari kita memaksa yang lain buat bersaing dengan kelas lain."

Penolakan Katsunuma disebabkan karena aku mencoba memimpin kelas. Kalau memang benar begitu, maka aku mesti melepaskan kendali dan membiarkan kelas memutuskan sendiri.

"Buat mengakomodasi kedua belah pihak, aku merekomendasikan blok barat. Blok ini relatif terawat dengan baik dan dapat dibersihkan lebih jauh lagi," aku melanjutkan, "Buat kalian yang mau bersantai, ini merupakan tempat kalian. Blok ini dapat dibersihkan oleh selusin orang, yang mestinya merupakan jumlah orang yang menganggap ini serius di kelas kita."

Buat Katsunuma yang berpendirian, "Aku tidak mau bekerja keras," ini merupakan tawaran yang tidak dapat dia tolak. Dengan ini, semuanya akan berakhir dengan damai...

"Cuma itu yang dapat aku bilang. Ada komentar?"

"Ketua Kelas." Tanpa jeda sejenak, sebuah suara yang tajam terdengar.

Koizumi-san.

"Jadi maksudmu kita tidak akan mendapatkan hadiahnya?"

"Tidak, aku bilang kalau kita dapat mencoba buat mendapatkan hadiahnya di blok mana saja. Aku cuma memberikan alternatif buat kalian yang tidak mau melakukannya."

"Hmf." Dia menggerutu.

Tatapannya melirik ke arah Katsunuma.

Terima kasih atas antusiasmemu, Koizumi-san, tetapi waktumu akan tiba, tunggu saja sebentar lagi.

"Kalau begitu, kalau tidak ada yang lain, aku mau melanjutkan ke pemungutan suara..."

Kelas jadi hening.

Bagus, situasi aman.

"Hah!"

Jantungku berdegup kencang.

Kamu pasti bercanda?

Katsunuma, mengapa...? Apa maumu?

"Jadi kamu telah mengungkapkan sifat sejatimu, Senpai."

Sifat sejati apa?

"Sudah aku duga, kamu tidak tertarik buat jadi sukarelawan sejak awal. Semua omong kosong yang telah kamu lakukan, itu semua cuma buat berakting di depannya, bukan?"

"Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan..."

Katsunuma menyeringai.

"Kamu sedang mengincar cewek itu, bukan?!"

Hah?!

"Kamu cuma mau alasan buat bertingkah sok keren dan bermesraan dengan cewek OSIS. Kamu pikir aku tidak tahu soal itu?"

Apa maksudnya itu Hinoharu-senpai...?

Itu merupakan serangan dari sudut yang tidak pernah aku bayangkan.

Dengan penuh kemenangan, dia mencibir, "Aku melihatmu berbicara dengannya sebelum jam istirahat, apa menurutmu itu kebetulan?"

Cih...

Alis mataku naik. Gigiku terkatup.

Dia tidak tertarik dengan hasil dari ajang ini sejak awal! Dia cuma mau melemahkan posisiku dan mengacaukannya.

"Bisa tidak kamu jelaskan mengapa kamu melakukan semua itu? Aku dengar kalau kamu telah melakukan berbagai macam tugas buat mereka," katanya.

Aku tidak punya bantahan, itu demi Proyek, tetapi mustahil aku membeberkannya. Aku mesti memberikan alasan yang masuk akal, tetapi aku terlalu sibuk buat tetap tenang.

"Ah," Dia mengacungkan jarinya. "Tadi pagi, dan saat makan siang juga, bukan?! Kehilangan beberapa dokumen, katamu?"

Dia menggulir ponsel pintarnya dan menunjukkan fotoku yang sedang memasuki Ruang OSIS.

Jangan bilang kalau dia sengaja mengambil dokumenku cuma buat mendapatkan bukti itu.

"Oke, ada yang mau kamu jelaskan?" Seakan-akan dia telah mencetak kemenangannya, dia langsung menyerbuku.

Tidak ada yang dapat aku lakukan.

Mestikah aku menyangkalnya dengan paksa? Tidak, tidak, aku tidak dapat berdebat saat ini! Pikirkan suasana kelas juga...! Tetapi apapun yang aku lakukan, tidak ada harapan buat memperbaiki keadaan—

"Ah, berhentilah pura-pura tidak tahu."

Weh-?

Itu tidak ditujukan padaku.

Apa seseorang baru saja... ...berbicara pada Katsunuma?

"Kamu yang menguntitnya, itu menjijikkan."

Kesadaran menyadarkanku: Ide telah menaruh perhatian pada Katsunuma.

Selama sepersekian detik, dia terdiam. Lalu wajahnya berubah jadi marah. "Memangnya siapa yang menyuruhmu bicara!?" gonggongnya.

"Hibiki, kalau kamu berkenan."

Katsunuma menarik napas panjang.

Tamahata Hibiki berdiri dengan gemetar.

Aku menyapu pandanganku pada ekspresi Kelompok Katsunuma.

Tidak, tidak, tidak. Mereka semua ada di sini...

"A-Aku melihat..."

Jangan bilang itu! Jangan!

"Aku melihat Ayumi... ...mengambil dokumen itu dari meja Ketua Kelas."

Ah... ...berakhir sudah.

Kelompok itu akhirnya mengkhianati Katsunuma.

Dengan kesaksian Tamahata-san, kelas pun meledak jadi riuh.

"Di-Dia bilang kalau dia akan menang kalau dia punya bukti..."

"Hi-Hibiki...!"

"Jadi apa yang kamu katakan? Kau ingin menjatuhkan Ketua Kelas seburuk itu?" Ide mengejek, "Kau ini anak kelas berapa?"

"Ka-Kamu! Aku tidak akan membiarkanmu turun dari sini, dasar kamu menjijikkan—!"

Sambil melambaikan tangannya, Ide menepis amarah Katsunuma. "Ah, benar, benar. Mungkin kalian mau diam. Bukankah begitu, semuanya?"

Melihat anggota Kelompok Katsunuma, mereka semua punya tatapan kosong di wajah mereka.

"Itu semua bohong, bukan? Semua omongan besar soalmu mengetahui kelompok bandel di sekitar sini."

"?!"

"Aku sudah berbicara dengan orang-orang dari SMPmu. Kamu itu target mereka, bukan?"

Tunggu, apa ini karena aku? Aku sudah bilang padanya buat tidak langsung mengambil kesimpulan, makanya Ide melakukan semua Investigasi itu...?

"Aku dengar kalau kamu ketakutan. Itu sangat payah."

"Kok bisa kamu...."

"Bukannya ini membuatmu jadi debut SMA? Bahkan lebih buruk dariku, bukan? Paling tidak aku tahu seberapa jauh aku mesti melangkah."

"Cih..."

"Iya? Cukup dengan omong kosongnya?"

Ide mengangkat bahu dan menoleh pada Tamahata-san. Masih dengan canggung mengalihkan pandangannya, dia bergumam, "Aku sudah berusaha menghentikannya, tetapi dia tidak mau mendengarkan. Di-Dia bahkan mendorongku sehari sebelumnya."

Reaksi berantai terjadi setelah itu.

"Iya, aku juga."

"Yoi, yoi."

"Dia tampak kayak sedang mencoba jadi seorang anak pang..."

"Aku sudah berusaha menjauhkan diri darinya..."

"Aku tidak mau ada masalah di masa kelas sepuluhku..."

"Aku pikir aku cuma dapat bergaul dan bersantai dalam kelompok..."

"Iya, lalu tiba-tiba dia menyuruh kami memata-matai orang..."

"Cih! Kalian semua...!"

"Jadi, kami mau bilang kalau kami bosan denganmu." Ide menghela napas. "Kamu telah menyebut Ketua Kelas sebagai pecundang, tetapi buat semua masalah itu, kami merasa kalau kamulah yang pecundang di sini. Lihat saja sekelilingmu, bisa lihat tidak?"

"Ah..."

Tekanan dari seluruh kelas membebani Katsunuma.

"Wahaha, cewek s*alan itu mendapatkan apa yang pantas dia dapatkan!" kata Anayama.

Koizumi mengejek, "Kamulah yang memulai ini, jangan tampak begitu terkejut."

"Tidak ada yang peduli padamu, jadi buanglah rasa superioritasmu ke tempat lain." Dengan mengangkat bahu terakhir, Ide duduk.

"Bukannya itu ilegal? Itu dapat masuk dalam kategori menguntit?"

"Dan juga intimidasi kriminal, aku rasa."

"Aku benar-benar berharap kalau dia dapat membaca suasana di kelas—"

"Selalu saja ada orang kayak gini."

"Mengapa sekolah membiarkan orang kayak dia masuk?"

"Aku rasa dia mesti keluar sebelum masalahnya jadi tambah besar."

"Iya, seakan-akan aku mau ada orang kayak dia di kelas kita."

Wajah Katsunuma memucat karena sikap permusuhan yang tiba-tiba ditujukan padanya. Dia mencoba melangkah maju, tetapi kakinya yang gemetaran menyenggol meja dan dia terjatuh.

"Pfffft!"

Dipicu oleh celetukan seseorang, kelas pun meledak dalam tawa.

Pipi Katsunuma memerah karena marah. Dia menggeliat-geliatkan kakinya dari bangku dan berhasil berdiri. Dan kemudian Katsunuma yang sedang disisir rambutnya tampak jelas. Rambutnya yang biasanya rapi tampak acak-acakan, kalungnya menggantung terbalik, jaketnya kusut di lengannya.

Dia tampak menyedihkan.

Menggigit bibirnya dengan kencang, dia melarikan diri.

"Semuanya!? Ini merupakan kesalahpahaman...!" Tokiwa meninggikan suaranya dengan sedih, tetapi sudah terlambat, kerusakan telah terjadi.

"Wah, dia melarikan diri."

"Buat omongannya  yang besar, cuma itu saja yang dapat dia lakukan? Pfft."

"Biarkan saja dia pergi. Lebih baik kalau dia tidak ada lagi."

"Ketua Kelas, bagaimana kalau kita kembali membicarakan soal pemilihan blok?"

"Mari kita adakan pesta setelah ajang ini!"

"Ajak aku juga!"

"Bagaimana kalau karaoke?"

"Tentu saja!!"

Ah...

Tidak, tidak, tidak...

Ini bukan apa yang aku mau. Ini bukan cita-cita yang aku coba wujudkan.

Prok!

Tiba-tiba, seluruh ruang kelas bergema dengan suara sesuatu yang terkoyak. Volumenya sekeras kembang api genggam. Semua orang terdiam.

Seketika itu juga, semua mata tertuju ke arah suara itu berasal—

Ah...

"Nagasaka-kun."

Kalian pasti bercanda...

Bidadari yang selalu tersenyum, Kiyosato-san. Dia itu orang yang menepukkan tangannya.

"Apa kamu baik-baik saja dengan ini?"

Buat pertama kalinya, dia tidak memasang emosi. Wajahnya kayak topeng noh, ekspresinya kosong, kecuali matanya yang berapi-api dan menyala-nyala karena marah.

"Ah... ...s*alan."

Aku memegangi kepalaku.

"Mustahil..."

Aku... ...Aku gagal.

Aku telah berusaha buat mendapatkan solusi terbaik, tidak lama kemudian mendapatkan yang terburuk.

Dengan Katsunuma sebagai taruhannya, aku memang telah berhasil dalam pemilihan pemungutan suara. Dan yang terpenting... ... ...Aku membuat "Sang Heroin Utama" melihatku kayak gini.

"Aku tidak akan menerima kenyataan ini."

Di bawah amarah Kiyosato-san yang membara, aku membuat resolusi yang berapi-api.

Ini memang bukan cita-citaku. Ini memang bukan kisah komedi romantis yang aku cari. Ini sama sekali bukan akhir yang bahagia!!

"Aku tidak akan menyerah."

Aku mesti membangun kembali kelas ini. Aku akan membuat Kerja Bakti Komunitas sukses, aku akan membuat "Ajang" terbaik yang pernah ada, aku akan membawa Katsunuma kembali dan mempertahankan tempatnya. Semua ini, semuanya, merupakan suatu keharusan.

Bagaimanapun juga, Proyek-ku yaitu untuk membuat akhir yang bahagia buat semua orang, semua orang!!

Aku akan melakukannya. Aku tidak peduli apa kemungkinannya kecil atau tidak sama sekali. Kalau tidak ada kesempatan, maka aku mesti membuatnya sendiri. Doronglah yang mustahil. Melukis dunia nyata dengan cita-cita.

Itulah inti dari Proyek-ku—!

TL Note:

• Jangan lupa berkomentar di kolom Disqus yang sudah disediakan ya sobat LNT. 🙏

• Admin kembali, namun masih belum aktif ya, Teman-Teman, sesuai janji Admin akan kembali aktif pada bulan Maret 2025. Tetapi bisa saja, Admin kembali di beberapa Ajang penting di tanggal merah, nantikan terus terjemahan dari kami dan selamat berlibur.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama