Bab 180.1Adik yang Gigih
"Yuki, Abang... ...Abang akan punya pacar."
"..."
Sekembalinya aku dari sekolah, ini merupakan kata-kata Abang yang menyapaku saat aku membuka pintu depan — dan aku, Sasaki Yuki, hampir pingsan karena terkejut. Hari ini merupakan hari pertama Festival Budaya SMA Kōetsu, dan aku tentu saja mengunjunginya karena aku bercita-cita untuk masuk ke sekolah itu tahun depan. Ditambah lagi, aku mau menggunakan kesempatan ini buat menghabiskan waktu bersama Abang, tetapi pemandangan yang tidak bisa aku percaya muncul di depan mataku setelah aku mencari-cari Abang.
'Ma-Makanya... ...Ja-Jadilah pacarku...!'
Buat pertama kalinya dalam hidupku, aku menyaksikan lembaran masa muda yang terbentang di hadapanku. Seorang teman sekelasnya Abang mengucapkan kata-kata ini dengan tubuh gemetaran dan suara yang bergetar, dan saat aku melihat Abang jadi bingung dan bimbang, aku berpikir dalam hati, 'Jadi waktunya akhirnya tiba, aku paham.' Aku merasa kalau aku akan dipaksa melalui hari ini pada suatu saat.
Lagipula, Abang memang tampan dan keren. Bukan cuma tampangnya saja, Abang juga sangat baik dan selalu bersedia menggandeng tanganku. Makanya, takdirku buat jatuh cinta pada Abang sudah ditentukan bahkan sebelum aku lahir, dan hubungan kami secara praktis melampaui apapun yang bisa dimasukkan ke dalam istilah biasa sehubungan dengan hubungan antarmanusia.
Ditambah lagi, peristiwa lahirnya umat manusia di planet ini disebabkan oleh keajaiban yang muncul dari hubungan jarak antara planet-planet lain dengan sang surya, yang berarti bahwa keberadaan kita merupakan hasil yang secara praktis tidak mungkin yang disebabkan oleh astronomi kayak yang kita ketahui, tetapi fakta kalau aku dan Abang akan selalu bersama sampai akhir zaman telah diputuskan sebelum hal ini. Dengan kata lain, karena aku dan Abang mesti dilahirkan pada suatu saat, maka umat manusia pun ada. Dengan begitu, kami merupakan makhluk yang ada di atas sesama umat manusia, dan aku pribadi melihat Abang sebagai mesias yang dianugerahkan pada serangga-serangga lemah ini.
Selain itu, dengan membandingkan fitur wajahnya dengan bentuk bumi yang bulat dan umum, jadi jelas kalau Abang lebih tampan ketimbang dunia itu sendiri, dan juga cowok-cowok biasa yang tinggal di dalamnya. Dan dengan mempertimbangkan segala hal ini, seorang cewek manusia rendahan, yang tidak bisa tidak jatuh cinta pada individu tercantik di muka bumi ini, yang disebut Abang, mestinya tidak punya harapan untuk menaklukkan hatinya, dan itulah yang aku putuskan secara tidak sadar saat menyaksikan pertobatan itu. Jadi, semua cobaan ini bukanlah salahku karena tidak menghalangi hubungan cewek itu dengan Abang, melainkan karena kehebatannya melampaui takdir apapun yang telah dipersiapkan oleh bintang-bintang buat Abang. Oleh karena itu, aku tidak akan menerima ini. Aku tidak akan membiarkan hal ini.
Satu-satunya orang yang aku izinkan untuk menghabiskan waktu bersama Abang yaitu Sajou Wataru (15 tahun), dan ia juga bilang kalau Sasaki Takaaki sudah mendekati musim kasmaran (*Ia tidak bilang begitu). Setelah memberikan segalanya demi Ekskul Sepak Bola di SMP, Abang sekarang mencari pasangan untuk melanjutkan garis keturunannya, untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama (*Ia juga tidak bilang begitu).
Oleh karena itu, aku yakin kalau adiknya tercinta, yaitu aku, harus jadi keberadaan buatnya, dan aku memutuskan untuk melakukan itu selama Festival Budaya hari ini. Aku memutuskan untuk berpura-pura tidak melihat pengakuan itu, agar Abang mau memanjakanku, dan menimpa semua kenangan yang mungkin dari peristiwa itu dengan keberadaan tunggal yaitu "Sasaki Yuki," tetapi saat aku sampai di pintu masuk, semua tekadku hancur dalam sekejap.
"Me-Mengapa...?"
"Hmm... ...Abang kan sudah SMA, sih."
Abang tertawa kecil dan melepaskan sepatunya, melewatiku yang telah jadi patung beku. Aku tersentak dan kembali ke dunia nyata di depanku, mengejar punggungnya...
"A-Apa ada cewek yang menyatakan cinta pada Abang...?"
Aku menanyakan hal ini, aku tahu kalau Abang cuma akan mengangguk. Dan kayak yang sudah aku duga, telinga Abang memerah saat ia melakukan itu. Sangat imut... ...Kalau aku bandingkan, itu kayak secercah kemerahan samar dari bintang laut yang kalian temui di lautan Okinawa, dan aku tidak keberatan memotong bagian itu dan menaruhnya di akuarium kecil.
"Mengapa Abang setuju...? Padahal, sampai saat ini, Abang tidak pernah terlihat terlalu tertarik..."
"Iya... ...Abang rasa begitu."
Saat aku mengajukan pertanyaan lain, Abang berhenti di tengah jalan setelah ia berhasil mencapai setengah jalan menaiki anak tangga. Aku melihat cewek itu menyatakan cinta pada Abang. Dari penampilannya, mereka mungkin tidak terlalu dekat, dan kemungkinan besar cewek itu tidak bermaksud untuk memperdekat jarak di antara mereka berdua, sampai akhirnya cewek itu memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya hari ini. Sebaliknya, pernyataan cinta itu tampaknya agak mendadak dan acak. Dengan kata lain, Abang juga mestinya tidak mengenal cewek itu dengan baik. Dan karena Abang sangat baik, aku tidak melihat bagaimana ia bisa begitu saja menyetujui permintaan yang begitu besar itu. Mengetahui sifat Abang, ia mungkin akan bilang sesuatu kayak 'Mari kita mulai dengan berteman dulu,' dan semacamnya, menunjukkan kebaikan apapun yang terjadi. Jadi, mengapa hal itu terjadi...?
"Apa kamu tahu mengapa Abang sangat menyayangimu, Yuki?"
"Hah...?"
"Itu karena kamu sangat peduli pada Abang. Makanya Abang menyayangimu, dan senang mengawasimu."
"Abang..."
Jantungku berdegup kencang. Inilah mengapa aku tidak bisa menyerah pada Abang. Dibandingkan dengan Abang, semua cowok lain tampak kayak kera buatku. Dan karena Abang yang membuatku jadi kayak gini, aku akan membuat Abang bertanggung jawab. Aku merasa bergairah dan penuh antisipasi saat Abang melanjutkan.
"—Dan cewek itu juga sama."
"Geuh... ...Ah... ...Eh?"
Aku bisa merasakan busa terbentuk jauh di dalam tenggorokanku. Aku mungkin akan mati karena terkejut.
"Abang mengerti kalau ini pasti datang entah dari mana. Abang juga tidak kepikiran untuk segera pacaran dengan seseorang. Meskipun Abang mulai pacaran dengan seseorang, Abang rasa itu akan terjadi setelah Abang berusaha keras, menyelesaikan tugas Abang, dan dibabat habis oleh teman Abang."
"Hah?"
Tunggu sebentar. Ada sesuatu yang tidak masuk akal di sini. Nada bicara Abang terdengar kayak ia yang jatuh cinta duluan. Itu lain dari apa yang aku katakan. Jadi... ...apakah Abang punya perasaan buatnya sejak awal? Dan setelah pernyataan cinta hari ini, mereka menjalin hubungan timbal balik? Abang pasti sudah menduga kalau aku dipenuhi dengan keraguan, karena ia menunjukkan senyumannya yang lemah.
"Abang bicara soal cewek yang disukai oleh Sajou. Kamu kenal ia, bukan? Abang jatuh cinta pada cewek yang sama dengannya."
"..."
Hal itu muncul entah dari mana. Mulutku terbuka karena aku terkejut dan aku tidak punya kuasa untuk menutupnya. Aku tidak tahu kalau Abang telah jatuh cinta pada seorang cewek. Dan siapa sangka itu merupakan cewek yang diincar oleh detektif rahasiaku. Bagaimana mungkin aku tidak menyadari kalau hal semacam itu terjadi di balik layar...?
"Kamu terkejut, ya? Itu cuma menunjukkan betapa Abang bersikap kayak biasanya. Tidak ada perubahan dalam diri Abang yang dapat kamu tangkap."
"...Apa... ...maksud Abang?"
"Kayak yang Abang bilang barusan. Itu merupakan cewek yang disukai Sajou. Abang kira Abang sudah menyerah sejak awal. Makanya kamu tidak menangkap apapun."
"..."
Apa yang Abang bilang barusan? Abang itu sempurna. Tidak ada cowok yang bisa dibandingkan dengannya. Aku yakin cewek yang Abang bicarakan ini juga punya perasaan pada Abang. Yang mana itu akan jadi hal yang buruk, tetapi tetap saja.
"Abang bilang kalau... ...Abang sudah kalah?"
"...Iya, itu benar sekali."
"...!"
"Hubungan yang mereka bina bukanlah sesuatu yang dapat Abang saingi. Sudah terlalu terlambat buat Abang untuk ada di antara mereka. Dan setelah diperlihatkan hal itu berulang kali, Abang mesti menerima kalau cinta Abang tidak akan terwujud."
"Abang... ...Abang patah hati...?"
"Ah, hmm... ...Abang menarik diri, jadi Abang rasa itu agak lain dari itu."
"..."
Aku tidak menyangka situasi semacam ini terjadi antara Abang dan Sajou-san. Belum lagi Abang yang akan kalah... ...Haruskah aku berterima kasih pada Sajou-san buat hal ini? Atau haruskah aku membencinya? Entahlah.
"Dan saat itulah... ...cewek itu menyatakan cintanya padaku."
"...!"
"Abang jatuh cinta dengan cewek lain sampai saat ini. Oleh karena itu, Abang tidak mengira kalau Abang akan terlalu peduli dengan cewek lain untuk sementara waktu."
"Tetapi lalu... ...Abang mestinya menolaknya, bukan?!"
"Haha, kamu benar-benar mengerti Abang."
"...Mhm!"
Abang mengusap kepalaku. Ekspresi Abang sangat damai kayak biasanya, yang membuatku memejamkan mata dan menikmati hal ini.
"Itulah yang Abang rencanakan untuk Abang lakukan. Namun, cara dia memperhatikanku mengguncang tekad Abang."
"Cewek itu peduli pada Abang...?"
"Abang menyadari betapa cewek itu menyukai Abang... ...Sama kayak kamu. Makanya Abang mau menanggapi perasaan ini."
"...!"
Aku tidak mau mendengar ini lagi. Aku tidak mau berbagi perasaan yang sama buat Abang dengan orang lain. Aku lain dari cewek itu. Perasaannya tidak dapat dibandingkan dengan perasaanku. Perasaan yang aku pendam selama ini... ...Apa sama dengan seorang cewek yang muncul entah dari mana? Jangan bercanda denganku! Abangku... ...bukanlah Abang yang sama yang aku kenal! Aku benci cewek ini yang berusaha merebut Abang dariku. Aku mesti memisahkan mereka, tidak peduli apapun yang terjadi. Dan lalu Abang akan jadi Abangku yang baik hati lagi.
"Mengapa kamu tampak sangat cemas, Yuki?"
"Hah...?"
"Apa kamu benar-benar berpikir kalau cuma itu yang akan membuat Abang direbut darimu?"
"Ah..."
Abang meletakkan jari-jarinya di daguku, menariknya ke atas. Tatapanku dengan paksa diarahkan pada Abang. Gerakannya yang tiba-tiba membuat jantungku serasa mau meledak.
"Tidak ada yang akan berubah."
"Te-Tetapi... ...kebaikan Abang... ...semuanya akan ditujukan pada cewek itu!"
"Bukan cuma cewek itu. Kamu juga sama pentingnya buat Abang."
"Mustahil... ...Abang tidak bisa mengarahkannya pada dua orang yang sama..."
"Tentu saja Abang bisa. Memangnya kamu pikir Abang ini siapa?"
"Ah..."
Semua kedengkian dan kebencian yang ada dalam diriku lenyap di tempat lain. Segala hal itu meleleh karena kebaikan hati Abang, mengisi diriku dengan kehangatan.
"Apa kamu tidak tahu? Abang ini Abangmu, loh"
"Abang..."
Aku benar-benar merasa ikatan kami semakin kuat.
'S*alan, kamu sangat gampangan sekali!'
'Apa katamu?!'
Setelah menikmati waktu yang tulus dan penuh gairah dengan Abang, di mana kami memperdalam perasaan kami satu sama lain, aku mau memberi tahu seseorang soal peristiwa besar ini, jadi aku memutuskan untuk menelepon detektif rahasiaku, Sajou-san, yang reaksi pertamanya yaitu kayak gitu. Aku tidak dapat menahan diri untuk tidak meledak dalam amarah saat itu. Aku tidak akan membiarkan siapapun mengejek ikatan yang aku punya dengan Abang.
'Ah, diamlah. Menurutmu jam berapa saat ini? S*alan jam 2 dini hari. Dan kamu terus menelepon sampai aku mengangkatnya. Kalau aku tidak menjawab setelah tiga puluh detik, maka kamu mesti mengambil petunjuk dan berasumsi kalau aku sedang tidur.'
'Saat ini aku mencapai kapasitas penuh dengan emosi yang bisa aku simpan sebagai adiknya Abang. Makanya aku membaginya denganmu.'
'Apa maksudmu dengan 'cuma', hah? Kamu akan tetap jadi adiknya selama-lamanya. Dan juga, aku tidak butuh cinta dari Sasaki, jadi buang saja ke toilet.'
'Apa kamu menyebut perasaanku sebagai produk limbah?!'
'Tidak ada yang bilang buat memerasnya. Cuma membuangnya saja.'
Meskipun mestinya aku yang marah, Sajou-san juga tidak menunjukkan tanda-tanda untuk tenang. Apa yang membuatnya begitu kesal, aku penasaran? Aku kepikiran untuk meninabobokannya dengan menceritakan semua perasaanku pada Abang. Ditambah lagi, aku masih punya masalah dengannya. Ia tidak bilang yang sebenarnya soal Abang di sekolah. Tetapi tidak masalah, kebaikan Abang akan tetap tertuju padaku mulai saat ini.
'Dan juga! Apa yang kamu bilang padaku hari ini cuma membuatku semakin khawatir! Tetapi pada akhirnya, kebaikan Abang tidak terbatas! Dan ia akan terus menghujaniku dengan kebaikan mulai saat ini!'
'Iya, iya, maafkan aku. Jangan menakut-nakutiku kayak gitu lagi.'
'Hmf! Tidak bisakah kamu menerima apa yang dibilang orang-orang? Kamu benar-benar tidak bisa dibandingkan dengan Abang! Katakan saja pada pacarmu kalau dia akan menyesal karena tidak memilih Abang seumur hidupnya!'
'Apa... Natsu — Dia itu bukan pa...'
'Apa yang kamu gumamkan? Itu menjijikkan! Kalau kamu mau jadi seorang cowok kayak Abang, maka kamu mesti memperjelas kata-katamu!'
'Apa yang membuatmu marah...? ...Aku akan menutup teleponnya, oke?'
'Ah! Tunggu! Masih ada hal yang perlu aku tanyakan padamu! Dan mendengar darimu... ...Ah, apa...?'
DU-DUT, aku mendengar suara ia menutup telepon tanpa ampun. Kami cuma bicara sekitar dua puluh menit. Meskipun Abang selalu bicara padaku sampai dua atau tiga jam saat aku merasa kesepian... ...Oke, aku akan meneleponnya lagi...
'Aku memblokirmu.'
'Tunggu, tidak, aku mohon, sebentar saja—'
I-Ia benar-benar memblokir nomor ponselku...!
TL Note: Dengan demikian, tamat sudah penerjemahan Web Novel ini ke bahasa Indonesia, Seri 8 dan 9 sudah bisa kalian akses dengan mengetik tombol 'Selanjutnya→', kami akan umumkan agenda kami mengenai judul ini, di antaranya:
• Perevisian terjemahan Seri 8 dan 9 Bahasa Indonesia, di antaranya penyesuaian pemilihan diksi yang disesuaikan dengan penerjemahan seri-seri sebelumnya, sudah kami lakukan sebagian.
• Penerjemahan "Laporan Aktivitas Author" ke Bahasa Indonesia.