Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 7 Bab 178 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-seri-7-bab-178-bahasa-indonesia-di-lintas-ninja-translation

Bab 178
Cara untuk Merasa Yakin

Sasaki-kun meminta Wataru untuk mendengarkannya dengan serius. Saat Wataru bilang, 'Padahal aku rasa aku sudah cukup serius!' Sasaki-kun menghela napas dan mengangkat bahunya dengan kecewa. Suara 'Begitu ya...!' yang keluar dari mulut Wataru terdengar dipenuhi dengan perasaan akan kenyataan. Kayaknya ia tahu sesuatu soal kisah adiknya Sasaki-kun.

'Hmm... ...Urusan itu kita bahas lain kali saja.'

Sasaki-kun bangkit dan menatap ke  arah Wataru dengan serius lagi. Tanpa menatap langsung ke arah Sasaki-kun, Wataru menjawab sambil memainkan jeli nutrisi di tangannya.

'Kayaknya kamu tidak langsung begitu saja menerima pernyataan cinta Saitou-san. Aku jadi agak lebih memeriksa gerak-gerik kalian. Tadinya aku penasaran "Apa-apaan cowok ini?".'

'Bukan begitu, pertama-pertama kami belum pacaran.'

'Hah? Bukannya kalian sudah pacaran? Padahal kalian tampak akrab saat mengobrol di kelas, loh.'

'Itu, sih—...'

Sasaki-kun pun tergagap.

Aku juga punya pertanyaan yang sama dengan Wataru. Kalau Saitou-san menyatakan perasaan cintanya pada Sasaki-kun pada siang hari ini, obrolan antara Sasaki-kun yang mengenakan kostum anjing dengan Saitou-san di kelas yang terjadi setelah kita selesai beres-beres untuk kegiatan hari pertama Festival Budaya. Kalau mereka dapat melakukan hal semacam itu setelah saling mengungkapkan perasaan cinta mereka satu sama lain, wajar buat kita beranggapan kalau Sasaki-kun sudah menerima pernyataan cinta Saitou-san.

Selain itu, kata-kata Wataru juga membuatku penasaran. Bukannya ia terdengar seakan-akan bilang kalau Sasaki-kun berpacaran dengan Saitou-san itu bukanlah ide yang bagus? Saat aku beranggapan bahwa Wataru bilang kayak gitu cuma karena ia merasa iri pada mereka, aku merasa hatiku jadi terasa dingin.

'...Aku menunda untuk menjawabnya. Aku bilang padanya untuk memberiku waktu buat memikirkan hal itu...'

"Eh...?"

Aku terkejut saat mendengar kata-kata Sasaki-kun. Memang dibutuhkan keberanian buat mengungkapkan perasaan kita pada seseorang yang kita cintai. Buat orang yang bersangkutan, itu mungkin merupakan peristiwa sekali seumur hidup. Dan Sasaki-kun meminta waktu pada Saitou-san untuk memikirkan hal itu...?

Dia tidak tahu apa pengakuan cintanya akan diterima, mungkin dia terus-menerus takut kalau pengakuan cintanya akan ditolak. Dalam keadaan semacam itu, kayak apa itu menurut Saitou-san sewaktu dia menghadapi Sasaki-kun di kelas dan melakukan tindakan yang berani iti? Mungkin akan lebih mudah buat Saitou-san kalau dia langsung ditolak saat menyatakan perasaan cintanya.

Saat aku memikirkan soal perasaan Saitou-san, itu membuat dadaku terasa sesak.

Buat pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa tidak dapat menerima sikap Sasaki-kun. Namun, saat aku melihat sosok wajah Sasaki-kun yang tampak serius dari kejauhan di balik Wataru, perasaan panas yang menumpuk di dalam diriku langsung menghilang. Mengapa ia memasang wajah kayak gitu?

"..."

Kei tetap terdiam. Aku tidak dapat membaca ekspresinya dari atas. Dia pasti tidak tertidur, dan mungkin dia sedang mendengarkan obrolan mereka berdua dengan penuh perhatian.

'...Hmm.'

Wataru cuma bilang begitu sambil menyandarkan tubuh bagian atasnya ke belakang. Itu bukanlah nada suara yang terdengar kayak ia sedang menghakimi Sasaki-kun. Kayaknya itu terdengar kayak ia sudah memahami situasinya dan meyakinkan Sasaki-kun soal sesuatu. Terlepas dari kata-katanya, aku sama sekali tidak mendapatkan kesan bahwa itu cuma perkataan yang main-main.

Mungkin ada alasan khusus yang sedang terjadi di balik semua ini. Tidak peduli seberapa banyakpun situasi dan perasaannya bergejolak, cuma Sasaki-kun saja yang dapat memahami situasi dan perasaannya sendiri. Meskipun aku merasakan amarah atas nama keadilan, toh aku tidak dapat tiba-tiba melompat masuk dan menghadapi mereka berdua dari sini. Aku memutuskan untuk mendengarkannya dengan tenang, kayak yang dilakukan oleh Wataru dan Kei.

'Pertama-tama, mengapa kamu tidak langsung menolak pernyataan cintanya? Kalau begitu, ceritakan saja padaku. Jujur saja, kamu bahkan meminta waktu padanya untuk memikirkan hal itu saja sudah membuatku terkejut.'

'...'

"..."

Pasti ada alasan mengapa Wataru bilang kayak gitu. Aku yakin setelah mendengar nada bicara Wataru yang seakan-akan itu merupakan hal yang wajar, dan melihat reaksi Sasaki-kun pada hal itu. Pasti ada sesuatu yang cuma diketahui oleh mereka berdua. Meskipun aku ini bukan Kei, aku agak merasa iri dengan hubungan mereka.

'Karena Sasaki, kamu itu kan sudah—'

'Sajou, sudahlah lupakan saja.'

'...Hah?'

'Sudahlah lupakan saja. Soal itu.'

'Hah?'

Pertanyaan kedua dilontarkan Wataru pada Sasaki-kun dengan nada yang agak tajam. Mata Wataru yang seakan-akan bilang 'Aku tidak percaya' diarahkan ke Sasaki-kun. Kayaknya Wataru tidak marah. Malahan, ia tampak hampir kebingungan.

'...Mengapa? Apa jangan-jangan tanpa sepengetahuanku kamu sudah menyatakan perasaan cintamu padanya—?"

'Tidak, aku belum menyatakan perasaan cintaku padanya.'

'...'

Wataru mengangkat bahunya setelah mendengar Sasaki-kun yang bicara begitu dengan tegas. Kayaknya, ia kesulitan dalam merespons.

Lagi-lagi ada frasa 'pernyataan cinta' yang muncul di sini. Dan kayaknya, dari apa yang aku dengar, ini bukan soal Sasaki-kun dan Saitou-san. Mereka membicarakan cewek lain selain Saitou-san. Dari apa yang dapat aku simpulkan, kayaknya Sasaki-kun sudah lama menyukai cewek lain sebelum Saitou-san menyatakan perasaan cintanya padanya. Namun, Sasaki-kun menyiratkan kalau ia sudah menyerah pada cewek itu.

(TL Note: Dan cewek lain itu tidak lain tidak bukan adalah ente, Mbak.)

"...Aichi."

"Tidak, tidak apa-apa. Aku cuma agak bosan dengan posisi ini."

Aku melepaskan diriku dari dinding tempat aku menempel dan duduk di belakang Kei. Tanpa sadar, aku memeluk lututku seakan-akan untuk melindungi diriku sendiri, mungkin karena aku juga punya pengalaman serupa di suatu tempat.

'Apa kamu sudah merasa lega dengan begitu?'

'Iya, aku sudah merasa lega.'

'Waktu itu, aku pernah menyatakan perasaan cintaku pada Natsukawa berkali-kali sampai aku merasa bosan padanya. Meskipun begitu, itu tetap tidak berhasil. Justru karena itulah aku dapat merasa yakin. Makanya, kami berdua punya hubungan yang kayak saat ini.'

"—...!"

Jantungku berdebar kencang saat mendengar namaku tiba-tiba disebut di sini. Mungkin itu merupakan perasaan Wataru yang sebenarnya saat ini.

Suatu kali, saat kami berdua bertemu dengan seorang cewek dari SMP yang sama dalam perjalanan pulang dari sekolah, Wataru pernah menyatakan kalau hubungannya denganku itu "sudah tuntas". Namun, kayaknya itu tidak mencerminkan perasaan Wataru itu sendiri di dalamnya.

Setelah mendengar hal itu, aku tidak bisa begitu saja memikirkan hal semudah "Kalau sudah tuntas, itu berarti kita dapat memulainya dari awal lagi". Karena hari-hari di mana aku terus menolak pernyataan cinta Wataru mungkin telah meninggalkan luka yang amat dalam di hatinya, dan ada kemungkinan kalau aku mungkin masih terus membuatnya merasa tersakiti sampai saat ini.

Namun, Wataru tidak bilang apa-apa saat ia berinteraksi denganku. Justru karena hal itulah, aku takut buat menganggap hal itu secara serius. Ada terlalu banyak hal yang tidak dapat aku pahami soal Wataru karena aku cuma terus menolak pernyataan cintanya. Meskipun di permukaan, ia tampak normal, mungkin di dalam hatinya, ia menjerit kesakitan. Aku cuma bisa bicara dengan ragu-ragu, dan aku masih belum punya keberanian untuk masuk lebih dalam ke dalam hati Wataru.

Namun, Wataru sudah merasa yakin.

Kenyataan itu rasanya kayak mencabut sebuah duri dari dalam dadaku. Memang ada rasa sakit yang tajam. Namun, itu terasa kayak rasa sakit yang tidak boleh aku lupakan begitu saja.

'Aku rasa aku tidak dapat membayangkan diriku di masa lalu dapat merasa yakin tanpa menyatakan apa-apa padanya. Sama kayak yang kalian alami saat ini.'

'Kalau begitu, Sajou, kamu mesti memikirkan perbedaan antara kamu dan aku.'

'Perbedaan...?'

'Saat itu, apa kamu sudah punya saingan cinta? Apa ada seorang cowok di dekatmu yang juga jatuh cinta pada Natsukawa lebih dulu darimu dan menyatakan cintanya dengan tulus? Paling tidak, aku sudah melihat hal itu dengan sangat jelas sejak aku masuk ke SMA ini.'

'Euh...!'

Wataru mengeluarkan suara yang jelas menunjukkan rasa terkejutnya yang dapat aku pahami. Saat aku mengintip, wajah Wataru agak memerah, mungkin seakan-akan ia teringat akan masa-masa itu. Mau tidak mau, wajahku juga ikut memanas. Waktu itu, Wataru selalu mengucapkan kata-kata yang membuatku merinding. Sulit dipercaya kalau dibandingkan dengan Wataru yang saat ini. Memanfaatkan situasi di mana tidak ada yang melihatku, aku mengipasi wajahku dengan kedua tanganku.

'Begitulah maksudku. Itulah perbedaan antara aku dan Sajou. Dalam kasusku, aku menyadari kalau sudah tidak ada peluang buatku untuk mengambil keuntungan dari hal itu.'

'Tidak, itu tidak benar—'

'Iya, memang benar begitu. Begitulah menurutku. Itu memang bukan sesuatu yang dapat Sajou katakan. — Justru karena itulah, aku merasa yakin dan saat ini aku sudah merasa lega.'

'...'

Meskipun itu memalukan, tetapi itu memang benar. Kehidupan cinta Wataru dan kehidupan cinta Sasaki-kun merupakan dua hal yang berbeda. Menurutku tidak ada cara yang tepat buat mengakhiri perasaan pada cewek yang mereka sukai. Mungkin cewek yang disukai Sasaki-kun saat ini lebih memperhatikan saingan cintanya, dan juga membalas perasaannya.

(TL Note: Dan cewek itu adalah ente sendiri, Mbak.)

'Bagaimana menurutmu, apa ada yang kamu keluhan?'

'...Ada, sih, tetapi tidak jadi, deh.'

'Yang mana, sih?!'

Jawaban Wataru memang membingungkan dan tidak konsisten. Sasaki-kun menepuk bahu Wataru sambil tertawa kecil, meskipun yang mestinya meminta saran itu Sasaki-kun, entah mengapa suasananya malah kayak Wataru yang sedang dihibur oleh Sasaki-kun.

"─Aichi, apa kamu sudah merasa yakin?"

"Eh...?"

"Ini soal Sajocchi."

"..."

Dengan suara pelan, Kei, yang sedang berlutut, menoleh ke arahku dan bertanya padaku, yang sedang berdiri di belakangnya dengan posisi selonjoran. Aku yakin Kei juga punya pemikiran sendiri setelah mendengar obrolan Wataru dan Sasaki-kun, karena dia sering melihatku dan Wataru dari dekat.

Jawabannya sudah jelas — aku belum merasa yakin.

Penyebabnya yaitu kepribadianku yang keras kepala. Tadinya, aku bingung dengan pertanyaan "mengapa" dan "bagaimana", tetapi saat ini aku mulai paham. Di masa itu, aku tidak benar-benar mencoba melihat sosok Wataru. Tidak mengherankan kalau Wataru akhirnya muak denganku dan sudah tidak menyukaiku. Meskipun aku sendiri yang menolak pernyataan cintanya, aku malah meraih punggungnya yang sudah menjauh dariku. Bagaimanapun aku memikirkannya, itu cuma tindakan egois dariku.

Dan hal itu masih belum berubah sampai saat ini. Aku tidak dapat membayangkan kalau tanganku ini benar-benar berhenti mencoba meraih punggungnya. Punggungnya yang sempat aku raih itu memang terasa hangat sampai-sampai meskipun cuma merasakan hal itu sekali saja, dan sensasi itu rasanya terlalu nyaman buat aku lupakan.

"─Begitu ya."

Kei tertawa kecil sambil merasa terhibur saat aku menggelengkan kepalaku dengan malu-malu.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama